Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

PERAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


(BKKBN) SEBAGAI KOORDINATOR DALAM MENGATASI STUNTING YANG
ADA DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

OLEH:
OSWALDUS JEMADU
NIM: 4212049

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
2024
LEMBARAN PENGESAHAN

i
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................

LEMBARAN PENGESAHAN.................................................................................. i

KATA PENGATAR.................................................................................................. ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL...................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI.................................................................................... 4

2.1 Penelitian Terdahulu...................................................................................... 4

2.2 Peran............................................................................................................... 5

2.2.1 Pengertian Peran........................................................................... 5

2.2.2 Indikator Peran............................................................................. 7

2.3 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional............................. 10

2.3.1 Pengertia BKKBN........................................................................ 10

2.3.2 Tugas dan Fungsi BKKBN.......................................................... 10

2.4 Koordinator.................................................................................................... 11

2.4.1 Pengertia Koordinator.................................................................. 11

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi...................................... 13

2.5 Stunting.......................................................................................................... 16

2.5.1 Penegertian Stunting.................................................................... 16

2.5.2 Dampak Stunting.......................................................................... 16

2.5.3 Penyebab Stunting........................................................................ 17


iii
2.5.4 Krangka Berpikir.......................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 24

3.1 Jenis dan Tipe Penelitian................................................................................ 24

3.2 Lokasi Penelitian............................................................................................ 24

3.3 Fokus Penelitian............................................................................................. 25

3.4 Informan Penelitian........................................................................................ 26

3.5 Sumber Data................................................................................................... 26

3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................. 27

3.7 Teknik Analisis Data...................................................................................... 28

KESIMPULAN..........................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 30

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu....................................................................... 4
Tabel 3.1 Fokus Penelitian........................................................................................ 25
Tabel 3.2 Informan Penelitian................................................................................... 26

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
!Pembangunan !pada !dasarnya !tidak hanya berbicara mengenai infrastruktur tetapi
pembangunan berbicara tentang bagaimana membangun manusia atau pembangunan
manusia. Pertumbuhan pribadi sama pentingnya dengan kemajuan fisik. Pembangunan
manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dimaksudkan untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan landasan budaya dan
intelektualitas bangsa. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pembangunan nasional diselenggarakan dalam rangka
membangunan manusia dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.
Perbaikan pola asuh, ketersediaan makanan, dan rasa cukup dari pola makan
seseorang merupakan langkah awal yang penting dalam proses pembangunan manusia
yang diperlukan untuk meningkatkan nilai sumber daya manusia. Oleh karena itu,
percepatan penurunan stunting sesuai dengan Perpres /No.72/2021 untuk mencapai
kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas manusia, serta tujuan pembangunan
berkelanjutan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam peningkatan kualitas melalui
koordinasi dan sinkronisasi pemerintah provinsi, kabupaten, kota, dan daerah serta
instansi lainnya.
Pengembangan adalah proses meningkatkan sumber daya manusia. Pasti akan ada
solusi jika kita berkomunikasi atau mendiskusikan pertumbuhan SDM. Salah satu fokus
pembangunan manusia adalah pada peningkatan kualitas hidup bagi individu itu sendiri,
membina lingkungan di mana orang merasa aman, menjunjung tinggi moral, dan merasa
damai dengan diri mereka sendiri dan dunia. Sunarti (2012). Pada akhirnya, tujuan
pertumbuhan di negara mana pun adalah untuk memperbaiki kehidupan warganya. Agar
sebuah negara berkembang pemerintah dan rakyatnya harus bekerja sama untuk
menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk kesejahteraan hidup.
Masalah yang sedang dihadapi Pemerintah Indonesia pada saat ini adalah masalah
stunting. Masalah stunting merupakan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat yang
dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kesehatan, kematian dan hambatan pada
pertumbuhan anak baik motorik maupun mental.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas
nasional. Komitmen ini terwujud dalam masuknya stunting ke dalam Rencana
1
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dengan target
penurunan yang cukup signifikan yaitu 14%. 11 Pada Pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa
Percepatan Penurunan Stunting adalah upaya yang mencakup Intervensi Spesifik dan
Intervensi Sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan
berkualitas melalui kerja sarra multisektor di pusat, daerah, dan desa.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021
diharapkan seluruh jajaran pemerintahan dapat memenuhi amanatnya dan bekerja sama
untuk mempercepat proses penurunan stunting pada penduduk. Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasionl (BKKBN) yang diketahui oleh Kepala BKKBN merupakan
instansi pelaksana yang bertanggung jawab dalam percepatan pencegahan stunting sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021. Hasil Survei Status Gizi Balita
Indonesia (SSGBI) 2019 di 34 provinsi ditemukan bahwa 27,67% anak Indonesia di
bawah usia lima tahun mengalami stunting (Litha, 2020). Versi Organisasi Kesehatan
Dunia memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara dengan status gizi rendah karena
hal tersebut.
Stunting memanifestasikan dirinya dalam beberapa cara, termasuk anak muda yang
kekurangan berat badan untuk usianya, tulangnya tidak berkembang dengan cepat, dan
dia lebih pendek dari rekan-rekannya. Kekurangan dalam diet anak selama tahun pertama
kehidupan adalah penyebab utama stunting. Dalam konteks ini, 1000 hari dimulai pada
saat pembuahan dan berlanjut hingga bayi berusia dua tahun. Jika ketersediaan nutrisi
tidak mencukupiselama waktu ini, keterlibatan selanjutnya akan memiliki konsekuensi
langsung jauh.
Kabupaten Manggarai Timur pada saat ini sedang masalah stunting. Penanganan
stunting merupakan salah prioritas utama di Kabupaten Mangarai Timur, salah satu dari
sekian banyak Kabupaten yang ada di Nusa Tenggara Timur. Prevalensi stunting pada
2022 adalah 9,6 %, namun pada 2023, angka prevalensi stunting mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya. Angka kejadian stunting pada anak masih tinggi di Kabupaten
Manggarai Timur. Di Tahun 2023, jumlahnya sekitar 2.260 kasus stunting pada anak
(Kabupaten Manggarai Timur 2023). Dalam hal ini peran BKKBN Manggarai Timur
hingga OPD terkait sangat diperlukan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas.
Maka dari itu penelitian ini mengangkat judul “PERAN BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL (BKKBN) SEBAGAI
KOORDINATOR DALAM MENGATASI STUNTING YANG ADA DI KABUPATEN
MANGGARAI TIMUR”
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan pada latar belakang, maka peneliti akan
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran BKKBN sebagai koordinator dalam percepatan penurunan
angka stunting di Kabupaten Manggarai Timur
2. Apa yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam menjalankan peran BKKBN
sebagai koordinator
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah diurutkan di atas, maka peneliti
menyimpulkan beberapa pertanyaan sbagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengetahui peran BKKBN sebagai koordinator dalam
mengatasi stunting
2. Untuk mengidentifikasi yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan
peran BKKBN sebagai koordinator dalam mencegah stunting.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian dihaapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Akademis
1. Bagi akademisi, memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu
administrasi publik terutama terkait dengan peran BKKBN sebagai
kordinator dalam mengatasi stunting.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan menjadi rujukan dan sumber
informasi untuk mengkaji bidang atau topik yang sama demi
pengembangan ilmu pengetahuan terkait Administrasi Publik.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi pemikiran
dari sudut akademisi sebagai pembuat kebijakan khususnya berkaitan
dengan dinas BKKBN.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan baru
kepada masyarakat terkait dengan Peran Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sebagai Koordinator Dalam
Mengatasi Stunting yang Ada di Kabupaten Manggarai Timur

3
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan menjdi bahan perbandingan
dalam penelitian ini, maka dari itu peneliti menyajikan beberapa hal yaitu:
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan
Penelitian
1 Nur Hasrat Peran Hasil Persamaan Peneliti
Illahi (2021) pemerintah penelitian antara peneliti terdahulu
Desa dalam menjelaskan terdahulu mejelaskan
penanganan peran dengan penulis tentang
stunting di Desa pemerintah sebagai peneliti peran
Kontumere, Desa ialah sama- Pemrintah
Kecamatan Kontumere, sama mengkaji Desa
Kabawo, dalam Peran
Kabupaten penanganan pemerintah Sedangakn
Muna, Provinsi stunting dalam penulis
Sulawesi yang belum penanggulanga menjelaskan
optimal, n Stunting tentang
dikarenakan peran
angka Badan
Stunting Kependuduk
yang masih an dan
tinggi. Keluarga
Berencana
Nasionl
(BKKBN)
sebagai
Koordinator
dalam
mengatasi
Stunting
2 Kusroh Lailiyah Peran Badan Hasil dari Persamaan Penelitian
(2023) Kependudukan penelitian ini antara peneliti terdahulu
dan Keluarga menunjukan terdahulu menjelaskan
Berencana bahwa dengan penulis Peran
Nasional dalam Badan sebagai peneliti Badan
percepatan Kependuduk ialah sama- Kependuduk
penurunan an dan sama mengkaji an dan
Stunting Keluarga Peran Keluarga
Berencana pemerintah Berencana

4
Nasional dalam Nasional
(BKKBN) penanggulanga dalam
memiliki n Stunting percepatan
peran yang penurunan
sangat Stunting
penting
dalam Sedangakn
penurunan penulis
angka menjelaskan
Stunting tentang
Indonesia peran
sebagai Badan
acuan yang Kependuduk
berfokus an dan
pada tiga(3) Keluarga
pendekatan Berencana
intervensi Nasionl
Gizi, (BKKBN)
pendekatan sebagai
multisektor Koordinator
dan dalam
multipihak, mengatasi
serta Stunting
pendekatan
berbasis
keluarga
beresiko
Stunting.
2.2 Peran
2.2.1 Pengertian peran
Menurut Soerjono Soekanto (2002:243) peran merupakan aspek dinamis
kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Sedangkan status merupakan
sekumpulan hak dan kewajibanyang dimiliki seseorang apabila seseorang
melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu fungsi. Hakikatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu
rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan
atau diperankan oleh pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawahannya
mempunyai peranan yang sama. Peran merupakan tindakan atau perilaku yang
dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu posisi didalam status sosial atau
5
organisasinya. Adapun syarat-syarat peran dalam Soerjono Soekanto (2002:243)
mencakup tiga hal penting yaitu :
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.
2) Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh
individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Menurut Veithzal Rivai (2004:148) peranan diartikan sebagai perilaku
yang diatur dan diharapkan seseorang dalam posisi tertentu. Miftha Thoha
(2005:10) peranaan sebagai suatu rangkaian perilaku yang timbul karena suatu
jabatan. Jadi, peran adalah suatu rangkaian kegiatan yang teratur yang ditimbulkan
karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan
untuk hidup berkelompok. Salam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi
interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat
lainnya. Timbulnya interaksi di antar mereka ada saling ketergantungan. Dengan
adanya saling ketergantungan atara satu denyan yang lainya maka suatu peran
tersebut akan terbentuk. Menurut J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto
(2010:160) peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena
fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut :
1) Memberi arah pada proses sosialisasi.
2) Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.
3) Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
4) Menghidupkan system pengendalian dan kontrol, sehingga dapat
melestarikan kehidupan masyarakat.
Sutarto (2009:138-139) mengemukakan bahwa peran itu terdiri dari tiga
komponen, yaitu:
a. Konsepsi peran, yaitu: kepercayaan seseorang tentang apa yang dilakukan
dengan suatu situasi tertentu.
b. Harapan peran, yaitu: harapan orang lain terhadap seseorang yang
menduduki posisi tertentu mengenai bagaimana ia seharusnya bertindak.

6
c. Pelaksanaan peran, yaitu: perilaku sesungguhnya dari seseorang yang
berada pada suatu posisi tertentu. Kalau ketiga komponen tersebut
berlangsung serasi, maka interaksi sosial akan terjalin kesinambungan dan
kelancarannya.
Adapun pembagian peran menurut Soekanto (2001:242) peran dibagi menjadi 3
yaitu sebagai berikut:
1. Peran Aktif
Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena
kedudukannya didalam kelompok sebagai aktifitas kelompok, seperti
pengurus, pejabat, dan lainnya sebagainya.
2. Peran Partisipatif
Peran partisipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok
kepada kelompoknya yang memberikan sumbangan yang sangat berguna
bagi kelompok itu sendiri.
3. Peran Pasif
Peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif,
dimana anggota kelompok menahan dari agar memberikan kesempatan
kepada fungsi –fungsi lain dalam kelompok sehingga berjalan dengan
baik.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peran merupakan suatu
tindakan yang membatasi seseorang maupun suatu organisasi untuk melakukan
suatu kegiatan berdasarkan tujuan dan ketentuan yang telah disepakati bersama
agar dapat dilakukan dengan sebaik – baiknya.
2.2.2 Indikator Peran
Indikator peranan merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam suatu
peranan. Ukuran-ukuran tersebut dijadikan tolok ukur dalam suatu peranan.
Indikator ataupun ukuran peranan sangat diperlukan karena akan bermanfaat baik
banyak pihak. Adapun survei literatur mengenai indikator yang menjadi ukuran
peranan adalah sebagai berikut.
Menurut Mintzberg dalam buku Pengantar Manajemen Dan buku
Kepemimpinan Dalam Manajemen yang di tulis oleh Siswanto dan Miftah Thoha
(2012: 21 dan 12), ada tiga peran yang dilakukan pemimpin dalam organisasi
yaitu:

7
1. Peran Antar peribadi (Interpersonal Role), dalam peranan antar pribadi,
atasan harus bertindak sebagai tokoh, sebagai pemimpin dan sebagai
penghubung agar organisasi yang dikelolahnya berjalan dengan lancar.
Peranan ini oleh Mintzberg dibagi atas tiga peranan yang merupakan
perincian lebih lanjut dari peranan antarpribadi ini. Tiga peranan ini
dijelaskan sebagai berikut:
a. Peranan sebagai tokoh (Figurehead), yakni suatu peranan yang
dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya didalam
setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.
b. Peranan sebagai pemimpin (Leader), dalam peranan ini atasan
bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal
dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya
diantaranya pemimpin, memotifasi, mengembangkan, dan
mengendalikan.
c. Peranan sebagai pejabat perantara (Liaison Manager), di sini
atasan melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat,
staf, dan orang-orang yang berada diluar organisasinya, untuk
mendapatkan informasi.
2. Peranan Yang Berhubungan Dengan Informasi (Informational Role),
peranan interpersonal diatas meletakkan atasan pada posisi yang unik
dalam hal mendapatkan informasi. Peranan interpersonal diatas Mintzberg
merancang peranan kedua yakni yang berhubungan dengan informasi ini.
Peranan itu terdiri dari peranan-peranan sebagai berikut:
a. Peran pemantau (Monitor), peranan ini mengidentifikasikan
seorang atasan sebagai penerima dan mengumpulkan informasi.
Adapun informasi yang diterima oleh atasan ini dapat
dikelompokkan atas lima kategori berikut :
1) Internal operations, yakni informasi mengenai kemajuan
pelaksanaan pekerjaan didalam organisasi, dan semua
peristiwa yang ada hubungannya dengan pelaksanaan
pekerjaan tersebut.
2) Peristiwa-peristiwa diluar organisasi (external events),
informasi jenis ini diterima oleh atasan dari luar organisasi,
misalnya informasi dari langganan, hubungan-hubungan
8
pribadi, pesaing- pesaing, asosiasi-asosiasi dan semua
informasi mengenai perubahan atau perkembangan
ekonomi, politik, dan teknologi,yang semuanya itu amat
bermanfaat bagi organisasi.
3) Informasi dari hasil analisis, semua analisis dan laporan
mengenai berbagai isu yang berasal dari bermacam-macam
sumber sangat bermanfaat bagi atasan untuk diketahui.
4) Buah pikiran dan kecenderungan, atasan memerlukan suatu
sasaran untuk mengembangkan suatu pengertian atas
kecenderungan-kecenderungan yang tumbuh dalam
masyarakat, dan mempelajari tentang ide-ide atau buah
pikiran yang baru.
5) Tekanan-tekanan, atasan perlu juga mengetahui informasi
yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan dari pihak-pihak
terteentu. a. Sebagai diseminator, peranan ini melibatkan
atasan untuk menagani proses transmisi dari informasi-
informasi kedalam organisasi yang dipimpinnya. b. Sebagai
juru bicara (Spokesman), peranan ini dimainkan manajer
untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan
organisasinya
3. Peranan Pengambil Keputusan (Decisional Role), dalam peranan ini atasan
harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi
yang di pimpinnya. Mintzberg berkesimpulan bahwa pembagian besar
tugas atasan pada hakikatnya digunakan secara penuh untuk memikirkan
sisitem pembuatan strategi organisasinya. Keterlibatan ini disebabkan
karena:
a. Secara otoritas formal adalah satu-satunya yang diperbolehkan
terlibat untuk memikirkan tindakan-tindakan yang penting atau
yang baru dalam organisasinya.
b. Sebagai pusat informasi, atasan dapat memberikan jaminan atas
keputusan yang terbaik, yang mencerminkan pengetahuan yang
terbaru dan nilai-nilai organisasi.

9
c. Keputusan-keputusan yang strategis akan lebih mudah diambil
secara terpadu dengan adanya satu orang yang dapat melakukan
kontrol atas semuanya. Siswanto (2012 : 21).
Berdasarkan pendapat siswanto dan Miftah Toha di atas Peran pemimpin
yang dikelompokkan atas tiga bagian yaitu: peran antar pribadi, peran
yang berhubungan dengan informasi, peran pengambil keputusan. Dari
ketiga tersebut bahwa peran seorang pemimpin sudah mendekati sempurna
bila itu semua dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
2.3 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
2.3.1 Pengertian BKKBN
Dalam Peraturan Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan
Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera pada Bab 1 ayat 1 dijelaskan bahwa, Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga
pemerintah non-kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
2.3.2 Tugas dan Fungsi BKKBN
Dalam Peraturan Kepala Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana
Nasional Nomor 62 Tahun 2010 Tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKN), menjelaskan tugas dan fungsi BKKBN yaitu
sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian peneduduk dan
penylenggaraan keluarga berencana.
b. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian
penduduk dan penylenggaraan keluarga berencana.
c. Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana.
d. Penelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang
pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
e. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
Selain itu juga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional juga
menylenggarakan fungsi:

10
a. Penyelenggaraan pelatihan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana.
b. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di bidang
BKKBN.
c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BKKBN.
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di likungan BKKBN
e. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
2.4 Koordinator
2.4.1 Pengertian koordinator
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Koordinator adalah orang yang
melakukan koordinasi, yang mengoordinasi.
Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan
kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas.
Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat,
dan pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap individu
bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima.
Tanpa adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan
perusahaan tidak akan tercapai.
Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa : “Koordinasi adalah kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen
dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”.
Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatankegiatan
pada satuan-satuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidang-bidang
fungsional) pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif
(Handoko 2003 : 195). Menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis
pada sasaran yang telah ditentukan.
Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of
Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54), Koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri.
11
Menurut Handayaningrat (1985:88) bahwa koordinasi dan komunikasi adalah
sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat juga
mengatakan bahwa koordinasi dan kepemimpinan (leadership) adalah tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, karena satu sama lain saling mempengaruhi.
Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu
proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di
antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan
bersama.
Menurut Sanjoto (1999:9), bahwa koordinasi adalah kemampuan seseorang
dalam mengintegrasikan gerakan yang berbeda ke dalam suatu pola gerakan
tunggal yang efektif. Sehingga koordinasi merupakan kemampuan tubuh untuk
merangkai atau mengkombinasikan beberapa unsur gerakan menjadi suatu gerkan
yang efektif dan selaras sesuai dengan tujuan.
Menurut D.Allen Phillips dan E.Hornack (1979:251) menjelaskan koordinasi
adalah kemampuan melakukan suatu pola gerakan yang membutuhkan
keterampilan. Koordiansi juga merupakan bagian integral dari kemampuan
motorik, pada kenyataannya pengertian koordinasi telah dianggap sebagai
padanan dari kata kemampuan motorik dan keterampilan.
Menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang dikutip
Handayaningrat (2002:55) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau teratur
untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan
untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang
telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry
meliputi:
a. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif
b. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut
c. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut
Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi memiliki
syarat-syarat yakni :
a. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per
bagian.
b. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar bagian,
agar saling berlomba
c. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.
12
d. Esprit de corps bagian yang saling menghargai akan makin bersemangat.
Selanjutnya kordinasi memiliki sifat-sifat:
a. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.
b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer
dalam kerangka mencapai sasaran.
c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi koordinasi
Menurut Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi koordinasi sebagai berikut:
1. Kesatuan Tindakan
Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota
organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau
tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau
satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu
konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari
pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa
usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya
keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah
merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu
koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa
kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
2. Komunikasi
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena
komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan
berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya
komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak
kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan
komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa
latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan”.
Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan
komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan
memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi.
Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator
13
dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam
menciptakan komunikasi.
Dari pengertian komunikasi yang telah dijelaskan di atas terlihat
bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan
merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu
komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara
tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi
serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan
suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sehingga dari uraian-
uraian yang terlihat di atas, terlihat bahwa fungsi komunikasi sebagai
berikut:
a. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian
dalam suatu lingkungan;
b. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan;
c. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial
dari generasi yang satu ke generasi yang lainya.
Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui
informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada
orang tersebut.
3. Pembagian Kerja
Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai
tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri.
Kelompok dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif
dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih dari pada dilakukan
perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip
pembagian kerja (Division of labor).
Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi
diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai
tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian
kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan
suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan

14
agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk
melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.
Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas
secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu
melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit
dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan
untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan
pemilahan bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah
orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu
memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada
fungsi pekerjaan tertentu.
4. Disiplin
Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja
secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang
diharapkan. Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang
berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada
waktunya, sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan
usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk
itu diperlukan disiplin.
Rivai (2005:444) menyatakan pengertian disiplin kerja adalah suatu
alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu
upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku”. Jadi
jelasnya bahwa disiplin menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku,
apakah itu perorangan atau kelompok yang untuk tunduk dan patuh
terhadap peraturan suatu organisasi.
Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau
anggota organisasi dikelola oleh pimpinan. Pimpinan diharapkan mampu
menerapkan konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui
kesadaran bawahannya. Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu
menerapkan konsep disiplin positif pada dirinya sendiri tentu dia juga
tidak mungkin mampu menerapkannya pada orang lain termasuk kepada
bawahannya.
15
Dengan demikiam disiplin itu sangat penting artinya dalam proses
pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.
2.5 Stunting
2.5.1 Pengertian Stunting
Menurut World Health Organization / WHO (2015), stunting adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan Gizi kronis dan infeksi
berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah
standar. Selanjutnya menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat
pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari 2
standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan
kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi
berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat
defisiensi nutrient kronis yang berlangsung selama lama sejak anak dalam
kandungan hingga berusia 24 bulan (Mitra, 2015). Keadaan ini membuat tinggi
badan seseorang lebih pendek jika dibandingkan dengan tinggi badan orang lain
yang sebaya dengannya (Tentama, Delfores, Wicaksono, & Fatonah, 2018).
Penggolongan
Stunting dapat dipresentasikan berdasarkan standar pertumbuhan menurut World
Health Organization (WHO).
2.5.2 Dampak Stunting
Stunting dapat memberikan dampak bagi keberlangsungan hidup anak.
Dampak stunting terbagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka
panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang
dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan mordibitas, di bidang
perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik dan bahasa di
bidang ekonomi adalah peningkatan pengeluaran biaya kesehatan. Dampak
negatif yang dapat dikaitkan dengan kejadian stunting diantaranya peningkatan
risiko kesakitan dan risiko kematian, gangguan perkembangan kognitif, motorik,
kenaikan biaya kesehatan, peningkatan biaya perawatan sakit, orang dewasa yang
pendek, obesitas, kesehatan reproduksi yang rendah dan rendahnya produktivitas .
Dampak lain yang dapat ditimbulkan adalah lahirnya bayi yang dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) dari seorang wanita yang mengalami stunting. Bayi
16
premature dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rawan terkena infeksi yang
dapat menyebabkan kematian. Bayi yang dapat bertahan hidup memiliki risiko
kurang gizi dan stunting pada 2 tahun pertama kehidupannya.
2.5.3 Penyebab Stunting
1. Pendidikan Ibu
Glewwe (1999) menjelaksan mengenai mekanisme hubungan antara
pendidikan ibu dengan kesehatan anak. Glewwe berpendapat bahwa
mekanisme hubungan pendidikan ibu dengan kesehatan anak terdiri dari
tiga yaitu pengetahuan tentang kesehatan, pendidikan formal yang
diperoleh ibu dapat memberikan pegetahuan atau informasi yang
berhubungan dengan kesehatan, kemampuan menghitung huruf dan angka
diperoleh dari pendidikan formal memberikan kemampan kepada ibu
dalam membaca masalah kesehatan yang dialami oleh anak dan
melakukan perawatan, pendidikan formal menjadikan ibu lebih dapat
menerima pengobatan modern. Dalam masyarakat dimana proporsi ibu
berpendidikan tinggi memungkinkan untuk menyediakan sanitasi yang
lebih baik, pelayanan kesehatan dan saling berbagi pengetahuan, informasi
kesehatan dibandingkan dengan ibu yang tidak berpendidikan. (Abuya et
al, 2012).
2. Umur Anak
Penyakit kurang energi dan protein merupakan bentuk malnutrisi
terutama terdapat pada anak-anak dibawah umur Lima Tahun dan
kebanyakan di Negara-negara berkembang. Umur yang paling rawan
adalah balita. Oleh karena itu, pada masa itu anak mudah sakit dan mudah
terjadi kurang Gizi. Disamping itu, masa balita merupakan dasar
pembentukan kepribadian anak sehingga diperlukan perhatian khusus
(Soetjiningsih, 2004), umur merupakan faktor Gizi internal yang
menentukan bahwa umur di bawah 6 bulan kebanyakan bayi masih dalam
keadaan status Gizi yang baik sedangkan golongan umur setelah 6 bulan
jumlah balita yang berstatus Gizi baik tampak jelas menurun sampai 50%.
Setelah itu, ada kecenderungan anak umur 24-59 bulan menderita status
Gizi kurang disebabkan oleh asupan Gizi yang diperlukan untuk anak
seusia ini meningkat. Secara kemungkinan lainya adalah keterpaparan
anak dengan faktor lingkungan sehingga akan lebih mudah sakit. Selain
17
itu, pada umur ini balita belum dapat menentukan makananya sendiri dan
sering makan anak balita sudah ditentukan jumlahnya dan tidak ditambah
lagi.
Anak-anak yang mengalami Stunting lebih awal yaitu sebelum usia
enam bulan, akan mengalami Stunting lebih berat menjelang usia dua
tahun. Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka
panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu
untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan
tinggi badan normal. Anak-anak dengan Stunting cenderung lebih lama
masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-
anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap
kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang
(Ahmad,Edy Harahap, 2014).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan Gizi bagi
seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan Zat tenaga dan Protein
dibandingkan Wanita. Pria lebih sanggup mengerjakan pekerjaan berat
yang biasanya tidak biasa dilakukan oleh wanita. tetapi dalam kebutuhan
Zat Besi, Wanita jelas membutuhkan lebih banyak dari pada Pria. Anak
laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak Perempuan tetapi belum
diketahui secara pasti kenapa demikian. Pada masyarakat tradisional,
Wanita jelas mempunyai status lebih rendah dibandingkan dengan anak-
anak Laki-laki sehingga angka kematian Bayi dan malnutrisi masih tinggi
pada Wanita (Soetjiningsih, 2004). Laki-laki lebih cenderung menjadi
terhambat pada tahun pertama, sedangkan Perempuan lebih mungkin
untuk menjadi terhambat pada tahun kedua kehidupan. Karena stunting
sangat terkait dengan gangguan perkembangan intelektual selama masa
kanak, dan perawakan pendek pada masa dewasa, hasil ini menekankan
perlunya pencegahan retardasi pertumbuhan melalui promosi dari
perawatan pra kehamilan dan menyusui, serta pengendalian penyakit
infeksi (Andair dan Guilkey, 1997).
4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir (BBLR) adalah berat badan Bayi ketika lahir atau
paling lambat sampai Bayi berumur 1 Hari dilihat dari KMS (Kartu
18
Menuju Sehat) di mana bila berat badan lahir kurang dari 2.500 Gram
berarti berat badan lahir rendah dan bila lebih dari atau sama dengan 2500
gram berarti normal. Berat badan lahir rendah banyak dihubungkan dengan
tinggi badan yang kurang atau Stunting pada balita (Kusharisupeni, 2002).
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh WHO (2012)
yaitu berat lahir kurang dari 2500 gr. Anak yang BBLR kedepannya akan
memiliki ukuran antropometri yang kurang di masa dewasa. Bagi
perempuan yang lahir dengan berat rendah, memiliki risiko besar untuk
menjadi ibu yang Stunting sehingga akan cenderung melahirkan Bayi
dengan berat lahir rendah seperti dirinya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang Stunting tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang Stunting
juga, dan akan membentuk siklus sama seperti sebelumnya (Soetjiningsih,
2014).
5. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan
selama 6 bulan, tanpa menambah dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (Kemenkes RI, 2012). Menurut Ikatan Dokter Anak
Indonesia ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa
suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,
ataupun susu selain ASI. Pemberian Vitamin, Mineral, dan Obat-obatan
diperbolehkan selama pemberian ASI Eksklusif (IDAI, 2008). ASI
Eksklusif adalah pemberian ASI pada Bayi tanpa tambahan makanan
lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air putih dan tanpa
tambahan makanan padat apapun seperti Pisang, Pepaya, Bubur Susu,
Biscuit, Bubur Nasi, dan tim sampai usia Enam bulan (Roesli, 2007).
Pemenuhan kebutuhan Bayi 0-6 Bulan telah dapat terpenuhi dengan
pemberian ASI saja. Menyusui eksklusif juga penting karena pada usia ini,
makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-enzim yang ada di
dalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran makanan belum bisa
dilakukan dengan baik karena ginjal belum sempurna (Kemenkes R.I,
2012).
Banyak manfaat yang didapat dari pemberian ASI ekslusif yaitu
sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan
bayi sampai 6 Bulan, meningkatkan daya tahan tubuh Bayi karena
19
mengandung berbagai zat anti kekebalan sehingga akan jarang menderita
sakit, melindungi anak dari serangan alergi, mengandung asam lemak yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak, meningkatkan daya penglihatan dan
kepandaian berbicara, membantu pembentukan rahang yang bagus,
mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker ada anak, dan
diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, menunjang
perkembangan motorik sehingga bayi ASI ekslusif akan lebih cepat bisa
jalan, menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan, emosional,
kematangan spiritual, dan hubungan social yang baik (Roesli, 2000).
6. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Kebutuhan anak balita akan pemenuhan nutrisi bertambah seiring
pertambahan umurnya. ASI eksklusif hanya dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi balita sampai usia 6 bulan, selanjutnya ASI hanya mampu
memenuhi kebutuhan energi sekitar 60-70% dan sangat sedikit
mengandung mikronutrien sehingga memerlukan tambahan makanan lain
yang biasa disebut makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Pengertian dari MP-ASI menurut WHO adalah makanan/minuman
selain ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan selama pemberian
makanan peralihan yaitu pada saat makanan/minuman lain yang diberikan
bersamaan dengan pemberian ASI kepada bayi (Muhilal dkk, 2004).
Pemberian MP-ASI merupakan proses transisi dimulainya pemberian
makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi
maupun tekstur dan kosistensinya sampai seluruh kebutuhan gizi anak
dipenuhi oleh makanan keluarga. Jenis MP-ASI ada dua yaitu MP-ASI
yang dibuat secara khusus baik buatan rumah tangga atau pabrik dan
makanan biasa dimakan keluarga yang dimodifikasi agar mudah dimakan
oleh bayi. MP-ASI yang tepat diberikan secara bertahap sesuai dengan
usia anak baik jenis maupun jumlahnya. Resiko terkena penyakit infeksi
akibat pemberian MP-ASI terlalu dini disebabkan karena usus yang belum
siap menerima makanan serta kebersihan yang kurang (Meilyasari dan
Isnawati, 2014).
Pemberian makanan padat atau tambahan terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan
pada bayi, selain itu tidak ditemukan bukti yang menyoko ng bahwa
20
pemberian makanan padat atau tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih
menguntungkan, bahkan sebaliknya hal ini akan mempunyai dampak
negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk
perkembangan pertumbuhannya (Pudjiadi, 2001). Pemberian makanan
pendamping ASI harus diberikan tepat pada waktunya, artinya adalah
bahwa semua bayi harus mulai menerima makanan pendamping sebagai
tambahan ASI mulai dari usia 6 bulan keatas dan diberikan dalam jumlah
cukup, artinya makanan pendamping harus diberikan dalam jumlah,
frekuensi, konsistensi yang cukup serta jenis makanan yang bervariasi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama masa pertumbuhan (WHO,
2011).
2.6 Krangka Berpikir
Menurut Mintzberg dalam buku Pengantar Manajemen Dan buku Kepemimpinan
Dalam Manajemen yang di tulis oleh Siswanto dan Miftah Thoha (2012: 21 dan 12), ada
tiga peran yang dilakukan pemimpin dalam organisasi yaitu:
Peran Antar peribadi (Interpersonal Role), dalam peranan antar pribadi, atasan harus
bertindak sebagai tokoh, sebagai pemimpin dan sebagai penghubung agar organisasi yang
dikelolahnya berjalan dengan lancar.
Peranan Yang Berhubungan Dengan Informasi (Informational Role), peranan
interpersonal diatas meletakkan atasan pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan
informasi. Peranan interpersonal diatas Mintzberg merancang peranan kedua yakni yang
berhubungan dengan informasi ini
Peranan Pengambil Keputusan (Decisional Role), dalam peranan ini atasan harus
terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang di pimpinnya.
Mintzberg berkesimpulan bahwa pembagian besar tugas atasan pada hakikatnya
digunakan secara penuh untuk memikirkan sisitem pembuatan strategi organisasinya.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini digunakan sebagai tolak ukur Peran
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai koordinator
dalam menurunkan angka stunting di Kabupaten Manggarai Timur.
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Peran BKKBN Sebagai Koordinator dalam
mengatasi Stunting yang ada di Kabupaten
Manggarai Timur

21
Peran Menurut
Siswanto dan Miftah Thoha (2012: 21 dan 12), ada
tiga peran yang dilakukan pemimpin dalam
organisasi yaitu:
Peran Antar peribadi Peranan Yang Peranan Pengambil
(Interpersonal Role) Berhubungan Dengan Keputusan (Decisional

1. Bagaimana tindakan Informasi Role)


seorang pemimpin (Informational Role) 1. Langkah-langkah
dalam 1. Bagaimana yang dilakukan oleh
mempengaruhi pemeimpin dalam BKKBN sebelum
bawahanya menyampaikan mengambil
2. Peran Kepala BKKBN informasi kepada keputusan dalam
sebagai pemimpin di bawahanya menangani Stunting
dalam organisasi 2. Bagaimana proses 2. Kebijakan-kebikan
Evaluasi dari
tersebut yang dilakukan oleh
informasi yang
didapat dan BKKBN dalam
penyampaian menangani stunting
informasi kepada
masyarakat
berkaitan dengan
stuntig

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Tipe Penelitian
Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sebagai hasil dari penekanan yang
ditempatkan pada temuan mendalam dengan metode kualitatif, hasil penelitian yang
menggunakan metode kualitatif berupa penyelidikan yang lebih mendalam terhadap suatu
fenomena. Jenis penelitian mendalam yang dikenal sebagai penelitian kualitatif atau
penelitian kualitatif menghasilkan hasil yang tidak dapat diperoleh melalui perhitungan
angka-angka lain atau penerapan prosedur statistik.
Moleong mengutip Bogyan dan Taylor, yang mendefinisikan pendekatan kualitatif
sebagai metode penelitian yang menghasilkan tertulis, data deskriptif atau dari individu
yang perilakunya dapat dipelajari. Sementara itu, Kirl dan Miller mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam penelitian sosial tertentu yang
didasarkan pada pengamatan orang-orang di wilayah mereka sendiri dan berhubungan
dengan individu tertentu. Penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Penelitian
ini merupakan penelitian yang mendalam terhadap individu, kelompok, program, atau
bahkan orang lain selama periode waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lengkap dan mendetail tentang suatu entitas sehingga dapat dikumpulkan
datanya, yang kemudian dapat dianalisis untuk mengembangkan suatu teori.
3.2 Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan mengambil
lokasi di Kantor Badan Kep endudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Kabupaten Manggarai Timur tepatnya di Kecamatan Borong.
1) Landasan Teori
a. Menurut Hamid Darmadi (2011:52) lokasi penelitian adalah tempat
dimana proses studi yang digunakan untuk memperoleh pemecahan
masalah penelitian berlangsung.
b. Menurut Wiratna Sujarweni (2014:73) lokasi penelitian adalah tempat
dimana penelitian itu dilakukan.
c. Menurut Sugiyono (2008:119), lokasi penelitian adalah tempat ketika akan
diadakannya sebuah penelitian/observasi dalam rangka untuk memperoleh
sebuah data yang akurat untuk sebuah penlitian.

3.3 Fokus Penelitian


23
Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus
membatasi penelitian guna memilih mana yang relevan dan mana yang tidak relavan.
Penentuan fokus penelitian ini lebih diarahkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan
diperoleh dari situasi saat ini.
(Sugiyono 2017:207) pembatasan dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan pada
tingkat kepentingan, urgensi dan reliabilitas masalah yang akan dipecahkan. Penelitian ini
berfokus pada hal sebagai berikut:
1. Mengkaji Peran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
sebagai koordinator dalam menurunkan angka stunting di Kabupaten Manggarai
Timur.
Tabel 3.1 Fokus penelitian
Variabel Indikator Sub Indikator
Peran Badan Peran Antar peribadi 1. Bagaimana tindakan
Kependudukan dan (Interpersonal Role) seorang pemimpin dalam
Keluarga Berencana mempengaruhi
Nasional (BKKBN) bawahanya
Sebagai Koordinator 2. Peran Kepala BKKBN
Dalam Mengatasi sebagai pemimpin di
Stunting Yang Ada Di dalam organisasi tersebut
Kabupaten Manggarai Peranan Yang Berhubungan 1. Bagaimana pemeimpin
Timur Dengan Informasi dalam menyampaikan
(Informational Role) informasi kepada
bawahanya
2. Bagaimana proses Evaluasi
dari informasi yang
didapat dan penyampaian
informasi kepada
masyarakat berkaitan
dengan stuntig
Peranan Pengambil 1. Langkah-langkah yang
Keputusan (Decisional Role) dilakukan oleh BKKBN
sebelum mengambil
keputusan dalam
menangani Stunting
2. Kebijakan-kebikan yang
dilakukan oleh BKKBN
dalam menangani stunting

3.4 Informan Penelitian


Informan penelitian dalam penelitian dilakukan dengan cara purposive samping, yaitu
24
teknik pemilihan informan berdasarkan pertimbangan peneliti (Sugiyono, 2014:126).
Adapun kriteria seorang yang dijadikan informan dalam penelitian yaitu: (1) orang-orang
yang mengetahui dan memahami dengan sungguh sungguh tentang masalah yang akan
diteliti, (2) orang-orang yang memiliki waktu yang memadai untuk diwawancarai supaya
peneliti memperoleh iformasi yang jelas dan akurat, (3) orang-orang memberikan
informasi bukan karena rekayasa sendiri tapi benar benar memahami dan mengalami
masalah yang diteliti, dan (4) orang-orang dapat dipercaya untuk memberikan informasi.
Subjek atau informan peneliti adalah semua pihak yang dijadikan sumber untuk
memperoleh data dalam sebauah penelitian. Dalam peneilitian ini pihak yang dijadikan
informan adalah yang dianggap mempunyai iformasi yang dibutuhkan dilokasi penelitian.
Menurut peneliti subjek atau informan dalam penelitian ini yaitu:
Tabel 3.2 Tabel informan penelitian
No Jabatan Jumlah
1 Kepala Dinas 1
Kepala Bidang 1
Para Pegawai 5
Sumber: Penulis 2023
3.5 Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain lain. Data data dalam
penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber baik melalui data atau tulisan dan sumber
lisan melalui wawancara. Sumber data yang diperoleh antara lain melalui:
1) Data Primer
Menurut S. Nasution (2004) bahwa “Data primer adalah data yang dapat
diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian”. Sumber data utama yang
ada dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan
tindakan adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau
mewawancarai. Peneliti menggunakan sumber data ini untuk mendapatkan
informasi langsung tentang bagaimana Peran BKKBN sebagai Koordinator dalam
menurunkan angka stunting di Kabupaten Manggarai Timur.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula
rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi
pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari
25
berbagai organisasi, lampiran lampiran dari badan badan resmi seperti kementrian
kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories dan sebagainya.
Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara lansung
dengan Dinas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Kabupaten Manggarai Timur, sumber yang tidak lansung memberikan data pada
pengumpul data misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen dan sejenisnya
(Sugiyono 2014:225).
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu:
a. Observasi
Margono, dalam Satori dan Komariah (2012:105) menyatakan observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatn secara sistematik. Bugin dalam Satori
dan Komariah (2012:105) menyatakan bahwa observasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamtan, pendengar, alat perekam suara dan kamera. Secara umum observasi
merupakan metode pengumpulan data dengan mengunjungi serta mengamati
objek lansung di tempat penelitian. Metode observasi ini dilakukan di awal
penelitian sampai akhir untuk menncari data lansung yang ada di lapangan dan
membandingkan dengan data yang sudah ada sebelumnya. Dengan menggunakan
metode observasi ini, peneliti dapat mengamati titik permasalahan dengan
mengumpulkan data dari setiap objek yang diobservasi. Obejek observasi dalam
penelitian ini adalah Dinas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), Kabupaten Manggarai Timur.
b. Wawancara
Iskandar (2008:178) mengatakan wawancara adalah metode pengumpulan
data dengan cara menanyakan kepada informan dengan cara tanya jawab dan tatap
mukas secara lansung mengenai masalah yang akan diteliti. Suryanto (2010:69)
juga mengatakan, wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan
untuk menndapatkan informasi (data) dari face to face responden dengan cara
bertanya lansung secara bertatap muka () wawancara yang digunakan peneliti ini
adalah wawancara terbuka dan mendalam, dalam suasana kekeluargaan.
Wawancara tersebut berpedoman pada pertanyaan yang telah disiapkan pada
lembaran pertanyaan. Untuk memudahkan peneliti dalam memperoleh atau
26
mengambil data, maka peneliti menyiapkan alat bantu berupa buku catatan, alat
perekam suara, dan kamera.
c. Studi Dokumen
Sugiyono (2014:326) menjelaskan bahwa dokumen adalah catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Catatan peristiwa ini dibutuhkan agar data yang dikumpulkan
melalui observasi dan wawancara dapat dipercaya (Kredibel). Dalam melengkapi
sejumlah iformasi data yang akan dikaji, seorang peneliti harus memiliki referensi
lain yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti selanjutnya
dapat dijelaskan dengan baik karena memang pada dasarnya ada refresnsi lain
yang dijadikan dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti mempelajari dokumen-
dokumen berupa arsip serta melalui websid yang berkaitan dengan Peran Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai koordinator.
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data menurut Sugiyono (2018:482) adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam unit unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diiri sendiri maupun
orang lain. Sedangkan menurut Miles dan Huberman dalam buku Sugiyono (2018:246)
analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data
berlansung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Miles dan
Huberman menawarkan pola umum analisis dengan mengikuti model interaktif sebagai
berikut:
a. Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2018:247-249) Reduksi Data adalah merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting sesuai dengan topik
penelitian, mencari tema dan polanya, pada akhirnya memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Dalam mereduksi data akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai dan telah
ditentukan sebelumnya. Reduksi Data juga merupakan suatu peroses berpikir
kritis yang memerlukan kecerdasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah mereduksi data, maka langka selanjutnya adalah menyajikan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk table,
27
grafik, flowchart, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut,
maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan
muda dipahami. Selain itu dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bangan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya namun yang sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitan kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Melalui
penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, dan tersusun sehingga akan
semakin mudah dipahami (Sugiyono, 2018:249).
3.8 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan masalah stunting merupakan salah
satu masalah yang menjadi isu prioritas utama pemerintah yang dimana melalui Peraturan
Presiden No 72 Tahun 2021 ditetapkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) sebagai koordinator dalam percepatan penurunan angka stunting di
Indonesia dengan target penurunan angka stanting mencapai 14%. Di Kabupaten
Manggarai Timur angka stunting pada tahun 2022 mencapai 9,6% sedangkan pada tahun
2023 angka stunting mencapai 9,2%.
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang
menghasilkan hasil yang tidak dapat diperoleh melalui perhitungan angka-angka lain atau
penerapan prosedur statistik. Dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan tiga jenis
pengumpulan data yaitu: Wawancara, Observasi dan Studi Dokumentasi.

28
DAFTAR PUSTAKA
Area, U. M. (2023). ( Studi Kasus Di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan )
IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 72 TAHUN 2021 TENTANG
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING SKRIPSI OLEH : LAMRIA SARI
SITUMORANG FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
MEDAN AREA MEDAN ( Studi Kasus Di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan
Belawan ) IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 72 TAHUN 2021
TENTANG PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING Diajukan Sebagai Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Medan Area OLEH : LAMRIA SARI SITUMORANG.
Badan, P., Pembangunan, P., Dalam, D., Tomohon, R. K., Lantaeda, S. B., Lengkong, F. D.
J., & Ruru, J. M. (n.d.). Jurnal Administrasi Publik. 04(048).
Faktor, A., Yang, P., & Kejadian, M. (2025). STUNTING. 12(1), 28–39.
Handika, D. O., Masyarakat, S. K., Masyarakat, F. K., & Diponegoro, U. (2020). Keluarga
Peduli Stunting Sebagai Family Empowerment Strategy Dalam Penurunan Kasus
Stunting di Kabupaten Blora. 4(4), 685–692.
Lembaran, T., Republik, N., Lembaran, T., Pemerintah, P., Nomor, P. U., Lembaran, T.,
Republik, N., Berencana, K., Lembaran, T., & Republik, N. (2023). BERITA NEGARA.
787, 1–35.
Pelaksanaan, P., Operasional, K., Kencana, P. B., Balai, D. I., Kb, P., Percepatan, D. A. N., &
Lapangan, M. L. (2022). Melalui lini lapangan.

29

Anda mungkin juga menyukai