Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH : ILMU DASAR KEPERAWATAN II

DOSEN : MURNANDIS,S.Kep

MAKALAH

(ADAPTASI SEL)

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK I

1. ANGGUN RAMADHANI
2. NUR ALIAH
3. YUSRIL HANAPI

ILMU KEPERAWATAN

STIKES BARAMULI PINRANG

AKADEMIK 2018 / 2019


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu
Dasar Keperawatan II dengan judul “Adaptasi Sel”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian,dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................. 2

D. Manfaat ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Adaptasi Sel .................................................................................... 3

B. Macam-macam Adaptasi Sel............................................................................ 4

C. Mekanisme Adaptasi Sel .................................................................................. 8

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 14

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sel adalah unit fungsional terkecil suatu organisme. Sel-sel yang memiliki
asal embrionik atau fungsi yang sama akan membentuk suatu organisasi yang
memiliki fungsional lebih besar yaitu jaringan. Jaringan ini kemudian akan
bergabung untuk membentuk struktur tubuh dan organ-organ. Meskipun sel-
sel di setiap jaringan dan organ memiliki variasi struktur dan fungsi yang
berbeda,ada beberapa karakteristik umum yang dimiliki semua sel. Sel
memiliki kemampuan untuk mendapatkan energi dari nutrien organik di
sekitarnya,mensintesis berbagai kompleks molekul dan bereplikasi (
Mattson,2006).

Salah satu kemampuan sel adalah beradaptasi dengan lingkungannya.


Kemampuan sel untuk beradaptasi sangat penting karena setiap hari,bahkan
hampir setiap detik,sel-sel tubuh terpapar oleh berbagai kondisi. Adaptasi juga
dibutuhkan oleh sel untuk menghadapi suatu kondisi fisiologis tubuh itu
sendiri,contohnya perbesaran ukuran uterus saat wanita hamil. Terkadang
gangguan proses adaptasi ini bisa menjadi awalan dari suatu mekanisme awal
terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mempelajari
adaptasi sel agar pembelajaran mengenai mekanisme terjadinya suatu penyakit
dapat lebih mudah dipahami ( Mattson,2006).

B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana mekanisme atrofi ?
2.Bagaimana mekanisme hipertrofi ?
3.Bagaimana mekanisme hiperplasia ?
4.Bagaimana mekanisme metaplasia ?\\

1
C. Tujuan
1.Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme atrofi
2.Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hipertrofi
3.Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hiperplasia
4.Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme metaplasia

D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme
atrofi
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme
hipertrofi
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme
hiperplasia
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme
metaplasia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Adaptasi Sel


Sel beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal,seperti total
organisme beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan eksternal. Sel
dapat beradaptasi dengan melakukan perubahan ukuran,jumlah dan jenis.
Perubahan ini,yang terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi,dapat
menyebabkan atrofi,hipertrofi,hiperplasia,metaplasia dan displasia (
Mattson,2006).

Dalam kondisi normal,sel harus secara konstan beradaptasi terhadap


perubahan lingkungannya. Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respon sel
terhadap perangsangan normal oleh hormon atau mediator kimiawi endogen (
misalnya,pembesaran payudara dan induksi laktasi oleh kehamilan). Adaptasi
patologik sering berbagi mekanisme dasar yang sama tetapi memungkinkan
sel untuk mengatur lingkungannya dan idealnya melepaskan diri dari cedera.
Jadi,adaptasi selular merupakan keadaan yang berada di antara kondisi
normal,sel yang tidak stres dan sel cedera yang stres berlebihan (
Robbins,2007).

Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme. Beberapa


respons adaptif melibatkan up regulation atau down regulation reseptor
seluler spesifik; misalnya reseptor permukaan sel yang terlibat pada
pengambilan LDL (low denisty lipoproein) normalnya dow-regulated saat sel
kelebihan kolesterol. Respon adaptif lainnya berhubungan dengan induksi
sintesis protein baru oleh sel target. Protein ini,misalnya protein syok
panas,dapat melindungi sel dari bentuk cedera tertentu. Masih adaptasi
lain,melibatkan pertukaran dari menghasilkan satu jenis protein menjadi yang
lain,atau produksi berlebih protein yang tertentu;contoh kasus adalah pada sel
yang menyintesis berbagai kolagen dan matriks protein ekstrasel pada

3
intlamasi kronik dan fibrosis. Jadi,respon adaptif seluler dapat terjadi di setiap
tahap,termasuk ikatan reseptor;tranduksi sinyal;atau transkripsi,translasi atau
ekspor,protein ( Robbins,2007).

B. Macam-macam Adaptasi Sel


1.Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel disebut atrofi.
Apabila mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak,seluruh jaringan
atau organ berkurang massanya,menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa
walaupun dapat menurun fungsinya ,sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang
berlawanan,kematian sel terprogram ( apoptotik) bisa juga diinduksi oleh
sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat menyebabkan
hilangnya sel pada “atrofi” seluruh organ (Robbins,2007).
Penyebab atrofi,antara lain berkurangnya beban kerja (misal,imobilisasi)
anggota gerak yang memungkinkan proses penyembuhan fraktur),hilangnya
persarafan,berkurangnya suplai darah,nutrisi yang tidak adekua,hilangnya
rangsangan endokrin dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat
fisilogis (misal,hilangnya rangsangan hormon pada menopause) dan patologi
lain (misal,denervasi),perubahan selular yang mendasar bersifat identik.
Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel menjadi berukuran lebih
kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup;suatu keseimbangan baru
dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah,nutrisi,atau
stimulasi trofik (Robbins,2007).

2.Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan.


Hipertrofi adalah suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat
peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi
meningkat,menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur
intrasel,termasuk mitokondria,retikulum endoplasma,vesikel intrasel dan

4
protein kontraktil. Kondisi ini membuat sintesis protein meningkat
(Crowin,2009).

Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi


terhadap peningkatan beban kerja dengan cara meningkatkan jumlah mereka
(hiperplasia) melalui mitosis. Contoh sel yang tidak dapat mengalami
mitosis,tetapi mengalami hipertrofi maupun hiperplasia (crowin,2009).

Terdapat tiga jenis utama hipertrofi (crowin,2009) :

1. Hipertrofi fisiologis
Terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara
sehat ( peningkatan masa ∕ ukuran otot setelah berolahraga).
2. Hipertrofi patologis
Terjadi sebagai respon suatu keadaan sakit,misalnya hipertrofi ventrikel
kiri sebagai respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban
kerja jantung.
3. Hipertrofi kompensasi
Terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang
telah mati. Contoh,hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel di ginjal
masih ada mengalami hipertrofi sehingga peningkatan ukuran ginjal
secara bermakna.
Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat,atau stimulus yang
diterimanya maningkat,maka untuk mencapai keseimbangan dalam
merespon hal tersebut,sel akan mengalami hipertrofi
( McKenna, 1994). Sebaliknya bila stimulus berkurang atau terjadi
penurunan aktivitas sel,maka sel tersebut akan mengalami atropi
( Robbins,2007).

3.Hiperplasia

5
Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau
jaringan. Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering kali terjadi
bersamaan dalam jaringan sehingga keduanya berperan terhadap
penambahan ukuran organ secara menyeluruh ( misal,uterus yang hamil ∕
uterus gravid). Namun demikian,pada kondisi tertentu,bahkan sel secara
potensial sedang membelah,seperti sel epitel ginjal,mengalamai hipertrofi
tetapi tidak hiperplasia. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik
(Robbins,2007).
Hiperplasia fisiologik dibagi menjadi (Robbins,2007) :
a. Hiperplasia hormonal,ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar
payudara perempuan saat masa pubertas dan selama kehamilan.
b. Hiperplasia kompensatoris,yaitu hiperplasia terjadi saat sebagian jaringan
dibuang atau sakit. Misalnya,saat hati (hepar) direseksi sebagian,aktivitas
mitotik pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam
berikutnya,tetapi akhirnya terjadi perbaikan hati ke berat normal.
Rangsang untuk hiperplasia pada kondisi ini adalah faktor pertumbuhan
polipeptida,yang dihasilkan oleh sisa-sisa hepatosit (sel hepar) serta sel
non parenkimal yang ditemukan dihati. Setelah perbaikan massa
hati,proliferasi sel “dihentikan” oleh sebagai inhibitor pertumbuhan.
Hiperplasia juga merupakan respons kritis sel jaringan ikat pada
penyembuhan luka;pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor
pertumbuhan dan pembuluh darah berproliferasi untuk mempermudah
perbaikan (Robbins,2007). Sebagian besar bentuk hiperplasia patologi
adalah contoh stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal yang berlebih.
Misalnya,setelah periode menstruasi normal,terjadi ledakan aktivitas
endometrium proliferatif yang secara esensial merupakan hiperplasia
fisiologik. Proliferasi ini secara normal sangat diatur oleh rangsangan
melalui hormon hipofisis dan estrogen ovarium dan oleh inhibisi melalui
progesteron. Namun demikian,jika terjadi gangguan keseimbangan antara
estrogen dan progesteron,terjadi hiperplasia endometrial,penyebab lazim
perdarahan menstruasi abnormal. Peningkatan sensitivitas terhadap kadar

6
normal faktor pertumbuhan juga dapat mendasari terjadinya hiperplasia
patologik. Jadi,kutil yang sering terjadi dikulit disebabkan oleh peningkatan
ekspresi berbagai faktor transkripsi oleh papillomavirus penginfeksi;setiap
stimulasi tropik minor pada sel oleh faktor pertumbuhan,menghasilkan
aktivitas mitotik. Penting dicatat bahwa pada kedua situasi tersebut,proses
hiperplasti tetap dikontrol;jika rangsangan faktor hormonal atau faktor
pertumbuhan hilang,hiperplasia menghilang. Hal tersebut yang
membedakannya dengan kanker;sel akan terus tumbuh walaupun tidak ada
rangsangan faktor hormonal. Namun, hiperplasia patologik merupakan tanah
yang subur,yang akhirnya dapat munculproliferasi kanker. Oleh karena
itu,pasien dengan hiperplasia endometrium beresiko lebih besar mengalami
kanker endometrium dan infeksi papillomavirus tertentu menjadi
predisposisi kanker serviks (Robbins,2007).
4.Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversibel;pada perubahan tersebut satu
jenis sel dewasa (epitheal atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa
lain. Metaplasia merupakan adaptasi selular,yang selnya sensitif terhadap
stress tertentu,digantikan olejh jenis sel lain yang lebih mampu bertahan
pada lingkungan kebalikan. Metaplasia diperkirakan berasal daari
“pemrograman kembali” genetik sel stem epithelial atau sel mensenkimal
jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi (Robbins,2007).
Metaplasia epithelial ditunjukkan dengan perubahan epitel gepeng yang
terjadi pada epitel saluran napas perokok kretek (kebiasaan). Sel epitel
silindris bersilia normal pada trakea dan bronkus,secara fokal atau
luas,diganti dengan sel epitel gepeng bertingkat. Defisiensi vitamin A juga
dapat menginduksi metaplasia silindris pada epitel respirasi (Robbins,2007).
Walaupun epitel metaplastik adaptif mungkin mempunyai keuntungan
dalam daya tahan hidup. Mekanisme perlindungan yang penting
hilang,seperti sekresi mucus dan pembersihan silia material berukuran
partikel. Oleh karena itu,metaplasia epitel merupakan pedaang bermata
dua;selain itu,pengaruh yang menginduksi transformasi metaplastik,jika

7
menetap,dapat menginduksi transformasi kanker pada epitel yang
metaplastik. Jadi pada bentuk umum kanker paru,metaplasia skuamosa
epitel pernafasan sering kali muncul bersamaan dengan penyusun kanker sel
skuamsa maligna. Walaupun tidak terbukti diduga bahwa merokok aawalnya
menyebabkan metaplasia skuamosa,dan kanker terjadi kemudian ada
beberapa fokus yang berubah itu. Metaplasia tidak selalu menjadi pada
epitel selapis menjadi gepeng; pada refluks lambung kronik,epitel skuamosa
bertingkat normal pada esophagus bawah dapat mengalami transformasi
metaplastik menjadi epitel silindris tipe usus halus atau lambung
(Robbins,2007).
Metaplasia juga dapat terjadi pada sel mensenkimal,tetapi kurang jelas
seperti suatu respon adaptif. Oleh karena itu,tulang atau kartilago dapat
terbentuk dalam jaringan,yang dalam keadaan normal,tidak dapat. Misalnya,
tulang kadang-kadang terbentuk dalam jaringan lunak,terutama (tetapi tidak
selalu) di tempat terjadinya jejas (Robbins,2007).

C. Mekanisme Adaptasi Sel


1.Mekanisme atrofi
Atrofi menggambarkan pengurangan komponen struktural sel;
mekanisme biokimiawi yang mendasari proses tersebut bervariasi, tetapi
akhirnya memengaruhi keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis
yang berkurang,peningkatan katabolisme,atau keduanya,akan menyebabkan
atrofi. Pada sel normal,sintesis dan degradasi isi sel dipengaruhi sejumlah
hormon,termasuk insulin, TSH (hormone perangsang tiroid),dan
glukokortikoid.
Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada
atrofi. Sel mamalia mengandung dua sistem proteolitik yang menjalankan
fungsi degradasi berbeda yaitu :
1. Lisosom mengandung protease dan enzim lain pendegradasi molekul
yang diendositosis dari linkungan ekstrasel, serta mengatabolisme

8
komponen subselular,seperti organela yang menunjukkan proses penuaan
(senescent).
2. Jalur ibiquitin-proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak
protein sitosolik dan inti. Protein yang di degradasi melalui proses
ini,secara khas menjadi sasaran oleh konjugasi ubiquitin,peptida 76-asam
amino sitosolik. Protein ini kemudian didegradasi dalam
proteasome,kompleks proteolitik sitoplasmik besar. Jalur ini
menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik
(termasuk kakeksia kanker) dan pengaturan berbagi molekul aktivasi
intrasel.
Pada banyak situasi,atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah
vakuola autofagik,fusi lisosom dengan organela dan sitosol intrasel
memungkinkan katabolisme dan pembongkaran komponen selnya sendiri
pada sel yang atrofi. Beberapa debris sel di dalam vakuola autofagositik
dapat menahan digesti dan menetap sel agal badan residu yang terikat
membran (misal,lipofuscin).
Secara umum,seluruh perubahan dasar selular (dalam hal ini merupakan
perubahan kearah atrofi) memiliki proses yang sama,yaitu menunjukkan
proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun,sel tersebut
masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walaupun sel yang atropi
mengalami kemunduran fungsi,sel tersebut tidak mati.
Atrofi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel
yang mengalami atrofi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang
sedikit,begitu pula dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan
reticulum endoplasma. Akan tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi
yang dapat memakan ∕ merusak sel itu sendiri.
Atrofi juga dipengaruhi oleh proses autofagi yang terdapat dalam sel.
Pada proses ini organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari
sitoplasma dalam vakuola autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom
RER. Kemudian,berdifusi dengan lisosom primer yang sebelumnya telah
ada,membentuk autofagolisosom. Autofagi merupakan fenomena umum

9
yang terlibat dalam penyingkiran organela rusak atau mati,dan pada
perbaikan kembali (remodelling) sel yang disertai diferensiasi sel. Autofagi
terutama terjadi pada sel yang mengalami atrofi,yang diinduksi oleh
kekurangan zat nutrisi atau hormon.
Enzim dalam lisosom dapat mengkatabolisme lengkap sebagian besar
protein dan karbohidrat,walaupun beberapaa lipid masih tidak dapat dicerna.
Lisosom dengan debris yang tidak dicerna,bisa menetap dalam sel sebagai
bahan-bahan residual ataau bisa dipaksa keluar. Granual pigmen lipofuscin
menunjukkan material yang tidak dapat dicerna,yang dihasilkan dari
perooksidasi lipid intrasel,dan pigmen tertentu yang tidak dapat dicerna
seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau pigmen yang
dinokulasi pada tato,dapat menetap dalam fagolisosom suatu makrofag
selama beberapa dekade.

2. Mekanisme hipertrofi

Sel otot lurik,baik pada otot jantung maupun rangka,dapat mengalami


hipertrofi saja akibat respons terhadap peningakatan kebutuhan sel karena
pada orang dewasa,sel itu tidak dapat membelah membentuk sel yang lebih
banyak untuk membagi beban kerjanya. Akibatnya,sintesis protein dan
miofilamen yang lebih banyak di tiap sel,diduga mencapai keseimbangan
antara kebutuhan dan kapasitas fungsional sel;hal ini memungkinkan
peningkatan beban kerja dengan tingkat aktivitas metabolik per unit volume
sel yang tidak berbeda dari yang dikeluarkan oleh sel normal. Namun
demikian,perubahan adaptif tersebut tidak semuanya bersifat
jinak;perubahan tersebut dapat juga menyebabkan perubahan dramatis pada
fenotip selular. Jadi,pada kelebihan beban volume jantung kronik,beragam
gen yang secara normal hanya ditunjukkaan pada jantung neonates
diaktifkan kembali,dan protein kontraktil berubah menjadi isoform
fetal,yang berkontraksi lebih lambat. Nuklea pada sel hipertrofik tersebut
juga memiliki kandungan DNA yang lebih tinggi dibandingkan sel

10
miokardial normal,kemungkinan karena sel itu berhenti pada siklus sel tanpa
mengalami mitosis sel.

Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung melibatkan paling sedikit


dua macam sinyal: pemicu mekanis,seperti regangan;dan pemicu
trofik,seperti aktivasi reseptor a-adrenergik. Selain itu hipertrofi juga
didukung dengan berbagai aktivasi growth factor (TGF-β ,insulin-like
growth factor-1,fibroblast growth factor) serta agen vasoaktif (agonis a-
adrenergik,endothelin-1,angiotensin-II).

Hipertrofi memiliki dua jenis,yaitu hipertrofi fisiologis yang melalui


jalur phosphoinositide 3-kinase ∕ Akt,dan hipertrofi patologis yang melalui
jalur mekanisme signaling downstream of G protein-coupled receptors.

Apa pun mekanisme yang menyebabkan hipertrofi,akan tercapai suatu


batas yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan
kompensasi untuk peningkatan beban;pada kasus jantung,dapat terjadi gagal
jantung. Pada stadium ini,terjadi sejumlah perubahan “degeneratif” pada
serabut miokardial,yang terpenting di antaranya adalah fragmentasi dan
hilangnya elemen kontraktil miofibrilar. Faktor yng membatasi berlanjutnya
hipertrofi dan menyebabkan perubahan regresif belum sepenuhnya
dipahami. Mungkin terdapaat vaskularisasi dalaam jumlah yang terbatas
untuk menyuplai secar adekuat serabut yang mengalami pembesaran,untuk
menyupai ATP,atau fungsi biosintesis untuk menunjukkan protein kontraktil
atau unsure sitoskeleton lain.

3. Mekanisme hiperplasia

Rangsangan yang menginduksi hiperplasia bisa fisiologis atau patologis.


Hiperplasia fisiologis dapat terjadi sebagaai hasil stimulasi
hormonal,peningkatan kebutuhan fungsional,atau sebagai mekanisme
kompensasi. Pembesaran payudara dan uterus selama kehamilan adalah
contoh dari hiperplasia fisiologis yang distimulasi estrogen. Contoh lain

11
adalah kebutuhan hormon paratiroid yang meningkat,seperti pada kasus
gagal ginjal kronis,akan menyebabkan hiperplasia kelenjar paratiroid.
Selain itu proses regenerasi dari hati yang terjadi setelah hepatektomi
parsial (pengambilan parsial hati) adalah contoh dari hiperplasia
kompensasi. Dalam penyembuhan luka,hiperplasia jaringan ikat juga
mekanisme yang sangat penting untuk berkontribusi dalam proses
penyembuhan.

Meskipun hipertrofi dan hiperplasia adalah dua proses yang


berbeda,mereka mungkin terjadi bersamaan dan sering dipicu oleh satu
pemicu yang sama. Contohnya adalaah pada uterus ibu pada saat proses
kehamilan akan mengalami baik hipertrofi dan hiperplasia akibat stimulasi
estrogen.

Sebagian besar bentuk hiperplasia patologis disebabkan karena stimulasi


hormon atau efek dari faktor pertumbuhan yang berlebihan.produksi
hormon estrogen yang berlebihan dapat menyebabkan endometrium dan
perdarahan haid yang tidak normal. Benign prostatic hyperplasia,yang
merupakan gangguan umum pria berusia lebih tua dari 50 tahun,diduga
terkait dengan tindakan sinergis estrogen dan androgen. Kulit pada kulit
adalah contoh lain hiperplasia disebabkan oleh faktor pertumbuhan yang
dihasilkan oleh human papilloma virus.

4. Mekanisme metaplasia

Metaplasia yang paling umum adalah sel saluran pernapasan dari sel
epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai
respons terhadap merokok jangka panjang. Sel bersilia yang penting untuk
mengeluarkan kotoran,mikroorganisme,dan toksin disaluran
pernapasan,mudah mengalami cidera oleh asap rokok. Namun sel-sel ini
tidak memiliki peran pelindung seperti sel-sel epitel skuamosa.

Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang stem cells yang


sudah ada signal kemudian distimulus oleh sitokin,growth factor,dan

12
komponen matriks ekstraseluler,yang berlanjut pada diferensiasi stem
cell,yang melibatkan gen pengatur differensiasi yaitu gen-2.

13
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1.Terdapat dua sistem proteolitik yang menjalankan degradasi sel yang
akhirnya berujung pada atrofi sel,yaitu diperankan oleh lisosom dan adanya
jalur ubiquitin-proteasom.
2.Mekanisme hipertrofi disebabkan oleh induksi berupa sensor
mekanis,growth factors,dan beberapa gen vasoaktif. Terdapat dua jalur pada
mekanisme hipertrofi,yaitu phosphoinositide 3-kinase ∕ Akt dan signaling
downstream of G protein-coupled receptors.
3.Mekanisme hiperplasia disebabkan oleh peningkatan aktifitas growth factor
dan aktivasi lintasan signal intraseluler yang menyebabkan peningkatan
produksi faktor transkripsi sehingga memicu aktivasi gen-gen selular dan
kemudian berproliferasi sel matur.
4.Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang stem cells yang
sudah ada. signal stimulasi sitokin,GF,komponen matriks ekstraseluler
diferensiasi stem cell dan melibatkan gen-2 pengatur diferensiasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia, Dokumen. Isi Makalah Adaptasi

https://dokumen.tips/documents/isi-makalah-adaptasidocx.html. Diakses 21 Mei 2019

15

Anda mungkin juga menyukai