Anda di halaman 1dari 27

Tafsir Surat Al-Qadr

TAFSIR SURAT AL-QADR


‫بسم الله الرحمن الرحيم‬
‫} َت َّزَن ُل‬3{ ‫} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْل ِف َشْهٍر‬2{ ‫} َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر‬1{ ‫ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬
}5{ ‫} َسَلاٌم ِهَي َحَّت ى َمْطَلِع اْلَفْج ِر‬4{ ‫اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها ِإِب ْذِن َرِّبِهم ِّمن ُكِّل َأ ْمٍر‬

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur`an) pada malam kemuliaan.[1]


Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
Sebagian besar ulama tafsir[2] berpendapat, surat Al Qadr adalah Makkiyah (yang
diturunkan sebelum hijrah). Adapun penamaan surat ini dengan Al Qadr, karena surat ini
menerangkan keutamaan dan tingginya kedudukan Al Qur`an, yang juga diturunkan pada
malam yang sangat mulia. Dan dinamakan Lailatul Qadr, karena kedudukannya yang begitu
agung dan mulia di sisi Allah[3]. Oleh karenanya malam itu penuh dengan keberkahan.
Allah berfirman:

‫ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُّم َباَرَكٍة‬

(Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.[4].


Ibnu Katsir berkata,”(Malam yang diberkahi) itulah Lailatul Qadr, (yang terjadi) pada bulan
Ramadhan, sebagaiman firman Allah Ta’ala

‫َشْهُر َرَمَضاَن اَّلِذَي ُأ نِزَل ِفيِه اْلُقْرآُن‬

(Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an)[5].


Ibnu Abbas dan yang lainnya berkata: “Allah telah menurunkan Al Qur`an dari Lauh
Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian
menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa-
peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun”[6].
Adapun yang berkenaan dengan asbabun nuzul (sebab turunnya) surat ini, maka
tidak ada satupun riwayat shahihah yang bisa dijadikan hujjah ataupun dalil[7].

At Tirmidzi pernah menyebutkan sebuah hadits yang masih erat kaitannya dengan sebab
turunnya surat ini. Sengaja kami bawakan untuk menghapus persepsi buruk sebagian kaum
kajian lailatul qodar 1
muslimin[8] terhadap sejarah pemerintahan Bani Umayah. Apabila keyakinan semacam ini
dibiarkan, maka akan mengakibatkan cacatnya aqidah dan manhaj kaum Muslimin, karena
mengandung celaan terhadap salah satu sahabat Rasulullah yang mulia, yaitu Mu’awiyah
bin Abi Sufyan dan masa pemerintahan Bani Umayah secara umum.
Di dalam Jami’nya[9], At Tirmidzi menyebutkan sebuah riwayat lemah dengan
sanadnya dari Al Qasim bin Fadhl Al Huddani, dari Yusuf bin Sa’ad, ia berkata: “Seseorang
berdiri menuju Al Hasan bin Ali setelah beliau membai’at Mu’awiyah, lalu berkata,’Engkau
telah menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin’ atau ‘Wahai orang yang menghitamkan
wajah-wajah kaum Mukminin!’, berkata (Al Hasan bin Ali): ‘Janganlah mencelaku
rahimakallah. Sesungguhnya Nabi pernah diperlihatkan (keadaan) Bani Umayah di
mimbarnya, dan hal itu membuatnya tidak senang, maka turunlah

‫ِإ َّن ا َأ ْعَطْيَناَك اْلَكْوَثَر‬

(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak), Wahai


Muhammad, yaitu sebuah sungai di Surga, dan (juga) turun:

‫} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬2{ ‫} َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر‬1{ ‫ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬

(masa) yang akan dikuasai Bani Umayah sepeninggalmu wahai Muhammad”.


Al Qasim berkata: “Maka kami hitung (masa khilafah Bani Umayah), dan (memang)
tepat seribu bulan, tidak lebih atau kurang seharipun”. Ibnu Katsir mengomentari hadits
ini[10] dan berkata: Dan Al Hakim, di dalam kitab Al Mustadrak-nya[11] meriwayatkan
hadits ini dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Mazin,… Dan Ath Thabari[12]
meriwayatkan dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari ‘Isa bin Mazin[13] , demikian katanya, dan
hal ini mengakibatkan hadits ini menjadi mudhtharib,[14] wallahu a’lam. Maka hadits ini
munkarun jiddan (sangat mungkar), (sehingga) Syaikh kami, Al Imam Al Hafizh Al Hujjah
Abul Hajjaj Al Mizzi berkata: “Ini hadits munkar”[15]
Ibnu Katsir berkata: “Perkataan Al Qasim bin Fadhl Al Huddani bahwa ia telah
menghitung masa kekuasaan Bani Umayah, lalu katanya ia dapatkan tepat seribu bulan
tidak lebih dan tidak kurang seharipun, adalah tidak benar. Karena sesungguhnya,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu sudah berkuasa ketika Al Hasan bin Ali
menyerahkan kuasa (dengan membai’atnya) pada tahun 40 H, dan seluruh kaum Muslimin
membai’atnya pula, sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah (tahun jamaah).

kajian lailatul qodar 2


Adapun kaum Muslimin di Syam dan tempat lainnya, (mereka) tetap berada di bawah
naungan khilafah Bani Umayah. Tidak ada yang keluar (dari kekuasaan Bani Umayah),
kecuali pada masa Abdullah bin Az Zubair berkuasa di Haramain dan Al Ahwaz dan sebagian
wilayah di sekitarnya, selama kurang lebih sembilan tahun. Akan tetapi, pemerintahan
Abdullah bin Az Zubair masih tetap di bawah khilafah Bani Umayah, sampai akhirnya datang
peristiwa perebutan khilafah Bani Al Abbas pada tahun 132 H. Dengan demikian, masa
kekhilafahan Bani Umayah ialah sembilan puluh dua tahun, yang berarti melebihi seribu
bulan, karena seribu bulan sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan.
(Demikianlah) seolah-olah Al Qasim bin Fadhl tidak menganggap penghitungan
bilangan tahun kekuasaan Abdullah bin Az Zubair, sehingga apabila memang demikian,
maka apa yang dikatakannya adalah benar. Wallahu a’lam.
Dan di antara hal-hal yang menunjukkan dha’ifnya hadits ini ialah, hadits ini
dibawakan untuk melakukan celaan terhadap Daulah Bani Umayah. Jika yang dimaksud
seperti itu, maka tentu tidak (perlu) dibawakan dengan konteks semacam ini! Karena
sesungguhnya, mengutamakan Lailatul Qadr di atas masa kekuasaan Bani Umayah, (sama
sekali) tidak menunjukkan adanya pencelaan terhadap masa kekuasaan mereka. Karena
sesungguhnya, (sebagaimana sudah kita ketahui dari penjelasan di atas, Pen), Lailatul Qadr
adalah malam yang sangat mulia. Dan surat yang mulia ini diturunkan dalam konteks
memuliakan Lailatul Qadr. Maka bagaimana (mungkin bisa difahami) Lailatul Qadr
dimuliakan dengan pengutamaannya di atas masa khilafah Bani Umayah yang tercela
sebagaimana kandungan hadits tersebut? Kemudian, adakah orang yang memahami,
bahwa yang dimaksud dengan seribu bulan dalam ayat ini adalah masa khilafah Bani
Umayah? Sedangkan surat ini adalah Makkiyah? Bagaimana (mungkin) makna alfi syahrin
(seribu bulan) dipalingkan kepada masa khilafah Bani Umayah? Sedangkan lafazh ayat
maupun maknanya, (sama sekali) tidak menunjukkan hal itu?! Lagi pula, mimbar Rasulullah
(yang tercantum dalam hadits ini) baru dibuat di Madinah, (yaitu) setelah beberapa saat
dari hijrahnya. Maka (jelaslah sudah), semuanya ini sebagai dalil (dan bukti) dha’if dan
munkarnya hadits ini. Wallahu a’lam”[16].
Pada ayat berikutnya Allah berfirman:

‫َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر‬

(Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?).

kajian lailatul qodar 3


Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata[17] : “Pengulangan pertanyaan ini adalah sebagai
pengagungan, seperti (juga) firman Allah:

‫} َوَما َأ ْدَراَك َما اْلَقاِرَعُة‬2{ ‫} َما اْلَقاِرَعُة‬1{ ‫اْلَقاِرَعُة‬

(1) Hari Kiamat. (2) Apakah Hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu?[18]
Kemudian Allah berfirman:

‫َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬

(Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan).


Ada sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat ini, di antaranya ialah:
,‫ َقْد َجاَءُكْم َرَمَض اُن‬:‫ َقاَل َرُسْوُل اللِه َص َّلى اللُه َعَلْيِه َوَس َّل َم‬,‫ َّـلَما َحَضَر َرَمَضاُن‬:‫عن أبي هريرة قال‬
‫ ُتْف َتُح ِفْيِه َأ ْبَواُب َّن‬,‫ ِاْفَتَرَض اللُه َعَلْيُكْم ِص َياَمُه‬,‫َشْهٌر ُمَباَرٌك‬
‫ َوُتَغ ُّل ِفْي ِه‬,‫ َوُتْغَلُق ِفْي ِه َأ ْب َواُب اْل َجِحْيِم‬,‫اْلَج ِة‬
‫ َمْن ُحِرَم َخْيُرَها َفَقْد ُحِرَم‬,‫ ِفْيِه َلْيَلٌة َخْيٌر ِمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬,‫الَّش َياِطْيُن‬
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Tatkala tiba bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda: “Telah
datang pada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah memerintahkan kalian untuk
berpuasa padanya. Pada bulan itu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim
ditutup, dan setan-setan diikat. Pada bulan itu terdapat Lailatul Qadr. Barangsiapa yang
terhalang dari kemuliaan (keutamaannya), sungguh dia telah terhalang”[19]
Ath Thabari dan Ibnu Katsir berkata[20]: Sufyan Ats Tsauri berkata: “Telah sampai
kepadaku perkataan Mujahid ‫ َلْي َلُة اْلَق ْد ِر َخ ْي ٌر ِّم ْن َأْلِف َش ْه ٍر‬, ia berkata,’Amalan, puasa, dan
shalat pada malam itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan (seseorang melakukan
ibadah, Pen)’.”
Adapun maksud para ulama tafsir, bahwa ibadah pada malam Lailatul Qadr lebih
utama dari ibadah selama seribu bulan, yaitu (seribu bulan) yang di dalamnya tidak
terdapat Lailatul Qadr.[21]
Syaikh Al Albani berkata: “Dan di antara masa, ada yang telah Allah jadikan seluruh
amalan baik padanya lebih utama (dari waktu-waktu selainnya), seperti pada sepuluh
Dzulhijjah dan malam Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu seluruh amalan
pada malam itu lebih utama (baik) dari amalan selama seribu bulan tanpa Lailatul Qadr di
dalamnya”[22]
Kemudian pada ayat berikutnya Allah berfirman:

‫َت َّزَن ُل اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها ِإِب ْذِن َرِّبِهم ِّمن ُكِّل َأ ْمٍر‬

kajian lailatul qodar 4


(Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan idzin Rabb-nya untuk
mengatur segala urusan).
Sebagian besar ulama menafsirkan ( ‫ )الُّروُح‬adalah Jibril, dan sebagian yang lain
menafsirkan dengan jenis malaikat lainnya[23].
Dan firman Allah ‫ ِبِإْذِن َرِّبِه م ِّم ن ُك ِّل َأْم ٍر‬, maksudnya ialah, mereka (para malaikat)
turun dengan idzin Rabb mereka, dengan segala sesuatu yang telah Allah tentukan pada
tahun itu, dari masalah rezeki, ajal, dan perkara lainnya[24]
Lalu di akhir surat Al Qadr ini, Allah berfirman:

‫َسلَاٌم ِهَي َحَّت ى َمْطَلِع اْلَفْج ِر‬

(Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar).


Maksudnya ialah, pada malam Lailatu Qadr penuh dengan kebaikan dan keberkahan
seluruhnya, selamat dari segala kejahatan dan keburukan apapun, setan-setan tidak
mampu berbuat kerusakan dan kejahatan sampai terbit fajar di pagi harinya.
Demikian ini adalah perkataan sebagian besar ulama, seperti Mujahid, Nafi’,
Qatadah, Ibnu Zaid, Abdurrahman bin Abi Laila, dan lain-lainnya[25]. Adapun menurut Asy
Sya’bi, dia berpendapat, pada malam itu para malaikat memberikan ucapan salam kepada
para penghuni masjid-masjid (yang beribadah di dalamnya) sampai terbit fajar[26].

APAKAH LAILATUL QADR MERUPAKAN SALAH SATU KEKHUSUSAN UMAT ISLAM, ATAUKAH
JUGA TERDAPAT PADA UMAT UMAT SEBELUMNYA?
As Suyuthi membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Ad Dailami[27], dari Anas, beliau
berkata:

‫ َوَلْم ُيْعِطَها َمْن َكاَن َقْبَلُهْم‬,‫ِإ َّن اللَه َوَهَب لُأ َّم ِتْي َلْيَلَة اْلَقْدِر‬.

“Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr untuk umatku, dan tidak memberikannya
untuk (umat-umat) sebelumnya“.
Akan tetapi hadits ini maudhu`[28], sehingga tidak bisa dijadikan hujjah atau sandaran.
Al Khathabi menyatakan adanya ijma’ para ulama, bahwa Lailatul Qadr juga terdapat pada
umat-umat sebelum umat Islam[29]. Ibnu Katsir dan As Suyuthi, di dalam tafsir mereka[30]
membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Malik di Muwatha’nya[31] yang berkata:

kajian lailatul qodar 5


‫اَء اللُه ِمْن َذِلَك َفَكَأ َّن ُه َتَقاَصَر‬77‫إَّن َرُسْوَل اللِه صَّلى اللُه عليه وسَّل م ُأ ِرَي َأ ْعَماَر الَّن اِس َقْبَلُه َأ ْو ما ش‬
‫ َفَأ ْعَط اُه اللُه َلْيَلَة اْلَق ْدِر‬,‫أعماُر ُأ َّم ِتِه َأ ْن لَا َيْبُلُغْوا ِمَن اْلَعَم ِل ِمْثَل اَّلِذْي َبَلَغ َغْيُرُهْم ِفْي ُط ْوِل اْلُعْم ِر‬
‫َخْيًرا ِمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬

“(Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya -yang relatif


panjang- sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin
pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum
mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah
Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan)”[32]
Lalu Ibnu Katsir mengomentari hadits ini dan berkata: “Yang diisyaratkan hadits ini
ialah adanya Lailatul Qadr pada umat-umat terdahulu sebelum umat Islam”. Beliau juga
membawakan hadits lain, yaitu dengan menukil riwayat Imam Ahmad di dalam Musnad-
nya[33], dari Abu Dzar yang berkata:

: ‫ ُقْلُت‬,‫ َبْل ِهَي ِفي َرَمَض اَن‬:‫ أِفي َرَمَضاَن ِهَي َأ ْو ِفْي َغْيِرِه؟ َقاَل‬,‫ أْخِبْرِني َعْن َلْيَلِة اْلَقْدِر‬,‫َيا َرُسْوَل الله‬
‫ َبْل ِهَي إلَى َيْوِم اْلِقَياَمِة‬:‫ َفإَذا ُقِبُضْوا ُرِفَعْت ؟ أْم ِهَي إلَى َيْوِم اْلِقَياَمِة؟ قَاَل‬,‫َتُكْوُن َمَع الأْنِبيَاِء مَاَكاُنْوا‬
“Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr, apakah malam itu pada bulan
Ramadhan ataukah pada selainnya?” Beliau berkata: “Pada bulan Ramadhan”. (Abu Dzar)
berkata,”(Berarti sudah ada) bersama para nabi terdahulu? Lalu apakah setelah mereka
wafat (malam Lailatul Qadr tersebut) diangkat? Ataukah malam tersebut akan tetap ada
sampai hari Kiamat?” Nabi menjawab: “Akan tetap ada sampai hari kiamat…”
Kemudian Ibnu Katsir berkata: “Pada hadits ini spun ada isyarat seperti yang telah
kami sebutkan (pada hadits pertama), bahwa Lailatul Qadr akan tetap terus berlangsung
sampai hari Kiamat pada setiap tahunnya. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh sebagian
kaum Syi’ah bahwa Lailatul Qadr sudah diangkat (tidak akan terjadi lagi), disebabkan
(mereka salah) memahami hadits yang akan kami bawakan sebentar lagi[34]. Karena,
maksud (hadits) yang sesungguhnya ialah, diangkatnya pengetahuan saat terjadinya malam
Lailatul Qadr[35]. Juga ada isyarat, bahwa Lailatul Qadr khusus terjadi pada bulan
Ramadhan saja dan tidak terjadi pada bulan-bulan lainnya[36].”

Pendapat inilah (bahwa Lailatul Qadr terdapat juga pada umat-umat sebelum umat Islam)
yang didukung kuat oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya[37], karena banyaknya hadits-
hadits yang menunjukkan hal itu.
kajian lailatul qodar 6
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Malam kemuliaan, dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr. Yaitu
suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan
turunnya Al Qur`an. (Lihat Al Qur`an dan terjemahnya).
[2] Seperti Ibnu Jarir Ath Thabari (Tafsir Ath Thobari, 30/312), Ibnu Katsir (Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, 8/441), As Suyuthi (Ad Durr Al Mantsur, 8/567), As Sa’di (Taisir Al Karim Ar
Rahman, 2/1184), dan yang lain-lainnya. Adapun Al Qurthubi, beliau berpendapat bahwa
Surat Al Qadr adalah Madaniyah (Lihat Al Jami’ Li Ahkami Al Qur`an, 20/120).
[3] Taisir Al Karim Ar Rahman, 2/1184 dengan ringkas. Dan Al Qurthubi telah membawakan
beberapa perkataan ulama yang berkaitan dengan sebab penamaan malam itu dengan
Lailatul Qadr. (Lihat Al Jami’ Li Ahkami Al Qur`an, 20/120-121). Demikian pula Asy Syinqithi
(Lihat Adhwa’ Al Bayan, 9/34).
[4] Ad Dukhan/44 ayat 3.
[5] Al Baqarah/2 ayat 185.
[6] Tafsir Al Qur`an Al ‘Azhim ((8/441).
[7] Ath Thabari di dalam tafsirnya (30/314) membawakan atsar Mujahid yang mursal (yang
tidak ada atau tidak diketahui perawinya antara dia dan Rasulullah), dari Al Mutsanna bin
Ash Shabbaah, dari Mujahid, yang maknanya: “Konon ada seorang dari Bani Israil yang
melalukan Qiyamul Lail (shalat malam) hingga pagi, kemudian berjihad di siang harinya
hingga sore hari, dan (dia) melakukan hal itu selama seribu bulan, maka Allah menurunkan
ayat: ‫ ِإَّنا َأنَزْلَن اُه ِفي َلْي َل ِة اْلَق ْد ِر‬, (maka) menghidupkan malam (Lailatul Qadr) itu (dengan
ibadah) lebih baik dari amalan seorang tersebut”.

Abdurrazzaq Al Mahdi (muhaqqiq kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an, 20/122) berkata (yang
artinya): “Khabar ini wahin (lemah)”.
Hal yang serupa juga telah dibawakan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (8/442)
dengan sedikit perbedaan lafazh, yang maknanya: “Nabi telah menyebutkan seorang dari

kajian lailatul qodar 7


Bani Israil yang (selalu) mengenakan persenjataan untuk berjihad di jalan Allah selama
seribu bulan”, berkata (Mujahid): “Maka kaum Muslimin (para sahabat) terheran-heran
kagum dari hal itu, maka Allahpun menurunkan:

‫} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬2{ ‫} َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر‬1{ ‫ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬

Satu malam (yang sama dengan) amalan orang yang (selalu) mengenakan persenjataan
untuk berjihad di jalan Allah selama seribu bulan tersebut”.
Sami` bin Muhammad As Salamah (muhaqqiq kitab Tafsir Al Qur`an Al ‘Azhim,
8/443) berkata: “Dan (juga) diriwayatkan oleh Ats Tsa’labi di dalam tafsirnya, dan Al Wahidi
di dalam Asbabun Nuzul sebagaimana di dalam Takhrij Al Kasyaf oleh Az Zaila’i (4/253), dari
jalan Muslim bin Khalid, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid secara mursal”.
Demikian pula atsar yang telah dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya
(10/3452) dan Al Qurtubi di dalam tafsirnya (20/122) dan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya
(8/443) dan As Suyuthi di dalam tafsirnya (Ad Durr Al Mantsur, 8/568) dari jalan Maslamah
bin ‘Ulay, dari Ali bin ‘Urwah secara mursal, yang maknanya: “Rasulullah (pada suatu hari)
menyebutkan empat orang dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama delapan
puluh tahun, tidak pernah bermaksiat sedikitpun. Mereka adalah Ayyub, Zakariya, Hizqil bin
Al ‘Ajuz dan Yusya’ bin Nun”. Ali bin ‘Urwah berkata: “Maka para sahabat Rasulullah
terheran-heran kagum dengan hal itu, hingga Jibrilpun mendatanginya seraya
berkata,’Umatmu telah terheran-heran kagum dengan ibadah mereka selama delapan puluh
tahun. Mereka tidak pernah bermaksiat sedikitpun. Sungguh Allah telah menurunkan
sesuatu yang lebih baik dari itu’. Lantas Jibrilpun membacakan kepadanya:

‫} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬2{ ‫} َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر‬1{ ‫ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬

Ini (Lailatul Qadr) lebih baik dari apa yang membuatmu dan umatmu terheran-heran
kagum”. Maka bergembiralah Rasulullah dan para sahabatnya.
Abdurrazzaq Al Mahdi (muhaqqiq kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an, 20/122) berkata
mengomentari atsar ini (yang artinya): “Dha’ifun jiddan (lemah sekali)…, dari jalan
Maslamah bin ‘Ulay dari Ali bin ‘Urwah secara mursal. Dan bersamaan dengan itu,
Maslamah bin ‘Ulay adalah (perawi) matruk (yang ditinggalkan haditsnya). Dia adalah Al
Khusyani. Demikian pula syaikhnya (Ali bin ‘Urwah) adalah matruk. Maka khabar ini lemah
sekali, tidak bisa dijadikan hujjah. (Penghukuman) yang lebih tepat (terhadap) khabar ini
adalah israiliyaat (khabar tentang Bani Israil yang tanpa dasar)”. Lihat pula biografi

kajian lailatul qodar 8


Maslamah bin ‘Ulay Al Khusyani dan syaikhnya Ali bin ‘Urwah di dalam Taqrib At Tahdzib
(hlm. 701 & 943), karangan Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani.
[8] Yang terkontaminasi dengan sebagian aqidah Syi’ah atau Rafidhah yang membenci
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, atau bahkan membenci Bani Umayah secara umum. Wallahul
musta’an.
[9] Jami’ At Tirmidzi (5/445 no.3350).
[10] Tafsir Al Qur`an Al Azhim (8/441-442). Al Albani menghukumi hadits ini: “Sanadnya
dha’if, mudhtharib, dan matannya munkar”. (Lihat Dhaif Sunan Tirmidzi).
[11] Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain (3/186 no.4796).
[12] Tafsir Ath Thabari (30/314).
[13] Abdurrazzaq Al Mahdi (muhaqqiq kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an, 20/123) berkata:
“Ini (penamaan ‘Isa bin Mazin) adalah tashif (kesalahan dalam penamaan)”.
[14] Hadits mudhtharib adalah hadits yang diriwayatkan dari jalan yang banyak yang sama
kuatnya, sehingga tidak mungkin untuk digabungkan atau ditarjih. (Lihat Taisir Mushthalah
Al Hadits, hlm. 112). Dan hadits mudhtharib salah satu hadits yang dha’if (lemah).
[15] Hadits munkar ialah, hadits yang di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang
fasiq, buruk hafalannya, dan banyak lalainya. Atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi dha’if, dan dia menyelisihi riwayat perawi tsiqah (kuat). (Lihat Taisir Mushthalah Al
Hadits, hlm. 95).
[16] Lihat pula Al Bidayah wa An Nihayah (6/243-244). Ibnu Katsir juga membicarakan
hadits ini secara panjang lebar.
[17] Di dalam kitab tafsirnya, Adhwa’ Al Bayan (9/34).
[18] Al Qari’ah/101 ayat 1-3
[19] HR An Nasa-i (4/129), Ahmad (2/230,385 & 425).Hadits ini dishahihkan Al Albani di
dalam Shahih Al Jami’ (no.55), Shahih Sunan An Nasa-i, Shahih At Targhib Wa At Tarhib (1/
), Tamam Al Minnah (hlm.395).
[20] Tafsir Ath Thabari (30/314) dan Tafsir Al Qur`an Al Azhim (8/443).
[21] Lihat Tafsir Ath Thabari (30/314-315), Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an (20/121), Tafsir Al
Qur`an Al Azhim (8/443), Ad Durr Al Mantsur (8/568), dan Taisir Al Karim Ar Rahman
(2/1185).
[22] Ats Tsamru Al Mustathab (2/576).
[23] Lihat Tafsir Ath Thabari (30/315), Tafsir Al Qur`an Al Azhim (8/444), Ad Durr Al
Mantsur (8/569), Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an (20/123-124). Al Qurthubi juga membawakan

kajian lailatul qodar 9


beberapa penafsiran ulama lainnya. Di antara mereka ada yang menafsirkan dengan bala
tentara Allah yang bukan malaikat, ada pula yang menafsirkan dengan makhluk besar, dan
ada pula yang menafsirkan dengan rahmat yang turun bersama Jibril. Wallahu a’lam.
[24] Lihat Tafsir Ath Thabari (30/315), Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an dan Al Qurthubi berkata,
bahwa ini adalah perkataan Ibnu Abbas.
[25] Lihat Tafsir Ath Thabari (30/315), Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an (20/1َ24), dan Al Qurthubi
berkata, bahwa ini adalah perkataan Ibnu Abbas
[26] Lihat Tafsir Ath Thabari (30/315), Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an (20/124), Tafsir Al
Qur`an Al Azhim (8/444), Ad Durr Al Mantsur (8/568), dan Taisir Al Karim Ar Rahman
(2/1185).
[27] Di dalam kitabnya, Al Firdaus Bi Ma’tsur Al Khithab (1/173, no.647).
[28] Syaikh Al Albani berkata,”Maudhu’.” Lihat Dha’if Al Jami’, no. 1669 dan Silsilah Adh
Dha’ifah, Jilid 7. Hadits maudhu’ adalah hadits yang palsu, dusta, dan dibuat-buat yang
disandarkan kepada Nabi. (Lihat Taisir Mushthalah Al Hadits, hlm. 89).
[29] Tafsir Al Qur`an Al Azhim (8/446).
[30] Tafsir Al Qur`an Al Azhim (8/445), Ad Durr Al Mantsur (8/568).
[31] Al Muwatha` (1/321).
[32] Akan tetapi Syaikh Al Albani menghukumi hadits ini dan berkata: “Dha’ifun mu’dhal
(lemah dan terputus sanadnya dengan jatuhnya dua perawa hadits secara berurutan)”.
Lihat Dha’if At Targhib Wa At Tarhib.
[33] Musnad Imam Ahmad (5/171). Juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban (8/438
no.3683), Shahih Ibnu Khuzaimah (3/320-321 no.2169-2170), Al Mustadrak (1/603
no.1596), Sunan Al Baihaqi (4/307 no.8308), Musnad Al Bazzar (9/456 no.4067-4068) dan
yang lain-lainnya
[34] Lihat Tafsir Al Qur`an Al ‘Azhim (8/446). Adapun hadits yang akan beliau bawakan,
yang kaum Syi’ah salah dalam memahaminya, yaitu hadits yang dikeluarkan Al Bukhari
dalam Shahih-nya (2/711 no.1919 & 5/2248 no.5705) dari Ubadah bin Shamit berkata:

‫ َخَرْج ُت‬:‫ َفَق َاَل‬,‫ َفَتلَاَحى َرُجلَاِن ِمَن اْلُمْس ِلِمْيَن‬,‫َخَرَج الَّن ِبُّي َص َّلى اللُه َعَلْيِه َوَس َّل َم ِلُيْخِبَرَنا ِبَلْيَلِة اْلَق ْدِر‬
‫ َفاْلَتِمُس ْوَها ِفْي‬,‫ َوَعَسى َأ ْن َيُك ْوَن َخْيرًا َلُكْم‬, ‫لُأ ْخِبَرُكْم ِبَلْيَلِة اْلَق ْدِر َفَتلَاَحى ُفلَاٌن َوُفلَاٌن؟ َف ُرِفَعْت‬
‫الَّت اِسَعِة َوالَّس اِبَعِة َواْل َخاِمَسِة‬

kajian lailatul qodar 10


Rasulullah keluar untuk memberitahu kami (kapan terjadinya) Lailatul Qadr, tiba-tiba
ada dua orang dari muslimin saling mencela (berselisih), beliaupun bersabda: “Aku keluar
untuk mengabarkan kepada kalian (kapan) Lailatul Qadr, lalu si Fulan dan Fulan berselisih?
Sudah diangkat, dan mudah-mudahan hal itu lebih baik untuk kalian, maka carilah pada ke
sembilan, ke tujuh, dan ke lima (dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan)”.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (8/450-451) berkata: “Dan maksud dari ( ‫ )َفُر ِفَعْت‬adalah
diangkatnya ilmu (untuk para sahabat) akan kapan terjadinya Lailatul Qadr itu. Bukan
diangkatnya Lailatul Qadr secara keseluruhan (sehingga tidak ada wujudnya lagi) -
sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang bodoh dari kaum Syi’ah- karena Rasulullah
bersabda setelahnya: “Maka carilah pada ke sembilan, ke tujuh, dan ke lima (dari sepuluh
malam terakhir bulan Ramadhan)”.”
Demikian juga yang telah dinukilkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar di kitab Fathul Bari
(4/263), bahwa pendapat Lailatul Qadr telah diangkat secara keseluruhan sehingga
tidak ada wujudnya lagi sama sekali, adalah pandapat Syi’ah, seraya membawakan
perkataan Abu Hurairah, ketika ditanya apakah Lailatul Qadr telah tiada (sudah diangkat)?
Lalu menjawab: “Sungguh telah berdusta orang yang berkata demikian”. Lihat pula Adhwa’
Al Bayan (9/32).
[35] Demikianlah sehingga Imam Al Bukhari memberi tarjamah (judul bab) hadits ini di
Shahih-nya tersebut dengan judul ( ‫)َب اُب َرْف ِع َمْع ِرَف ِة َلْي َل ِة اْلَق ْد ِر ِلَتَالِح ي الَّن اِس‬, yaitu: Bab:
Diangkatnya pengetahuan (kapan terjadinya) Lailatul Qadr, disebabkan (adanya)
perselisihan antara dua orang muslim. Ibnu Katsir pun berkata ketika mengomentari
sabdanya: ( ‫)َفَتَالَح ى ُفَالٌن َوُفَالٌن ؟ َف ُر ِفَعْت‬, “Ini sesuai dengan sebuah perumpamaan:
Perdebatan (akan) memutuskan faidah, dan ilmu yang bermanfaat.”
[36] Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya (8/446) membawakan beberapa pendapat ulama,
di antaranya pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Lailatul
Qadr (bisa) terjadi pada satu tahun penuh, yang bisa diharapkan terjadinya pada setiap
bulan dalam setahun. Juga yang dihikayatkan dari Abu Hanifah bahwa Lailatul Qadr bisa
diharapkan terjadinya pada satu bulan Ramadhan penuh. Dan ada juga pendapat-pendapat
lainnya yang kebanyakan dari pendapat-pendapat tersebut tidak berdasarkan pada dalil
yang shahih.
Lihat pula pendapat-pendapat ulama yang dibawakan Al Hafizh Ibnu Hajar di kitabnya
Fathul Bari (4/262-266).
[37] Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim (8/445-446).

kajian lailatul qodar 11


LAILATUL QADAR
Wahai saudaraku seiman.. Sesungguhnya pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan ada malam kemuliaan (lailatul qadar). Ini adalah malam yang memiliki
keutamaan yang agung. Diantara keutamaannya:
1. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan sebagaimana firman Allah
ta’ala:

‫ ž ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُمَباَرَكٍة ِإ َّن ا ُكَّنا ُمْن ِذِريَن * ِفيَها ُيْف َرُق ُكُّل َأ ْمٍر َحِكيٍم * َأ ْمًرا ِمْن‬:‫قال الله تعالى‬
‫ِعْنِدَنا ِإ َّن ا ُكَّنا ُمْر ِس ِليَن‬
“ Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah,(yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami
adalah yang mengutus rasul-rasul”. [Ad Dukhan/44 : 3-5]
2. Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia nan agung sebagaimana firman Allah ta’ala:

‫ ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬:‫قال الله تعالى‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”


[Al Qadar/97: 1]
Pada malam itu Allah menetapkan apa yang terjadi sepanjang tahun dan
memutuskan segala perkaranya yang penuh hikmah.
3. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh dengan keutaman, kemuliaan, dan
banyaknya kebaikan serta balasan pahalanya lebih baik dari seribu bulan sebagaimana
firman Allah ta’ala:

‫َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬

“malam lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan” [Al Qadar/97 : 3]
4. Pada malam Lailatul Qadar para Malaikat dan Malaikat Jibril turun ke bumi dengan
membawa keberkahan, kebaikan, dan rahmat. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

‫َت َّزَن ُل اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها‬

“ pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril” [Al Qadar/97 : 4]

kajian lailatul qodar 12


5. Malam Lailatul Qadar adalah malam keselamatan / kedamaian bagi orang-orang yang
beriman dari segala hal yang mereka takutkan dikarenakan banyaknya pengampunan dosa
dan pembebasan dari neraka.

‫َسلاٌم ِهَي َحَّت ى َمْطَلِع اْلَفْج ِر‬

“malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” [Al Qadar/97 : 5]


6. Malam Lailatul Qadar itu sebagaimana yang Rasulullah katakan:
Baca Juga Lailatul Qadr Kekhususan Umat Islam?

(( ‫َذْنِبِه‬ ‫)) َمْن َقاَم َرَمَضاَن ِإ يَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن‬

“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada bulan Ramadhan dengan keimanan
dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Maka siapapun orang yang menegakkan shalat (tarawih –pent.) dengan penuh keimanan
kepada Allah serta mengharapkan balasan pahala dari Allah, ia akan memperoleh
keutamaan sekalipun ia tidak mengetahuinya.
7. Malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (pada malam-
malam ganjil). Maka disyari’atkan bagimu -wahai kaum muslimin- dalam mencarinya dan
berupaya keras mendapatkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( ‫)) َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي اْلِوْتِر ِمْن اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن‬

“Carilah malam lailatul qadar pada malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”
(HR. Bukhari)
8. Jika tiga malam pertama dari sepuluh hari terakhir terlewatkan olehmu atau karena tidak
mampu, maka bersungguh-sungguhlah pada tujuh hari yang tersisa. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

(( ‫اْلَتِمُس وَها ِفي اْلَعْشِر الَأ َواِخِر َيْعِني َلْيَلَة اْلَق ْدِر َف ِإ ْن َض ُعَف َأ َحُدُكْم َأ ْو َعَجَز َفَلا ُيْغَلَبَّن َعَلى الَّس ْبِع‬

‫اْلَبَواِقي‬ ))

“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir. jika salah seorang di antara kalian
tidak mampu atau lemah maka jangan sampai terluput dari tujuh hari sisanya” (HR. Muslim)

kajian lailatul qodar 13


9. Berupayalah dengan sungguh-sungguh dalam mencari malam Lailatul Qadar pada
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan lebih bersungguh-sungguh lagi pada tujuh
malam terakhir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang sahabat
yang bermimpi melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir:

(( ‫الَأ َواِخِر‬ ‫)) َأ َرى ُرْؤَياُكْم َقْد َتَواَطَأ ْت ِفي الَّس ْبِع الَأ َواِخِر َفَمْن َكاَن ُمَتَحِّريَها َفْلَيَتَح َّر َها ِفي الَّس ْبِع‬

“Aku melihat mimpi kalian. Mimpi kalian tepat pada tujuh malam terakhir. Barang siapa
yang ingin mencarinya, maka carilah pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan.” (H.R.
Muslim)
10. Carilah malam Lailatul Qadar pada malam kedua puluh lima, kedua puluh tujuh, dan
kedua puluh sembilan. Sungguh telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(( ‫اْلَتِمُسوَها ِفي اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي َتاِسَعٍة َتْبَقى ِفي َساِبَعٍة َتْبَقى ِفي َخاِمَسٍة َتْبَقى‬
))
“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pada malam
kedua puluh Sembilan, keduapuluh tujuh, kedua puluh lima”. (HR. Bukhari)
11. Dari tujuh malam terakhir bulan Ramadhan yang paling mendekati adalah malam kedua
puluh tujuh, maka bersungguh-sungguhlah pada malam ini. Sungguh Ubay bin Ka’ab
Radhiyallahu anhu telah berkata:

(( ‫َوالَّل ِه ِإ ِّني َلَأ ْعَلُم َأ ُّي َلْيَلٍة ِهَي ِهَي الَّل ْيَلُة اَّل ِتي َأ َمَرَنا ِبَها َرُسوُل اللِه َص َّلى اللُه َعَلْيِه َوَس َّل َم ِبِقَياِمَها ِهَي‬
‫)) َلْيَلُة َصِبيَحِة َسْبٍع َوِعْشِريَن‬
“Demi Allah aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yang kita diperintah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam untuk menghidupkannya, yaitu malam kedua puluh tujuh” (HR.
Muslim)
12. Perbanyaklah membaca doa ini pada malam-malam pencarian lailatul qadar:

‫الَّل ُهَّم ِإ َّن َك ُعُفٌّو ُت ِحُّب اْلَعْفَو َفاْعُف َعِّني‬

“Ya Allah.. Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf.. Engkau senang memaafkan.. Maka
ampunilah aku..”

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

kajian lailatul qodar 14


(( ‫أََرَأ ْيَت ِإ ْن َعِلْمُت َأ ُّي َلْيَلٍة َلْيَلُة اْلَقْدِر َم ا َأ ُقوُل ِفيَها َقاَل ُقوِلي الَّل ُهَّم ِإ َّن َك َعُف ٌّو َكِريٌم ُت ِحُّب اْلَعْف َو‬
‫)) َفاْعُف َعِّني‬
“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda kalau saya mendapatkan Lailatul Qadar, apa
yang saya ucapkan ketika itu? beliau menjawab: “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun,
tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Shahih)
13. Tanda-tanda malam Lailatul Qadar disebutkan dalam hadits Ubay, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( ‫)) َوَأ َماَرُتَها َأ ْن َتْط ُلَع الَّش ْمُس ِفي َصِبيَحِة َيْوِمَها َبْيَضاَء َلا ُشَعاَع َلَها‬

“Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)
Juga dalam riwayat Abu Daud:

(( ‫)) ُتْص ِبُح الَّش ْمُس َصِبيَحَة ِتْلَك الَّل ْيَلِة ِمْثَل الَّط ْسِت َلْيَس َلَها ُشَعاٌع َحَّت ى َتْرَتِفَع‬

”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana
hingga matahari itu naik.” (shahih)

HUKUM DAN KEUTAMAAN LAILATUL QADR


Pada kehidupan setiap umat terdapat kejadian yang selalu dikenang, hari-hari baik
yang membuat hati tertambat dan jiwa menjadi kelu. Sesungguhnya umat ini telah
dimuliakan dengan kejadian-kejadian besar, hari-hari dan malam-malam yang sempurna.
Di antara nikmat yang diberikan Sang Pencipta kepada umat ini adalah malam yang
disifati sebagai malam penuh berkah karena banyaknya keberkahan, kebaikan dan
keutamaan. Ia adalah malam Lailatul Qadr. Ia memiliki kedudukan yang agung, padanya
terdapat kemuliaan dan pahala yang berlebih.
Pada malam itu Allah turunkan al-Quran. Allah -Subhanahu wa Ta’âla- berfirman:

‫ َوَمٓا َاْدٰرىَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِۗر‬١ ‫ ِاَّن ٓا َاْنَزْلٰنُه ِفْي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬:‫قال تعالى‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul
Qadr), dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu?” [al-Qodar/97: 1-2]

Firman-Nya pula:

‫ ِاَّن ٓا َاْنَزْلٰنُه ِفْي َلْيَلٍة ُّم ٰبَرَكٍة ِاَّن ا ُكَّنا ُمْنِذِرْيَن‬:‫قال تعالى‬

kajian lailatul qodar 15


“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.” [Ad-Dukhân/44: 3]
Malam ini terdapat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah dan bukan pada bulan yang
lain. Allah -Ta’âla- berfirman:

‫ َشْهُر َرَمَضاَن اَّلِذْٓي ُاْنِزَل ِفْيِه اْلُقْرٰاُن‬:‫قال تعالى‬

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran…” [Al-Baqarah/2: 185]
Malam ini dinamakan malam Lailatul Qadr karena Allah mengqadar (menentukan)
rizki dan ajal, seluruh kejadian alam, menentukan siapa yang hidup dan mati, yang selamat
dan yang celaka, yang bahagia dan yang sengsara, yang kaya dan melarat, yang mulia dan
yang terhina, musim kemarau dan musim panen serta segala yang Allah inginkan pada
tahun itu, kemudian mengabarkannya kepada malaikat untuk merealisasikannya,
sebagaimana firman Allah -Ta’âla-:

‫ ِفْيَها ُيْف َرُق ُكُّل َاْمٍر َحِك ْيٍۙم‬:‫قال تعالى‬

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhân/44: 4]
Itu adalah takdir tahunan dan takdir khusus. Adapun takdir umum, lima puluh ribu
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi telah lebih dulu ditetapkan sebagaimana yang
terdapat dalam hadits-hadits sahih.
Allah telah menyitir kemuliaan malam ini dan menunjukkan keagungannya. Allah -
Azza wa Jalla– berfirman:

‫ َلْيَلُة اْلَقْدِر ۙە َخْيٌر ِّمْن َاْلِف َشْهٍۗر‬٢ ‫ َوَمٓا َاْدٰرىَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِۗر‬:‫قال تعالى‬

“Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu? Malam kemuliaan (Lailatul
Qadr) itu lebih baik dari seribu bulan.” [al-Qadr/97: 2-3]
Siapa yang ibadahnya di waktu itu diterima, menyamai ibadah selama 1000 tahun, setara
kurang lebih 83 tahun 4 bulan. Ini adalah pahala yang besar, dan balasan yang agung atas
amal yang ringan dan sedikit.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasalam-
bersabda:

‫َمْن َقاَم َلْيَلَة اْلَقْدِر ِإ يَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذْنِبِه‬
kajian lailatul qodar 16
“Siapa yang shalat pada malam Lailatul Qadr dengan iman dan mengharap pahala,
diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari di dalam sahihnya no. 1901]
Menghidupkan malamnya karena percaya dengan janji pahala dan mengharap
balasan, bukan karena hal lain. Penentunya adalah kesungguhan dan ikhlas, sama saja
mengetahuinya atau tidak mengetahuinya.
Hendaknya engkau bersungguh-sungguh wahai saudaraku yang mulia untuk shalat
dan berdoa pada malam itu. Sesungguhnya ia merupakan malam yang berbeda dari malam
lain sepanjang tahun. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya, waspadai kelezatan tidur dan
kesenangan hidup.
Adapun waktu dan persisnya, terdapat berita dari Rasulullah -Shalallahu alaihi wa
sallam- ia adalah malam ke 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam Ramadhan.
Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata:
“Menurutku –wallahu a’lam– bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- menjawab sesuai
dengan apa yang ditanyakan. Ketika ditanyakan kepadanya: ‘Apakah kita menantikannya
pada malam demikian?’ Beliau menjawab: ‘Nantikanlah pada malam demikian’.” [1]
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan malam Lailatul Qadr hingga terdapat 40
pendapat. Hal itu disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bâri.
Pendapat tersebut sebagiannya lemah, sebagian lagi ganjil dan sebagian lagi batil.
Yang sahih dalam hal ini adalah hari-hari ganjil pada sepuluh malam terakhir
Ramadhan, 21, 23, 25, 27 dan 29 sebagaimana hadits Aisyah -Radiallahu’ anha-, dia
berkata:
“Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- menantikan Lailatul Qadr pada hari ganjil di
sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dan bersabda:

‫َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفى اْلِوْتِر ِمَن اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن‬

“Upayakan malam Lailatul Qadr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan.” [HR.
Al-Bukhari no. 2017]

Bilamana seseorang lelah dan melemah kesungguhannya, hendaknya mengupayakannya


pada tujuh hari ganjil terakhir, 25, 27, 29 sebagaimana hadits Abdullah Ibn Umar -
Radiallahu’ anhu- bahwa Nabi -Shalallahu alaihi wa sallam- bersabda:

‫اْلَتِمُسوَها ِفى اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِإَف ْن َضُعَف َأ َحُدُكْم َأ ْو َعَجَز َفلَا ُيْغَلَبَّن َعَلى الَّس ْبِع اْلَبَواِقى‬

kajian lailatul qodar 17


“Nantikanlah Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir, jika lemah dan tidak sanggup, jangan
terluput 7 hari yang tersisa.” [HR Muslim no.2822 dan Ahmad II/44,75]
Dengan perincian ini hadits-hadits tersebut menjadi saling mendukung dan tidak
bertentangan. Yang lebih dekat kepada dalil bahwa malam Lailatul Qadr berpindah-pindah,
tidak tetap pada satu malam tertentu setiap tahunnya. Sekali waktu terjadi pada malam 21,
pada waktu lain 23, 25, 27, 29, dan tidak dapat dipastikan. Pembuat syariat yang Maha
Bijaksana telah merahasiakan waktunya agar kita tidak hanya bergantung pada malam
tertentu saja dan meninggalkan amal serta ibadah pada sisa malam-malam Ramadhan yang
lain. Dengan demikian dihasilkan kesungguhan pada seluruh malam hingga dia
mendapatkan malam itu.
Yang benar adalah bahwa tidak disyaratkan mendapatkan malam itu dengan melihat
atau mendengar sesuatu. Tidak musti mereka yang mendapatkannya tidak akan mendapat
pahala hingga menyaksikan segala sesuatu bersujud, atau melihat cahaya, atau mendengar
ucapan salam, atau bisikan dari malaikat. Tidak benar bahwa malam Lailatul Qadr tidak
didapat kecuali jika melihat hal-hal di luar kewajaran, akan tetapi keutamaan Allah itu luas.
Tidak benar juga siapa yang tidak mendapatkan tanda-tanda Lailatul Qadr berarti dia
tidak mendapatkannya. Nabi -Shalallahu alaihi wa sallam- tidak membatasi alamatnya dan
tidak menafikan karomah.
Ibnu Taimiyah berkata:
“Terkadang Allah memperlihatkan kepada sebagian manusia dalam tidur atau dengan sadar
sehingga dia melihat cahayanya, atau mendengar ada yang berbicara kepadanya bahwa
malam itu adalah Lailatul Qadr. Terkadang dibukakan hatinya menyaksikan apa-apa yang
menjelaskan terjadinya malam itu.”
An-Nawawi berkata:
“Sesungguhnya dia diperlihatkan. Allah telah memperlihatkan kepada siapa saja dari bani
Adam dengan kehendak-Nya setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana diperlihatkan
kejadian-kejadian dan dikhabarkan oleh orang-orang saleh tentangnya. Kesaksian mereka
yang telah melihatnya tidak sedikit. Adapun perkataan al-Qodhi Iyadh dari al-Muhlib Ibn Abi
Shofroh:
“Tidak mungkin melihatnya secara hakiki“
Merupakan kekeliruan pendapat yang buruk, aku mengingatkan hal ini agar tidak tertipu
karenanya.”

kajian lailatul qodar 18


Al-Hafidz Ibn Hajar menukilkan, bahwa siapa yang melihat malam Lailatul Qadr
disukai untuk merahasiakannya dan tidak mengabarkannya kepada seorang pun,
hikmahnya bahwa hal itu adalah karomah, dan karomah sepatutnya dirahasiakan tanpa
khilaf.
Lailatul Qadr tidak khusus untuk umat ini, akan tetapi umum, untuk umat
Muhammad dan umat terdahulu seluruhnya. Dalam hadits Abu Dzar -radiallahu’anhu- dia
bertanya:

‫ بل‬:‫ قال عليه الصلاة والسلام‬،‫ فإذا ماتوا ُرِفعت‬،‫ هل تكون ليلة القدر مع الأنبياء‬،‫يا رسول الله‬
‫هي إلى يوم القيامة‬
“Wahai Rasulullah, apakah Lailatul Qadr terjadi ketika ada nabi, dan jika wafat malam itu
diangkat (ditiadakan)?” “Tidak, bahkan ia terjadi sampai hari kiamat.” Jawab Rasulullah -
Shalallahu alaihi wasalam- . [HR. Ahmad dan selainnya. Dan haditsnya sahih]
Di antara tanda Lailatul Qadr yang bisa diketahui, sebagaimana hadits Ubay Ibn
Ka’ab -radiallahu’anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:

‫َتْط ُلَع الَّش ْمُس في َصِبيَحِة َيوِمَها َبْيَضاَء لا ُشَعاَع َلَها‬

“Matahari terbit pada pagi Lailatul Qadr cahayanya putih tidak terik.” [HR. Muslim ]
Maksudnya adalah hal itu terjadi karena banyaknya Malaikat pada malam itu yang
turun naik ke langit sehingga cahaya terik matahari tertutupi oleh sayap-sayap dan tubuh
mereka.” –selesai perkataannya–
Adapun tanda-tanda lain, tidak ada hadits sahih yang menetapkannya, seperti:
malam yang tenang, tidak panas dan tidak dingin, bintang tidak terlihat atau setan tidak
sanggup keluar dengan terbitnya matahari di hari itu.
Terdapat tanda yang tidak ada dasarnya sama sekali dan tidak sahih, seperti: pohon
yang bersujud ke bumi kemudian kembali posisinya semula, air asin akan berubah menjadi
manis, anjing tidak menggonggong dan cahaya ada di mana-mana.
Malam Lailatul Qadr tidak khusus bagi mereka yang sedang shalat saja, tetapi juga
bagi wanita yang sedang nifas dan haid, musafir dan mukim. Dhohak –-rahimahullah–
berkata:
“Mereka semua memiliki bagian pada malam Lailatul Qadr. Siapa saja yang diterima
amalannya akan Allah beri dia bagiannya dari malam Lailatul Qadr itu.”
Hendaknya seseorang itu menyibukkan kebanyakan waktunya dengan doa dan
shalat. Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata:
kajian lailatul qodar 19
“Disukai memulai kesungguhannya di siang hari seperti kesungguhannya di malam hari.”
Sufyan ats-Tsauri -rahimahullah- berkata:
“Berdoa pada malam hari lebih aku sukai dari shalat, dan doa di malam Lailatul Qadr
masyhur dan terkenal di antara para sahabat. Hendaknya engkau bersungguh-sungguh
wahai saudara dan saudariku yang mulia untuk memilih doa-doa simpel yang terdapat di
dalam al-Quran, yang dahulu Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- berdoa dengannya atau
menganjurkannya. Perlu kita semua tahu bahwa tidak ada doa khusus pada malam Lailatul
Qadr yang tidak dibaca selain ia saja, akan tetapi setiap muslim berdoa dengan yang sesuai
keadaannya. Dari doa yang terbaik yang dipanjatkan pada malam yang penuh berkah ini
adalah apa yang dikeluarkan oleh an-Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah dari Aisyah
-Radiallahu’ anha- dia berkata:

‫ لكان أكثر دعائي فيها أن أسأل الله العفو والعافية‬،‫لو علمُت أي ليلٍة ليلة القدر‬

“Seandainya aku tahu kapan malam Lailatul Qadr itu, niscaya doa yang banyak aku
panjatkan adalah meminta pengampunan dan keafiatan.”
Demikianlah setiap muslim berupaya untuk berdoa dengan doa yang jâmiah (simpel)
dari doa-doa Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- yang terekam dalam banyak situasi dan
kondisi, yang khusus maupun umum.
An-Nawawi berkata:
“Disukai memperbanyak doa bagi kepentingan kaum muslimin pada malam itu, dan ini
adalah syiar orang-orang saleh, dan hamba-hamba-Nya yang mengetahui.” –selesai
perkataannya–
Demikianlah wahai kaum muslimin, sesungguhnya kalian memiliki saudara-saudara
yang tertindas di barat dan di timur dari belahan bumi ini, kalian memiliki saudara-saudara
yang mengorbankan diri untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, janganlah bakhil
untuk mendoakan mereka.

‫ هب لكٍّل منا ما‬،‫ يا من لا يخيب من دعاه‬،‫ واللساَن وأجراه‬،‫ان وَبَن اه‬77‫اللهم يا من خلق الإنس‬
‫ وسامحنا‬،‫ات‬77‫ واستر علينا كل الخطيئ‬،‫ اللهم اغفر لنا جميع الزلات‬،‫ وبّلغه من الدارين ُمناه‬،‫رجاه‬
‫ وانفعنا وجميع المسلمين بما أنزلته من الكتاب يا أرحم الراحمين‬،‫يوم السؤال والمناقشات‬
Wahai Allah, yang telah menciptakan manusia dan menumbuhkannya, yang menciptakan
lisan dan memfungsikannya, wahai Zat yang tiada menolak doa, berilah setiap kami apa

kajian lailatul qodar 20


yang diharapkannya, dan sampaikan mereka kepada negeri abadi. Wahai Allah, ampuni
segala kesalahan kami, tutupi segala kesalahan kami, berilah kelonggaran kepada kami
pada hari pertanyaan, berilah manfaat seluruh kaum muslimin dari apa yang telah engkau
turunkan dari kitab-Mu, wahai Zat yang Maha Penyayang.

‫ وعلى آله وصحبه أجمعين‬،‫وصلى الله وسلم على محمد‬

Shalawat dan salam tercurah kepada Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Referensi:
Arba’un Darsan Liman Adroka Romadhan, oleh Abdul Malik al-Qossam hal.126.
Al-Mawahib al-Hissan Fi Wadzoif Shahru Ramadhan, oleh Nashir al-Harbi hal. 203-204.
Ithaf Ahlul Iman Bidurûs Shahri Ramadhan, oleh Soleh al-Fauzan hal. 68
Durus Ramadhan, oleh Audah hal.87.
Syarh as-Sodr Bizikri Lailatil Qodr, oleh al-Irâqi hal. 45.
Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar IV/319, 333-341.
Shifatus Soum Nabi -shalallahu alaihi wasalam- Fi Ramadhan, oleh al-Hilali dan Ali Hasan
hal.686-90.
Majmu al-Fatawa, oleh Ibnu Taimiyah II/286.
Syarh an-Nawawi terhadap kitab Sahih Muslim VI/289 no. 762, VII/314, VIII/312 no.1762,
VIII/313
Musnad Ahmad XV/547 no.21391.
Wadzâif Ramadhan, oleh Ibnu Qôsim hal.62,68-69.
Al-Adzkar, oleh an-Nawawi hal.247 no.582.
Ithâful Khibroh, oleh Labushiri III/130-131 no. 2369.
Mawârid adz-Dzomân Ila Zawaid Ibni Hibbân, oleh Lhaitsami III/131 no. 926.
Amalul Yaum wal Lailah, oleh an-Nasai hal.499-500 no.782-878.
Al-‘Alwân Syarh al-Bulugh (manuskrip).
[Disalin dari ‫ ليلة القدر فضائل وأحكام‬Penulis Jamâz al-Jamâz, Penerjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah.
IslamHouse.com 2010 – 1431]
______
Footnote
[1] Maksudnya: Ketika si penanya menyebutkan hari tertentu, Nabi –Shalallahu alaihi wa
salam pun menjawabnya dengan hari yang ditanyakan itu. –pent.

kajian lailatul qodar 21


LAILATUL QADR, MALAM SERIBU BULAN
SEBAB PENAMAAN MALAM MULIA INI DENGAN NAMA LAILATUL QADR
Para ulama ‫ رحمهم هللا‬berselisih pendapat mengenai persoalan ini, sebagai berikut:
Pertama. Sesungguhnya pada malam lailatul Qadar ini, Allah menetapkan (at-taqdiir)
semua rizki, ajal kematian dan semua peristiwa untuk setahun kedepan, dan para Malaikat
mencatat semua hal itu.
Kedua. Pendapat kedua menyatakan bahwa kemulian (al-Qadr), kehormatan dan
suasana malam ini disebabkan oleh diturunkannya (permulaan) al-Qur-an, atau pada malam
ini para Malaikat turun atau turunnya keberkahan, rahmat dan maghfirah pada malam
kemuliaan ini.
Ketiga. Pendapat berikutnya, bahwa orang yang menghidupkan malam ini akan
mendapatkan al-Qadr (kemuliaan) yang besar, yang belum pernah dia miliki sebelumnya.
Malam ini akan menambah kemuliaannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan masih terdapat pendapat lainnya.[1]

KEBERKAHAN LAILATUL QADAR DAN KEUTAMAANNYA


Lailatul Qadar ini merupakan malam yang paling utama. Malam ini dimuliakan oleh Allah
daripada malam-malam lainnya. Maka, ia merupakan malam yang penuh keberkahan
sebagaimana yang difirmankan Allah Jalla wa ‘Alaa:

‫ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُمَباَرَكٍة‬

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” [ad-Dukhaan/44:


3]

Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Allah mensifati malam ini dengan


keberkahan, karena Dia menurunkan kepada hamba-hamba-Nya berbagai berkah, kebaikan
dan pahala pada malam yang mulia ini.”[2]
Maka, lailatul Qadr yang penuh barakah ini mengandung berbagai keutamaan yang
agung dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Di antaranya sebagai berikut:
Pertama. Pada Malam Mulia Ini Dijelaskan Semua Perkara Yang Penuh Hikmah.
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengabarkan persoalan ini lewat firman-Nya:

kajian lailatul qodar 22


‫ِفيَها ُيْف َرُق ُكُّل َأ ْمٍر َحِكيٍم‬

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [ad-Dukhaan/44: 4]
Makna kata ‫“ ُيْف َرُق‬yufraqu” adalah yufashshal (dijelaskan, dirinci). Dan makna kata hakiim
adalah al-muhkam (yang tepat, teliti dan sempurna).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa dicatat dari Ummul Kitab pada
Lailatul Qadr segala hal yang terjadi pada setahun kedepan berupa kebaikan, keburukan,
rizki, ajal hingga keberangkatan menuju ibadah Haji.[3]
Kedua. Amal-Amal Yang Dikerjakan Pada Malam Mulia Ini Akan Dilipatgandakan Dan
Pengampunan Dosa-Dosa Orang Yang Menghidupkan lailatul Qadr ini.
Allah Tabaaraka wa Ta’aalaa berfirman dalam surat al-Qadr:

‫َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدرِ َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِمْن َأ ْلِف َشْهٍر‬

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seri-
bu bulan.” [al-Qadr/97: 2-3]
Para mufassir (ahli Tafsir) menyatakan, “Maknanya adalah amal shalih (yang
dilakukan pada) lailatul Qadr lebih baik dari amal shalih selama seribu bulan (yang
dilakukan) di luar lailatul Qadr. Dan ini merupakan karunia yang agung, rahmat dari Allah
pada hamba-hamba-Nya, serta barakah yang besar lagi nyata yang dimiliki oleh malam
yang mulia ini.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

‫َمْن َقاَم َلْيَلَة اْلَقْدِر ِإ ْيَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذْنِبِه‬.

“Barangsiapa yang mendirikan lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari
Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu”[4]

Kata ‫“ َق اَم‬mendirikan” pada hadits di atas dapat diwujudkan dalam bentuk shalat, berdzikir,
berdo’a, membaca al-Qur-an dan berbagai bentuk kebaikan lainnya.
Ketiga. Turunnya al-Qur-an Pada Lailatul Qadr.
Di antara keutamaan dan keberkahan lailatul Qadr, bahwa al-Qur-an al-Karim -yang di
dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia dan bagi kebahagiaan mereka di dunia dan
akhirat- telah diturunkan pada malam ini.

kajian lailatul qodar 23


Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman:

‫حم َواْلِكَتاِب اْلُمِبيِن ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُمَباَرَكٍة‬

“Haa Miim. Demi Kitab (al-Qur-an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi...” [ad-Dukhaan/44: 1-3]
Dan Dia berfirman:

‫ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan.”


[al-Qadr/97: 1]
Disebutkan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah turunnya al-Qur-an secara
sekaligus (dari Lauh Mahfuzh ke langit pertama (Baitul ‘Izzah-pent) pada lailatul Qadr,
selanjutnya diturunkan secara bertahap kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan pendapat lain mengatakan, bahwa maksud ayat di atas adalah permulaan
turunnya al-Qur-an terjadi pada lailatul Qadr.[5] Wallaahu a’lam.
Keempat. Keberkahan Lain Dari Lailatul Qadr Ini, Yaitu Turunnya Para Malaikat Pada
Malam Yang Mulia Ini.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Qadr:

‫َت َّزَن ُل اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها ِإِب ْذِن َرِّبِهْم ِمْن ُكِّل‬

“Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk
mengatur segala urusan.” [al-Qadr/97: 4]
Mengomentari ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyatakan,
“Banyak Malaikat yang turun pada malam ini, karena banyaknya barakah Lailatul Qadr ini.
Para Malaikat turun bersamaan dengan turunnya barakah dan rahmat, sebagaimana halnya
ketika mereka hadir di waktu-waktu seperti ketika al-Qur-an dibacakan, mereka mengelilingi
majelis-majelis dzikir, dan bahkan pada waktu yang lain mereka meletakkan sayap-sayap
mereka kepada penuntut ilmu sebagai sikap penghormatan mereka terhadap sang penuntut
ilmu tersebut.[6] Menurut jumhur ahli tafsir maksud kata ‫“ َوالُّروُح‬war-ruuh” adalah Jibril
Alaihissallam. Artinya para Malaikat turun bersama Jibril. Dan Jibril dikhususkan
penyebutannya sebagai penghormatan dan pemuliaan terhadap dirinya.[7]
Kelima. Lailatul Qadr Adalah Suatu Malam Yang Penuh Kesejahteraan. Seluruhnya
berisi kebaikan, tidak ada keburukan di dalamnya.

kajian lailatul qodar 24


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َسَلاٌم ِهَي َحَّت َمْطَلِع اْلَفْج ِر‬


‫ٰى‬
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadr/97: 5]
Disebutkan berkenaan dengan makna ‫“ َس اَل ٌم‬salaamun” yaitu, bahwa pada malam
ini tidak terjadi munculnya sebuah penyakit, dan tidak ada satu syaitan pun yang dilepas.
Pendapat yang lain menyatakan makna salaamun adalah kebaikan dan keberkahan.[8]
Maka pada sepanjang malam ini yang terdapat hanya kebaikan, tidak ada kejelekan, hingga
terbit fajar. Dan pendapat yang lain lagi menyebutkan, bahwa maksudnya adalah para
Malaikat mendo’akan keselamatan buat mereka yang menghidupkan masjid (ahlul masjid)
pada sepanjang lailatul Qadr ini.

Inilah beberapa keberkahan dan keutamaan yang sangat nyata dan fenomenal dari malam
yang mulia ini.
KAPAN TERJADINYA LAILATUL QADR?
Jumhur ulama bersepakat bahwa lailatul Qadr ini hanya ada pada bulan Ramadhan.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

‫َشْهُر َرَمَضاَن اَّلِذي ُأ ْنِزَل ِفيِه اْلُقْرآُن‬

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an…” [al-


Baqarah/2: 185]
Dan firman-Nya:

‫ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan.”


[al-Qadr/97: 1]
Namun mereka berbeda pendapat dalam penentuan malam keberapakah dari bulan
Ramadhan ini. Pendapat yang kuat (ar-raajih) adalah yang dipegang oleh Jumhur
(mayoritas) ulama, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, dan lebih khusus
lagi pada malam-malam yang ganjil.

kajian lailatul qodar 25


Dan dalil atas pendapat tersebut adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kepada para Sahabatnya Radhiyallahu anhum untuk lebih giat
beramal pada masa tersebut.
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي اْلِوْتِر ِمَن اْلَعْشِر ْالَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن‬.

“Carilah lailatul Qadr pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan.”[9]
Begitu perhatiannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan, beliau beri’tikaf, dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.
Dan mengenai ketentuan waktu jatuhnya lailatul Qadr ini terdapat banyak pendapat
di kalangan ulama. Namun mengenai indikasi-indikasi terkuat mengenai saat terjadinya
lailatul Qadr ini bahwa matahari terbit pada pagi harinya dengan cerah.
Hikmah dari disembunyikannya lailatul Qadr ini dari pengetahuan manusia, –wallaahu
a’lam– menunjukkan keagungan seluruh malam di bulan Ramadhan, dan agar manusia
bersungguh-sungguh dalam berharap untuk mendapatkannya sehingga ganjaran yang
diperolehnya semakin besar pula.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Adapun hikmah dirahasiakannya lailatul Qadr ini,
agar kesungguhan para hamba dalam upaya meraih keutamaannya benar-benar terwujud
secara optimal, sebagaimana (hikmah) disembunyikannya waktu-waktu yang dikabulkan
pada hari Jum‘at…[10] dan seterusnya.
Maka, sudah menjadi keharusan bagi kaum muslimin untuk mencari waktu (pada
sepuluh malam terakhir-pen) sehingga benar-benar tepat pada lailatul Qadar, kemudian
memuliakannya dan menghidupkannya dengan ibadah dan merendahkan diri kepada Allah
dengan do’a, dzikir dan istighfar serta memperbanyak ibadah-ibadah Sunnah kepada Allah
sehingga mereka mendapatkan ridha dari Allah Yang Mahatinggi dan Maha Pemurah serta
memberikan ganjaran dan pahala yang sangat banyak.
[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, Judul dalam Bahasa Indonesia
Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-
Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote

kajian lailatul qodar 26


[1] Lailatul Qadr, karya Ahmad al-‘Iraqi (hal 22-23) dan Nailul Authaar (IV/362).
[2] Tafsiir al-Qurthubi (XVI/126).
[3] Tafsiir al-Baghawi (III/148).
[4] Shahih al-Bukhari (II/228) kitab ash-Shiyaam dan Shahih Muslim (I/524) kitab ash-
Shaalah al-Musaafiriin
[5] Dikutip dari kitab Lailatul Qadr, karya al-‘Iraqi (hal. 20-21).
[6] Tafsiir Ibni Katsiir (III/532).
[7] Fat-hul Qadiir, karya Imam asy-Syaukani (V/472).
[8] Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (IX/532).
[9] Shahih al-Bukhari (II/254) kitab ash-Shaum
[10] Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (IX/189).

kajian lailatul qodar 27

Anda mungkin juga menyukai