Oleh :
2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
rumah sakit tentang peranan konseling gizi dengan media booklet terhadap tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan pola makan pada pasien diabetes melitus .
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengayaan informasi
tentang peranan media booklet dalam kegiatan konseling gizi
terhadap tingkat pengetahuan, asupan karbohidrat dan pola makan pada pasien
diabetes melitus.
3 Penelitian Terdahulu
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
2.1.6 Diagnosis
Tes diagnosis untuk diabetes harus dilakukan bila hasil penapisan positif
atau terdapat gejala diabetes seperti poliuria, polidipsia, polifagia atau penurunan
berat badan. Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah
sewaktu dengan gejala diabetes, kadar glukosa darah puasa atau tes toleransi
glukosa. Walaupun pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan yang kuat akan
adanya diabetes tetap tidak dapat digunakan sebagai dasar diagnostik DM
(Soegondo, 1999).
Menurut Perkeni (2006), diagnosis DM harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya
glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
glukosa darah plasma vena dan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan
glukosa darah seharusnya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu
faktor risiko untuk DM, yaitu :
1. Usia dewasa tua ( > 40 tahun )
2. Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m 2 )}
3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah
Puasa Terganggu)
Hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post
prandial mempunyai batas ambang untuk mengetahui seseorang sudah termasuk
dalam katagori bukan diabetes melitus, belum pasti diabetes melitus dan diabetes
melitus dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial dan Puasa sebagai
Patokan dan Diagnosis DM
Menurut Perkeni (2006) ada empat pilar pengobatan DM, diantaranya yaitu:
1. Edukasi
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung
seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan
edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan
dengan:
a. Makan makanan sehat
b. Kegiatan jasmani secara teratur;
c. Penggunaan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-
waktu yang spesifik.
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan
berbagai informasi yang ada.
2. Perencanaan makan
DM tipe-2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen,
sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini
secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing
individu. Menurut Almatsier (2004), perencanaan makan meliputi:
a. Tujuan Diet DM
Tujuan diet penyakit diabetes melitus adalah membantu pasien
memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik, dengan cara mempertahankan kadar
glukosa darah supaya mendekati normal dengan memberikan energi yang untuk
mempertahankan atau mencapai berat badan normal serta menghindari atau
menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti
hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama.
b. Syarat diet
Adapun syarat Diet untuk pasien DM adalah (Almatsier, 2004):
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total.
4) 4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa kebutuhan energi total, yaitu 60-70%.
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
6) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas.
7) Asupan serat dianjurkan 25g/hari.
8) Cukup vitamin dan mineral
a) Jenis Diet
Pedoman diet DM pedoman dipakai 8 jenis diet DM mengacu pada penutun diet
yang diterbitkan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebagaimana
dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Jenis Diet Pada Pasien Diabetes Melitus
adalah
1) Energi
1. Latihan jasmani
Pada penyandang diabetes melitus Latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan
kadar gula darah. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respon reseptor
terhadap insulin (resistensi insulin). Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin (insulin
effect). Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang
berkontraksi. Pada saat melakukan latihan
jasmani resistensi insulin berkurang dan sebaliknya sensitivitas insulin meningkat. Prinsip
latihan jasmani pada penyakit diabetes sama saja dengan prinsip
latihan jasmani secara umum yaitu frekuensi, intensitas, durasi dan jenis aktivitas.
Frekuensi latihan yang dianjurkan bagi penderita diabetes adalah 3 – 5 kali per minggu,
intensitas ringan atau sedang yaitu 60-70% MHR (maximum heart rate), time selama 30
– 60 menit dengan jenis aktivitas yang bersifat aerobik untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Latihan
jasmani yang lama dengan defisiensi insulin disertai kondisi metabolik yang tidak
terkendali akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa dari hepar dan
peningkatan benda keton.
4) Obat-obatan
Pengobatan dengan perencanaan diet masih merupakan pengobatan utama, tetapi jika
bersama latihan jasmani ternyata gagal, maka diperlukan penambahan obat oral atau
insulin.
b) Insulin
adalah
1. Definisi
Pada penderita diabetes melitus asupan zat gizi terutama energi 10 % dari standar
kebutuhan merupakan asupan yang dianjurkan.
Tingkat kecukupan zat gizi terutama energi tergantung pada besarnya asupan
makanan. Menurut Wilkes (2000) beberapa faktor yang terkait dengan tingkat
konsumsi makanan antara lain :
a. Nafsu makan
Pada keadaan sakit sering sekali terjadi anoreksia atau menurunnya bahkan kehilangan
nafsu makan. Gejala ini bisa berkaitan dengan penyakitnya,
pengobatan atau bersifat sementara juga dapat berhubungan dengan distress
emosional..
b. Kemampuan menelan
Pada keadaan sakit sering terjadi kesulitan menelan atau disfagia. Kesulitan menelan
yang bisa terjadi akibat obstruksi mekanis atau akibat nyeri dalam rongga mulut atau
faring akibat infeksi. Gangguan menelan dapat menimbulkan pengaruh yang serius
pada tingkat asupan makanan yang dapat berdampak pada status gizi, karena takut
tersedak atau takut terdapat nyeri dapat membuat pasien menolak makan.
c. Penyerapan
Pemberian makanan pada pasien diabetes melitus tidak hanya diperhatikan tingkat
kecukupan zat gizinya saja tetapi penyerapan zat gizi makanan tersebut dalam tubuh,
karena tidak selamanya penyerapan berlangsung dengan baik. Penyerapan merupakan
hal yang penting dalam mencukupi kebutuhan gizi pasien. Penyerapan zat gizi yang
terhambat akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tubuh.
Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah sebagai berikut :
Besi).
4) Kurang tersedianya vitamin D ternyata kurang baik bagi kelancaran
penyerapan kalsium.
5) Adanya parasit dapat menimbulkan hambatan dalam
penyerapan ( Kartasapoetra,2003).
Menurut Moehyi (1995), faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi sangat
dipengaruhi oleh asupan makanannya. Makanan yang dikonsumsi pasien selama
perawatan sangat tergantung pada hal berikut :
a. Faktor Psikologi
Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan yang
berbeda dengan apa yang dialami setiap harinya di rumah. Apa yang dimakan,
bagaimana makanan disajikan, dimana dia makan, sangat berbeda dengan kebiasaan
hidup penderita di rumah. Kehadiran orang-orang yang masih asing seperti dokter,
perawat, dan petugas kesehatan yang mengelilingi setiap waktu, rasa tidak senang,
rasa takut karena sakit, ketidakbebasan bergerak karena adanya penyakit dapat
menimbulkan rasa putus asa yang berdampak pada penurunan nafsu makan.
b. Sosial Budaya
Pasien yang dirawat di rumah sakit berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda-
beda, baik adat istiadat, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut bahkan mungkin juga
pandangan hidup. Keseluruhan faktor ini akan membentuk tingkat budaya manusia
dalam hal makanan. Orang sakit yang mempunyai
kebiasaan makan bersama dengan anggota keluarganya, harus makan sendiri
sambil berbaring atau duduk ditempat tidur, dapat membuat orang sakit tersebut
merasakan bahwa dia benar-benar sakit sehingga dapat mempengaruhi nafsu
makannya.
c. Keadaan Jasmaniah Orang Sakit
Keadaan jasmaniah orang sakit merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian
karena akan menentukan bentuk atau konsistensi diet yang akan diberikan, orang sakit
yang dalam keadaan lemah dan kesadaran menurun, akan memerlukan makanan yang
khusus.
d. Keadaan Gizi Orang Sakit
Menurut Supariasa (2002) ada beberapa metode untuk melihat konsumsi makanan
tingkat individu atau perorangan, meliputi :
a. Metode Food Recall 24 jam
Food record atau diary records yaitu responden diminta untuk mencatat semua yang
dimakan dan yang diminum setiap kali sebelum makan dengan Ukuran Rumah Tangga
(URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam
periode tertentu (2 – 4 hari berturut-turut) termasuk cara persiapan dan
pengolahan makanan tersebut. Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi
yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang
dikonsumsi oleh responden.
c. Metode Penimbangan Makanan (Food Weghing)
Pada metode ini responden dan petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan
yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Jika terdapat makanan setelah makan maka
perlu ditimbang untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi.
d. Metode Dietary History
3. Konseling Gizi
a. Pengertian Konseling
Menurut Mappiare (2006) konseling adalah suatu proses pelayanan yang melibatkan
kemampuan professional pada pemberian layanan kepada penerima layanan yang
sebelumnya tidak bisa berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Konseling gizi merupakan rangkaian
proses pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet,
pelaksanaan konseling gizi hingga evaluasi rencana diet pasien. Menurut PGRS (2003)
tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
makan, serta pola makan sesuai dengan kebutuhan pasien/klien, sehingga terlihat
seberapa jauh kepatuhan untuk melaksanakan diet yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut Holly (1991), mendefinisikan konseling gizi sebagai proses dalam
membantu seseorang untuk mengerti tentang keadaan dirinya. Lingkungan dan
hubungan keduanya dalam membangun kebiasaan yang baik termasuk makan,
sehingga menjadi sehat, atraktif dan produktif. Dari dua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konseling gizi menekankan proses membantu klien
sebagai salah satu kriteria profesionalisme dengan aplikasi yang diharapkan adalah ada
perubahan konsumsi makanan sehingga diharapkan dapat mengubah faktor risiko
status gizi dan kesehatan. Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi 2 (dua) arah
antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan mengatasi masalah
gizi.
b. Tujuan Konseling
Tujuan konseling menurut Mappiare (2006) dilihat dari aspek klien adalah membantu
klien dalam menegaskan dan mengkhususkan tujuan yang hendak diperoleh berkaitan
dengan masalah yang dihadapai. Menurut Basuki (2004) tujuan yang ingin dicapai
dalam pemberian konseling gizi pada pasien diabetes antara lain :
1). Meningkatkan pengetahuan/ informasi yang berkaitan dengan nasehat gizi
Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia yan g diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a). Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
b).Memahami (comprehension), diartikan sebagai mengingat suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c). Aplikasi (aplication) diartikan sebagi kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipejari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d). Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e). Sintesis (synthetis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f), Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek
3). Merubah perilaku gizi ke arah yang lebih baik
a) Tekanan
Keberhasilan konseling gizi (Mappiare, 2006) dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu
1). Situasi atau kondisi tempat konseling
Media merupakan alat yang menjembatani antara klien dan konselor dalam
memahami materi yang disampaikan. Berbagai media perlu dirancang secara tepat
dengan berbagai gambar dan tulisan agar klien lebih tertarik dalam memahami materi.
Isi materi dalam media sangat menentukan terhadap pemahaman klien atau sasaran.
Materi merupakan hal yang pokok dalam pendidikan gizi perlu di susun secara cermat
dan lengkap dalam media pendidikan.
3). Konselor
d. Tahapan Konseling
Data yang harus dikumpulkan dalam melekukan identifikai masalah gizi meliputi data
riwayat penyakit, data antropometri, data klinis, data biokimia.
3). Penyampaian informasi/ konseling gizi adalah penyampaian informasi/
nasehat gizi dengan menciptakan suasana yang nyaman, penggunaan bahasa yang
dimengerti dan gerakan non ferbal yang mencerminkan upaya membantu. Konselor
sebagai pendengar yang baik dan menciptakan suasana harmonis. Konseling gizi bagi
pasien diabetes melitus merupakan penyuluhan yang lengkap mengenai DM meliputi
pengaturan makan, kegiatan jasmani, obat yang diperlukan, efek samping obat,
komplikasi DM dan informasi yang sangat diperlukan pasien DM.
4). Evaluasi, dilakukan untuk mengetahui tingkat pertisipasi pasien, ada tidak
adanya dampak yang terjadi dari pencapaian tujuan konseling serta terjadinya
perubahan sikap dan prilaku klien terhadap makanan dan kesehatannya (Soegondo,
2004).
D. Media Konseling Gizi
Menurut Depkes (2004) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan.
Media dalam kegiatan konseling gizi merupakan sarana yang berisikan materi yang
berkaitan dengan nasehat gizi.Penggunaan media akan memudahkan konselor dalam
menyampaikan materi gizi dan memudahkan klien dalam memahami nasehat gizi yang
disampaikan. Penggolongan media (Starh,2005) menurut fungsinya adalah
1. Informasional yaitu media yang digunakan pada klien untuk memberikan
informasi yang bersifat umum. Media yang bersifat informasional adalah radio, kaset,
majalah dinding, buletin, film slide.
2. Motivasional yaitu media yang digunakan untuk mendorong klien atau
sasaran mengikuti nasehat yang dianjurkan. Yang termasuk dalam kelompok media
motivasional adalah poster, foto.
3. Instruksional yaitu media yang digunakan untuk mengarahkan secara rinci
nasehat yang disampaikan kepada sasaran atau klien. Yang termasuk dalam golongan
media instruksional adalah leaflet, booklet dan alat peraga.
Media edukasi yang sering digunakan pendidikan gizi meliputi :
1. Booklet
Booklet adalah media komunikasi massa yang bertujuan untuk menyampaikan pesan
yang bersifat promosi, anjuran, larangan-larangan kepada khalayak massa, dan
berbentuk cetakan. Sehingga akhir dari tujuannya tersebut adalah agar masyarakat
yang sebagai obyek memahami dan menuruti pesan yang terkandung dalam media
komunikasi massa tersebut. Media booklet pernah digunakan dalam penelitian tentang
penilaian asupan makanan pada wanita dengan obesitas dan non obesitas di US
Department of Agriculture oleh Conway et al (2003). Booklet termasuk dalam salah
satu media komunikasi yang efektif dan efisien dalam hasil dan prosesnya, sehingga
mampu menjadi sebuah alternatif di masa yang serba instan (cepat) ini. Booklet dapat
digunakan dalam berbagai macam bidang kegiatan meliputi kesehatan, perdagangan,
pariwisata,bisnis. Pada masa era sekarang ini, pemanfaatan Booklet terjadi disegala
bidang. Baik didalam periklanan maupun dalam hal-hal yang lain. diakui karena
disebabkan adanya bahwa hasil yang diberikan dari pemanfaatan Booklet ini jauh
lebih baik
jika dibandingkan dengan media yang lain .
Booklet Buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari
30 halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar-gambar. Ada yang engatakan
bahwa istilah buklet berasal dari buku dan leaflet, artinya media buklet merupakan
perpaduan antara leaflet dengan buku atau sebuah buku dengan format (ukuran) kecil
seperti leaflet. Struktur isinya seperti buku (ada pendahuluan, isi, penutup) hanya
saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku. Riwayat
pengembangan booklet adalah kebutuhan untuk menyediakan referensi (bahan
bacaan) bagi kelompok masyarakat yang akses terhadap buku sumber terbatas
karena keterbatasan mereka.Dengan adanya buklet, maka mereka
bisa memperoleh pengetahuan seperti membaca sebuah buku, dengan waktu
membaca sesingkat membaca leaflet (Starh,2005).
Keunggulan booklet adalah bahwa booklet ini menggunakan media cetak dengan
biaya lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan media audio dan visual
serta juga audio visual. Proses komunikasi agar obyek sampai kepada sasaran dapat
dilakukan sewaktu- waktu dengan melihat kondisi yang ada.
Kelebihan booklet lainnya adalah booklet lebih terperinci dan jelas karena lebih banyak
bisa mengulas tentang pesan yang disampaikannya (Depkes, 2004).
Kelemahan Booklet ada beberapa kelemahan terkait dengan pemakaian booklet, yaitu
a). Booklet membutuhkan ketrampilan membaca – menulis
b). Tidak langsungnya proses penyampaiannya, sehingga umpan balik dari obyek
kepada penyampai pesan tidak secara langsung (tertunda)
c). Memerlukan banyak tenaga dalam penyebarannya
2. Leaflet
Leaflet merupakan media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan
(biasanya lebih banyak tulisan) pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran
kecil dan praktis dibawa dan biasanya dilipat tiga. Media ini berisikan suatu gagasan
secara langsung ke pokok persoalannya. Leaflet sangat efektif untuk menyampaikan
pesan yang singkat dan padat. Media ini juga mudah dibawa dan disebarluaskan.
Bahkan karena ukurannya yang lebih ringkas, jumlah yang dibawa bisa lebih banyak .
Kelebihan penggunaan leaflet meliputi efektif untuk pesan yang singkat dan padat dan
mudah dibawa dan disebarluaskan . Sedangkan kelemahan penggunaan leaflet adalah
memerlukan keterampilan baca- tulis, mudah hilang dan rusak, pesan yang
disampaikan terbatas ( Depkes, 2004).
E. Perilaku
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan organisme tersebut merespons dalam bentuk :
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting
stimulation yang menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan
yang lezat bisa menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya yang terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent
respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita
musibah menjadi sedih, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan
pesta dan sebagainya.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini
disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. Misalnya
apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons
terhadap uraian tugas nya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya ( Tamsuri, 2008).
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka peril dibedakanaku dapat
menjadi dua, yaitu :
Media Komunikasi
Pengetahuan Gizi
Pasien
Perilaku
Makan Terapi Obat GD Puasa
GD 2 Jam
Kegiatan Post
Jasmani Prandial
G. HIPOTESIS