Anda di halaman 1dari 18

TEORI PERUBAHAN KELEMBAGAAN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan

Dosen Pengampu:

Yunesia Pramesthi, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Ardhia Winda Cahyani (126402212168)


2. Tina Khoirotun Nikmah (126402213211)
3. Sarirotul Luklu’il Maknun (126402213212)
4. Sri Wahyu Nengsih (126402213235)
5. Achmad Irfan Nugroho (126402213240)

KELAS 6 E

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

MARET 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Kelembagaan ini
dengan lancar tanpa hambatan apapun. Sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Abd. Aziz, M. Pd.I., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid
Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Ibu Chusnul Chotimah, M.Ag. selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Ibu Binti Nur Asiyah, M.Si., selaku kooprodi Ekonomi Syariah Universitas
Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
4. Ibu Yunesia Pramesthi, M.Pd selaku dosen mata kuIiah Ekonomi
Kelembagaan.
5. Rekan-rekan kelas 6E yang telah membantu dalam menyusun makalah ini
hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa, makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi
pembacanya.

Tulungagung, 20 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan........................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
A. Perubahan Kelembagaan dan Transformasi Permanen ................................ 6
B. Perubahan Kelembagaan dan Kelompok Kepentingan ................................ 7
C. Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan ........................................ 9
D. Organisasi, Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan .......................... 14
BAB III ................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ................................................................................................ 16
B. Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi kelembagaan merupakan cabang ilmu ekonomi yang
mempelajari peran institusi dalam mengatur perilaku ekonomi dan kinerja
ekonomi. Institusi didefinisikan sebagai aturan dan norma yang mengatur
interaksi manusia dalam suatu masyarakat. Institusi ini dapat berupa formal,
seperti hukum dan peraturan pemerintah, atau informal, seperti norma sosial
dan adat istiadat. Teori perubahan kelembagaan menjelaskan bagaimana
institusi berubah dan beradaptasi dalam menanggapi perubahan lingkungan
dan sosial. Memahami teori ini penting karena institusi memainkan peran
penting dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi seperti efisiensi ekonomi
dan pertumbuhan ekonomi.
Perubahan kelembagaan merupakan proses yang dinamis dan kompleks.
Proses perubahan kelembagaan dapat berlangsung secara bertahap atau
radikal. Perubahan bertahap terjadi melalui proses evolusi, di mana institusi
yang ada beradaptasi dengan perubahan lingkungan secara perlahan.
Perubahan radikal terjadi secara tiba-tiba, seperti melalui revolusi atau
reformasi besar-besaran. Hal ini tentu saja dapat dipengaruhi berbagai faktor
dan kondisi yang dialami. Perubahan kelembagaan dapat dipahami sebagai
proses transformasi permanen yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
pembangunan. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi
antar pelaku dalam suatu sistem atau organisasi.
Dalam konteks perubahan kelembagaan ini diperlukan alat ukur dan
veriabel-variabel terfokus sehingga memudahkan siatp pengambilan
kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Pada negara
yang melakukan proses transisi atau reformasi ekonomi, biasanya dapaet
variabel makro dan mikro untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian. Negara-negara yang melakukan transisi atau reformasi

4
ekonomi umumnya menggunakan variabel makro dan mikro untuk
mengukur keberhasilan kinerja perekonomian. Dengan begitu perubahan
kelembagaan dapat membantu pengambil kebijakan dalam merumuskan
apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung transisi atau reformasi ekonomi
sehingga nantinya dapat membantu dalam meningkatkan kinerja
perekonomian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan kelembagaan dan transformasi permanen?
2. Bagaimana perubahan kelembagaan dan kelompok kepentingan?
3. Apa saja alat ukur dan variabel pertumbuhan kelembagaan?
4. Bagaimana organisasi, pembelajaran dan perubahan kelembagaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang perubahan kelembagaan dan transformasi
permanen.
2. Untuk mengetahui tentang perubahan kelembagaan dan kelompok
kepentingan.
3. Untuk mengetahui tentang apa saja alat ukur dan variabel pertumbuhan
kelembagaan.
4. Untuk mengetahui terkait organisasi, pembelajaran dan perubahan
kelembagaan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perubahan Kelembagaan dan Transformasi Permanen


Perubahan kelembagaan terjadi akibat adanya perubahan prinsip
regulasi dan organisasi peril aku dan pola-pola interaksi. Prinsip dan pola-
pola umum di dalam kelembagaan yang saling berhubungan, sementara
waktu yg bersamaan terjadi peningkatan kebutuhan untuk berintegrasi
dalam sistem sosial yang kompleks. Perbedaan integrasi merupaan proses
pelengkap. Perubahan kelembagaan merupakan proses transformasi
permanen yang merupakan bagian dari pembangunan. Perubahan
kelembagaan juga dapat didefinisikan sebagai proses kontinu yang
bertujuan memperbaiki kualitas interaksi antar pelakunya.1
Apabila perubahan kelembagaan dianggap sebagai proses transformasi
permanen, maka perubahan kelembagaan dapat menjadi faktor pengaruh
utama terhadap perubahan struktur dalam sistem sosial tertentu,
bagaimanapun tingkat kecepatan atau sumber perubahan itu. sendiri.
Perubahan-perubahan yang berlangsung dengan adanya rintangan-
rintangan informal. (norma-norma, konvensi, atau kejujuran personal) dapat
memberikan implikasi yang sama seperti perubahan dalam peraturan formal
(misalnya, hukum) masyarakat. Karakteristik dasar dari perubahan
kelembagaan:
1) Interaksi kelembagaan dan organisasi yang terjadi secara terus-menerus
di dalam setting ekonomi kelangkaan, dan kemudian diperkuat oleh
kompetisi, merupakan kunci terjadinya perubahan kelembagaan.
2) Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan keterampilan
dan pengetahuan untuk bertahan hidup.

1
Evi Febriani. "Teori Perubahan Kelembagaan." Dalam
https://www.scribd.com/document/494505516/Louis-Andriessen-Workers-Union, diakses pada 19
Maret 2024.

6
3) Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan
yang dianggap memiliki hasil maksimum (maximum pay-off).
4) Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain pelaku
(mental constructs of players).
5) Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan ekstemalitas jaringa
menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat ketergantungan
(path dependent).
Perubahan kelembagaan muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau
perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan. Adapun dua faktor utama
sebagai cara memahami dinamika perubahan kelembagaan adalah dengan
melihat hubungan simbiotik antar kelembagaan dan perubahannya sebagai
proses umpan balik.

B. Perubahan Kelembagaan dan Kelompok Kepentingan


Dalam perubahan kelembagaan secara adaptif, pemerintah sebagai
regulator yang memiliki otoritas, bisa memfasilitasi perubahan
kelembagaan tersebut dengan seperangkat rule of the game sehingga tidak
merugikan kepentingan pelaku ekonomi lainnya. Terdapat dua cara yang
berbeda untuk menganalisis perubahan kelembagaan, yaitu:
1) Melihat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat
(Costs and benefits) dan meyakini bahwa kekuatan motif seperti harga
relative dalam jangka panjang dapat membangun kelembagaan yang
lebih efisien. Menurut Eggerston, pendekatan ini disebut "teori naif"
(naive theory) dari perubahan kelembagaan.
2) Melihat perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuangan antara
kelompok- kelompok kepentingan (struggle between interest-groups),
yang popular disebut dengan "teori kelompok kepentingan" (interest-
group theory) dari perubahan kelembagaan.2

2
Ibid., Hal. 2

7
Menurut Birner, apabila "teori naif” memfokuskan pada hasil perubahan
kelembagaan dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa
muncul secara otomatis walaupun semu, maka "teori kelompok
kepentingan" menekankan pada proses yang mendorong ke arah perubahan
kelembagaan tersebut.
Menurut Davis/North dan Bromley, terdapat empat hal yang meliputi
individu atau kelompok yang berusaha mengubah kesepakatan
kelembagaan atau lingkungan kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai
sumber perubahan, yaitu:
1) Perubahan harga relatif dalam jangka panjang bisa mendorong ke
peningkatan aktivitas ekonomi tertentu atau membuat aktivitas
ekonomi baru.
2) Kesempatan teknologi baru bisa menciptakan pendapatan yang
potensial, yang hanya dapat ditangkap jika kelembagaan ekonomi yang
sedang berjalan dapat diubah.
3) Kesempatan dalam mencari rente (rent-seeking) dapat memicu
kelompok kepentingan melakukan perubahan kelembagaan guna
menyesuaikan sewa dan redistribusi pendapatan sesuai keinginannya.
4) Perubahan dalam sikap kolektif bisa juga menyebabkan perubahan
kelembagaan.
Model perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses
interaksi antara dua entitas, yaitu:
1) Wirausahawan ekonomi (economic entrepreneurs)
2) Merupakan agen yang menjadi subjek dari perubahan kelembagaan.
Economic entrepreneurs menanggapi lingkungan mereka sebagai
kesempatan memeroleh potensi keuntungan dan biaya dari setiap
tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk biaya transaksi statis
dalam membuat dan mengimplementasikan alokasi keputusan dan
sumber daya kredit.
3) Wirausahawan politik (political entrepreneursy)

8
4) Merupakan agen dengan kekuasaan pengambil keputusan yang
mengatasi perubahan kelembagaan. Kekuasaan itu muncul dari
partisipasi dalam tindakan pengelolaan yang menentukan dan
mengadministrasi kelembagaan.

C. Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan


Perubahaan kelembagaan diperlukan mengingat proses perkembangan
dan pembangunan ekonomi tidak dengan sendirinya menciptakan dasar-
dasar kelembagaan. Dalam fase ini mungkin saja tidak adaaan kelembagaan
formal dan ditutupi dengan keberadaan kelembagaan informal, tetapi tentu
saja ini tidak bisa berlangsung dalam janggka panjang. Dalam konteks
perubahan kelembagaan ini diperlukan alat ukur dan veriabel-variabel
terfokus sehingga memudahkan siatp pengambilan kebijakan merumuskan
jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Pada negara yang melakukan proses
transisi atau reformasi ekonomi, biasanya dapaet variabel makro dan mikro
untuk mengukur keberhasilan kinerja perekonomian.
Pada level makro ekonomi, setidaknya ada lima isu penting yang sering
ditelaah, yaitu kontrol terhadap inflasi, pengukuran defisit anggaran
stabilisasi ilai tukar mata uang, insetitas perdagangan internasional, dan
peningkatan investasi untuk mendukung pertumbumhan ekonomi.
Sedangkan pada level mikro isu yang dibahas adalah liberalisasi harga,
privatisitas, pengembangan dasar modal, penciptaan sistem hukum untuk
menegakkan hak kepemilikan, dan mempromosikan kompetensi.
Isu makro dan mikro ekonomi pada perekonomian transisi tersebut bisa
diterima mengingat negara ini hendak memindahkan pengelolaan ekonomi
dari serba negara menjadi dibimbing oleh pasar. Negara-negara yang
menganut perencanaan terpusat dan serba negara biasanya pada level makro
dicirikan dengan angka infasi yang fluktuatif, pemerintah menjadi agen
ekonomi penting sehingga seringkali defisit anggaran yang besar, nilai tukar
mata uang domestik yang tidak stabil, dan perdagangan lebih ditujukan pada
pasar domestik. Sedangkan pada level mikro kebijakan harga cendrung

9
dipatok oleh memerintah, perudahaan dimiliki oleh negara, iklim pasar
sangat monopolis akibat intervensi negara, dan tiadanya jaminan terhadap
hak kepemilikan individu, karakteristik semacam ini yang menyebabkan
negara-negara yang menggunakan perencanaan terpusat kondisi
perekonomian tidak efisien.

Aspek/ Level Makro Mikro Meso


Target Stabilisasi Efisiensi Inovasi
Variabel kunci Uang, nilai Harga Pengetahuan
tukar
Tindakan Manajemen Pilihan individu Interaksi
negara
Kelembagaan Bank sentral, Hak Infrastuktur,
formal kewenangan kepemilikan, sistem
anggaran negara aturan keluarga pendidikan,
dan masuk pasar asosiasi
perdagangan
Kelembagaan Reputasi, Tata kelola Sikap terhadap
informal konsesus sosial perusahaan, risiko, faktor
terhadap cara perilaku mobaitas,
pandang prilaku rasional perilaku
individu menabung

Seperti tabel diatas untuk bisa mencapai fokus perubahan pada masa
transisi dibuatlah yang dibutuhkan, sehingga sekaligus variabel-variabel
tersebuat bisa digunakan sebagai parameter, kususnya mengenai perubahan
kelembagaan formal, tampak pada level makro harus terdapat peraturan
yang tegas berkenaan dengan fungsi dan kewenangan bank sentral serta
pemberdayaan anggaran negara untuk mendukung kegiatan perekonomian.
Sedangkan pada level mikro, perusahaan kelembagaan formal yang
dibutuhkan adalah hukum mengenai hak kepemilikan sehingga dapat

10
kepatisan berusaha serta pedoman ke luar dan masuk bagi individu-individu
bertransaksi di pasar. Tentu saja terget dari perubahan kelembagaan mikro
ini adalah mencoba menurunkan biaya transaksi.
Di luar itu, tidak dapat disangka bila proses reformasi/transisi ekonomi
sarat dengan rintangan rintangan politik yang seringkali tidak ramah.
Setidaknya ada tiga rintangan politik yang kerap terjadi untuk melihat
perjalanan reformasi ekonomi. Pertama, kebijakan ekonomi yang
menyentuh barang-barang publik selalu menimbulkan masalah penunggang
gelap, sehingga pada titik ini akan sangat mungkin bagi timbulnya tindakan
kolektif. Kedua, dalam pandangan model deistributif kebijakan reformasi
diasumsikan akan didukung oleh kelompok pemenang dan akan sekaligus
akan dilawan oleh kelompok pecundang, sehingga hasil reformasi akan
bergangtung dari kekuatan politik di antara kualisi pemenang. Ketiga,
masala klasik dari refomasi ekonomi adalah biaya reformasi biasanya
terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu,tetapi keuntungannya menyebar
pada banyak kelompok sehingga keberhasilannya sangat tergantung kepada
seberapa kuat perlawanan dari kelompok yang paling terkena dampak
reformasi tersebut.
Dalam level meso dan mikro, perubahan kelembagaan juga bisa didekati
melalui penciptaan pranata faktor-faktor produksiberhadapan dengan
inovasi produksi. Dalam termiologi ekonomi, pranata faktor-faktor produksi
tersebuat adalah kelembagaan yang mengatur interaksi antara pemilik
modal, tanah, dan tenaga kerja. Dalam masa klasik kuno kelembagaan
faktor produksi lebih banyakmenguntungkan pemilik tenaga
kerja,semnetara pada zaman feodal keuntungan itu banyak dipunggut oleh
tuan tanah,dan pada zaman kapitalis saaat ini pemegang polis atas profit
terbesar adalah pemilik modal. Perosalannya adalah ketika inovasi produksi
terjadi, pembagian keuntungan atas kegiatan ekonomi selalu tidak bisa jatuh
secara proposional kepada masing-masing pemilik faktor produksi
sepanjang pranata kelembagaan faktor-faktor produksi tidak mendukung hal
tersebut.

11
Kasus yang terjadi pada zaman kapitalisme sekarang barangkali
merupakan contoh yang cukup gamblang untuk dijelaskan. Setiap unit
produksi selalu memakai faktor produksi modal, tanah dan tenaga kerja.
Faktor produksi tersebut dialokasikan dengan berdasarkan hitungan-
htungan ekonomis, sehingga setiap pemanfaatannya harus dipastikan bisa
mengkasilkan lagi yang terbesar. Tetapi dalam sistem kapitalis ini pemegang
otoritas terbesar adalah pemilik modal, sehingga ia bebas untuk menentukan
pembagian keutungan. Dalam kejadian ini, upah tenaga kerja dan sewa
tanah merupakan “biaya tetap” yang relaif tergantung pada profit yang
diperoleh perusahaan.
Sebaliknya, labaa bagi pemilik modal adalah “pendapatan pariabel”,
dimana besarnya perolehan pendapatan sangat tergantung dengan jumlah
keuntungan. Dalam kasus ini, apabila secara tiba-tiba perusahaan tersebut
memperoleh laba yang berlipat seluruh peningkatan itu akan jatuh haya
kepada pemilik modal, sedangkan upah teaga kerja dan sewa lahan
memeroleh bagian seperti sediakala. Inilah kasus mengantarkan Marx pada
kesimpulan bahwa selamanya “superstrutur” tidak akan pernah bisa
mengikuti perubahan “infrastruktur”.
Dengan pengertian tersebut, cukup mudah mengeja ulang sebuah
kebutuhan terciptanya hubungan antara proses produksi dan perubahan
kelembagaan. Pada akhirnya, perubahan kelembagaan juga menyangkut
aspek informal yang bersumber dari reputasi, kredibilas, dan consensus.
Kegiatan ekonomi yang semakin modern dan komples, ternyata juga
memunculkan fungsionalisme structural untuk mengikuti perkembangan
kegiatan ekonomi. Misalnya, dalam masyarakat modern sifat anter individu
lebih banyak banyak di tentukan oleh variabel spesifisitas, pencapaian, dan
universalisme sebagai lawan dari diffusiess, ascription, dan particularisme.3
Penjelasannya, spesifitas berarti pembagian kerja ditentukan oleh
kemampuan/keterampilan speifik yang dipunyai oleh individu, berlawanan

3
I Gede, “Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan” dalam
https://id.scribd.com/document/375866970/i-gede, diakses pada 19 Maret 2024

12
dengan pandangan ekonomi tradisional yang mengandaikan setiap individu
menguasai segala hal. Kemudian orientasi pencapaian dimaksudkan bahwa
individu memperoleh posisi/karir karena presentasi dan keterampilan yang
dipunyai, bukan oleh sebab hubungan keluarga, ras, dan kategori askriptif
lainnya. Sementara itu, universalisme berarti semua individu atau anggota
organisasi bertindak berdasarkanregulasi dan aturan main yang sama, di
mana semua ini dilakukan tanpa terkecuali. Variabel-variabel itulah yang
bisa didesain sebagai sumber informal dari perubahan kelembagaan, seiring
dengan perkembangan ekonomi yang menghendaki adanya efisiensi. Jika
proses tersebut berlangsung dengan lancar, maka perubahan kelembagaan
yang berbasis nilai informal tersebut akan menopang bagi pencapaian
kinerja perekonomian yang lebih baik.
Perubahan kelembagaan terjadi akibat adanya perubahan prinsip
regulasi dan organisasi perilaku dan pola-pola interaksi. Prinsip dan pola-
pola umum di dalam kelembagaan yang saling berhubungan, sementara
waktu yg bersamaan terjadi peningkatan kebutuhan untuk berintegrasi
dalam sistem sosial yang kompleks. Perbedaan integrasi merupaan proses
pelengkap. Perubahan kelembagaan merupakan proses transformasi
permanen yang merupakan bagian dari pembangunan. Perubahan
kelembagaan juga dapat didefinisikan sebagai proses kontinu yang
bertujuan memperbaiki kualitas interaksi antar pelakunya. Karakteristik
dasar dari perubahan kelembagaan:
1) Interaksi kelembagaan dan organisasi yang secara kontinu dalam
mengatur kelangkaan ekonomi dan kemudian diperkuat kompetisi
merupakan kunci perubahan kelembagaan.
2) Kompetisi membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan
pengetahuan untuk bertahan hidup
3) Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan
yang dianggap memiliki hasil maksimum
4) Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain/pelaku

13
5) Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan
matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan.4

D. Organisasi, Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan


Dalam konteks ekonomi, perubahan kelembagaan selalu dikaitkan
dengan atribut keuntungan yang bakal dinikmati oleh pelaku yang terlibat
di dalamnya. Dengan diktum ini, perubahan kelembagaan memiliki
keuntungan bagi masyarakat hanya jika biaya-biaya yang muncul akibat
perlindungan hak-hak lebih kecil ketimbang penerimaan dari alokasi
sumber daya yang lebih baik. Apabila biaya yang muncul terlalu tinggi,
mungkin diperlukan langkah untuk mendesain kelembagaan non pasar
dalam rangka mencapai alokasi sumber daya lebih efisien. Tentu saja, salah
satu kelembagaan nonpasar datang dari pemerintah/negara. Dalam posisi ini
pemerintah mengintroduksi kebijakan yang bisa memengaruhi aktivitas
ekonomi. Pada kasus di sektor pertanian, misalnya, persoalan yang umum
dijumpai adalah keengganan petani untuk mengambil resiko apabila
dihadapkan dengan penggunaan/perubahan teknologi. Pemerintah dapat
memengaruhi atau mengubah sikap tersebut dengan mengeluarkan
kebijakan, misalnya, penjaminan risiko sehingga petani mau mengambil
kesempatan untuk mengadopsi teknologi baru. Bila jalur ini berhasil, maka
proses perubahan kelembagaan akan terjadi.
Dalam praktiknya, kegiatan transaksiekonomi akan selalu memakai satu
di antara dua instrumen berikut: pasar atau organisasi. Menurut Coase, pasar
dan organisasi merupakan dua tipe ideal koordinasi dalam proses transaksi
pertukaran. Pasar yang ideal dikarakteristikan oleh fakta bahwa hukum
harga sebagai 'kecukupan statistik' bagi sumber pengambilan keputusan
individu. Sebaliknya, organisasi yang ideal dicirikan sebagai keseluruhan
bentuk koordinasi transaksi yang tidak menggunakan instrumen harga untuk

4
Nurrila Dewi Khotimah. “Teori Perubahan Kelembagaan”, dalam
https://medium.com/@heynuril/teori-perubahan-kelembagaan-ee069dfccae0, diakses pada 19
Maret 2024

14
mengomunikasikan informal di antara pelaku-pelaku transaksi. Perubahan
kelembagaan bisa dipetakan dalam dua tahapan berikut: peningkatan
pendapatan (increasing return) dan pasar tidak sempurna (imperfect market)
yang mengakibatkan tingginya biaya transaksi.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan kelembagaan adalah proses transformasi permanen yang
dapat menjadi faktor utama yang mempengaruhi perubahan struktur dalam
sistem sosial. Kecepatan dan sumber perubahan tidak penting. Perubahan
informal, seperti norma dan konvensi, dapat memiliki dampak yang sama
dengan perubahan formal, seperti hukum. Perubahan kelembagaan terjadi
karena adanya perubahan dalam prinsip regulasi, organisasi, pola interaksi,
dan prinsip serta pola umum di dalam kelembagaan itu sendiri. Pada saat
yang sama, terdapat peningkatan kebutuhan untuk berintegrasi dalam sistem
sosial yang kompleks. Perbedaan integrasi merupakan proses yang
melengkapi perubahan kelembagaan.
Dalam perubahan kelembagaan yang adaptif, pemerintah sebagai
regulator yang memiliki wewenang dapat membantu proses perubahan
dengan menetapkan seperangkat aturan main (rule of the game) yang
memastikan tidak ada pihak yang dirugikan, terutama pelaku ekonomi
lainnya. Ada dua cara untuk menganalisis perubahan kelmbagaan yaitu
deengan menggunakan aspek biaya dan manfaat, serta menggunakan aspek
hasil dari perjuangan kelompok kepentingan dimana hal ini lebih sering
dikenal sebagai teori kelompok kepentingan.
Perubahan kelembagaan sangat penting dalam proses pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak secara otomatis menciptakan sistem
kelembagaan yang sesuai. Alat ukur dan variabel yang tepat diperlukan
untuk mengukur perubahan kelembagaan. Alat ukur ini membantu pembuat
kebijakan dalam menentukan jenis kelembagaan yang tepat untuk
diterapkan. Di negara-negara yang sedang dalam proses transisi atau
reformasi ekonomi, variabel makro dan mikro dapat digunakan untuk
mengukur keberhasilan kinerja perekonomian.

16
Dalam ekonomi, perubahan kelembagaan diharapkan membawa
keuntungan bagi para pelakunya. Keuntungan ini dapat tercapai jika biaya
yang dikeluarkan untuk melindungi hak-hak para pelaku lebih kecil
daripada keuntungan yang diperoleh dari alokasi sumber daya yang lebih
baik. Jika biaya terlalu tinggi, kelembagaan non-pasar seperti kebijakan
pemerintah mungkin diperlukan untuk mencapai alokasi sumber daya yang
lebih efisien. Keuntungan dan biaya merupakan faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam perubahan kelembagaan. Kelembagaan non-pasar
seperti kebijakan pemerintah mungkin diperlukan untuk mencapai alokasi
sumber daya yang lebih efisien dalam beberapa situasi.

B. Saran
Dalam makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam
memahami materi yang telah kami uraikan di atas mengenai teori perubahan
kelembagaan. Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari telah
mengupayakan semaksimal mungkin, namun tidakmenutup kemungkinan
terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam pemaparan materi maupun
penulisannya, maka dari itu saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, Evi. Teori Perubahan Kelembagaan.


https://www.scribd.com/document/488980578/Evi-Febriani-
185020100111038-teori-perubahan-kelembagaan-Copy. Diakses pada 19
Maret 2024.
Gede, I. Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan.
https://id.scribd.com/document/375866970/i-gede. diakses pada 19 Maret
2024
Khotimah, Nurrila Dewi. Teori Perubahan Kelembagaan,
https://medium.com/@heynuril/teori-perubahan-kelembagaan-
ee069dfccae0. diakses pada 19 Maret 2024

18

Anda mungkin juga menyukai