Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“ PROSES ADAPTASI SEL”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3
TINGKAT 1A
1. Faiz Fadhilah (223110249) 8. Syalsa Billa Khairiyatul Fitri(223110275)
2. Resti Futri Zularmi (223110269) 9. Tasya Afrianda (223110276)
3. Salsa billa Muharamah (223110270) 10. Vina Stevanova Jherny (223110277)
4. Santi Irmila Nasution (223110271) 11. Wahyuda Putra Buana (223110278)
5. Savana JPP Ravel (223110272) 12. Wira Ananda Putri (223110279)
6. Silvi Yuliani (223110273) 13. Yulistia Andriani (223110280)
7. Sundari Reski Putri (223110274)

Dosen Pembimbing:
Dr. Metri Lidya,S.Kp,M.Biomed

DIII KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-Nya kami dap
at menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah ten
tang “Proses Adaptasi Sel.’’

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pe
ngampu Dr.Metri Lidya , S.Kp,M.Biomed selaku dosen mata kuliah Patofisiologi yang telah
memberikan arahan dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami sangat menyadari bahwa banyak kekurangan dalam makalah ini baik dalam penulisan d
an terutama sistematikanya. Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami,
mohon kritik dan saran membangun senantiasa kami harapkan mengenai makalah ini. Semog
a makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentinga
n pada umumnya.

Padang, 24 Januari 2023

Anggota Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mekamisme Adaptasi Sel..........................................................................................2
2.2 Cidera Sel..................................................................................................................4
2.3 Penyembuhan dan Pemulihan Luka..........................................................................5
2.4 Kematiam Sel............................................................................................................7
2.5 Atropi........................................................................................................................8
2.6 Hipertropi dan Iskemik............................................................................................10
2.7 Trombosis, embolism, dan infark............................................................................13
2.8 Kongesti..................................................................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit apapun yang diderita oleh pasien pada dasarnya yang diserang adalah sel d
an sel akan melakukan adapatasi (menyesuaikan diri). Sel normal merupakan mikrokosm
os yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah stuktur dan fungsinya untuk memb
eri reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsang
an terlalu berat, struktur dan fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif s
empit.

Tubuh kita terdiri dari satuan dasar yang hidup yakni berupa sel-sel. Kemudian sel-s
el tersebut akan berkelompok membentuk jaringan yang berbeda-beda yang saling mengh
ubungkan satu sama lainnya. Setiap sel dapat beradaptasi dan berkemampuan untuk berke
mbang biak. Bila sel tersebut rusak dan mati, maka sel-sel yang masih hidup akan terus m
embelah diri terus menerus sampai jumlahnya mencukupi kembali.

Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel


meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui b
atas maka akan terjadi jejas sel atau cidera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terha
dap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau c
idera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut ak
an mengalami kematian sel

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme adaptasi sel?
2. Apa itu cidera sel?
3. Bagaimana cara penyembuhan dan pemulihan luka?
4. Apa itu kematian sel?
5. Apa itu atropi?
6. Apa itu hipertropi dan iskemik?
7. Apa itu thrombosis,embolism dan infark?
8. Apa itu sel kongesti?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme adptasi sel
2. Untuk mengetahui dan memahami Cidera sel
3. Untuk mengetahui dan memahami cara penyembuhan dan pemulihan
4. Untuk mengetahui dan memahami apa itu kematian sel
5. Untuk mengetahui dan memahami apa itu atropi
6. Untuk mengetahui dan memahami ap aitu hipertropi dan iskemik
7. Untuk mengetahui dan memahami apa itu thrombosis, embolism dan infark
8. Untuk mengetahui dan memahami ap aitu kongesti
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MEKANISME ADAPTASI SEL


Agar sel terus menjalankan fungsinya maka sel harus melakukan mekanisme adaptasi
saat mendapatkan cidera sehingga sel dapat bertahan hidup. Ditinjau dari beban kerja sel, ma
ka adaptasi sel dapat dibagi menjadi:
1. Adaptasi terhadap peningkatan beban kerja sel
2. Adaptasi terhadap penurunan beban kerja sel
Berikut ini adalah bentuk adaptasi yang dilakukan sel (Nair, 2015) :
1. Menambah ukuran sel (hipertrofi)
Didefinisikan sebagai pembesaran jaringan atau organ karena pembesaran selnya yang tidak
disertai peningkatan fungsi organ atau jaringan tersebut. Hipertrofi dapat bersifat fisiologik d
an patologik. Sebagai contoh kondisi hipertrofi patologik dapat dilihat pada jaringan otot jant
ung yang mengalami peningkatan beban kerja seperti pada pasien yang bertahun-tahun mend
erita hipertensi. Sedangkan kondisi hipertrofi fisiologik seperti otot rangka pada binaragawan
yang memang sengaja dibentuk sebagai hasil mengangkat beban berat.

2. Mengurangi ukuran sel (Atropi)


Kejadian dimana organ atau jaringan yang terbentuk tumbuh mencapai batas normal tetap ke
mudian mengalami penyusutas. Sifatnya dapat fisiologik misalnya pada proses aging (penuaa
n) dimana seluruh bagian tubuh tampak mengecil bertahap. Lebih jelas jikadilihat pada usia l
anjut yang mengalami atrofi endokrin sehingga produk hormonnya menurun. Atropi patologi
k dapat terjadi pada otot individu yang mengalami immobilisasi sehingga otot tidak pernah di
gerakkan sehingga otot akan semakin mengecil.
3. Menambah jumlah sel (hyperplasia)
Hiperplasia terjadi karrena kenaikan absolute pada sebuah jaringan atau organ sehingga meny
ebabkan pembesaran jaringan atau organ tersebut dan fungsi organ atau jaringan tersebut juga
meningkat. Hal ini hanya dapat terjadi pada sel labil seperti sel epidermis atau sel darah. Tida
k terjadi pada sel permanent seperti sel otot rangka, saraf dan jantung. Contoh hiperplasi fisio
logik adalah pembesaran sel uterus pada saat seorang wanita hamil sehingga janin dapat tumb
uh membesar didalamnya. Sedangkan hiperplasi patologik biasanya terjadi karena rangsanga
n hormonal berlebih misalnya hyperplasia endometrium akibat pengeluaran hormon estrogen
yang tidak terkendali dan merupakan prekursor terjadinya proliferasi keganasan.

4. Merubah sel (metaplasia)


Bentuk adaptasi yang terjadi berupa perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jeni
s lain. Misalnya sel epitel torak yang dapat bersekresi diganti oleh sel epitel gepeng berlapis y
ang tidak dapat bersekresi yang terjadi pada saluran pernafasan seorang perokok. Hal ini tida
k menguntungkan karena lender yang merupakan alat proteksi saluran pernafasan terhadap ba
kteri debu dan benda asing tidak terbentuk sehingga saluran pernafasan mudah mengalami inf
eksi.

2.2 CIDERA SEL


Tubuh seorang manusia mudah mendapat berbagai macam cidera setiap saat, ini beraa
rti cidera tersebut dialami oleh sel. Jejas sel (cidera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dap
at beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cidera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar
serta jenis cidera Berikut ini berbagai penyebab
cidera sel (Price, 2007) :
1. Hipoksia
Hipoksia adalah cidera sel akibat penurunan konsentrasi oksigen. Hipoksia bisa terjadi karena
hilangnya perbekalan darah akibat gangguan aliran darah. Dapat juga karena hilangnya kema
mpuan darah mengangkut oksigen seperti karena anemia atau keracunan. Respon adaptasi sel
terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia.
2. Bahan kimia
Bahan kimia termasuk obat-obatan menyebabkan perubahan terhadap berbagai fungsi sel, sep
erti fungsi penghasil energy, mencerna lipid dan protein sehingga sel menjadi rusak dan mati.
Sebagai contoh ulkus lambung (luka pada lambung) yang sering terjadi karena sering mengko
nsumsi obat analgetik dan kortikosteroid. Hal tersebut menyebabkan sel mukosa lambung cid
era dan rusak dan akhirnya terjadi ulkus (luka).
3. Agen fisik
Agen fisik seperti trauma mekanik, suhu rendah dan suhu terlalu tinggi, radiasi dan trauma lis
trik. Semua agen fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan atau pergeseran struktur sel ya
ng mengakibatkan terganggunya fungsi sel yang akhirnya menyebabkan kematian sel

4. Agen mikrobiologi
Agen mikrobiologi adalah berbagai jenis bakteri, virus, mikoplasma, klamida, jamur dan prot
ozoa yang mengeluarkan eksotoksin yang dapat merusak dinding sel sehingga dinding fungsi
sel terganggu dan akhirnya menyebabkan kematian sel.
5. Mekanisemimun
Reaksi imun sering menjadi penyebab kerusakan pada sel. Sebagai contoh penyakit alergi ya
ng sering dialami pasien usia lanjut atau karena reaksi imun lain yang menimbulkan gatal ata
u kerusakan sel kulit.

2.3 PENYEMBUHAN DAN PEMULIHAN LUKA


Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak den
gan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik), hasil tindakan med
is, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi dan strukt
ur anatomi tubuh. Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, luka dapat diklasifikasika
n menjadi luka akut dan kronik.
 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya kegiatan biosel
uler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, akti
vitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah luka mer
upakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tub
uh memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak de
ngan membentuk struktur baru dan fungsional. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbata
s pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, sep
erti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik.
Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflam
asi, migrasi, proliferasi, dan maturasi. Pendarahan biasanya terjadi ketika kulit mengalami luk
a dan menyebabkan bakteri maupun antigen keluar dari daerah yang mengalami luka. Pendar
ahan juga mengaktifkan sistem homeostasis yang menginisiasi komponen eksudat, seperti fak
tor pembekuan darah. Fibrinogen di dalam eksudat memiliki mekanisme pembekuan darah de
ngan cara koagulasi terhadap eksudat (darah tanpa sel dan platelet) dan pembentukan jaringan
fibrin, kemudian memproduksi agen pembekuan darah dan menyebabkan pendarahan terhenti.

Keratinosit dan fibroblas memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka. Kerati
nosit akan menstimulasi fibroblas untuk mensintesis faktor pertumbuhan, lalu akan terjadi sti
mulasi proliferasi keratinosit. Selanjutnya, fibroblas mendapatkan fenotipe miofibroblas di ba
wah kontrol dari keratinosit. Hal ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara proinflamator ata
u pembentukan faktor pertumbuhan (TGF)- β-dominated.
Homeostasis memiliki peran protektif yang membantu dalam penyembuhan luka. Pelepas
an protein yang mengandung eksudat ke dalam luka menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan
histamin maupun serotonin. Hal ini memungkinkan fagosit memasuki daerah yang mengalam
i luka dan memakan sel-sel mati (jaringan yang mengalami nekrosis). Eksudat adalah cairan y
ang diproduksi dari luka kronik atau luka akut, serta merupakan komponen kunci dalam peny
embuhan luka, mengaliri luka secara berkesinambungan dan menjaga keadaan tetap lembab.
Eksudat juga memberikan luka suatu nutrisi dan menyediakan kondisi untuk mitosis dari sel-s
el epitel. Pada tahap inflamasi akan terjadi udema, ekimosis, kemerahan, dan nyeri. Inflamasi
terjadi karena adanya mediasi oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan efek terhadap r
eseptor. Selanjutnya adalah tahap migrasi, yang merupakan pergerakan sel epitel dan fibrobla
s pada daerah yang mengalami cedera untuk menggantikan jaringan yang rusak atau hilang.
Sel ini meregenerasi dari tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah luka pada bagian yan
g telah tertutup darah beku bersamaan dengan pengerasan epitel. Tahap proliferasi terjadi sec
ara simultan dengan tahap migrasi dan proliferasi sel basal, yang terjadi selama 2-3 hari. Taha
p proliferasi terdiri dari neoangiogenesis, pembentukan jaringan yang tergranulasi, dan epiteli
sasi kembali. Jaringan yang tergranulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler dan limfatik
ke dalam luka dan kolagen yang disintesis oleh fibroblas dan memberikan kekuatan pada kuli
t. Sel epitel kemudian mengeras dan memberikan waktu untuk kolagen memperbaiki jaringan
yang luka. Proliferasi dari fibroblas dan sintesis kolagen berlangsung selama dua minggu.
Tahap maturasi berkembang dengan pembentukkan jaringan penghubung selular dan pen
guatan epitel baru yang ditentukan oleh besarnya luka. Jaringan granular selular berubah men
jadi massa aselular dalam waktu beberapa bulan sampai 2 tahun. Dari penelitian yang dilakuk
an oleh Lin et al terhadap tikus putih, IL-6 berperan dalam proses penyembuhan luka. IL-6 m
emiliki peran penting di dalam proses regulasi terhadap infiltrasi leukosit, angiogenesis, dan a
kumulasi kolagen. Angiogenesis memiliki faktor seperti FGF-1 dan FGF-2 ketika terjadi hipo
ksia jaringan. FGF-2 bekerja dengan menstimulasi sel endotelial untuk melepaskan aktivator
plasminogen dan prokolagenase. Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menja
di plasmin dan prokolagenase untuk mengaktifkan kolagenase, lalu akan terjadi digesti konsti
tuen membran dasar.
Ekspresi kolagenase menghasilkan proses perbaikkan jaringan pada matriks ekstraselular
dan juga memiliki peran penting dalam menginisiasi migrasi keratinosit dalam proses penye
mbuhan luka. H2O2 juga dilaporkan memiliki aktivitas yang baik dalam proses penyembuha
n luka, melalui penelitian yang dilakukan oleh Roy et al. Dalam konsentrasi yang rendah, H2
O2 memfasilitasi terjadinya angiogenesis luka secara in vivo. H2O2 menginduksi fosforilasi
FAK dalam jaringan yang luka secara in vivo dan di dalam lapisan dermal mikrovaskuler sel
endotelial. H2O2 menginduksi daerah fosforilasi spesifik (Tyr-925 dan Tyr-861) dari FAK.
Daerah lain yang sensitif terhadap H2O2 adalah daerah autofosforilasi Tyr-397. Faktor parak
rin dari stem sel mesenkimal juga berpengaruh terhadap makrofag dan sel endotelial, terutam
a dalam meningkatkan proses pemulihan luka. Bone marrow derived mesenchymal stem cells
(BM-MSCs) berperan dalam proses pemulihan luka yang dilepaskan dari jaringan dermal fibr
oblas. BM-MSCs menghasilkan sitokin dan kemokin yang berbeda, termasuk VEGF-α, IGF-
1, EGF, faktor pertumbuhan keratinosit, angiopoietin-1, faktor turunan stromal-1, makrofag i
nflamator protein-1 α dan β, serta eritropoietin. BM-MSCs dalam medium yang telah dikondi
sikan, secara signifikan dapat meningkatkan migrasi dari makrofag, keratinosit, dan sel endot
elial, serta proliferasi dari keratinosit dan sel endotelial, dibandingkan terhadap fibroblas dala
m medium yang telah dikondisikan. Jadi melalui penelitian yang telah dilakukan, faktor yang
dihasilkan oleh BM-MSCs dari makrofag dan sel endotelial ke dalam luka, meningkatkan pro
ses penyembuhan luka.
 Perawatan / Pemulihan Luka
Perawatan luka dapat dilakukan dengan menggunakan terapi pengobatan. Salah satunya a
dalah menggunakan selulosa mikrobial yang dapat digunakan untuk luka maupun ulser kroni
k. Selulosa mikrobial dapat membantu proses penyembuhan, melindungi luka dari cedera lebi
h lanjut, dan mempercepat proses penyembuhan. Selulosa mikrobial yang diperoleh dari bakt
eri Acetobacter xylinum menunjukkan potensi yang baik dalam sistem penyembuhan luka. K
ekuatan mekanik yang tinggi dan sifat fisik yang luar biasa dihasilkan dari struktur nano mem
bran.
Metode perawatan luka lainnya dengan balutan madu untuk pasien trauma dengan luka te
rbuka, dimana pasien tidak merasakan nyeri dibandingkan dengan penggunaan balutan norma
l salin povidon iodin. Selain itu dapat juga dilakukan modifikasi sistem vakum dalam perawat
an luka. Pemberian tekanan negatif dapat meningkatkan pengeluaran cairan dari luka, sehing
ga dapat mengurangi populasi bakteri dan udema, serta meningkatkan aliran darah dan pembe
ntukkan jaringan yang tergranulasi. Melalui metode ini, kondisi pasien dapat ditingkatkan kar
ena memberikan rasa nyaman yang lebih baik sebelum prosedur operasi.

2.4 KEMATIAN SEL


Sebelumnya sudah dibahas bahwa cidera dan kematian sel dapat disebabkan kekurang
an oksigen (hipoksia), bahan kimia, agen fisik, agen mikrobiologi dan mekanisme imun. Berd
asarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama
yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel).
Jejas Reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfolo
gi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu kead
aan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke ke
adaan semula dan sel itu akan mati. Kekurangan oksigen (hipoksia) adalah penyebab paling u
mum cedera dan kematian selular. Kondisi berikut dapat menimbulkan masalah seperti iskem
ia, trombosis, emboli, infark dan nekrosis (Tambayong, 2016). Cedera ini bersifat reversible
pada beberapa keadaan, atau dapat berlanjut menjadi permanen (ireversibel).
Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun setelah berk
embangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih mendalam, yaitu melalu
i apoptosis.
Nekrosis adalah kematian sel karena adanya kerusakan sistem membran. Kerusakan
membran ini disebabkan adanya aktivitas suatu enzim lisozim. Aktivitas enzim lisozim dapat
terjadi karena adanya kerusakan sistem membran, oleh suatu faktor tertentu, yang mengakibat
kan membran pembungkus enzim lisozim tersebut mengalami kebocoran. Adanya kebocoran
ini mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna protein- protein, baik ya
ng berada pada sitosol maupun protein-protein penyusun sistem membran dari sel tersebut.

2.5 ATROFI
Atrofi otot adalah kondisi ketika otot menyusut dan menipis akibat hilangnya jaringan
otot. Kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan pada ukuran dan kepadatan otot, serta hilan
gnya kekuatan otot.Atrofi otot umumnya terjadi ketika tubuh sulit atau tidak mampu bergerak
akibat cedera atau penyakit tertentu. Atrofi otot juga dapat disebabkan oleh malnutrisi energi
dan protein dalam jangka panjang.Atrofi otot dapat diatasi dengan perubahan gaya hidup, pol
a makan yang seimbang, olahraga, atau fisioterapi. Apabila diperlukan, dokter juga dapat me
mpertimbangkan tindakan operasi.
Atrofi adalah pembuangan sebagian atau seluruh bagian tubuh. Penyebab atrofi antara
lain mutasi (yang dapat merusak gen untuk membangun organ), nutrisi yang buruk, sirkulasi
yang buruk, hilangnya dukungan hormon, hilangnya pasokan saraf ke organ target, jumlah ap
optosis sel yang berlebihan, dan kurangnya gerakan atau penyakit intrinsik pada jaringan itu s
endiri. Dalam praktis medis input hormonal dan saraf yang mempertahankan bagian organ ata
u badan yang dikatakan memiliki efek trofik sebuah kondisi dimana trofik atau berkurang dis
ebut sebagai atrofi
Atrofi adalah proses fisiologis umum reabsorpsi dan kerusakan jaringan, yang melibat
kan apoptosis. Ketika atrofi terjadi sebagai akibat dari penyakit atau kehilangan dukungan tro
fik akibat penyakit lain, disebut sebagai atrofi patologis, meskipun dapat menjadi bagian dari
perkembangan normal tubuh dan homeostasis juga.
Penyebab Atrofi Otot
1. Atrofi otot dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, yaitu:
2. Otot tidak atau jarang digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya karena lumpuh a
tau tirah baring
3. Cedera
4. Luka bakar
5. Proses penuaan
6. Malnutrisi
7. Stroke
8. Kanker
9. Penggunaan obat kortikorsteroid dalam jangka Panjang

Atrofi otot juga dapat terjadi akibat penyakit atau kondisi medis yang menyebabkan otot men
jadi lemah atau membuat penderitanya kesulitan bergerak, yaitu:
 Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) atau penyakit Lou Gehrig
 Carpal tunnel syndrome
 Sindrom Guillain-Barré
 Multiple sclerosis
 Distrofi otot
 Neuropati
 Dermatomiositis
 Osteoarthritis
 Polio (poliomyelitis)
 Rheumatoid arthritis
 Cedera tulang belakang
 Kelainan genetik, seperti penyakit Kennedy
Gejala atrofi otot
Atrofi otot dapat menimbulkan gejala yang beragam, tergantung pada penyebabnya. Namun, t
anda utama dari kondisi ini adalah mengecilnya ukuran otot yang terkena atrofi.
Tanda dan gejala lain yang mungkin terjadi akibat atrofi otot antara lain:
Ukuran lengan atau kaki yang terkena atrofi lebih kecil daripada lengan atau kaki yang norma
l
 Kelemahan pada satu atau beberapa bagian tubuh
 Kesulitan dalam melakukan berbagai aktivitas, seperti berjalan, menelan, atau menjag
a keseimbangan
 Kapan harus ke dokter

Macam-macam Atropi :

1. Atrofi fisiologis: alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan atau kehidupan. Contoh: thymus, ductus omphalomesentericus.
2. Atrofi senilis mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut (aging process).
3. Atrofi setempat (local atrophy): atrofi setempat akibat keadaan-keadaan tertentu. Contoh:
menipisnya sternum (tl dada) pada aneurisma aorta
4. Atrofi inaktifitas (disuse atrophy): atropi yang terjadi akibat in aktifitas otot-otot yang men
gakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Misal: pada kelumpuhan otot akibat hilangnya persar
afan seperti pada poliomyelitis (atrophy neurotrofik).
5. Atrofi desakan (pressure atrophy): yang terjadi karena desakan yang terus- menerus atau de
sakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu alat tubuh atau jaringan mis:

 Atrofi desakan fisiologis: pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh (pada anak-
anak).
 Atrofi desakan patologis: pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di dae
rah substernal akibat syphilis. Akibat desakan yang tinggi dan terus menerus mengaki
batkan sternum menipis.

6. Atrofi endokrin penyakit Simmonds (kel.hipofisis)

2.6 HIPERTROPI dan ISKEMIK


A. Hipertropi
Hipertrofi (dari bahasa Yunani ὑπέρ "berlebihan" + τροφή "pengayaan gizi") adalah p
eningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran komponen sel. Ia harus dibedakan
dengan hiperplasia, yang dalam kondisi ini ukuran sel tetap akan tetapi jumlah sel yang berta
mbah. Meskipun hipertropi dan hiperplasia adalah dua proses yang berbeda, sering kali munc
ul bersamaan, seperti dalam kasus proliferasi yang dirangsang hormon serta perbesaran sel pa
da rahim saat kehamilan.
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pad
a organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beb
an kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertum
buhan sebagian besar struktur dalam sel.

Contoh hipertropi :
1. Hipertrofi otot
Hipertrofi otot adalah satu bentuk paling umum dan paling jelas dari hipertropi organ, muncul
pada organ otot rangka sebagai respon atas latihan fisik atau latihan beban. Tergantung jenis l
atihannya, hipertropi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume sarkoplasma atau men
ingkatnya protein kontraktil.
2. Hipertrofi ventrikular
Hipertrofi ventrikular adalah membesarnya ukuran ventrikel jantung. Perubahan ini sangat ba
ik untuk kesehatan jika merupakan respon atas latihan aerobik, akan tetapi hipertropi ventriku
lar juga dapat muncul akibat penyakit seperti tekanan darah tinggi.
3. Hipertrofi payudara
Gigantomastia adalah pertumbuhan ekstrem payudara, sebagai contoh masing-masing payuda
ra seberat 5 kg atau lebih. Gigantomastia dapat terjadi akibat komplikasi saat kehamilan, atau
sering kali gigantomastia anak saat pubertas.
4. Hipertrofi klitoris
Klitoromegali adalah gejala interseksualitas, karena klitoris membesar sehingga menyerupai
penis.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri
atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis c
ontohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantun
g jadi lebih berat.
Terjadi pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban kerja de
ngan cara meningkatkan jumlah sel (hyperplasia) melalui mitosis. Contoh sel yang tidak dapa
t mengalami mitosis, tetapi mengalami hipertropi yaitu sel otot rangka dan jantung.
Terdapat 3 jenis utama hipertrofi:
1. Hipertrofi fisiologis: terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel yang seh
at yaitu peningkatan massa otot setelah berolahraga.
2. Hipertrofi patologis: terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan sakit contoh.LVH seba
gai respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban jantung
3. Hipertrofi kompensasi: terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yan
g telah mati. Contoh. Hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel diginjal yang masih ada men
galami hipertrofi sehingga terjadi peningkatan ukuran ginjal.

B. Iskemik
Iskemik adalah kekurangan suplai darah local. Situasi ini dapat dibalik,yang berarti ba
hwa setelah aliran oksigen dilanjutkan, jaringan kembali ke fungsi normalnya. Penyakit iske
mik biasanya terjadi berkaitan dengan aterosklerosis, yaitu penyempitan pembuluh darah akib
at oenumpukan lipid atau lemak. Sebagai salah satu contoh keadaan ini yaitu angina pectoris
yang memiliki gelaja klinis seperti nyeri dada kiri yang hilang dengan istirahat.
Iskemia adalah kekurangan aliran darah ke jaringan atau organ tubuh akibat gangguan
di pembuluh darah. Kondisi ini dapat terjadi di seluruh tubuh, mulai dari tungkai, jantung, hin
gga otak. Tanpa pasokan darah yang cukup, jaringan atau organ tidak mendapat cukup oksige
n.
Jika terjadi cukup lama, jaringan atau organ tersebut tidak dapat berfungsi dengan bai
k, bahkan bisa mengalami kerusakan atau mati.Jika kerusakan atau kematian jaringan tersebu
t terjadi pada organ vital, seperti otak atau jantung, maka penderita bisa mengalami kondisi b
erbahaya, seperti stroke atau serangan jantung.

Penyebab iskemia
Iskemia paling sering terjadi akibat aterosklerosis, yaitu penumpukan plak di pembuluh darah.
Akibatnya, aliran darah pun menjadi terhambat. Penumpukan ini terjadi secara perlahan Sehi
ngga jarang disadari di pembuluh darah bisa pecah dan membentuk gumpalan darah. Gumpal
an darah ini bisa menyumbat pembuluh darah dan menghentikan aliran darah secara tiba-tiba.
Gumpalan darah tersebut juga dapat terlepas dan menyumbat pembuluh darah di area lain. Ko
ndisi ini disebut sebagai emboli.

Faktor risiko iskemia


Sejumlah faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami iskemia:
• Kondisi medis tertentu, seperti diabetes, hipertensi, hipotensi, kolesterol tinggi, trigliserida t
inggi, obesitas, gangguan pembekuan darah, anemia sel sabit, penyakit jantung, tumor, kelain
an otot atau tulang, kelainan darah, gagal ginjal, vaskulitis, serta kondisi peradangan, seperti
pankreatitis dan diverkulitis
• Kebiasaan merokok
• Konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan
• Penyalahgunaan NAPZA
• Cedera
• Jarang berolahraga
• Ukuran lingkar pinggang yang lebih dari 80 cm pada wanita dan 90 cm pada pria

Gejala Iskemia
Gejala yang muncul akibat iskemia tergantung pada lokasi terjadinya kondisi ini. Berikut ini
adalah gejala iskemia berdasarkan lokasinya:

1. Iskemia di jantung
Iskemia di jantung terjadi pada pembuluh darah koroner yang terhambat sebagian atau seluru
hnya. Iskemia jantung dapat menimbulkan serangan jantung. Gejala yang dapat muncul antar
a lain:
• Nyeri dada seperti tertekan
• Nyeri di leher, rahang, bahu, atau lengan
• Detak jantung menjadi lebih cepat
• Sesak napas, terutama saat melakukan aktivitas fisik
• Mual dan muntah
• Berkeringat dingin
• Pusing atau sakit kepala
• Lemas

2. Iskemia di usus
Iskemia di usus terjadi saat arteri di usus tidak mendapat pasokan oksigen yang cukup untuk
proses pencernaan. Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau dalam jangka panjang
(kronis). Gejala iskemia usus akut adalah:
• Nyeri perut secara tiba-tiba
• Diare
• Mual dan muntah
• Tinja mengandung darah
• Perut membesar
• Linglung pada penderita lanjut usia
Sementara, gejala iskemia usus kronis ditandai dengan:
• Nyeri perut atau kembung selama sekitar 30 menit setelah makan, lalu menghilang setelah 1
–3 jam
• Nyeri perut yang semakin memberat setelah beberapa minggu atau bulan
• Berat badan menurun
• Sembelit atau malah diare
• Mual
• Gangguan makan
• Stroke atau serangan jantung

3. Iskemia di otak
Iskemia di otak merupakan salah satu jenis stroke. Pada kondisi ini, pasokan darah pada arteri
otak terhambat sehingga sel otak kekurangan oksigen. Akibatnya, terjadi kerusakan atau kem
atian sel otak.
Gejala akibat iskemia otak meliputi:
• Lemah atau lumpuh pada setengah badan
• Bicara pelo dan kesulitan mengerti orang lain saat berkomunikasi
• Gangguan penglihatan, yang meliputi kebutaan pada satu mata atau penglihatan ganda
• Pusing atau vertigo
• Penurunan kesadaran
• Kehilangan kemampuan untuk mengontrol tubuh

4. Iskemia di tungkai
Iskemia di tungkai terjadi akibat penyakit arteri perifer, yaitu penimbunan plak di arteri tungk
ai. Gejala kondisi ini antara lain:
• Tungkai terasa nyeri meski sedang beristirahat
• Telapak kaki terasa nyeri atau mati rasa
• Kaki terasa dingin dan lemah
• Kulit tungkai tampak halus dan mengkilat kemudian menghitam
• Kuku kaki menebal
• Luka yang tidak kunjung sembuh

2.7 TROMBOSIS,EMBOLISNM & INFARK


A. SEL TROMBOSIS
Trombosis adalah pembentukan bekuan pada lapisan dalam (endotel) pembuluh darah. Trombosis d
apat menurunkan aliran darah atau secara total menyumbat pembuluh darah. Trombosis juga dapat ter
jadi pada lapisan endotel jantung (trombosis mural).
gambar trombosis
Trombus sering terjadi pada vena profunda kaki; bila pada jantung, dapat terlepas, menjadi e
mboli yang menyangkut di sirkulasi paru. Trombosis pada arteri dapat menghentikan aliran darah ke a
rea yang dialiri oleh pembuluh tersebut dan menyebabkan Iskemia atau infark pada area tersebut.

gambar tahap-tahap pembentukan felotrombosis

keterangan gambar :

1. Kerusakan intima; sirkulasi lambat;


2. Agregasi trombosit;
3. Sumbatan lumen vena;
4. Bekuan darah makin banyak.

B. SEL EMBOLISME
Emboli adalah kumpulan bekuan darah (thrombus) atau bisa juga dari substansi lain seperti kolesterol
yang terlepas dari pembuluh darah utama dan memasuki aliran darah yang dapat menuju kemana saja
dan menyebabkan berbagai masalah termasuk stroke, jantung koroner, gagal ginjal ataupun emboli pa
ru.

Gambar emboli yang berasal dari Trombus

Trombus yang terlepas menjadi massa yang berkeliling di dalam darah. Proses ini dise- but embolisasi
trombotik. Tipe emboli paling umum berasal dari trombus, tetapi dapat berasal dari substansi lain sepe
rti lemak, deposit pada katup jantung yang terlepas, atau partikel asing. Bila embolus timbul dalam pe
redaran vena, maka akan terperangkap dalam sirkulasi paru. Bila embolus berasal dari jantung kiri, da
pat terjadi embolisme di sembarang tempat sepanjang aliran arteri.
C. INFARK
Penutupan aliran darah berakibat infark, yaitu matinya sel-sel yang diperdarahi. Disebut juga
dengan nekrosis iskemik. Infark ini macam-macam yaitu infark pucat, infark hemoragis, dan infark ba
kterial. Infark pucat terlihat pada jaringan padat yang kehilang- an sirkulasi arterialnya sebagai akibat
dari iskemia. Infark merah atau hemoragis lebih sering pada sumbatan vena atau pada jaringan yang
mengalami bendungan. Pertumbuhan bakteri umum terjadi dan mungkin ada di suatu area atau mungk
in dibawa ke area tersebut. Klasifikasi infark septik ditambahkan bila ada bukti infeksi bakteri pada ar
ea tersebut. Gangren adalah contoh infark dimana kematian sel iskemik diikuti oleh per- tumbuhan ba
kteri.
2.8 KONGESTI
Kongesti merupakan penyebab utama masuknya kembali pasien ke rumah sakit karen
a perburukan gagal jantung. Diuretik diberikan pada sebagian besar pasien untuk mengurangi
kongesti. Namun dekongesti yang adekuat tidak selalu tercapai, dan sisa kongesti pada saat di
pulangkan akan berkaitan dengan angka kematian dan tingkat rawat inap yang tinggi.
Kongesti pada suatu jaringan merupakan masalah yang sering terjadi, meskipun kapa
sitas link dari suatu jaringan tersebut diperbesar.Kongesti ditandai dengan warna merah pada
sel hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan darah di dalam pembuluh darah. , Kongesti
terjadi akibat reaksi keradangan dan kerusakan bagian organ. Kongesti merupakan proses pas
if yang disebabkan oleh menurunnya aliran darah venous. Kongesti akan menunjukkan perub
ahan warna merah, bergantung derajat oksigenasi darah
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sel adalah unit structural dan fungsional terkecil dari tubuh manusia, kerusakan pada
sel dapat dapat berlanjut menjadi kerusakan jaringan.Berbagai cidera setiap saat akan dialami
oleh sel dengan berbagai penyebab seperti hipoksia, agen fisik, kimia, agen mikrobiologi dan
mekanisme imun. Oleh karena itu sel harus melakukan mekanisme adaptasi dalam berbagai b
entuk seperti atropi, hyperplasia, hipertropi dan metaplasia.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawas
an para pembaca.Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam bentuk penulisan kata
dan kalimat yang kurang jelas, kurang dimengerti, tentunya banyak kekurangan dan kelemah
an karena terbatasnya pengetahuan yang kami miliki.Kami juga sangat mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diterima dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan ,Annas Budi & Yani. 2020. Patofisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jawa Te
ngah: CV.
Pena Persada.Tambayong, Jan. 2016. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi . Jakarta. EGC
Sudiana,Ketut I.2008.Patobiolgi Molekuler Kanker. Jakarta: Salemba Medika
Review sistematik: proses penyembuhan dan perawatan luka Handi Purnama, Ratnawulan S
Sriwidodo, S Ratnawulan Farmaka 15 (2), 251-256, 2017

Anda mungkin juga menyukai