Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Oktavia Putri Rahmadhani (1860308231264)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, serta sholawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW berkat
limpahan rahmat, nikmat taufik dan hidayahnya sehingga kita bisa menjalani tugas makalah
dengan maksud dan tujuan pendidikan untuk memenuhi mata kuliah psikologi kepribadian.
Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lupa kami dengan mengucapakan terima
kasih banyak kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Aziz, M.Pd.i. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid
Ali Rahmatullah Tulangagung.
2. Bapak Dr. Akhmad Rizqon Kha mami, Lc., M.H.A., selaku Dekan Fakultas Ushuludin
Adab dan Dakwah Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Ibu Hj. Uswah Wardina, M.Si., selaku kajur psikologi islam.
4. Moh. Chablul Chaq, M.Psi, selaku dosen pengampuh Mata kuliah psikologi
kepribadian yang sudah telah mendampingi kampi dalam penyusunan makalah ini.
5. Serta dengan teman teman kami dari prodi psikologi islam tahun ajaran 2024/2025
yang sudah senantiasa memberikan semangat dan suportnya kepada penyusunan
makalah ini.
Dengan demikian makalah ini telah kami susun dengan dalam kadaan sadar
menyadari sesungguhnya makalah yang kami susun ini masih banyak kekurangannya dan
masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami sebagai penyusunan makalah ini minta
maaf sebesar besarnya dan semoga makalah ini bermanfaat buat semuanya. dan oleh
karena itu kami siap menerima kritikan maupun saran sebagai bahan untu evaluasi.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian tentang intelegensi telah menjadi fokus dalam psikologi sejak awal abad
ke-20. Alfred Bined dan Theodore Simon merancang tes kecerdasan pertama pada
tahun 1905 sebagai upaya untuk mengukur potensi akademis anak-anak. Konsep
intelegensi mengalami perkembangan dan pengembangan melalui studi-studi oleh
para ahli seperti Charles Spearman, yang mengusulkan teori faktor G (General
intelligence), dan Louis Thurstone yang mengusulkan teori faktor-faktor primer.
Howard Gardner juga memperkenalkan teori multiple intelligences yang mengusulkan
bahwa ada berbagai jenis intelegensi yang independen satu sama lain.
Pengukuran tes inteligensi seperti tes Binet, Stanford-Binet, dan Wechsler Adult
Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan untuk mengukur berbagai aspek intelegensi,
termasuk pemahaman verbal, kemampuan numerik, dan pemecahan masalah.
Pengembangan tes-tes ini telah mengalami evolusi dari metode-metode tes awal
hingga penggunaan komputer dan teknologi digital dalam pengukuran intelegensi saat
ini.
Sedangkan konsep bakat telah lama menjadi perhatian dalam psikologi, terutama
dalam bidang psikologi pendidikan dan perkembangan. Teori-teori tentang bakat
mencakup pendekatan seperti teori multiple intelligences oleh Howard Gardner, teori
faktor ganda oleh Thurstone, dan pendekatan kekuatan (strength-based apporoach)
dalam pengelolaan bakat. Selain itu, pengembangan bakat dipengaruhi oleh faktor-
faktor genetik dan lingkungan. Stimulasi kognitif, kesempatan pembelajaran, dan
pengalaman yang mendukung pertumbuhan dan eksplorasi berbagai minat dan
kecenderungan alami juga memainkan peran penting dalam pengembangan bakat.
Latar belakang ini memberikan konteks yang penting dalam memahami evolusi
pemikiran dan penelitian tentang intelegensi dan bakat dalam psikologi umum.
Dengan memahami latar belakang ini, kita dapat lebih baik dalam mengeksplorasi
berbagai aspek dan implikasi dari kedua konsep tersebut dalam konteks
perkembangan individu dan interaksi dengan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Inteligensi
1. Pengertian Inteligensi dan Ciri Ciri Perilaku Inteligensi
pengertian Inteligensi ini adalah tentang kemampuan orang bagiamana cara
berfikir yang abstrak, kemudian kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, dan ada juga yang mendefinisikan inteligensi itu sebagai intelek plus
pengetahuan, lalu inteligensi juga teknik untuk memproses informasi yang disediakan
oleh indera. atau bisa disebut juga pengertian inteligensi itu tentang kecerdasan
(activity) yang efisien. 1
ciri ciri perilaku inteligen lainya sebagai berikut ini :
a. Purpserful Behavior, artinya perilaku yang inteligen, selalu mengarah pada
arah tujuan yang harus jelas.
b. Organized Behavior, artinya perilaku yang terkoordinasi, seluruh tenaga dan
alat alat yang dibutuhkan dalam suatu memecahkan masalah yang sedang
berada dalam suatu koordinasi yang tidak acak acakan.
c. Physical Well Toned Behavior, artinya mempunyai sikap jasmaniah yang
bagus, penuh tenaga dan tangkas ataupun lincah.
d. Adabtable Behavior, artinya perilaku yang lebih luas fleksibel, maka tidak
akan kaku, namun selalu akan siap untuk mengadakan penyesuaian atau
perubahan pada keadaan yang baru.
e. Suceces Oriented Behavior, artinya perilku yang disadari dengan perasaan
aman, tenang, gairah, dan penuh kepercayaan yang sukses ataupun optimis.
f. Clearly Motivated Behavior, artinya perilaku yang bisa mempenuhi
kebutuhannya, dan bermanfaat bagi orang lain ataupun masyarakat.
g. Rapid Behavior, yaitu perilaku yang sangat efisien, efektif, dan cepat ataupun
singkat dalam menggunakan waktu
h. Broad Behabior, yaitu perilaku yang memilik latar belakang dan pendangan
yang luas meliputi sikap dasar berserta jiwa yang tebuka.
1
Effendi Praja, Pengantar Psikologi, Angkasa, (Bandung, 1993)
2
Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan, (Bandung, 1994)
suatu dimensi person, proses, produk, atau press. Keempat dimensi kreativitas
ini menyebutnya sebagai the Four P’s of Creativity.
Lalu sejumlah beberapa ahli psikologi dalam rangka mengetahui ciri
ciri manakah, yang menurut pendapat mereka paling cerminkan kepribadian
yang
Kreatif. 3
berikut ini ada beberapa ciri ciri tersebut:
a. Memiliki daya imajinasi yang kuat
b. Memiliki inisiatif
c. Memiliki minat yang luas
d. Bebas dalam berpikir
e. Bersifat keingin tahu
f. Selalu ingin dapatkan pengalaman yang baru
g. Percaya kepada diri sendiri
h. Penuh semangat
i. Berani ambil resiko
j. Berani dalam berpendapat dan keyakinan
Lalu berikut ini para peneliti membuat empat kelompok orang diantaranya:
1. Kreativitas rendah, inteligensi rendah
2. Kreativitas tinggi, inteligensi tinggi
3. Kreativitas rendah, inteligensi tinggi
4. Kreativitas tinggi, inteligensi rendah
3
Rodes, An Analysis of Creativity, Phi Delta Kappan, 1961
4
Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (PT Gramedia, Jakarta : 1987)
3. Tes inteligensi
Tes inteligensi merupakan tes yang bertujuan untuk mengukur inteligensi,
sedangkan inteligensi adalah apa yang diukur oleh tes inteligensi.5 Pada tahun
1933 Cyril Burt, yaitu seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris menulis:
"Melalui inteligensi, ahli psikologi bisa memahami kemampuan Intel
keseluruhan yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut paling tidak bawaan
atau diwariskan, tidak ada kaitannya dengan pengajaran atau pelatihan.
Kemampuan itu intelektual bukan moral atau emosional dan tidak dipengaruhi
oleh semangat atau kerajinan. Kemampuan tersebut umum dan tidak khusus, yaitu
tidak terbatas pada jenis pekerjaan tertentu, tetapi masuk ke dalam semua yang
kita lakukan atau kita katakan atau kita pikirkan. Dari semua kualitas mental kita,
inilah yang paling jauh jangkauannya. Untunglah kemampuan itu bisa diukur
dengan tepat dan mudah."
Untuk menghasilkan kualitas tes yang baik, diperlukan metode pengukuran
yang signifikan dan hasilnya harus tidak bersifat kebetulan. Tes inteligensi modern
kurang lebih 95% reliable dalam bahasa statistik dikatakan memiliki reliability
coefficient 95. Tes yang baik juga harus valid. Untuk menentukan hal ini, kita
harus membandingkannya dengan ukuran yang kriteria atau standar. Tes
inteligensi kasar yang dipakai oleh orang awam memiliki validity coefficient yang
sangat rendah, seperti kemampuan mencari uang, kemampuan bersekolah
bertahun-tahun, dan kemampuan mengingat fakta-fakta bukanlah tes inteligensi
yang sangat valid. Hasil tes inteligensi itu bermacam-macam bisa berupa angka
dalam skala yang bermacam-macam atau bisa pula dalam bentuk angka yang
menunjukkan keadaan aspek-aspek dengan penjabaran dalam bentuk hasil
"evaluasi psikologis" dengan psikogram. Karena itu, tidak setiap angka hasil tes
inteligensi yang ditulis dalam lembaran hasil pemeriksaan adalah angka IQ.
Sternberg (1985) seperti yang dikutip oleh Rita L. Atkinson dan kawan-kawan,
dalam upaya menggeneralisasikan pendekatannya, berpendapat yang jauh lebih
besar dari yang ditemukan oleh ahli psikologi masa lalu. Sternberg menyatakan
bahwa komponen yang lebih besar ini berhubungan bukan hanya dengan
"inteligensi akademik" tetapi berhubung juga dengan ‘inteligensi praktis’.
Komponen ini dapat disusun dalam empat kelompok sebagai berikut:
5
Silva & Hunt, Tes-Tes Inteligensi (Inggris; 1986)
dikembangkan dalam menilai motivasi dan kemampuan pemecahan masalah
praktis untuk meningkatkan kekuatan prediksi tes inteligensi.
4. Perkembangan dan Penggunaan Tes Inteligensi
Orang pertama yang mengembangkan tes untuk menilai kemampuan
inteligensi intelektual adalah Sri Francis Galton. Galton tertarik pada perbedaan
individu dari teori evolusi sepupunya yang bernama Charles Darwin. Galton
meyakini bahwa keluarga tertentu secara biologis adalah unggul lebih kuat dan
lebih cerdas dibandingkan keluarga lain. Menurutnya inteligensi adalah masalah
keterampilan sensorik - perseptual yang luar biasa, yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Karena semua informasi didapatkan melalui
indra, semakin sensitif dan akurat alat persepsi seseorang, maka semakin cerdas
orang itu. Galton mendasarkan tes inteligensinya pada keunggulan kekuatan fisik,
dengan demikian variabel yang diukur adalah ukuran batok kepala, ketajaman
penglihatan, ingatan terhadap bentuk visual, kemampuan bernafas, dan kekuatan
genggaman tangan. Galton merasa kecewa karena pada kenyataannya ukuran
batok kepala dan genggaman tangan para cendekiawan yang tersohor di Inggris
itu tidak dapat dibedakan dengan batok kepala dan genggaman tangan orang biasa.
Meskipun tes tersebut tidak bermanfaat, setidaknya Ia telah meletakkan tonggak
dalam sejarah tes inteligensi dan Ia tercatat telah menerapkan koefisien korelasi
yang memiliki peran penting dalam psikologi.
Sementara itu, seorang dokter dan juga ahli psikologi berkebangsaan Prancis
yang bernama Alfred Binet mengajukan tes pertama yang mendekati tes
inteligensi kontemporer dan dibantu oleh temannya yang bernama Theophile
Simon, sehingga tes tersebut terkenal dengan nama Tes Binet-Simon. Binet
merancang tes tersebut dengan cara Ia memperhatikan anak-anak memecahkan
berbagai persoalan yang berbeda dan membentuk serangkaian pertanyaan atau
item yang tipikal dari prestasi anak yang memiliki usia berbeda-beda dan yang
membedakan anak-anak cemerlang dan bodoh. Binet mengeluarkan skala soal tes
dengan kesulitan yang meningkat yang mengukur jenis-jenis perubahan
inteligensia yang biasanya berkaitan dengan peningkatan usia. Butir soal tes yang
dikembangkan oleh Binet kemudian diadaptasi untuk anak sekolah Amerika oleh
Lewis Terman di Stanford University. Di samping itu Terman menerapkan indeks
inteligensi praktis yang disarankan oleh ahli psikologi Jerman, William Stern.
Indeks ini adalah IQ (Intellegence quotient). Indeks ini mengekspresikan
inteligensi sebagai rasio usia mental (MA) terhadap usia kronologis (CA):
IQ = MA/CA × 100
Keterangan:
MA (mental age) = usia mental, kemampuan anak menjawab soal secara tepat
CA (chronological age) = usia kronologis anak yang ditentukan dari tanggal
lahirnya
100 = digunakan sebagai pengali, jadi jika nilai 100 itu nilai MA sama dengan
nilai CA
Stanford-Binet berbagai jenis soal campuran untuk menguji inteligensi.
Revisi tahun 1986, semua soal campuran tersebut berperan sama besar
terhadap nilai total IQ karena bisa jadi seorang anak mengerjakan secara baik
tes perbendaharaan kata (vocabulary test), namun tidak baik pada tes yang
memerlukan penggambaran bentuk-bentuk geometrik. Kelebihan dan
kelemahan itu mungkin diketahui oleh pemeriksa tetapi tidak tercermin dalam
nilai IQ. Revisi tahun 1986 tersebut mengelompokkan tesnya menjadi empat
bidang luas kemampuan intelektual, yakni penalaran verbal, penalaran
abstrak/visual, penalaran kuantitatif, dan memori jangka pendek. 6
a. Faktor Genetik
6
Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: 1987)
Genetika memainkan peran penting dalam menentukan tingkat
intelegensi seseorang. Penelitian pada kembar identik dan non-identik telah
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki pengaruh signifikan terhadap
kecerdasan. Namun, penting untuk dicatat bahwa gen tidaklah satu-satunya
penentu; interaksi antara gen dan lingkungan juga berperan dalam
perkembangan kognitif.
b. Faktor Llingkungan
Lingkungan keluarga, sekolah, dan sosial memainkan peran penting
dalam membentuk dan mengembangkan kecerdasan seseorang. Faktor-faktor
seperti stimulasi kognitif, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, pola
asuh, dan paparan terhadap bahasa dan budaya dapat memengaruhi
perkembangan kognitif.
e. Faktor Psikologis
Aspek psikologis seperti motivasi, ketekunan, kepercayaan diri, dan
keterlibatan dalam aktivitas yang memerlukan pemikiran yang kompleks dapat
memengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Individu yang memiliki motivasi
tinggi dan sikap mental yang positif terhadap pembelajaran cenderung
memiliki kemampuan belajar dan penyesuaian diri yang lebih baik.
f. Penuaan
Proses penuaan alami dapat memengaruhi kinerja kognitif seseorang.
Namun, penting untuk diingat bahwa perubahan intelegensi terkait dengan
penuaan tidak selalu mengarah pada penurunan; ada juga penelitian yang
menunjukkan bahwa beberapa aspek kecerdasan tetap stabil atau bahkan
meningkat seiring bertambahnya usia. Cara yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir penurunan kognitif terkait usia yaitu dengan menerapkan gaya
hidup sehat, melakukan aktivitas kognitif yang teratur, serta melakukan
interaksi sosial.
Faktor-faktor ini seringkali saling berkaitan dan kompleks, dan
interaksi diantara mereka sangat bervariasi antar individu. Oleh karena itu,
sangat penting untuk mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh beberapa
faktor tersebut guna memahami perubahan intelegensi individu.
B. Bakat
1. Apakah Bakat itu?
Bakat adalah kemampuan atau kecenderungan alami seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas atau tugas dengan baik atau lebih mudah dibandingkan
dengan orang lain. Bakat dapat bervariasi dari bidang ke bidang; seperti bakat
dalam seni, musik, olahraga, matematika, bahasa, dan sebagainya.
Bakat seringkali muncul secara alami pada individu, meskipun bisa juga
dikembangkan melalui latihan dan pengalaman. Orang yang memiliki bakat dalam
suatu bidang cenderung menunjukkan minat yang kuat dan kemajuan yang cepat
ketika terlibat dalam aktivitas tersebut. Bakat dapat menjadi aset yang berharga
dalam mencapai kesuksesan dan kepuasan dalam kehidupan individu.
a. Pendekatan Psikometri
Pendekatan psikometri melibatkan penggunaan tes dan alat evaluasi lainnya
untuk mengukur berbagai aspek kemampuan; termasuk kecerdasan,
kreativitas, dan faktor lain yang terkait dengan keberbakatan. Ini termasuk
penggunaan tes IQ, tes prestasi, dan tes kreativitas untuk mengukur berbagai
dimensi bakat seseorang secara objektif.
b. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan melibatkan pengamatan terhadap perjalanan
perkembangan anak dari waktu ke waktu. Ini mencakup melihat
perkembangan kognitif, emosional, sosial, dan fisik anak dalam konteks
identifikasi keberbakatan. Faktor-faktor seperti minat yang mendalam,
ketertarikan pada subjek tertentu, dan pencapaian tertentu dapat menjadi
indikator penting dalam pendekatan perkembangan ini.
7
Alex Sobur, Psikologi Umum, (1987)
Pendekatan ini menilai keberbakatan seseorang berdasarkan apa yang
mereka capai atau tunjukkan dalam karya atau prestasi mereka. Ini bisa
mencakup pengamatan terhadap karya seni, musik, sastra, atau prestasi
akademis dalam bidang tertentu. Penampilan yang luar biasa atau karya yang
orisinil dapat menjadi indikator penting dari keberbakatan.
d. Pendekatan Sosiometri
Pendekatan sosiometri melibatkan pengamatan terhadap interaksi sosial
dan dinamika hubungan antara individu dalam kelompok. Ini bisa mencakup
mengamati bagaimana seseorang berinteraksi dengan rekan-rekan sejawatnya,
bagaimana mereka mempengaruhi kelompok, dan apakah mereka
menunjukkan kepemimpinan atau pengaruh yang kuat dalam lingkungan
sosial mereka. Interaksi sosial yang baik, kemampuan kolaborasi, dan
kebersihan dalam mempengaruhi orang lain dapat menjadi indikator dalam
pendekatan sosiometri.
Dengan menggabungkan berbagai pendekatan ini, praktisi dapat
memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang keberbakatan
seseorang dan memberikan dukungan yang sesuai untuk pengembangan bakat
mereka.
8
R.A Martison, The Identification of Gifted Talented (1974)
Dapat ulet menghadapi kesulitan ( tidak lepas putus asa)
Tidak memelukan dorongan dari luar untuk berprestasi
Ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang dapat kita
berikan.
Senang dapat mencari dan memecahkan soal – soal.
9
Ahmad, Fauzi, Psikologi Umum, Pustaka Setia (Bandung: 1963)
Bakat reproduktif adalah kemampuan untuk kita memproduksir
yang hasil pekerjaan lain dan menguraikan Kembali dengan tepat
pengalaman- pengalaman yang sendiri.
Bakat aplikatif adalah kemampuan memiliki, mengamalkan ,
mengubah, dan menerangkan , pendapat , buah pemikiran, dan
metode yang berasal dan orang lain.
Bakat interpretative adalah bakat yang menerapkan dan menangkap
hasil pekerjaan orang lain sehingga disamping sesuai dengan
maksud penciptaannya , dalam penjelaskan itu juga tampil
pendapat atau pendirian pribadi .
Bakat produktif adalah kemampuan menciptakan hal – hal baru
yang berupa sumbang an dalam ilmu pengetahuan, Pembangunan ,
dan lapangan kehidupan lain yang berharga .
7. Tes Bakat
Pada dasarnya, tes bakat atau yang lazim dikenal sebagai apemude-test, diput
membantu seseorang untuk mengerti sesuatu yang mungkin dapat u tidak dapat
berhasil dikerjakannya Tes bakat itu meliputi banyak bidang seperti bidang seni,
11
Ginsberg & Harison, How To Help Your Gipted Child, Monarch Press, (New York: 1977)
ilmu pengetahuan, profesi tertentu, dan bidang-bidang ang memerlukan skall yang
tidak begitu tinggi. Seseorang yang ingin meyakinkan dinnya apakah akan
berhasil dalam pekerjaan yang bersifat mekanis, dapat menempuh tes bakat
mekanis hanical aptitude test). Beberapa persoalan dalan tes ini ialah (Mahmud.
1990-102)
Pertama, testee (orang yang dites) diminta menarik garis vertikal lewat gam
horisontal pada huruf H besar secepat-cepatnya (makin tidak baik vudinasi
motoriknya, masih besar kemungkinannya tester menyinggung aris samping huruf
H tersebut).
Kedua, testee disuruh memilih salah satu dari beberapa alat yang aunjukkan,
yang akan digunakannya pada pekerjaan tertentu (kalau untuk zumotong papan,
testee lebih menyukai tanah, bukan gergaji, ia tidak akan memperoleh banyak
manfaat dari latihan mekanis).
Ketiga, tester diminta menyusun bagian-bagian bergambar tertentu secara
teratur. Mewujudkan benda tertentu secara teratur, dan mewujudkan benda urtentu
(di sini testee dapat menunjukkan kemampuannya untuk memahami lukisan-
lukisan mekanis, dan kemampuannya untuk berpikir mekanis). Tugas-tugas seperti
di atas dapat mengukur minat khusus seseorang serta keterampilan dan kecepatan
berpikirnya.12
KESIMPULAN
Intelegensi merujuk pada kemampuan kognitif seseorang untuk memahami informasi,
memecahkan masalah, dan beradaptasi dengan lingkungan. Intelegensi sering diukur melalui
12
Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1, (Yogyakarta: 1990)
tes kecerdasan yang mengevaluasi kemampuan verbal, numerik, dan spasial seseorang.
Intelegensi memiliki komponen yang kompleks, termasuk kemampuan verbal, kecepatan
pemrosesan informasi, memori, pemecahan masalah, dan kreativitas. Faktor genetik,
lingkungan, budaya, dan pengalaman berkontribusi pada perkembangan dan variasi
intelegensi individu.
Bakat merujuk pada kemampuan alami atau potensi yang dimiliki seseorang dalam
bidang tertentu, seperti seni, musik, olahraga, atau bidang akademis. Bakat sering muncul
sebagai minat yang kuat atau kecenderungan alami dalam suatu aktivitas atau domain
tertentu. Bakat dapat dikembangkan melalui latihan, pembelajaran, dan pengalaman, namun
individu yang memiliki bakat alami cenderung menunjukkan kemajuan yang lebih cepat dan
lebih besar dalam bidang tersebut. Faktor genetik dan lingkungan juga memainkan peran
penting dalam pengembangan dan ekspresi bakat seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Usman dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Angkasa, bandung, 1993.
Supriadi, Dedi, Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta, Bandung, 1994.
Rhodes, M. Dawam, Ensiklopedi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998.
Munandar, S.C.U., Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi
Para Guru dan Orang Tua, PT. Gramedia, Jakarta 1987.
Hunt & Silva, Tes Tes Psikologi, Inggri, 1986.
Sobur, Alex, Butir Butir Mutiara Rumah Tangga, psikologi Umum, PT BPK Gunung Mulia,
jakarta, dan kanisius, Yogyakarta, 1987.
Vernon, P.E., et al., The Phyicologi and Education of Gifed Chilidren, Methuen Co., London,
1997
Martison, R.A. The Identification of Gifed and Talented, ventura, California, 1974.
Fauzi, Ahmad, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 1997
Eales, Connie, Rising Your Talented Child, Angus & Eobertson, London, 1983.
Ginsberg, J. & Ch. H. Harrison, How to Help Your Gifted Child, Monarch Press, New York
1977.
Mahmud, M. Dimayati, Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta, 1990