Anda di halaman 1dari 34

PERBEDAAN KONSELING GIZI DENGAN MEDIA BOOKLET DAN LEAFLET

TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN ENERGI DAN GULA DARAH PASIEN


DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSBP BATAM

Oleh :

Dini Okta Putri

Rani Ramadani

Desri Nurfitriana

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

S1 GIZI NON REGULAR

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan
melimpahkan segala karunia, nikmat, rahmat Nya yang tak terhingga kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan mini proposal dengan judul: Pengaruh Konseling
Gizi Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Pengetahuan, Asupan Energi Dan Gula
Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rsbp Batam

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kep, M. Biomed selaku Rektor Universitas Perintis Indonesia
2. Bapak Dr.rer.nat. Ikhwan Resmala Sudji, M.Si selaku Dekan Universitas Perintis
Indonesia.
3. Ibu Risya Ahriyasna,M.Gz, Dietisien selaku dosen mata kuliah ”Statiska Lanjut”
4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf di Universitas Perintis Indonesia.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya. Dalam penulisan
Makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini proposal ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan Mini Proposal ini. Penulis berharap Mini Proposal ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Akhir kata penulis doakan semoga
segala bentuk bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Aamiin.

Padang, 24 Maret 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan
masyarakat serta paradigma sehat, yaitu dari pengobatan ke pencegahan, maka
pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat diperlukan. Perubahan gaya hidup dan
pola konsumsi pangan masyarakat telah berdampak terhadap peningkatan penyakit
degeneratif, seperti diabetes melitus (DM) dan hipertensi.
Diabetes melitus merupakan penyebab kematian nomor enam pada semua
kelompok umur. Jumlah penderita DM meningkat dengan cepat di seluruh dunia dan
penyakit ini sudah menjadi penyakit epidemi global (Sinaga dan Wirawanni 2012).
Wild et al. (2004) memperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita DM di
Indonesia mencapai 21,3 juta jiwa. Sementara Soewondo
dan Laurentinus (2011) melaporkan prevalensi pra-diabetes di Indonesia sebesar
10%. Penderita diabetes yang berumur 20 tahun hingga 79 tahun di dunia mencapai
382 juta orang (IDF 2013). Indonesia dengan prevalensi diabetes 154.062 penderita
berada di urutan keempat setelah China (1.023.504 penderita), India (760.429
penderita), dan Amerika Serikat (223.937 penderita) (IDF 2013).
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang,
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan
metabolisme insulin. Kadar glukosa darah meningkat sebagai akibat berkurangnya
insulin. Perubahan ini akan diperburuk dengan meningkatnya sekresi glukagon oleh
pankreas ke dalam tubuh (Brody 1999). Menurut Waspadji (2007), seseorang
didiagnosis menderita DM jika dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dL, sedangkan kadar glukosa darah ketika puasa > 126 mg/dL.
Pasien diabetes dengan kadar gula yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi. Komplikasi pada pasien diabetes ada 2 macam yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Bentuk komplikasi yang sering terjadi pada
komplikasi kronis adalah nefropati diabetikum, neuropati diabetikum, retinopati
diabetikum, gangren diabetikum. Untuk menghindari komplikasi diperlukan
pengendalian kadar gula darah (Waspadji, 1996) bisa melalui meningkatkan
pengetahuan penderita, mengontrol asupan sehingga bisa mencapai glukosa darah
yang normal.
Pendidikan kesehatan menurut Notoatmojo (2003) dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku menjadi lebih baik.
Sedangkan Pendidikan dalam bentuk konseling gizi yang dilakukan dalam
menghasilkan suatu perubahan perilaku yang berdampak positif bagi kesehatan.
Pemberian konseling perlu disertai dengan pemberian media pendidikan sebagai
sarana bagi pasien untuk memudahkan menerima informasi nasehat gizi dalam
mendukung perubahan perilaku gizi (Waspadji, 1999).
Pertimbangan penggunaan media pendidikan tergantung pada beberapa hal
termasuk tujuan akhir yang ingin dicapai, jumlah sasaran yang ada. Dalam edukasi
pasien diabetes penggunaan leaflet merupakan alat bantu yang sering digunakan
dengan pertimbangan praktis mudah dibawa, isi materi sudah tertulis dalam leaflet,
akan tetapi salah satu kelemahan leaflet adalah isi materi dalam leaflet tidak tertulis
secara rinci (Starh,2005).
Penggunaan media booklet merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi
kelemahan yang ada pada leaflet. Materi yang tertulis dalam booklet akan lebih
lengkap sehingga sasaran edukasi akan lebih memahami isi yang ada dalam
booklet. Kelebihan lain booklet merupakan media yang praktis mudah dibawa
kemana sama dengan leaflet.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang penulis tertarik untu meneliti
Perbedaan Konseling Gizi Dengan Media Booklet Dan Leaflet Terhadap Tingkat
Pengetahuan, Asupan Energi Dan Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di
Rsbp Batam

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dapat diketahui apakah ada Perbedaan konseling gizi dengan menggunakan
media booklet dan leaflet terhadap tingkat pengetahuan, asupan energi dan pola
makan pasien DM di Rumah Sakit RSBP Batam
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSBP Batam
yang mendapatkan konsultasi gizi dengan media booklet dan leaflet
b. Mendeskripsikan asupan energi pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSBP
Batam yang mendapatkan konsultasi gizi dengan media booklet dan leaflet
c. Mendeskripsikan gula darah pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSBP Batam
yang mendapatkan konsultasi gizi dengan media booklet dan leaflet

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak rumah
sakit tentang peranan konseling gizi dengan media booklet terhadap tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan gula darah pada pasien diabetes melitus .
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengayaan informasi tentang
peranan media booklet dalam kegiatan konseling gizi terhadap tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan gula darah pada pasien diabetes melitus.

D. Penelitian Terdahulu
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

Abdurrachim Pengaruh konseling gizi Hasil Penelitian


dkk (2006) menggunakan standar diet menunjukkan terdapat
terhadap pengetahuan dan hubungan yang

kepatuhan diet penderita bermakna

diabetes di RSUD Ulin secara statistik dengan


Bajarmasin menggunakan uji t- test
dengan p< 0.05
menunjukkan

bahwa konseling gizi


dengan menggunakan
leaflet standar diet
berpengaruh

terhadap pengetahuan,
kepatuhan diet dan
kadar gula darah
penderita diabetes

melitus

Widhayati Efek pendidikan gizi Hasil penelitian

(2009) terhadap perubahan menunjukkan tidak ada


konsumsi energi dan indeks perbedaan penurunan
massa persentil IMT yang
tubuh pada remaja bermakna
kelebihan berat badan antara kedua grup
sesudah pendidikan gizi.
dan tidak terdapat
perbedaan penurunan
tingkat konsumsi energi
sesudah pendidikan gizi
antara kedua grup

penelitian . Tidak ada


penurunan persentase
asupan lemak sesudah

pendidikan gizi pada


penyuluhan kelompok
dan individu tidak
terdapat

perbedaan penurunan
persentase asupan
lemak sesudah
pendidikan gizi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya
kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kekurangan
hormon insulin, baik secara relatif maupun absolut. Hormon insulin diproduksi oleh
kelenjar ludah perut (pankreas). Untuk diabetes melitus yang bergantung pada
insulin (DM tipe 1) kelenjar pankreas karena suatu sebab tertentu memang sudah
tidak berfungsi lagi, sehingga produk insulin sama sekali tidak ada lagi dan
penyandang DM tipe 1 ini memerlukan tambahan insulin dari luar untuk
mempertahankan agar tetap hidup. Sebaliknya pada DM yang tidak bergantung
pada insulin (DM tipe 2), kelenjar pankreasnya masih dapat memproduksi
insulinbahkan lebih dari cukup, tetapi insulin ini tidak dapat berfungsi lagi dengan
baik (retensi insulin), sehingga terjadi hiperglikemia (Waspadji, 2005)

2.1.2 Etiologi Diabetes Mellitus


Penyebab terjadinya DM tipe-2 yaitu faktor genetik dan obesitas. Faktor genetik
tampak memberikan respon terhadap pemicu yang diduga berupa infeksi virus,
kehamilan dan obat-obatan sehingga bisa memproduksi antibodi terhadap sel-sel
beta, yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin. Pada pasien diabetes
melitus tingkat berat, hampir semua sel beta terjadi kerusakan sehingga terjadi
insulinopenia dan kelainan metabolik yang berkaitan dengan defesiensi nsulin.
Beberapa faktor pencetus DM diantaranya : kurang gerak badan atau malas dan
makan yang berlebihan. Sekitar 80 % penderita DM tipe-2 mengalami obesitas,
karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar akibat
gangguan toleransi glukosa (Price, 2006)

2.1.3 Gejala Diabetes Mellitus


Gejala diabetes mellitus menurut Lanywati (2001) yang sering muncul meliputi
1. Poliuria (banyak kencing)
Poliuria merupakan gejala umum pada penderita diabetes. Pasien mengalami
banyak kencing disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga
merangsang tubuh berusaha untuk mengeluarkannya melalui ginjal bersama air
kencing. Gejala ini terutama terjadi pada malam hari, yaitu pada saat kadar gula
dalam darah relatif tinggi karena keadaan tubuh yang sedang istirahat atau tidak
melakukan aktifitas fisik.
2. Polidipsi (banyak minum)
Banyak minum merupakan akibat reaksi tubuh dari banyak kencing, sehingga
rasa haus timbul dan memicu untuk banyak minum.
3. Polifagia (banyak makan)
Disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula
dalam darah tinggi.
4. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang relatif sangat singkat. Hal ini disebabkan glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar terutama yang digunakan untuk aktifitas sehari-hari, sumber tenaga diambil
dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot yang menyebabkan penderita
mengalami penurunan berat badan yang cepat.

2.1.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi DM dan intoleransi glukosa menurut Price (2006) digolongkan sebagai
berikut:
1. Diabetes Melitus ( DM ) meliputi DM tipe I ( DM tergantung insulin ) dan
DM tipe II ( DM tidak tergantung insulin )
2. Gangguan Intoleransi Glukosa
3. Diabetes Kehamilan ( Gestational Diabetes Melitus)

2.1.5 Patofisiologi Penyakit Diabetes Mellitus


Patofisiologi diabetes melitus ditandai dengan kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor yang responsif terhadap insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal kompleks reseptor insulin dengan sistem transport
glukosa. Awalnya kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi akhirnya sekresi insulin dan
jumlah yang tidak mencukupi untuk mempertahankan glukosa didalam pembuluh
darah yang meningkat sehingga menyebabkan
tingginya kadar glukosa darah (Price, 2006).

2.1.6 Diagnosis
Tes diagnosis untuk diabetes harus dilakukan bila hasil penapisan positif atau
terdapat gejala diabetes seperti poliuria, polidipsia, polifagia atau penurunan berat
badan. Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah sewaktu
dengan gejala diabetes, kadar glukosa darah puasa atau tes toleransi glukosa.
Walaupun pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan yang kuat akan adanya
diabetes tetap tidak dapat digunakan sebagai dasar diagnostik DM (Soegondo,
1999).
Menurut Perkeni (2006), diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja.
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma
vena dan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan
glukosa darah seharusnya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu :
1. Usia dewasa tua ( > 40 tahun )
2. Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m 2 )}
3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)

Hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post
prandial mempunyai batas ambang untuk mengetahui seseorang sudah termasuk
dalam katagori bukan diabetes melitus, belum pasti diabetes melitus dan diabetes
melitus dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial dan Puasa sebagai

Patokan dan Diagnosis DM

Macam Bukan Belum DM


Pemeriksaan DM pasti DM
Glukosa Darah Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200
Puasa

2 Jam Post Prandial Darah Kapiler - 90 – 199 ≥ 200

Glukosa Darah Plasma Vena Plasma Vena 110 – 125 ≥ 126


Puasa

2 Jam Post Prandial Darah Kapiler 90 – 109 ≥ 110

Sumber : Perkeni , 2006

2.1.7 Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Mellitus


Penalaksanaan diabetes melitus (Price, 2006) bertujuan dalam rangka
mengendalikan kadar gula darah. Penatalaksanaan DM dilakukan dengan 3 hal
yaitu:
1. Diet/ pengaturan makanan
Pemberian diet pada pasien DM ditujukan untuk mengatur pemberian jumlah
kalori dan karbohidrat yang akan dimakan setiap hari. Kelley (2003) menyatakan
bahwa konsumsi karbohidrat kompleks yang direkomendasikan dalam diet
sebesar 60%-70% dari total energi sehari. Perilaku konsumsi makanan pasien
DM berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki .
2. Agen hipoglikemik (obat hipoglikemik)
Pemberian obat penurun gula darah akan membantu absorpsi gula darah ke
jaringan.
3. Pengaturan aktivitas fisik
Kegiatan fisik membutuhkan glukosa sebagai sumber energi. Semakin banyak
energi yang digunakan untuk aktivitas termasuk olah raga akan membantu dalam
pengendalian kadar gula darah.

Menurut Perkeni (2006) ada empat pilar pengobatan DM, diantaranya yaitu:
1. Edukasi
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif
pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung
seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan
edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan
dengan:
a. Makan makanan sehat
b. Kegiatan jasmani secara teratur;
c. Penggunaan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu
yang spesifik.
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai
informasi yang ada.
2. Perencanaan makan
DM tipe-2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga
tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara
umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu.
Menurut Almatsier (2004), perencanaan makan meliputi:
a. Tujuan Diet DM
Tujuan diet penyakit diabetes melitus adalah membantu pasienmemperbaiki
kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrolmetabolik yang
lebih baik, dengan cara mempertahankan kadarglukosa darah supaya
mendekati normal dengan memberikan energi yang untukmempertahankan
atau mencapai berat badan normal serta menghindari ataumenangani
komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti
hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama.
b. Syarat diet
Adapun syarat Diet untuk pasien DM adalah (Almatsier, 2004):
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total.
4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa kebutuhan energi total, yaitu 60-70%.
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
6) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas.
7) Asupan serat dianjurkan 25g/hari.
8) Cukup vitamin dan mineral

c. Jenis Diet
Pedoman diet DM pedoman dipakai 8 jenis diet DM mengacu
pada penutun diet yang diterbitkan oleh Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Jenis Diet Pada Pasien Diabetes Melitus
Energ Protei Lemak Karbohidra
Macam Diet i (gr) n (gr) (gr) t (gr)
Diet DM I 1100 43 30 172
Diet DM II 1300 45 35 192
Diet DM III 1500 51,5 36,5 235
Diet DM IV 1700 55,5 36,5 275
Diet DM V 1900 60 48 299
Diet DM VI 2100 62 53 319
Diet DM VII 2300 73 59 369
Diet DM VIII 2500 80 62 396

Sumber : Almatsier (2004)


Perhitungan kebutuhan gizi pasien DM, menurut Askandar (2003) adalah
1) Energi
Kebutuhan Energi berdasarkan status gizi dengan menggunakan
Relatif Body Weight dapat dihitung sebagai berikut :
Kurang = berat badan x 40-60 kalori
Normal = berat badan x 30 kalori

Kelebihan berat = berat badan x 20 kalori

Kegemukan (obesitas) = berat badan x 10-15 kalori


2). Kebutuhan protein sebesar 10-15% dari total energi.
3). Kebutuhan lemak sedang yaitu 20-25% dari total energi.
4). Karbohidrat diberikan 60-70% dari total kebutuhan energi.
5). Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat
arut.

6). Cukup mineral dan vitamin

Penentuan status gizi berdasarkan RBW ( Relative Body Weight )

dengan cara : Berat Badan

RBW =---------------X 100%


TB - 100
Kategori :
Kurus (Under Weight) : RBW<
90% Under Nutrisi : RBW <80%
Normal (Ideal) : RBW 90% - 110%
Gemuk (Over Weight) : RBW > 110%
Obesitas : RBW > 120%

3. Latihan jasmani

Pada penyandang diabetes melitus Latihan jasmani berperan


utama dalam pengaturan kadar gula darah. Masalah utama pada DM tipe
2 adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin (resistensi insulin).
Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin (insulin effect). Permeabilitas
membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi.
Pada saat melakukan latihan jasmani resistensi insulin berkurang dan
sebaliknya sensitivitas insulin meningkat. Prinsip latihan jasmani pada
penyakit diabetes sama saja dengan prinsip latihan jasmani
secara umum yaitu frekuensi, intensitas, durasi dan jenis aktivitas.
Frekuensi latihan yang dianjurkan bagi penderita diabetes adalah 3 – 5
kali per minggu, intensitas ringan atau sedang yaitu 60-70% MHR
(maximum heart rate), time selama 30 – 60 menit dengan jenis aktivitas
yang bersifat aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Latihan jasmani yang
lama dengan defisiensi insulin disertai kondisi metabolik yang tidak
terkendali akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa dari
hepar dan peningkatan benda keton.

4. Obat-obatan
Pengobatan dengan perencanaan diet masih merupakan
pengobatan utama, tetapi jika bersama latihan jasmani ternyata gagal,
maka diperlukan penambahan obat oral atau insulin.
Obat-obatan untuk pasien diabetes melitus antara lain :
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO), seperti sulfoniluria dan biguanida.
b. Insulin: Indikasi pemakaian obat hipoglikemia oral menurut Soegondo
(1999)
1. Diabetes sesudah umur 40 tahun
2. Diabetes kurang dari 5 tahun
3. Memerlukan insulin kurang dari 40 unit per hari
4. DM tipe 2 berat badan normal atau lebih.

2.2 Tingkat kecukupan Energi


2.2.1 Definisi
Menurut Tjokroprawiro (2003), tingkat kecukupan Energi adalah
tercukupinya kebutuhan energi tubuh dari sumber makanan atau sumber
zat gizi lain. Kecukupan zat gizi dapat diperoleh dengan mengkonversikan
makanan/ minuman yang dikonsumsi. Hasil analisis zat gizi energi dapat
mengetahui kecukupan zat gizi dengan mengkatagorikan menjadi 2 yaitu :
1. Kurang, jika tingkat asupan < 80%.
2. Baik jika asupan ≥ 80 %
Pada penderita diabetes melitus asupan zat gizi terutama energi ± 10 % dari
standar kebutuhan merupakan asupan yang dianjurkan.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecukupan Zat Gizi


Tingkat kecukupan zat gizi terutama energi tergantung pada besarnya
asupan makanan. Menurut Wilkes (2000) beberapa faktor yang terkait
dengan tingkat konsumsi makanan antara lain :
1. Nafsu makan
Pada keadaan sakit sering sekali terjadi anoreksia atau menurunnya
bahkan kehilangan nafsu makan. Gejala ini bisa berkaitan dengan
penyakitnya , pengobatan atau bersifat sementara juga dapat berhubungan
dengan distress emosional
2. Kemampuan menelan
Pada keadaan sakit sering terjadi kesulitan menelan atau disfagia.
Kesulitan menelan yang bisa terjadi akibat obstruksi mekanis atau
akibat nyeri dalam rongga mulut atau faring akibat infeksi. Gangguan
menelan dapat menimbulkan pengaruh yang serius pada tingkat
asupan makanan yang dapat berdampak pada status gizi, karena
takut tersedak atau takut terdapat nyeri dapat membuat pasien
menolak makan.
3. Penyerapan
Pemberian makanan pada pasien diabetes melitus tidak hanya
diperhatikan tingkat kecukupan zat gizinya saja tetapi penyerapan
zat gizi makanan tersebut dalam tubuh, karena tidak selamanya
penyerapan berlangsung dengan baik. Penyerapan merupakan hal
yang penting dalam mencukupi kebutuhan gizi pasien. Penyerapan
zat gizi yang terhambat akan dapat menimbulkan gangguan
kesehatan tubuh.
Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah sebagai
berikut :
1) Rangsangan (iritasi), yaitu rangsangan yang menyebabkan
gerakan-gerakan yang kuat dari usus, akibatnya dapat
menghambat penyerapan.
2) Aktivitas produksi empedu yang kurang, sehingga hasil
empedu yang diperlukan kurang, akibatnya menghambat
penyerapan lemak.
3) Tersedianya vitamin C dan E yang dapat mempertinggi
penyerapan Fe (Zat Besi)

4) Kurang tersedianya vitamin D ternyata kurang baik bagi


kelancaran penyerapan kalsium.
5) Adanya parasit dapat menimbulkan hambatan
dalam penyerapan ( Kartasapoetra,2003).

Menurut Moehyi (1995), faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan zat


gizi sangat dipengaruhi oleh asupan makanannya. Makanan yang
dikonsumsi pasien selama perawatan sangat tergantung pada hal berikut
:
a. Faktor Psikologi
Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus
menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami setiap
harinya di rumah. Apa yang dimakan, bagaimana makanan disajikan,
dimana dia makan, sangat berbeda dengan kebiasaan hidup
penderita di rumah. Kehadiran orang-orang yang masih asing seperti
dokter, perawat, dan petugas kesehatan yang mengelilingi setiap
waktu, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit, ketidakbebasan
bergerak karena adanya penyakit dapat menimbulkan rasa putus asa
yang berdampak pada penurunan nafsu makan.
b. Sosial Budaya

Pasien yang dirawat di rumah sakit berasal dari kelompok


masyarakat yang berbeda-beda, baik adat istiadat, kebiasaan, dan
nilai-nilai yang dianut bahkan mungkin juga pandangan hidup.
Keseluruhan faktor ini akan membentuk tingkat budaya manusia
dalam hal makanan. Orang sakit yang mempunyai kebiasaan
makan bersama dengan anggota keluarganya, harus makan
sendiri sambil berbaring atau duduk ditempat tidur, dapat membuat
orang sakit tersebut merasakan bahwa dia benar-benar sakit
sehingga dapat mempengaruhi nafsu makannya.
c. Keadaan Jasmaniah Orang Sakit
Keadaan jasmaniah orang sakit merupakan faktor yang perlu
mendapat perhatian karena akan menentukan bentuk atau
konsistensi diet yang akan diberikan, orang sakit yang dalam
keadaan lemah dan kesadaran menurun, akan memerlukan
makanan yang khusus.

d. Keadaan Gizi Orang Sakit


Penyakit-penyakit tertentu sering menyebabkan keadaan gizi
menjadi buruk.

Penderita DM biasanya mempunyai berat badan kurang karena asupan


makan yang harus mereka jalani, ahli gizi yang bertugas hendaknya
sesegera mungkin mendapat informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan kebiasaan makan penderita untuk menjalani
petunjuk diet .
a. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Menurut Supariasa (2002) ada beberapa metode untuk melihat
konsumsi makanan tingkat individu atau perorangan, meliputi :
a. Metode Food Recall 24 jam
adalah metode wawancara dimana pewawancara menanyakan
kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang telah
dikonsumsi selama 24 jam yang lalu dalam ukuran rumah tangga
(URT) dalam ukuran sendok, gelas, piring dan lain-lain. Apabila
pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x 24 jam), maka data
yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan

kebiasaan makan individu. Sehingga dilakukan berulang-ulang


dan harinya tidak berturut-turut minimal 2 kali recall 24 jam dapat
menghasilkan gambaran tingkat kecukupan zat gizi lebih optimal
dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian
individu. Metode food recall 24 jam ini dalam pelaksanaannya ada
kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan metode Food Recall 24 jam adalah


1). Mudah melaksanakannya dan tidak terlalu
membebani responden
2). Biaya relatif murah karena tidak memerlukan
peralatan khusus
3). Cepat sehingga dapat mencakup banyak responden
4). Dapat digunakan pada responden yang buta huruf

5). Dapat memberikan gambaran nyata yang benar benar


dikonumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi
sehari- hari.

Sedangkan kelemahan metode recall 24 jam adalah


1). Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari
bila hanya dilakukan recall satu hari
2). Ketepatan tergantung pada daya ingat responden sehingga tidak
tepat diterapkan pada anak dibawah 7 tahun dan usia diatas 70
tahun.
3). Membutuhkan tenaga terlatih dalam menerjemahkan ukuran rumah
tangga

b. Metode Estimated Food Records


Food record atau diary records yaitu responden diminta untuk
mencatat semua yang dimakan dan yang diminum setiap kali
sebelum makan dengan Ukuran Rumah Tangga (URT) atau
menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2
– 4 hari berturut-turut) termasuk cara persiapan dan

pengolahan makanan tersebut. Metode ini dapat memberikan


informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang
jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh responden.
c. Metode Penimbangan Makanan (Food Weghing)
Pada metode ini responden dan petugas menimbang dan mencatat
seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Jika
terdapat makanan setelah makan maka perlu ditimbang untuk
mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi.
d. Metode Dietary History
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pada
konsumsi berdasarkan pengamatan waktu yang cukup lama. Metode
ini terdiri dari 3 komponen :
1). Wawancara (termasuk recall 24 jam) , untuk mengumpulkan data
makanan responden selama 24 jam terakhir.
2). Pencatatan frekuensi penggunaan sejumlah bahan makanan.
3). Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.

2.3 Konseling Gizi


2.3.1 Pengertian Konseling
Menurut Mappiare (2006) konseling adalah suatu proses pelayanan
yang melibatkan kemampuan professional pada pemberian layanan kepada
penerima layanan yang sebelumnya tidak bisa berbuat banyak dan
setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Konseling gizi
merupakan rangkaian

proses pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet,


pelaksanaan konseling gizi hingga evaluasi rencana diet pasien. Menurut PGRS
(2003) tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan pengetahuan, sikap dan
perilaku makan, serta pola makan sesuai dengan kebutuhan pasien/klien,
sehingga terlihat seberapa jauh kepatuhan untuk melaksanakan diet yang telah
ditentukan.
Sedangkan menurut Holly (1991), mendefinisikan konseling gizi
sebagai proses dalam membantu seseorang untuk mengerti tentang keadaan
dirinya. Lingkungan dan hubungan keduanya dalam membangun kebiasaan
yang baik termasuk makan, sehingga menjadi sehat, atraktif dan produktif.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan konseling gizi
menekankan proses membantu klien sebagai salah satu kriteria
profesionalisme dengan aplikasi yang diharapkan adalah ada perubahan
konsumsi makanan sehingga diharapkan dapat mengubah faktor risiko status
gizi dan kesehatan. Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi 2 (dua)
arah antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan
mengatasi masalah gizi.

2.3.2 Tujuan Konseling


Tujuan konseling menurut Mappiare (2006) dilihat dari aspek
klien adalah membantu klien dalam menegaskan dan mengkhususkan
tujuan yang hendak diperoleh berkaitan dengan masalah yang
dihadapai. Menurut Basuki (2004) tujuan yang ingin dicapai dalam
pemberian konseling gizi pada pasien diabetes antara lain :

1). Meningkatkan pengetahuan/ informasi yang berkaitan dengan nasehat gizi


Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) adalah hasil tahu dan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca
indera manusia yan g diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a). Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b).Memahami (comprehension), diartikan sebagai mengingat suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c). Aplikasi (aplication) diartikan sebagi kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipejari pada situasi atau
kondisi sebenarnya.
d). Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
e). Sintesis (synthetis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f), Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
2). Merubah sikap/ pandangan
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek
3). Merubah perilaku gizi ke arah yang lebih baik

Green (1980) dalam perubahan perilaku dapat dilakukan melalui 2 yaitu


a) Tekanan
Cara mengubah perilaku seseorang atau masyarakat dengan menggunakan
cara tekanan, paksaan atau koersif . Tekanan dalam bentuk tekanan, sanksi,
peraturan, dan undang- undang. Perubahan perilaku yang terjadi tidak
permanen
b) Edukasi (Education)
c) Upaya mengubah perilaku dengan persuasive, bujukan, himbauan , ajakan dan
memberikan kesadaran. Perilaku yang diadopsi akan bersifat lebih langgeng
bahkan selama hidup.
2.3.3 Faktor yang Berkaitan dengan Konseling
Keberhasilan konseling gizi (Mappiare, 2006) dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu
1. Situasi atau kondisi tempat konseling
Kondisi tempat konseling akan mempengaruhi klien dalam kemudahan
memahami materi yang disampaikan. Kondisi yang gaduh akan berdampak
dalam memahami nasehat gizi yang disampaikan. Tempat yang nyaman
tenang klien akan senang dalam mendengarkan dan memahami materi/
nasehat yang dianjurkan.

2. Media Pendidikan
Media merupakan alat yang menjembatani antara klien dan konselor dalam
memahami materi yang disampaikan. Berbagai media perlu dirancang
secara tepat dengan berbagai gambar dan tulisan agar klien lebih tertarik
dalam memahami materi. Isi materi dalam media sangat menentukan
terhadap pemahaman klien atau sasaran. Materi merupakan hal yang
pokok dalam pendidikan gizi perlu di susun secara cermat dan lengkap
dalam media pendidikan.
3. Konselor
Profesionalisme konselor akan terkait dengan kemampuan diri konselor
dalam menyampaikan materi secara detail, lengkap dan mudah dipahami
dengan memperhatikan kondisi klien baik secara fisik maupun psikologis

2.3.4 Tahapan Konseling


1) Persiapan Konseling
Persiapan meliputi kegiatan pengumpulan, pengkajian data dan identifikasi
masalah yang dialami klien.
2) Pengambilan data untuk indentifikasi masalah
Data yang harus dikumpulkan dalam melekukan identifikai masalah gizi meliputi
data riwayat penyakit, data antropometri, data klinis, data biokimia.

1). Penyampaian informasi/ konseling gizi adalah penyampaian


informasi/ nasehat gizi dengan menciptakan suasana yang nyaman,
penggunaan bahasa yang dimengerti dan gerakan non ferbal yang
mencerminkan upaya membantu. Konselor sebagai pendengar
yang baik dan menciptakan suasana harmonis. Konseling gizi bagi
pasien diabetes melitus merupakan penyuluhan yang lengkap
mengenai DM meliputi pengaturan makan, kegiatan jasmani, obat
yang diperlukan, efek samping obat, komplikasi DM dan informasi
yang sangat diperlukan pasien DM.
2). Evaluasi, dilakukan untuk mengetahui tingkat pertisipasi pasien,
ada tidak adanya dampak yang terjadi dari pencapaian tujuan
konseling serta terjadinya perubahan sikap dan prilaku klien
terhadap makanan dan kesehatannya (Soegondo, 2004).

2.3.4 Media Konseling Gizi


Menurut Depkes (2004) media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan. Media dalam kegiatan konseling gizi merupakan sarana
yang berisikan materi yang berkaitan dengan nasehat gizi.Penggunaan
media akan memudahkan konselor dalam menyampaikan materi gizi dan
memudahkan klien dalam memahami nasehat gizi yang disampaikan.
Penggolongan media (Starh,2005) menurut fungsinya adalah
1. Informasional yaitu media yang digunakan pada klien untuk
memberikan informasi yang bersifat umum. Media yang bersifat
informasional adalah radio, kaset, majalah dinding, buletin, film
slide.

2. Motivasional yaitu media yang digunakan untuk mendorong klien


atau sasaran mengikuti nasehat yang dianjurkan. Yang termasuk
dalam kelompok media motivasional adalah poster, foto.
3. Instruksional yaitu media yang digunakan untuk mengarahkan
secara rinci nasehat yang disampaikan kepada sasaran atau klien.
Yang termasuk dalam golongan media instruksional adalah leaflet,
booklet dan alat peraga.

Media edukasi yang sering digunakan pendidikan gizi meliputi :


1. Leaflet
Leaflet merupakan media berbentuk selembar kertas yang diberi
gambar dan tulisan (biasanya lebih banyak tulisan) pada kedua sisi kertas
serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa dan biasanya
dilipat tiga. Media ini berisikan suatu gagasan secara langsung ke pokok
persoalannya. Leaflet sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang
singkat dan padat. Media ini juga mudah dibawa dan disebarluaskan.
Bahkan karena ukurannya yang lebih ringkas, jumlah yang dibawa bisa lebih
banyak .
Kelebihan penggunaan leaflet meliputi efektif untuk pesan yang singkat
dan padat dan mudah dibawa dan disebarluaskan . Sedangkan kelemahan
penggunaan leaflet adalah memerlukan keterampilan baca-tulis, mudah
hilang dan rusak, pesan yang disampaikan terbatas ( Depkes, 2004).
2. Booklet
Booklet adalah media komunikasi massa yang bertujuan untuk
menyampaikan pesan yang bersifat promosi, anjuran, larangan-larangan
kepada khalayak massa, dan berbentuk cetakan. Sehingga akhir dari tujuannya
tersebut adalah agar masyarakat yang sebagai obyek memahami dan menuruti
pesan yang terkandung dalam media komunikasi massa tersebut. Media
booklet pernah digunakan dalam penelitian tentang penilaian asupan makanan
pada wanita dengan obesitas dan non obesitas di US Department of
Agriculture oleh Conway et al (2003). Booklet termasuk dalam salah satu
media komunikasi yang efektif dan efisien dalam hasil dan prosesnya,
sehingga mampu menjadi sebuah alternatif di masa yang serba instan (cepat)
ini. Booklet dapat digunakan dalam berbagai macam bidang kegiatan meliputi
kesehatan, perdagangan, pariwisata,bisnis. Pada masa era sekarang ini,
pemanfaatan Booklet terjadi disegala bidang. Baik didalam periklanan maupun
dalam hal-hal yang lain. diakui karena disebabkan adanya bahwa hasil yang
diberikan dari pemanfaatan Booklet ini jauh lebih baik jika dibandingkan
dengan media yang lain :
Booklet Buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30
halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar-gambar. Ada yang
engatakan bahwa istilah buklet berasal dari buku dan leaflet, artinya media
buklet merupakan perpaduan antara leaflet dengan buku atau sebuah buku
dengan format (ukuran) kecil seperti leaflet. Struktur isinya seperti buku (ada
pendahuluan, isi, penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih
singkat daripada sebuah buku. Riwayat pengembangan booklet adalah
kebutuhan untuk menyediakan referensi (bahan bacaan) bagi kelompok
masyarakat yang akses terhadap buku sumber terbatas karena keterbatasan
mereka. Dengan adanya buklet, maka mereka bisa memperoleh pengetahuan
seperti membaca sebuah buku, dengan waktu membaca sesingkat membaca
leaflet (Starh,2005). Keunggulan booklet adalah bahwa booklet ini
menggunakan media cetak dengan biaya lebih murah jika dibandingkan
dengan menggunakan media audio dan visual serta juga audio visual. Proses
komunikasi agar obyek sampai kepada sasaran dapat dilakukan sewaktu-
waktu dengan melihat kondisi yang ada.

Kelebihan booklet lainnya adalah booklet lebih terperinci dan jelas karena lebih
banyak bisa mengulas tentang pesan yang disampaikannya (Depkes, 2004).

Kelemahan Booklet ada beberapa kelemahan terkait dengan pemakaian


booklet, yaitu

a). Booklet membutuhkan ketrampilan membaca – menulis


b).Tidak langsungnya proses penyampaiannya, sehingga umpan balik
dari obyek kepada penyampai pesan tidak secara langsung
(tertunda)
c). Memerlukan banyak tenaga dalam penyebarannya

2.4 Perilaku
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan organisme tersebut merespons dalam bentuk :

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh


rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation yang menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Misalnya : makanan yang lezat bisa menimbulkan keinginan untuk makan,
cahaya yang terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent
respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita
musibah menjadi sedih, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan
mengadakan pesta dan sebagainya.

2 . Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena
memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan
tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugas nya atau job skripsi)
kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka
petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (
Tamsuri, 2008).

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka peril dibedakan menjadi dua,
yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran,
dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain, misalnya : seorang ibu
memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya kepuskesmas
untuk imunisasi, dan sebagainya.(Notoatmodjo, 2003)

Menurut Green (1980) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan


perilaku yaitu
1. Faktor Predisposisi meliputi pengetahuan dan sikap terhadap
kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi, tradisi dan
kepercayaan masyarakat.
2. Faktor Pemungkin ( enabling factor ) meliputi factor sarana dan
prasarana yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan
kesehatan
3. Faktor Penguat berupa Sikap dan perilaku tokoh masy. (toma)
tokoh agama (toga), dan perilaku petugas kesehatan.

2.5 KERANGKA PIKIR

Kerangka Pikir yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
konseling gizi dengan menggunakan media booklet terhdapat peningkatan
pengetahuan, asupan energi dan kadar gula dara pasien DM. Variabel – variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, asupan energi
dan kadar gula darah pasien diabetes melitus type II setelah diberikan konsultasi
dengan media booklet. Berikut adalah gambaran dari kerangka pikir yang
digunakan
Tingkat Pengetahuan

Konsultasi Gizi dengan


Media Booklet dan Leaflet Asupan Energi

Gula Darah

3 HIPOTESIS
2.1.1 Terdapat perbedaan pemberian konseling gizi dengan media
leaflet dengan media booklet terhadap tingkat pengetahuan
pada pasien diabetes melitus
2.1.2 Terdapat perbedaan pemberian konseling gizi dengan media
leaflet dengan media booklet terhadap asupan energi pada
pasien diabetes melitus
2.1.3 Terdapat perbedaan pemberian konseling gizi dengan media
leaflet dengan media booklet terhadap gula darah pada pasien
diabetes melitus
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah eksperimen random (randomized controlled trial), dengan
dua kelompok sampel yaitu
1. Kelompok perlakuan adalah pasien DM tipe 2 rawat inap di RSBP Batam yang
diberikan konseling gizi dengan media booklet
2. Kelompok kontrol adalah pasien DM tipe 2 rawat inap di RSBP Batam yang
diberikan konseling gizi dengan media leaflet standar.

b. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rawat Inap RSBP Batam
2. Waktu Penelitian
Waktu yang dilaksanakan untuk penelitian 28 Maret sd 20 April 2024

c. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Populasi adalah semua pasien Diabetes Mellitus
b. Populasi sumber adalah semua Pasien Diabetes Mellitus kelas 1, 2 dan 3 yang
yang di rawat di RSBP Batam
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil berdasarkan tujuan penelitian.
Pengambilan sampel ditentukan dengan cara random sampling yaitu pengambilan
sampel dengan cara random dari sampel yang memenuhi kriteria inklusi
(Murti,2010).
a. Kriteria Sampel
Kriteria sampel diperlukan untuk mengurangi bias hasil penelitian. Kriteria
sampel dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Kriteria Inklusi
Adalah karaktristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria Inklusi meliputi:
a) Pasien dengan diagnosis DM tipe 2
b) Belum pernah mendapat konseling gizi
c) Kelompok usia dewasa (18 - 65 tahun)
d) Mampu membaca dengan baik
e) Menggunakan terapi obat penurun glukosa darah.
f) Bentuk makanan biasa atau lunak
g) Bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini dinyatakan dengan
informed consent
2) Kriteria Ekslusi
Adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam penelitian
meliputi:
a) Pasien mengalami komplikasi seperti gagal ginjal, gangren
b) Pasien DM yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian
c) Pasien pulang selama penelitian
d) Pasien meninggal selama penelitian

d. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : konseling gizi dengan media booklet dan leaflet
2. Variabel terikat : tingkat pengetahuan, asupan energi, gula darah

e. Analisis Data
Data kontinu dideskripsikan dalam mean, standar deviasi, minimal dan maksimal. Data
kategorikal dideskripsikan dalam bentuk persen. Perbedaan mean pengetahuan,
asupan energi dan kadar gula darah antara kelompok subyek dengan konseling gizi
dengan booklet dan konseling gizi dengan leaflet di uji dengan independent t- test.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian berlangsung dari tanggal 23 Maret sd 20 April 2024, jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 22 orang, dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok yang
mendapat perlakuan booklet sebanyak 11 orang dan kelompok yang mendapat
perlakuan leaflet sebanyak 11 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara random.

1. Tingkat Pengetahuan
Pada tingkat pengetahun dapat dilihat pada tabe; 4.1 didapatkan hasil t hitung pada
uji statistik 2,331 dimana lebih besar dari ttabel (1,777) yang dapat disimpulkan H0
ditolak yang artinya Ha diterima, sehingga Terdapat perbedaan pemberian
konseling gizi dengan media leaflet dengan media booklet terhadap tingkat
pengetahuan pada pasien diabetes melitus

Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Tingkat Pengetahuan

2. Asupan Energi
Pada asupan energi dapat dilihat pada tabe; 4.1 didapatkan hasil t hitung pada uji
statistik 2,331 dimana lebih besar dari ttabel (1,777) yang dapat disimpulkan H0
ditolak yang artinya Ha diterima, sehingga Terdapat perbedaan pemberian
konseling gizi dengan media leaflet dengan media booklet terhadap asupan energi
pada pasien diabetes melitus
Tabel 4.3 Hasil Uji Statistik Asupan Energi

3. Gula Darah Sewaktu


Pada Gula Darah Sewaktu dapat dilihat pada tabe; 4.3 didapatkan hasil t hitung
pada uji statistik -6,666 dimana lebih kecil dari ttabel (1,777) yang dapat
disimpulkan H0 diterima yang artinya Ha ditolak, sehingga tidak terdapat perbedaan
pemberian konseling gizi dengan media leaflet dengan media booklet terhadap
Gula Darah Sewaktu pada pasien diabetes melitus

Tabel 4.3 Uji Statistik Gula Darah Sewaktu


BAB V
PEMBAHASAN

Penyakit DM merupakan salah satu jenis penyakit degeneratif yang tidak


dapat disembuhkan akan tetapi penderita DM dapat hidup normal sepanjang
hidupnya jika mematuhi empat pilar utama penanganan penderita DM yang
meliputi : edukasi, pengaturan makanan, latihan jasmani dan obat-obatan anti
diabetik (Price, 2006; Perkeni,2006).
Salah satu pilar yang paling penting adalah edukasi, setiap penderita DM
diharapkan memahami akan penyakit dan penatalaksanaan diet penderita DM.
Keberhasilan konseling gizi harus memperhatikan beberapa hal, antara lain
kebutuhan pasien terkait dengan penyakit yang diderita, keinginan pribadi pasien
untuk berubah, dan kemampuan konselor untuk membuat perubahan pada pasien
DM (Bantle et al, 2006).
Edukasi bagi penderita DM dapat dilakukan melalui kegiatan konseling gizi
dengan memanfaatkan media berupa leaflet maupun booklet. Penggunaan media
konseling dibutuhkan untuk memudahkan pemahaman penderita DM akan materi
yang disampaikan.
Media edukasi berupa leaflet maupun booklet memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Adapun kelebihan booklet dibandingkan dengan
leaflet yaitu lebih terperinci dan jelas karena lebih banyak informasi yang bisa
mengulas tentang pesan yang disampaikan (Depkes, 2004). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Abdurachim dkk (2006) tentang penggunaan media
leaflet berpengaruh terhadap pengetahuan pasien diabetes melitus.
Suppapitiporn S dkk (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
konseling yang dilakukan dengan menggunakan bantuan media konseling baik
berupa booklet maupun media yang lainnya akan mendapatkan hasil yang lebih baik
jika dibandingkan dengan tanpa bantuan media dalam proses konseling. Leaflet dan
booklet merupakan media edukasi yang memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing akan tetapi keduanya telah memuat informasi dasar tentang
pengaturan makanan pada penderita DM.
Meningkatnya pengetahuan penderita DM tentang penatalaksanaan penyakit
DM diharapkan dapat memperbaiki tingkat konsumsi gizi terutama konsumsi energi
setiap harinya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan konseling gizi
dengan media booklet dan leaflet terhadap tingkat pengetahuan penderita DM.
Pada kelompok leaflet semua subyek penelitian yang kadar gula darah
puasanya masih tidak terkendali sedangkan pada kelompok booklet didapatkan dua
orang subyek yang kadar gula darah puasanya tidak terkendali. Suppapitiporn S dkk
(2005) dalam penelitiannya mendapatkan hasil adanya perbedaan kadar gula darah
pada kelompok yang mendapatkan edukasi dengan menggunakan media jika
dibandingkan dengan kelompok yang diberikan edukasi tanpa menggunakan media.
Booklet merupakan salah satu media edukasi yang cukup baik untuk
digunakan dalam kegiatan konseling bagi penderita DM. Edukasi pada penderita DM
yang berhasil baik akan berpengaruh pada terkendalinya tingkat konsumsi energi, a
pabila hal ini ditunjang dengan latihan jasmani maka kadar gula darah akan dapat
dengan mudah dikendalikan meskipun tanpa obat-obatan pengendali kadar gula
darah (Perkeni, 2006).
Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan penatalaksanaan pada penderita
DM sangat dipengaruhi oleh adanya sebuah edukasi yang berkualitas. Penderita DM
akan dapat tetap terkendali kadar gula darahnya jika memiliki pengetahuan yang
baik tentang penyakit DM, memiliki kepercayaan diri untuk dapat mengelola penyakit
DM dengan baik dan optimis akan keadaan kesehatannya.
Semua ini akan dapat terwujud jika penderita DM mendapat edukasi DM
secara komprehensif dan intensif, dimana edukasi ini tidak hanya dilakukan di
tempat pelayanan kesehatan di ruamh sakit saja akan tetapi juga diperlukan adanya
edukasi tentang DM melalui kegiatan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas
maupun kegiatan kemasyarakatan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dr. Elliot Joslin yang menyatakan bahwa pengobatan penderita DM membutuhkan
adanya pusat-pusat pendidikan/edukasi penyakit DM yang berbasis komunitas
(Sonya-Celeste et.al, 2006)
BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan pengetahuan gizi, asupan energi pada kelompok konseling
gizi dengan media leaflet dan booklet.
2. Tidak terdapat perbedaan Gula Darah Sewaktu pada kelompok konseling gizi
dengan media leaflet dan booklet.
6.2 Saran
Kegiatan konseling gizi pada pasien diabetes melitus di rumah sakit yang selama ini
hanya menggunakan media leaflet dapat menggunakan media lain dalam bentuk
booklet

Anda mungkin juga menyukai