Anda di halaman 1dari 5

Nama : Jihan Jazila

Npm : 2211080056
Kelas : BKPI F/3
Dosen Pengampu : Tika Febriyani, M.Pd
Mata Kuliah ; Bimbingan dan Konseling Karier
Resume Materi 5

PERKEMBANGAN TEORI KARIER PERIODE KONTEMPORER

A. Teori Konstruksi Karier (Mark L. Savickas 1947


1) Biografi Singkat Mark L. Savickas

Mark Savickas, P.hD merupakan Profeuer of Family and Community Medicine di Northeast Ohio
Medical University dan mengajar Career counseling selama 40 tahun di Kent State University. Ia juga
telah menulis sekurang-kurangnya 80 artikel, 45 chapter buku, dan memberikan 500 presentasi mengenai
konseling karier. Karyanya yang terkenal yakni Handbook of Career Counseling Theory and Practice
(1996 bersama B Walsh), Vocational Interest (1999 bersama A Spokane). The Handbook of Vocational
Psychology (2005 bersama B Walsh), dan jurnal- jurnal berjudul Career Construction dan Life Design.

2) Konsep Utama Teori Konstruksi Karier


Mark Savickas termasuk pencetus teori karier kontemporer di awal abad 21. Sharf (2010) menyebutkan
teori konstruksi karier Savickas bersifat meta-teori yang berarti teori komprehensif turunan dari teori yang
telah ada sebelumnya. Menurut Savickas (2005), pilihan karier merupakan produk konstruksi yang dibuat
oleh individu dan bukan hasil tes-tes yang diberikan psikolog profesional. Ia percaya bahwa individu
selalu beradaptasi dan membangun narasi kariernya sendiri di setiap tahap perkembangan karier.
Pembahasan teori konstruksi kariernya meliputi empat area yakni 1) kepribadian vokasional Holland, 2)
tugas perkembangan karier Super, 3) dimensi adaptibilitas karier, dan 4) tema hidup (life themes).

Kepribadian Vokasional Holland


Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, teori kepribadian Holland berbentuk hexagonal
yang membagi seseorang dalam 6 tipe kepribadian yakni:

A. Realistis
Dalam memahami cerita konseli yang bertipe realistis, topik yang dapat dipilih konselor yakni hobi
bongkar pasang mesin, perbaikan atap rumah, minat berkebun, dan aktivitas lain yang dominan
penggunaan fisiknya.

B. Investigatif
Narasi yang dibangun oleh konseli bertipe investigatif yakni kegembiraan menyusun puzzle atau
permainan yang menantang intelektual, senang menyelesaikan permasalahan, dan membaca buku science
fiction.
C. Artistik
Kunci cerita konseli dengan tipe artistik adalah ekspresi kreativitas. Ekspresi ini terlihat dalam aktivitas
atau produk artistik yang ia ceritakan seperti lukisan, musik, memasak, panggung teaterikal.

D. Sosial
Dalam memahami narasi konseli dengan tipe sosial, konselor dapat berfokus pada aktivitas membantu
orang lain seperti mengajar dan memberi layanan kesehatan.

E. Enterprise
Menghasilkan uang menjadi aspek penting dalam narasi konseli yang bertipe enterprise. Menjual,
mengajak, atau mengelola orang lain adalah sebagian aktivitas dominannya.

F. Konvensional
Konseli dengan tipe konvensional sangat senang bercerita tentang kesibukan di kantor, mengelola laporan
keuangan, atau bekerja dari balik meja kantornya selama berjam-jam.

Teori Perkembangan Karier dalam Adaptabilitas Karier


Dalam prosesnya, individu akan menghadapi serangkaian tugas perkembangan karier sebagaimana
dicetuskan oleh Super (1957). Di sinilah tugas konselor dibutuhkan untuk membantu konseli menghadapi
hambatan-hambatan dalam fase perkembangan yang relevan melalui cerita mereka.

Dimensi dalam Adaptabilitas Karier


Selain membahas fase perkembangan karier dalam perspektif konsep adatabilitas karier, Savickas juga
menekankan pentingnya proses beradaptasi itu sendiri. Sebagaimana teori evolusi Darwin yang
mengatakan "Pemenang bukanlah yang terkuat, melainkan yang mampu beradaptasi", konsep
adaptabilitas karier Savickas juga relevan bagi perkembangan dunia kerja abad 21. Savickas (dalam
Sharf, 2010) menjabarkan empat dimensi dari adaptabilitas karier yang merepresentasikan kesiapan
kemampuan adaptasi seseoramg

1. Perhatian (Concern)
2. Kendali (Control)
3. Rasa ingin tahu (Curiosity)
4. Rasa percaya diri (Confidence)

B. Tema Hidup (Life Themes)


Kekuatan konseling dengan pendekatan konstruksi karier Savickas terletak pada proses narasi atau cerita
(story) yang dikemukakan konseli. Cerita tersebut lahir dari interaksi individu (psychological personality)
dengan lingkungan sosial (psychological adaptability). Savickas (dalam Sharf, 2010) menggunakan
keduanya sebagai penentuan tema hidup (life themes) seseorang.
Konsep tema hidup ini diturunkan dari teori gaya hidup (lifestyle) Alfred Adler dan melekat kuat sebagai
dasar teori konstruksi karier Savickas. Teori gaya hidup Adler memberi alasan bagi seseorang atas pilihan
karier yang diambilnya. Bagi Adler, gaya hidup yang sehat dalam karier adalah saat individu memberi
makna bagi orang lain melalui uluran tangannya, dan bukan memanipulasi mereka demi uang dan
jabatan.

C. Happenstance Learning Theory (John D Krumboltz 1928 - ...)


1) Biografi Singkat John D Krumboltz

John D Krumboltz adalah seorang profesor pendidikan dan psikologi di Standford University dengan
spesialisasi bidang piskologi konseling, la juga seorang pionir untuk berbagai teori konseling karier
seperti social learning theory pada 1979, theory of career decision making pada 1996 dan yang terbaru ia
mencetuskan happenstance learning theory pada 2009. Pada tahun 2002 ia mendapat penghargaan dari
APA's Award for Distinguished Profesional Contirbutions to Applied Research.

2) Konsep Utama Happenstance Learning Theory


Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan perencanaan karier menjadi sulit diukur keberhasilannya.
Bright, Pryor, Chan, dan Rijanto (2005) menemukan bahwa 69,1% mahasiswa Australia menghadapi
banyak kejadian tidak terencana (unplanned events) yang mempengaruhi proses pemilihan kariernya.
Salah satu faktor tersebut yakni perubahan dunia industri yang begitu pesat. Saat ini kita hidup dalam era
revolusi industri 4.0 di mana perubahan secara cepat dan ketidakpastian menjadi hal yang umum
dirasakan. Sejumlah profesi telah berganti nama bahkan tergerus teknologi dan automasi, misalnya
petugas pintu tol yang tergantikan teknologi RFID dan e-money, teknisi perakitan mobil yang terganti
oleh robot humanoid, akuntan yang terganti software akuntansi yang lebih praktis, hingga ancaman
profesi tukang bangunan yang akan terganti oleh teknologi printer 3D. Perubahan-perubahan ini
menyebabkan proses perencanaan karier dengan pencocokan karakter diri dengan kualifikasi profesi (trait
and factor) menjadi tidak relevan. Sebagai contoh, ketika seorang anak SD bercita-cita menjadi seorang
pilot lalu ia hanya fokus pada pencapaian kualifikasi akademik. Ia tidak memperhatikan perkembangan
industri penerbangan yang semakin canggih di mana seluruh produsen pesawat sedang mengaplikasikan
teknologi self-driving yang memungkinkan pesawat take off, terbang dan landing secara otomatis tanpa
kendali manusia. Lalu bagaimana nasib profesi pilot dan orang- orang yang sedang menempuh
pendidikan pilot? Haruskah mereka berganti profesi?
Happenstance Learning Theory (HLT) yang dikemukakan Krumboltz menawarkan solusi untuk
merespons peluang (opportunity) dan kejadian tidak terduga (chance events) selama proses perencanaan
karier. Alih-alih memilih satu jenis profesi, HLT menawarkan pembelajaran agar seseorang bisa lebih
puas dalam karier dan hidupnya (Krumboltz, 2009). Krumboltz tidak sendirian mengembangkan teori ini.
Bersama Kathleen E. Mitchel dan Al S Levin, pada tahun 1999 ia memperkenalkan istilah planned
happenstance dalam jurnalnya yang berjudul Planned happenstance: Constructing unexpected career
opportunities. Pada tahun 2004, Krumboltz pun merinci teori ini dalam sebuah buku berjudul Luck is no
Accident. Making the most of happenstance in your life and career.

Konsep Happenstance Learning Theory


Krumboltz (2009) mendefinisikan Happenstance Learning Theory sebagai kerangka konseptual dari
konseling karier yang mengubah kejadian tidak terduga menjadi kesempatan untuk belajar (opportunity to
learn). HLT menganggap setiap individu terlahir dengan karakteristik dan predisposisi berbeda yang tidak
mereka pilih dari orang tuanya. Individu ini kemudian berkembang di lingkungan dengan banyak sekali
kejadian tak terprediksi baik positif maupun negatif yang memberikan kesempatan untuk belajar. Dengan
kondisi ini, Krumboltz, Foley, dan Coter (2013) menyarankan agar individu tetap membuka diri dengan
berbagai pilihan dan mengizinkan kesempatan baru dibentuk. Sikap terbuka ini penting untuk merespons
berbagai kemungkinan di dunia kerja yang semakin fluktuatif dan tidak menentu. Mitchel, dkk (1999)
berpendapat bahwa Open mindedness tidak berarti pasif menunggu kesempatan datang, namun justru
harus semakin aktif bereksplorasi. Aktivitas eksplorasi ini dapat ditunjang dengan seperangkat
keterampilan khas yang disebut Career Happenstance Skill:

1. Rasa ingin tahu (Curiousity)


Menjelajahi kesempatan belajar baru yang ditandai dengan menjaga rasa penasaran, senang bertanya,
senang mencoba aktivitas lama dengan cara berbeda, dan bereksperimen.

2. Kegigihan (Persistance)
Dalam mencoba hal baru, setiap individu akan berhadapan dengan beragam kendala (barrier) baik faktor
internal maupun eksternal. Untuk itulah dibutuhkan sikap gigih yang terus berusaha meskipun berat.
Menjadikan kondisi ragu-ragu sebagai hal baik yang penting untuk dimiliki selama proses eksplorasi.

3. Fleksibilitas (Flexibility)
Banyak hal terjadi di luar kendali (uncontrolled) dan tidak terprediksi (unpredictabled). Fleksibilitas
adalah kemampuan berfokus pada hal yang dapat dikendalikan yakni sikap kita menghadapi kondisi
apapun walau tidak ideal seperti yang diharapkan.

4. Optimis (Optimism)
Penting bagi individu untuk menanamkan sikap optimis selama proses eksplorasi. Keyakinan ini
memandang segala kesempatan adalah mungkin untuk dicapai.

5. Berani mengambil risiko (Risk Taking)


Terkadang proses eksplorasi menuntut kita keluar dari zona nyaman dengan risiko lebih tinggi. Berani
mengambil risiko adalah keberanian menghadapi ketidakpastian.

4 Proposisi Happenstance Learning Theory dalam Konseling Karier


Berikut 4 proporsi yang ditawarkan HLT dalam konseling karier (Krumboltz, 2009):

1. Tujuan konseling karier yakni membantu konseli belajar mengambil tindakan demi mencapai
kepuasan karier dan kehidupan, bukan untuk mengambil pilihan tunggal sebuah profesi.
2. Asesmen digunakan untuk menstimulasi pembelajaran, bukan untuk mencocokkan karakteristik
individu dengan karakteristik pekerjaan tertentu.
3. Konseli belajar untuk ikut serta dalam proses eksplorasi agar dapat mengubah kejadian tak terencana
(unplanned events) menjadi bermanfaat.
4. Keberhasilan konseling diukur dari keberhasilan konseli di dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai