Anda di halaman 1dari 23

Pendesainan Pembelajaran IPAS Menggunakan Media Interaktif

Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi


Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI
SD 046/XI Koto Tengah

MINI RISET

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah: MPDR5102 Integrasi Teori dan Praktik Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. Iva Sarifah, M.Pd.

Oleh
TRENDI MAHENDRA
NIM 501163222

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
Pendesainan Pembelajaran IPAS Menggunakan Media Interaktif
Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI
SD 046/XI Koto Tengah
Oleh
TRENDI MAHENDRA
Abstrak

Penelitian Desain pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan adanya temuan


peneliti bahwa masih banyak tenaga pendidik di SDN 046/XI Koto Tengah yang
mengalami kesulitan dalam menemukan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan
dan dinilai tidak sesuai dengan kondisi nyata peserta didiknya. Dampaknya,
sebagian besar guru di SDN 046/XI Koto Tengah masih mengajar secara
konvensional sehingga siswa belum mampu memahami materi pembelajaran secara
mendalam. Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan desain pembelajaran
dengan menggunakan media interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction
sehingga dapat Menjelaskan kepraktisan produk pengembangan media ajar
interaktif berbasis CAI pada materi perkembangbiakan tumbuhan bagi siswa kelas
VI SDN 046/XI Koto Tengah. Penelitian ini menggunakan metode research and
development yang diadaptasi melalui tahapan Borg and Gall. Subjek penelitian
adalah ahli materi, ahli media, dan sasaran pengguna media yang merupakan
peserta didik kelas VI SDN 046/XI Koto Tengah. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan angket dan tes (pre-test dan post-test). Data yang
diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisis non statistik dan statistik. Dari
analisis data yang dilakukan maka akan dilihat tingkat kevalidan media yang
dikembangkan pada desain pembelajaran IPAS. Selanjutnya juga akan dilihat
tingkat signifikasi penggunaan media CAI terhadap hasil belajar siswa. Media CAI
(computer assisted instruction) dikembangkan secara bertahap, meliputi validasi
materi, validasi media, uji coba pendahuluan, dan uji coba lapangan. Media CAI
(computer assisted instruction) yang telah dikembangkan dapat digunakan sebagai
media ajar alternatif untuk kurikulum merdeka belajar. Hal ini dibuktikan dengan
hasil validasi materi yang mendapatkan nilai 87,2; validasi media yang
mendapatkan skor 89; tanggapan siswa mendapatkan 84,4; dan peningkatan hasil
belajar siswa yang diperoleh sesuai hasil hitung tempirik = 3,07 lebih besar dari
tteoritik = 2,000.

Kata Kunci : Desain Pembelajaran, Media Interaktif Berbasis CAI, Hasil belajar.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang melaju dengan cepat danvilmu
pengetahuan di Indonesia yang harus mengikuti perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Oleh karenanya, dunia pendidikan ini tidak dapat
dipisahkan dari berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi karena
kemajuan teknologi berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan (Ana
Maritsa dkk, 2021). Hal ini karena teknologi informasi dan komunikasi
mempunyai pengaruh penting dalam ilmu pengetahuan dimana dalam ilmu
pengetahuan para peserta didik di ajarkan tentang gejala dan fakta alam dan
dengan adanya teknologi ini manusia megunakan teknologi untuk menerapkan
ilmu pengetahuan tersebut (Dian Rahadian, 2017). Sejalan dengan kondisi di
SDN 046/XI Koto Tengah untuk menyadari pentingnya peran teknologi yang
tepat sasaran untuk memastikan berjalannya layanan Pendidikan bagi peserta
didik di sekolah terpencil sebagaimana contohnya internet dapat dimanfaatkan
sebagai referensi tambahan dalam media pembelajaran.
Upaya yang dilakukan oleh SDN 046/XI Koto Tengah dalam
meningkatkan kemajuan sekolah dan pendidikan dengan mengadakan inovasi
yang positif pada media interaktif merupakan usaha sadar yang dilaksanakan
sebagai bentuk respon terhadap pesatnya perkembangan IPTEK. Sebagai tenaga
pendidik, harapan guru adalah sekolah didorong supaya tidak ketinggalan dalam
hal mengenai canggihnya teknologi dengan menyediakan perangkat elektronik
yang mendukung proses pembelajaran. Sarana dan prasarana yang baik dan
lengkap akan menjadikan kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif dan
efisien (Hariza Noor Perdani, 2019). Pada tahun 2021, di SDN 046/XI Koto
Tengah sudah tersedia beberapa perangkat IPTEK seperti Infokus, Proyektor
Layar Tancap dan Wifi sebagai sarana pendukung dalam menciptakan media
pembelajaran berbasis computer seperti halnya menggunakan proyeksi, grafis,
dan pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran.
Hal ini harus sejalan dengan kesiapan sumber daya manusia dalam
melaksanakan proses pembelajaran berbasis teknologi tersebut. Misalnya guru
mesti membuat desain pembelajaran yang sejalan dengan penggunaan IPTEK
agar tercapainya tujuan pembelajaran secara efektif. Oleh karenanya, guru
dituntut mampu membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pembelajaran
yang efektif dan menarik (Nuryati dkk, 2017). Dengan demikian, salah satu cara
yang dilakukan dengan mengkombinasikan metode, media, dan strategi
pembelajaran merupakan hal yang bersifat kreatif untuk dapat meningkatkan
kebermanfaatan dalam penggunaan IPTEK. Harapannya adalah melalui
penambahan media belajar computer kedalam proses pembelajaran dalam kelas
akan mengatasi permasalahan yang ada dengan merubah pola belajar siswa
menjadi lebih aktif sehingga meningkatkan minat siswa dalam mengikuti mata
pelajaran IPAS khususnya pada materi perkembangbiakan tumbuhan.
Selanjutnya, guru juga melakukan modifikasi pada proses pembelajaran dengan
adanya kombinasi metode, media dan strategi terhadap penggunaan IPTEK yang
akan menambah keterampilan guru di era kekinian.
Penggunaan media pembelajaran interaktif berbasis computer dirancang
sebagai upaya peningkatan pengetahuan siswa karena media computer assisted
instruction memiliki ciri khas menyenangkan, interaktif, artistik juga bervariasi
(Mellinda Yustita Ramadhina dkk, 2023). Sebagai bentuk Upaya dalam
menemukan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai sesuai dengan
kondisi nyata peserta didiknya maka Selanjutnya pemilihan media berbasis
computer assisted instruction dikarenakan mengikuti trend modernisasi yang
cenderung sesuai perkembangan teknologi saat ini, pada pengembangan ini
computer sebagai media yang berfungsi sebagai pengoptimalan fasilitas yang
tersedia di SDN 045/XI Koto Tengah untuk alternatif strategi memecahakan
permasalahan yang ada.
Selain itu, tenaga pendidik mampu mendesain pembelajaran sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
Pendidikan yang ada lingkungan sekolah tersebut seperti masalah geografis yaitu
jarak antara SDN 045/XI Koto Tengah dengan pusat Pendidikan di Kota Sungai
Penuh, keterbatasan alokasi dana dan terbatasnya tenaga pendidik yang sesuai
dengan keahlian dan keterampilan. Pada Pada tanggal 04 September 2022,
Universitas Terbuka dan Pemerintah Kota Sungai Penuh Berdasarkan MoU pada
tanggal 04 September 2022 di UT Convention Center. Berdasarkan kerja sama
tersebut, Pemerintah Kota Sungai Penuh mendorong guru-guru yang ada
ditingkatan SMP dan SD melanjutkan Pendidikan ke jenjang S2 dan S3 dengan
menggunakan layanan Non TTM seperti e-learning dan perpustakaan digital
sehingga keterampilan guru dalam mengimplementasikan Media Interaktif
semakin meningkat semisalnya Computer Assisted Instruction.
Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mengembangkan materi
Perkembangbiakan Tumbuhan dengan Menggunakan Media Interaktif Berbasis
Computer Assisted Instruction. Dengan judul “Pendesainan Pembelajaran IPAS
Menggunakan Media Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada
Materi Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah”.

1. Identitifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan berikut :
1) Tuntutan yang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada
penggunaan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai tidak
sesuai dengan kondisi nyata peserta didiknya mengarahkan siswa untuk
berpikir procedural dan menyulitkan siswa untuk memahami materi
secara mendalam.
2) Pembelajaran IPAS masih banyak yang belum maksimal dalam
memfasilitasi interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga ada
keluhan yang dialami siswa dalam mempelajari materi dari buku teks
pelajaran yakni susah memahami materi IPA karena memerlukan
pemahaman konsep dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dikaji lebih
terarah maka masalah-masalah tersebut peneliti batasi sebagai berikut :
1) Penelitian ini dilakukan di kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah pada
satu pokok bahasan tentang operasi hitung pada pecahan.
2) Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME).
3) Pengembangan Pembelajaran yang dimaksud adalah pengembangan
yang lebih menekankan terhadap penanaman konsep yang benar dari
sebuah permasalahan matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan penelitian dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1) Bagaimana Pendesainan Pembelajaran IPAS Menggunakan Media Interaktif
Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi Perkembangbiakan
Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah ?
2) Bagaimana kelayakan Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah?
3) Bagaimana efektifitas Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1) Mendesain Media Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction dalam
Pembelajaran IPAS Pada Materi Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI
SD 046/XI Koto Tengah.
2) Menguji kelayakan Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah.
3) Menguji efektifitas Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah.

D. Manfaat Penelitian
Seiring dengan perkembangan zaman yang dinamis dalam dunia pendidikan perlu
adanya perubahan yang inovatif, dituntut untuk terus memajukan pendidikan di
Indonesia menjadikan penelitian dan pengembangan menjadi hal yang sangat
penting. Pentingnya penelitian dan pendesainan yaitu :
1) Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
terhadap media pembelajaran, serta mendorong peneliti untuk kreatif, inovatif
dalam membuat media pembelajaran menggunakan perangkat lunak,
memberikan ide dan inovasi untuk meningkatkan kualitas mutu sekolah, dan
peneliti berharap dengan adanya penelitian ini bisa dijadikan bahan
pertimbangan atau koreksi dalam penerapan
2) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi guru mengenai salah
satu alternatif pembelajaran untuk mengembangkan desain pembelajaran
IPAS.
3) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan yang sangat berharga
bagi sekolah dalam rangka menyempurnakan pembelajaran khususnya desain
pembelajaran IPAS.
4) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman
serta bahan perbandingan dan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya bagi
peneliti lainnya.

E. KAJIAN TEORI
a. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian.
Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan
tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan
perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan
perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa
stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas,
stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar
perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu
belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori
behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Kelebihan Teori Behavioristik: (1) Membisakan guru untuk bersikap jeli dan
peka terhadap situasi dan kondisi belajar. (2) Guru tidak membiasakan
memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid
menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan. (3) Mampu
membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak. (4) Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang
sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu,
akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. (5) Bahan pelajaran yang telah
disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten
terhadap bidang tertentu. (6) Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls
yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul. (7) Teori
ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya
tahan. (8) Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan Teori Behavioristik: (1) Sebuah konsekwensi untuk
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. (2) Tidak setiap
pelajaran dapat menggunakan metode ini. (3) Murid berperan sebagai pendengar
dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang
sebagai cara belajar yang efektif. (4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari
oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa. (5) Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru. (6) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa. (7) Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif. (8) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur. (9) Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus
(S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting
bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan
stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons
secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai
reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena
teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap
binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang
harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut
adalah: (1) Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu. (2) Teori ini
beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan
respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di
antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati. (3) Reinforcement,
yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan factor
penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik
positif maupun negatif) ditambah.

b. Desain Pembelajaran Matematika pada Materi Operasi Pecahan


Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua hal penting.
Karena guru pada hakikatnya berperan sebagai pengarah dan pembimbing
siswanya untuk menemukan minat dan bakat yang dimiliki. Maka guru harus
mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya dalam proses pembelajaran
(Deby Fauzi Asidiqi, 2023). Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil
Langkah-langkah yang diperlukan untuk mendesain pembelajaran sesuai
kebutuhan siswa kelas V SD 046/XI Koto Tengah dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a) Kondisi Siswa Terhadap Konsep Matematika
Pada tahap observasi, peneliti mengamati kemampuan awal siswa,
kemudian melakukan pengkajian terhadap pemahaman konsep siswa dengan
mengamati proses belajar mengajar siswa pada mata pelajaran matematika
yang berlangsung di kelas yang akan diteliti oleh peneliti. Peneliti
menemukan bahwa guru masih menggunakan sistem ceramah, tanya jawab,
dan latihan serta satu arah. Pembelajaran matematika di kelas cukup baik
namun masih terdapat siswa yang kurang menyimak, mencontek saat
mengerjakan latihan, dan tidak fokus dalam belajar sehingga kurang
memahami manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Pada saat diwawancarai, kebanyakan siswa beranggapan bahwa
matematika itu menyulitkan, membingungkan dalam hitungan, dan rumit
dalam penyelesaiannya. Ketidaktertarikan inilah yang membuat siswa tidak
menyimak dan cenderung tidak fokus dalam pembelajaran matematika.
Menurut pendapat peneliti suasana belajar yang menyenangkan dan lebih
mengaitkan ke dunia di sekitar siswa akan menambah motivasi dan dorongan
siswa untuk belajar serta meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar
meangajar. Karena siswa akan lebih paham dan mengerti jika mereka yang
mencari dan menemukan sendiri konsep pembelajaran matematika tersebut.
b) Penyusunan Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
Hypothetical learning Trajectory (HLT) merupakan suatu instrument yang
menjadi panduan pada proses pelaksanaan penelitian design research,
sebagai perluasan dari percobaan pikiran (tought experiment). HLT digunakan
sebagai bagian dari apa yang disebut siklus mengajar matematika
(mathematical learning cycle) untuk satu atau dua pembelajaran, atau
bahkanuntuk lebih dari dua pembelajaran. HLT dapat menghubungkan antara
teori pembelajaran (instructional theory) dan percobaan pembelajaran secara
konkrit. HLT digunakan untuk membimbing proses percobaan pembelajaran
agar sesuai dengan spesifikasi materi dan hipotesis pembelajaran yang sudah
ditentukan dalam bentuk HLT. pada proses ini HLT mengalami tahap
Preparation and design yang pada tahap ini, HLT dirancang untuk
membimbing proses perancangan bahan pembelajaran yang akan
dikembangkan dan diadaptasi. Konprontasi antara pemikiran umum dengan
kegiatan konkrit sering mengarah pada HLT yang lebih spesifik. HLT
dirancang selama tahap preparation and design (Dindin Abdul, 2014).
Dengan begitu, HLT merupakan bentuk konkrit atau pengkonkritan teori
pembelajaran. Sebaliknya, teori pembelajaran dibentuk dari pengembangan
HLT. Karena HLT, memuat tiga komponen, yiatu tujuan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran dan hipotesis pembelajaran, maka keberadaannya
sangat penting dalam seluruh tahapan design research. Oleh sebab itu, HLT
terdiri dari:
1) Tujuan
Tujuan dari kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan.
Tujuan yang dimaksud di sini adalah apa yang akan dicapai siswa dalam
kegiatan pembelajaran tersebut.

2) Aktivitas pembelajaran
Aktifitas pembelajaran yang dirancang dengan seksama agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
3) Dugaan proses belajar siswa
Peneliti menduga di awal tentang bagaimana kegiatan pembelajaran
akan berlangsung dan utamanya adalah proses belajar siswa selama
kegiatan tersebut. Dengan dugaan-dugaan ini, peneliti dapat
mengantisipasi segala kemungkinan di lapangan.
c) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu
pada indikator pembelajaran yang akan dicapai. Pada penelitian ini, RPP
dibuat sebagai pedoman pokok peneliti dalam melaksanakan desain
pembelajaran di kelas. RPP juga dirancang dengan memperhatikan
komponen, prinsip, dan syarat-syarat RPP yang baik dan mengacu pada
indikator pencapaian yaitu pada pemahaman konsep siswa dan unsur
realita yang ada di kelas. Langkah dan tahap pembelajaran di dalam RPP
dibuat lebih sederhana dan mengaitkan dengan lingkungan yang ada
didalam kelas.
Perencanaan pembelajaran yang dipersiapkan peneliti adalah
memahami kurikulum, menguasai bahan ajar, menyusun program
pengajaran, melaksanakan program pengajaran dan menilai program
pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
serta perencanaan pembelajaran yang dibuat dalam kesatuan utuh yang
memiliki komponen (tujuan, materi, pengalaman belajar dan evaluasi)
yang satu sama lain saling berinteraksi yang sesuai dengan spesifikasi
materi ajar dan lingkungan belajar siswa (kebutuhan siswa dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
d) Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa(LKS) berisi petunjuk praktikum, percobaan,
materi untuk berdiskusi, kuis, tugas portofolio, dan soal-soal latihan
maupun segala bentuk petunjuk yg mampu mengajak siswa beraktivitas
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peneliti menyusun LKS dengan
mempertahatikan berbagai hal yang ada di lingkungan siswa seperti
Memperhatikan adanya perbedaan individual, terkaan pada proses untuk
menemukan konsep-konsep, Memiliki variasi stimulus melalui berbagai
media dan kegiatan siswa yang dapat mengembangkan kemampuan
komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran di kelas, peneliti perlu
menyiapkan bahan ajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar yang lengkap akan membantu peneliti dalam mengajar, dan
membantu siswa dalam proses belajar. Suatu bahan ajar ikut menentukan
pencapaian tujuan pembelajaran. Lembar kegiatan siswa atau sering
disingkat dengan LKS yang dibuat peneliti untuk membantu pelaksanaan
pembelajaran di kelas merupakan bagian dari suatu bahan ajar.
Pada penelitian ini, siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan
menggunakan alat peraga, namun siswa juga diberikan LKS yang telah
peneliti siapkan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut. Peneliti merancang
LKS yang mengaitkan unsur-unsur realita yang ada di dalam kelas agar
pada saat pengerjaan LKS pemahaman siswa menjadi mudah dinilai dan
indikator keberhasilan pembelajaran menjadi sederhana sehingga
membuat adanya keterlibatan unsur realita untuk menguji pemahaman
siswa.

c. Pendekatan Realistik Mathematics Education (RME)


Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika. Teori Realistic Mathematics Education (RME)
pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh
Institut Freudenthal1. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang
mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak
dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide
dan konsep matematika dengan bantuan orang dewasa.
Realistic Mathematic Education (RME) membimbing siswa untuk
“menemukan kembali” konsep-konsep matematika yang pernah ditemukan oleh
para ahli matematika atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan hal yang
sama sekali belum pernah ditemukan. 2 Menurut Zukardi dalam Sipardi Realistic
Mathematic Education (RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak
dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan proces of doing
mathematic, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman-teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya
menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu
maupun kelompok.

1
Ibid., hal 3
2
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2003), hal 6
Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Masalah kontekstual
yang dimaksud adalah masalah-masalah nyata dan konkrit yang dekat dengan
lingkungan siswa dan dapat diamati atau dipahami oleh siswa dengan
membayangkan. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal,
yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek
matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan,
menginterprestasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya
sendiri dengan pengetahuan awal yang dimiliki, kemudian dengan atau tanpa
bantuan guru menggunakan matematika vertikal (melalui abstraksi dan
formulasi), sehingga tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai
pembentukan konsep, siswa mengaplikasikan konsep-konsep tersebut kembali
pada masalah kontekstual, sehingga dapat memahami konsep.
Model skematis proses pembelajaran yang merupakan proses
pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang
disebut matematisasi konseptual oleh De Lange dilukiskan dalam gambar berikut
:

Dunia nyata

Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dalam refleksi

Abstraksi dan formalisasi

Gambar 1. Matematika Konseptual

Realistic Mathematics Education (RME) mempunyai lima karakteristik.


Secara ringkas kelimanya adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan konteks
Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk
melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan.3 Hasil dari eksplorasi siswa

3
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal 21
yang dimaksudkan adalah pengamatan yang tidak hanya bertujuan untuk
mendapatkan jawaban dari sebuah permasalahan matematika yang diberikan,
namun disertai dengan pengembangan berbagai langkah-langkah atau proses
dari penyelesaian permasalahan matematika yang digunakan.
2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Realistic Mathematics Education (RME), model digunakan
dalam melakukan matematisasi secara progresif. 4 Model yang dimaksudkan
disini bukan berarti “alat peraga”, melainkan suatu bentuk representatif dari
suatu masalah. Penggunaan model untuk matematika representatif sangat
penting dalam mengembangkan dan membangun konsep matematika siswa.
3. Pemanfaatan hasil kerja siswa
. Siswa bebas untuk mengembangkan proses pemecahan masalah
sehingga diperoleh suatu strategi yang bervariasi. Hal ini akan bermanfaat
dalam membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus
mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa.
4. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan
juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.5 Manfaat dari interaksi
siswa dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
Proses ini dimaksudkan agar pembelajaran matematika tidak hanya
mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga menanamkan
potensi afektik siswa.
5. Keterkaitan Antar Konsep Matematika
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun
banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. 6 Dalam pembelajaran
matematika konsep-konsep matematika antara satu dengan yang lain memiliki
tidak bisa dipisahkan. Dalam pembelajaran matematika keterkaitan konsep
matematika harus dipertimbangkan karena diharapkan dapat membangun
lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

4
Ibid , hal 22
5
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal 23
6
Ibid, hal. 24
F. PEMBAHASAN
1. Lokasi dan Pelaksanaan Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar 046/XI Koto Tengah Sungai
Penuh dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V. Jumlah siswa
sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 10 laki - laki dan 12 perempuan.
2) Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam 6 kali pertemuan. Pertemuan
dilaksanakan mulai dari hari Kamis tanggal 05 Oktober 2023. Pembelajaran
dilaksanakan selama 2 x 35 menit, dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul
09.10 WIB.
2. Tahapan pelaksanaan penelitian
a. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
1) Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi adalah alat pengumpulan data
yang paling utama. Dokumentasi yang digunakan adalah foto proses
pembelajaran yang akan menjadi pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara.
2) Analisis Hasil Kerja Siswa
Analisis hasil kerja siswa dilakukan secara deduktif, peneliti terjun
ke lapangan, mempelajari, mengalisis, menafsirkan, dan menarik
kesimpulan dari fenomena di lapangan.7 Untuk melakukan perkembangan
suatu desain maka kemampuan matematika siswa harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu, setiap pertemuan pembelajaran di perlukan analisa hasil
kerja siswa sebelumnya. Analisa hasil kerja siswa adalah analisis
mengenai kemampuan matematika siswa dalam pemahaman konsep
matematika, keaktifan, dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
pemecahan masalah matematika yang diberikan.
3) Catatan Lapangan
Dalam Design Research sangat diperlukannya catatan lapangan
guna memberikan informasi yang mendalam tentang keefektifitasan suatu
desain untuk merevisi desain pembelajaran selanjutnya. Catatan lapangan
7
S. Margon, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 2010), hal. 38
berisi mengenai kelebihan dan kelemahan dari penggunaan HLT pada
setiap pertemuan yang akan menjadi tolak ukur dalam perbaikan HLT
pada pertemuan berikutnya.
4) Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
Dalam design research, proses pelaksanaan penelitian dipandu
oleh suatu instrument yang disebut Hypothetical Learning Trajectory
(HLT) sebagai perluasan dari percobaan pikiran (tought experiment) yang
dikembangkan oleh Freudenthal. Simon mendefinisikan HLT sebagai
berikut :
The hypothetical learning trajectory is made up of three
components: the learning goal that defines the direction, the learning
activities, and the hypothetical learning process a prediction of how the
students’ thinking and understanding will evolve in the context of the
learning activities (p. 136). (HTL terdiri dari tiga komponen : tujuan
pembelajaran yang mendefinisikan arah (tujuan pembelajaran), kegiatan
belajar, dan hipotesis proses belajar untuk memprediksi bagaimana pikiran
dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks kegiatan belajar.
HLT digunakan sebagai bagian dari apa yang disebut siklus
mengajar matematika (Mathematical Learning Cycle) untuk satu atau dua
pembelajaran, atau bahkan untuk lebih dari dua pembelajaran. HLT dapat
menghubungkan antara teori pembelajaran (instructional theory) dan
percobaan pembelajaran secara konkrit. HLT digunakan untuk
membimbing proses percobaan pembelajaran agar sesuai dengan
spesifikasi materi dan hipotesis pembelajaran yang sudah ditentukan
dalam bentuk HLT8. Dengan begitu, HLT merupakan bentuk konkrit atau
pengkonkritan teori pembelajaran. Sebaliknya, teori pembelajaran
dibentuk dari pengembangan HLT. Karena HLT, memuat tiga komponen,
yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan hipotesis
pembelajaran, maka keberadaannya sangat penting dalam seluruh tahapan
Design Research.

8
Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Educational Design Research : a Theoretical Framework for
Action, (Bandung : Jurnal Pendidikan, 2014), hal. 12 -13
Berdasarkan HLT, untuk setiap pertemuan peneliti akan
mendefinisikan tujuan pembelajaran siswa dalam materi operasi hitung
pada pecahan. Peneliti akan merancang bahan ajar yang akan digunakan
dalam pembelajaran berdasarkan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME). Dalam proses pembelajaran yang dilakukan peneliti
akan memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan
berkembang pada materi operasi hitung pada pecahan tersebut. Selama
percobaan pembelajaran, HLT berfungsi sebagai pembimbing (guideline)
untuk peneliti tentang apa yang akan difokuskan dalam proses
pembelajaran, wawancara, dan observasi.

b. Prosedur Penelitian
Proses penelitian pada design research meliputi langkah-langkah seperti
halnya proses perancangan pendidikan (educational design), yaitu analisis,
perancangan, evaluasi dan revisi yang merupakan proses siklikal yang berakhir
pada keseimbangan antara yang ideal dengan prakteknya.
1) Thought Experiment (persiapan dan desain)
Selanjutnya, peneliti melakukan persiapan dan membuat desain
pembelajaran yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain :
a) Menyusun jadwal kegiatan penelitian berdasarkan silabus pembelajaran
b) Membuat desain pengajaran dan pembelajaran baik berupa RPP maupun
HLT guna memaksimalkan pembelajaran matematika pada pendekatan
Realistic Mathematics Education.
2) Instruction Experiment (eksperimen pengajaran)
Pada tahap ini dikumpulkan data yang diperlukan meliputi proses
pembelajaran yang terjadi di kelas serta proses berpikir siswa baik dari
perspektif sosial yang mencakup norma sosial kelas, sosio-matematik dan
praktik matematik di kelas maupun persfektif psikologi mencakup pandangan
(beliefs) tentang peran sendiri di kelas serta tentang aktivitas matematika;
pendangan dan nilai matematik secara khusus; serta konsepsi dan aktivitas
matematika.
3) Improvement Theory (Perbaikan Teori)
Tujuan tahap ini adalah menganalisis data-data yang telah diperoleh
untuk mengatahui apakah mendukung atau tidak sesuai dengan konjektur yang
telah dirancang. Data yang dianalisis meliputi dokumentasi proses pembelajaran
dan hasil interview terhadap siswa dan guru, lembar hasil pekerjaan siswa dan
catatan lapangan yang memuat proses penelitian dari awal. Setelah dilakukan
analisis selanjutnya akan dilakukan revisi desain pembelajaran agar dapat
meningkatkan poduktifitas pembelajaran dalam pembelajaran matematika pada
materi operasi himpunan.

5) Pembahasan Hasil Penelitian


Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Educations (RME) di kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah
berjalan dengan baik dan lancar. Desain pembelajaran yang telah dirancang
mampu meningkatkan aktivitas, minat, maupun motivasi siswa dalam
pembelajarannya. Pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengalaman
sehari-hari dan menerapkan kembali pada kehidupan nyata membuat siswa
mampu mengembangkan kemampuan matematis.
Pecahan merupakan salah satu kajian inti dari materi matematika yang
dipelajari siswa di Sekolah Dasar (SD). Pembahasan materinya menitik
beratkan pada pengerjaan (operasi hitung dasar yaitu penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Menunjukkan adanya kelemahan-
kelemahan antara lain meliputi materi penjumlahan dan pengurangan pecahan
berbeda penyebut, serta perkalian dan pembagian pecahan. Realistic
Mathematic Education (RME) membimbing siswa untuk “menemukan kembali”
konsep-konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika
atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan hal yang sama sekali belum
pernah ditemukan.9 Teori tersebut merupakan fokus utama dalam tahap inti
pembelajaran bahwa siswa menemukan sendiri pengetahuan yang menjadi
9
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2003), hal 6
pokok bahasan pembelajaran, yaitu operasi hitung pada pecahan Hal ini
memunculkan karakteristik RME. Adanya produksi dan konstruksi oleh siswa,
yang tampak menonjol selama siswa mengerjakan LKS.
Operasi hitung pertama dikenalkan kepada siswa di kelas IV, akan tetapi
pembelajaran tersebut kemudian dilanjutkan di kelas V. Walaupun di kelas IV
sudah ditanamkan konsep operasi hitung pada pecahan, tetapi di kelas V
pembelajaran diulang kembali. Bahan ajar yang dikembangkan telah
mempertimbangkan urutan materi pengurangan pecahan. Namun ada hal yang
perlu diperbaiki berkaitan dengan proses pemodelan yang dilakukan oleh siswa
dalam menyelesaikan hitung pada pecahan Siswa pada pembelajaran operasi
hitung pada pecahan telah mampu mengembangkan dan mengkontruksi model
matematik sendiri terhadap masalah yang diberikan pada LKS. Karena
kemampuan dasar siswa mengenai operasi hitung pada pecahan telah terbentuk,
peneliti tidak memerlukan waktu yang lama untuk membahas dan menjelaskan
materi ini. Namun, penanaman konsep yang benar dan aplikasinya di dunia
nyata adalah tugas utama dalam penelitian ini.
Pada pertemuan pertama, peneliti menjelaskan konsep dasar pecahan
dengan memperkenalkan pecahan dengan menggunakan objek-objek nyata
misalnya : apel, sawo, coklat, kue, dan lain-lain. Namun, kesulitan yang ditemui
peneliti adalah ketidakmampuan peneliti dalam mengkondisikan kelas dan
berinteraksi dengan siswa. Sehingga suasana belajar masih canggung dan kaku.
Pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mengkondisikan kelas dan
membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan aktif merupakan aspek
penting dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan dan
lebih menekankan pada dunia nyata membuat siswa lebih termotivasi dan tidak
suntuk dalam belajar matematika yang sifatnya abstrak 10. Akan tetapi, jika
suasana pembelajaran kaku dan canggung membuat pembelajaran menjadi tidak
optimal dan kurang efektif.
Materi pembagian merupakan materi yang sulit untuk dijelaskan dalam
dunia nyata. Oleh karena itu peneliti mengadakan percobaan dengan air
berwarna dan beberapa gelas plastik. Ketika siswa melakukan proses
menuangkan air berwarna ke dalam gelas plastik maka secara tidak langsung
10
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal 7
siswa melakukan operasi pengurangan berulang. Pada akhirnya, hal ini
memperkuat pemahaman siswa bahwa operasi pembagian pecahan merupakan
pengurangan yang berulang, sebagaimana operasi perkalian adalah operasi
penjumlahan yang berulang. Banyak siswa yang bisa melakukan operasi hitung
pada pecahan namun mereka kurang memahami makna dari operasi tersebut.
Langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kekurangan pada setiap
pertemuan adalah merancang rencana pembelajaran agar pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) dapat diterapkan secara lebih efektif yaitu
dengan cara melibatkan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Guru
mencoba membuat suasana yang menyenangkan dengan mendesain percobaan-
percobaan yang berkaitan dengan pecahan serta untuk mendapatkan
permasalahan yang nyata. Sehingga siswa benar-benar memahami meteri yang
di dapat sehingga proses pembelajaran lebih bermakna, memberi pengarahan
kepada siswa agar tidak malu bertanya apabila mengalami kesulitan, pada setiap
pertemuan ada pergantian siswa yang menjawab pertanyaan yang diajukan.
Perkembangan matematis siswa pada penelitian ini mengalami peningkatan
di setiap pertemuannya. Hal ini dapat dilihat dari dengan membedakan
pemahaman siswa sebelum penelitian dan setelah penelitian. Persentase aktifitas
siswa juga meningkat, peningkatan aktifitas siswa dapat dilihat dari semakin
banyaknya siswa yang aktif dalam berinterasi dengan sesamanya ataupun
dengan peneliti. Dalam proses pembelajaran, siswa juga aktif dalam bertanya
dan menanggapi penjelasan serta pernyataan yang diberikan oleh peneliti.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
matematis dan aktifitas siswa kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah dengan
menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) telah
berkembang sangat baik dan optimal. Hal ini menunjukan desain yang
digunakan oleh peneliti sudah baik dan memberi manfaat yang baik bagi siswa.
G. SIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan aktifitas
dan pemahaman konsep operasi pecahan siswa kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah.
Kemampuan matematika menggunakan pendekatan Realistik Matematika telah
berkembang dengan baik dan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa desain yang
digunakan oleh peneliti sudah baik dan memberi manfaat yang baik bagi siswa.
Pengalaman berdasarkan aktivitas yang berhasil untuk membangun pengetahuan
siswa. Selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan pendekatan Pembelajaran
Realistik Matematik digunakan dalam materi pelajaran “ Operasi Pecahan” untuk
siswa kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah Tahun Ajaran 2023/2024.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyadi Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogjakarta : Graha Ilmu.

Alhaq, A., Asnawati, R., & Sutiarso, S.. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lampung, 2(7).

Eristiani, S., Jayanta, I., & Suarjana, I. 2020. Model Pembelajaran Student Facilitator
And Explaining Berbantuan Media Pembelajaran Sederhana Terhadap Motivasi
dan Hasil Belajar Matematika. Ilmiah Pendidikan Profesi.

Fauzi Asidiqi, Deby. 2023. Pengembangan Desain Pembelajaran dengan Model


Pembelajaran Science Technology And Society pada Kelas V SD, Jurnal
Pendidikan Dasar Setia Budhi Volume 6 (2) Januari 2023 Copyright ©2023
STKIP Setiabudhi, ISSN : 2480 – 9466 (Print) / ISSN: 2621 – 4997 (Online)
Available at: https://stkipsetiabudhi.e - journal.id/jpd.

Firmansyah, D. 2015. Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Minat Belajar Terhadap


Hasil Belajar Matematika. Jurnal Penelitian Prodi Pendidikan Matematika, 3(1),
34–44.

Given. K. Barbara. 2014. Brain-Based Teaching. Merancang kegiatan belajar mengajar


yang melibatkan Otak, Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetik, dan Reflektif.
Kaifa. Bandung.

Manalu, M. 2021. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA


melalui Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,
Transferring) di SMA SW Parsaoran. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 43–
64.

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2014. Educational Design Research : a Theoretical


Framework for Action, Bandung : Jurnal Pendidikan.
Simbolon, Fransisco J. 2020. Pengaruh Pendekatan Resource Based Leaarning (RBL)
Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika,
Vol. 8, No. 2, pp. 76-88, e-ISSN: 2715–856X, p-ISSN:2338-1183.
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/MTK.

Wahyu Zuraidah, Yasmin. 2023. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa


Pada Materi Operasi Hitung Bilangan Kelas III UPT SD Negeri 160 Gresik,
Jurnal Penelitian dan Ilmu PendidikanVolume 4, Issue 3, Agustus 2023,
ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/nusra-ISSN: 2715 114Xe-ISSN: 2723-
4649. https://doi.org/10.55681/nusra.v4i3.1259Homepage:

Anda mungkin juga menyukai