At Tirmidzi pernah menyebutkan sebuah hadits yang masih erat kaitannya dengan sebab
turunnya surat ini. Sengaja kami bawakan untuk menghapus persepsi buruk sebagian kaum
kajian lailatul qodar 1
muslimin[8] terhadap sejarah pemerintahan Bani Umayah. Apabila keyakinan semacam ini
dibiarkan, maka akan mengakibatkan cacatnya aqidah dan manhaj kaum Muslimin, karena
mengandung celaan terhadap salah satu sahabat Rasulullah yang mulia, yaitu Mu’awiyah
bin Abi Sufyan dan masa pemerintahan Bani Umayah secara umum.
Di dalam Jami’nya[9], At Tirmidzi menyebutkan sebuah riwayat lemah dengan
sanadnya dari Al Qasim bin Fadhl Al Huddani, dari Yusuf bin Sa’ad, ia berkata: “Seseorang
berdiri menuju Al Hasan bin Ali setelah beliau membai’at Mu’awiyah, lalu berkata,’Engkau
telah menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin’ atau ‘Wahai orang yang menghitamkan
wajah-wajah kaum Mukminin!’, berkata (Al Hasan bin Ali): ‘Janganlah mencelaku
rahimakallah. Sesungguhnya Nabi pernah diperlihatkan (keadaan) Bani Umayah di
mimbarnya, dan hal itu membuatnya tidak senang, maka turunlah
} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر2{ } َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر1{ ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر
(1) Hari Kiamat. (2) Apakah Hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu?[18]
Kemudian Allah berfirman:
َت َّزَن ُل اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها ِإِب ْذِن َرِّبِهم ِّمن ُكِّل َأ ْمٍر
APAKAH LAILATUL QADR MERUPAKAN SALAH SATU KEKHUSUSAN UMAT ISLAM, ATAUKAH
JUGA TERDAPAT PADA UMAT UMAT SEBELUMNYA?
As Suyuthi membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Ad Dailami[27], dari Anas, beliau
berkata:
َوَلْم ُيْعِطَها َمْن َكاَن َقْبَلُهْم,ِإ َّن اللَه َوَهَب لُأ َّم ِتْي َلْيَلَة اْلَقْدِر.
“Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr untuk umatku, dan tidak memberikannya
untuk (umat-umat) sebelumnya“.
Akan tetapi hadits ini maudhu`[28], sehingga tidak bisa dijadikan hujjah atau sandaran.
Al Khathabi menyatakan adanya ijma’ para ulama, bahwa Lailatul Qadr juga terdapat pada
umat-umat sebelum umat Islam[29]. Ibnu Katsir dan As Suyuthi, di dalam tafsir mereka[30]
membawakan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Malik di Muwatha’nya[31] yang berkata:
: ُقْلُت, َبْل ِهَي ِفي َرَمَض اَن: أِفي َرَمَضاَن ِهَي َأ ْو ِفْي َغْيِرِه؟ َقاَل, أْخِبْرِني َعْن َلْيَلِة اْلَقْدِر,َيا َرُسْوَل الله
َبْل ِهَي إلَى َيْوِم اْلِقَياَمِة: َفإَذا ُقِبُضْوا ُرِفَعْت ؟ أْم ِهَي إلَى َيْوِم اْلِقَياَمِة؟ قَاَل,َتُكْوُن َمَع الأْنِبيَاِء مَاَكاُنْوا
“Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr, apakah malam itu pada bulan
Ramadhan ataukah pada selainnya?” Beliau berkata: “Pada bulan Ramadhan”. (Abu Dzar)
berkata,”(Berarti sudah ada) bersama para nabi terdahulu? Lalu apakah setelah mereka
wafat (malam Lailatul Qadr tersebut) diangkat? Ataukah malam tersebut akan tetap ada
sampai hari Kiamat?” Nabi menjawab: “Akan tetap ada sampai hari kiamat…”
Kemudian Ibnu Katsir berkata: “Pada hadits ini spun ada isyarat seperti yang telah
kami sebutkan (pada hadits pertama), bahwa Lailatul Qadr akan tetap terus berlangsung
sampai hari Kiamat pada setiap tahunnya. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh sebagian
kaum Syi’ah bahwa Lailatul Qadr sudah diangkat (tidak akan terjadi lagi), disebabkan
(mereka salah) memahami hadits yang akan kami bawakan sebentar lagi[34]. Karena,
maksud (hadits) yang sesungguhnya ialah, diangkatnya pengetahuan saat terjadinya malam
Lailatul Qadr[35]. Juga ada isyarat, bahwa Lailatul Qadr khusus terjadi pada bulan
Ramadhan saja dan tidak terjadi pada bulan-bulan lainnya[36].”
Pendapat inilah (bahwa Lailatul Qadr terdapat juga pada umat-umat sebelum umat Islam)
yang didukung kuat oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya[37], karena banyaknya hadits-
hadits yang menunjukkan hal itu.
kajian lailatul qodar 6
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Malam kemuliaan, dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr. Yaitu
suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan
turunnya Al Qur`an. (Lihat Al Qur`an dan terjemahnya).
[2] Seperti Ibnu Jarir Ath Thabari (Tafsir Ath Thobari, 30/312), Ibnu Katsir (Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, 8/441), As Suyuthi (Ad Durr Al Mantsur, 8/567), As Sa’di (Taisir Al Karim Ar
Rahman, 2/1184), dan yang lain-lainnya. Adapun Al Qurthubi, beliau berpendapat bahwa
Surat Al Qadr adalah Madaniyah (Lihat Al Jami’ Li Ahkami Al Qur`an, 20/120).
[3] Taisir Al Karim Ar Rahman, 2/1184 dengan ringkas. Dan Al Qurthubi telah membawakan
beberapa perkataan ulama yang berkaitan dengan sebab penamaan malam itu dengan
Lailatul Qadr. (Lihat Al Jami’ Li Ahkami Al Qur`an, 20/120-121). Demikian pula Asy Syinqithi
(Lihat Adhwa’ Al Bayan, 9/34).
[4] Ad Dukhan/44 ayat 3.
[5] Al Baqarah/2 ayat 185.
[6] Tafsir Al Qur`an Al ‘Azhim ((8/441).
[7] Ath Thabari di dalam tafsirnya (30/314) membawakan atsar Mujahid yang mursal (yang
tidak ada atau tidak diketahui perawinya antara dia dan Rasulullah), dari Al Mutsanna bin
Ash Shabbaah, dari Mujahid, yang maknanya: “Konon ada seorang dari Bani Israil yang
melalukan Qiyamul Lail (shalat malam) hingga pagi, kemudian berjihad di siang harinya
hingga sore hari, dan (dia) melakukan hal itu selama seribu bulan, maka Allah menurunkan
ayat: ِإَّنا َأنَزْلَن اُه ِفي َلْي َل ِة اْلَق ْد ِر, (maka) menghidupkan malam (Lailatul Qadr) itu (dengan
ibadah) lebih baik dari amalan seorang tersebut”.
Abdurrazzaq Al Mahdi (muhaqqiq kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an, 20/122) berkata (yang
artinya): “Khabar ini wahin (lemah)”.
Hal yang serupa juga telah dibawakan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (8/442)
dengan sedikit perbedaan lafazh, yang maknanya: “Nabi telah menyebutkan seorang dari
} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر2{ } َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر1{ ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر
Satu malam (yang sama dengan) amalan orang yang (selalu) mengenakan persenjataan
untuk berjihad di jalan Allah selama seribu bulan tersebut”.
Sami` bin Muhammad As Salamah (muhaqqiq kitab Tafsir Al Qur`an Al ‘Azhim,
8/443) berkata: “Dan (juga) diriwayatkan oleh Ats Tsa’labi di dalam tafsirnya, dan Al Wahidi
di dalam Asbabun Nuzul sebagaimana di dalam Takhrij Al Kasyaf oleh Az Zaila’i (4/253), dari
jalan Muslim bin Khalid, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid secara mursal”.
Demikian pula atsar yang telah dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya
(10/3452) dan Al Qurtubi di dalam tafsirnya (20/122) dan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya
(8/443) dan As Suyuthi di dalam tafsirnya (Ad Durr Al Mantsur, 8/568) dari jalan Maslamah
bin ‘Ulay, dari Ali bin ‘Urwah secara mursal, yang maknanya: “Rasulullah (pada suatu hari)
menyebutkan empat orang dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama delapan
puluh tahun, tidak pernah bermaksiat sedikitpun. Mereka adalah Ayyub, Zakariya, Hizqil bin
Al ‘Ajuz dan Yusya’ bin Nun”. Ali bin ‘Urwah berkata: “Maka para sahabat Rasulullah
terheran-heran kagum dengan hal itu, hingga Jibrilpun mendatanginya seraya
berkata,’Umatmu telah terheran-heran kagum dengan ibadah mereka selama delapan puluh
tahun. Mereka tidak pernah bermaksiat sedikitpun. Sungguh Allah telah menurunkan
sesuatu yang lebih baik dari itu’. Lantas Jibrilpun membacakan kepadanya:
} َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِّمْن َأ ْلِف َشْهٍر2{ } َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِر1{ ِإ َّن ا َأ نَزْلَناُه ِفي َلْيَلِة اْلَقْدِر
Ini (Lailatul Qadr) lebih baik dari apa yang membuatmu dan umatmu terheran-heran
kagum”. Maka bergembiralah Rasulullah dan para sahabatnya.
Abdurrazzaq Al Mahdi (muhaqqiq kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur`an, 20/122) berkata
mengomentari atsar ini (yang artinya): “Dha’ifun jiddan (lemah sekali)…, dari jalan
Maslamah bin ‘Ulay dari Ali bin ‘Urwah secara mursal. Dan bersamaan dengan itu,
Maslamah bin ‘Ulay adalah (perawi) matruk (yang ditinggalkan haditsnya). Dia adalah Al
Khusyani. Demikian pula syaikhnya (Ali bin ‘Urwah) adalah matruk. Maka khabar ini lemah
sekali, tidak bisa dijadikan hujjah. (Penghukuman) yang lebih tepat (terhadap) khabar ini
adalah israiliyaat (khabar tentang Bani Israil yang tanpa dasar)”. Lihat pula biografi
َخَرْج ُت: َفَق َاَل, َفَتلَاَحى َرُجلَاِن ِمَن اْلُمْس ِلِمْيَن,َخَرَج الَّن ِبُّي َص َّلى اللُه َعَلْيِه َوَس َّل َم ِلُيْخِبَرَنا ِبَلْيَلِة اْلَق ْدِر
َفاْلَتِمُس ْوَها ِفْي, َوَعَسى َأ ْن َيُك ْوَن َخْيرًا َلُكْم, لُأ ْخِبَرُكْم ِبَلْيَلِة اْلَق ْدِر َفَتلَاَحى ُفلَاٌن َوُفلَاٌن؟ َف ُرِفَعْت
الَّت اِسَعِة َوالَّس اِبَعِة َواْل َخاِمَسِة
ِإ َّن ا َأ ْنَزْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُمَباَرَكٍة ِإ َّن ا ُكَّنا ُمْن ِذِريَن * ِفيَها ُيْف َرُق ُكُّل َأ ْمٍر َحِكيٍم * َأ ْمًرا ِمْن:قال الله تعالى
ِعْنِدَنا ِإ َّن ا ُكَّنا ُمْر ِس ِليَن
“ Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah,(yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami
adalah yang mengutus rasul-rasul”. [Ad Dukhan/44 : 3-5]
2. Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia nan agung sebagaimana firman Allah ta’ala:
“malam lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan” [Al Qadar/97 : 3]
4. Pada malam Lailatul Qadar para Malaikat dan Malaikat Jibril turun ke bumi dengan
membawa keberkahan, kebaikan, dan rahmat. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
“ pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril” [Al Qadar/97 : 4]
(( َذْنِبِه )) َمْن َقاَم َرَمَضاَن ِإ يَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada bulan Ramadhan dengan keimanan
dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Maka siapapun orang yang menegakkan shalat (tarawih –pent.) dengan penuh keimanan
kepada Allah serta mengharapkan balasan pahala dari Allah, ia akan memperoleh
keutamaan sekalipun ia tidak mengetahuinya.
7. Malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (pada malam-
malam ganjil). Maka disyari’atkan bagimu -wahai kaum muslimin- dalam mencarinya dan
berupaya keras mendapatkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( )) َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي اْلِوْتِر ِمْن اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن
“Carilah malam lailatul qadar pada malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”
(HR. Bukhari)
8. Jika tiga malam pertama dari sepuluh hari terakhir terlewatkan olehmu atau karena tidak
mampu, maka bersungguh-sungguhlah pada tujuh hari yang tersisa. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
(( اْلَتِمُس وَها ِفي اْلَعْشِر الَأ َواِخِر َيْعِني َلْيَلَة اْلَق ْدِر َف ِإ ْن َض ُعَف َأ َحُدُكْم َأ ْو َعَجَز َفَلا ُيْغَلَبَّن َعَلى الَّس ْبِع
اْلَبَواِقي ))
“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir. jika salah seorang di antara kalian
tidak mampu atau lemah maka jangan sampai terluput dari tujuh hari sisanya” (HR. Muslim)
(( الَأ َواِخِر )) َأ َرى ُرْؤَياُكْم َقْد َتَواَطَأ ْت ِفي الَّس ْبِع الَأ َواِخِر َفَمْن َكاَن ُمَتَحِّريَها َفْلَيَتَح َّر َها ِفي الَّس ْبِع
“Aku melihat mimpi kalian. Mimpi kalian tepat pada tujuh malam terakhir. Barang siapa
yang ingin mencarinya, maka carilah pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan.” (H.R.
Muslim)
10. Carilah malam Lailatul Qadar pada malam kedua puluh lima, kedua puluh tujuh, dan
kedua puluh sembilan. Sungguh telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(( اْلَتِمُسوَها ِفي اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي َتاِسَعٍة َتْبَقى ِفي َساِبَعٍة َتْبَقى ِفي َخاِمَسٍة َتْبَقى
))
“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pada malam
kedua puluh Sembilan, keduapuluh tujuh, kedua puluh lima”. (HR. Bukhari)
11. Dari tujuh malam terakhir bulan Ramadhan yang paling mendekati adalah malam kedua
puluh tujuh, maka bersungguh-sungguhlah pada malam ini. Sungguh Ubay bin Ka’ab
Radhiyallahu anhu telah berkata:
(( َوالَّل ِه ِإ ِّني َلَأ ْعَلُم َأ ُّي َلْيَلٍة ِهَي ِهَي الَّل ْيَلُة اَّل ِتي َأ َمَرَنا ِبَها َرُسوُل اللِه َص َّلى اللُه َعَلْيِه َوَس َّل َم ِبِقَياِمَها ِهَي
)) َلْيَلُة َصِبيَحِة َسْبٍع َوِعْشِريَن
“Demi Allah aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yang kita diperintah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam untuk menghidupkannya, yaitu malam kedua puluh tujuh” (HR.
Muslim)
12. Perbanyaklah membaca doa ini pada malam-malam pencarian lailatul qadar:
“Ya Allah.. Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf.. Engkau senang memaafkan.. Maka
ampunilah aku..”
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(( )) َوَأ َماَرُتَها َأ ْن َتْط ُلَع الَّش ْمُس ِفي َصِبيَحِة َيْوِمَها َبْيَضاَء َلا ُشَعاَع َلَها
“Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)
Juga dalam riwayat Abu Daud:
(( )) ُتْص ِبُح الَّش ْمُس َصِبيَحَة ِتْلَك الَّل ْيَلِة ِمْثَل الَّط ْسِت َلْيَس َلَها ُشَعاٌع َحَّت ى َتْرَتِفَع
”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana
hingga matahari itu naik.” (shahih)
َوَمٓا َاْدٰرىَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِۗر١ ِاَّن ٓا َاْنَزْلٰنُه ِفْي َلْيَلِة اْلَقْدِر:قال تعالى
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul
Qadr), dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu?” [al-Qodar/97: 1-2]
Firman-Nya pula:
ِاَّن ٓا َاْنَزْلٰنُه ِفْي َلْيَلٍة ُّم ٰبَرَكٍة ِاَّن ا ُكَّنا ُمْنِذِرْيَن:قال تعالى
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran…” [Al-Baqarah/2: 185]
Malam ini dinamakan malam Lailatul Qadr karena Allah mengqadar (menentukan)
rizki dan ajal, seluruh kejadian alam, menentukan siapa yang hidup dan mati, yang selamat
dan yang celaka, yang bahagia dan yang sengsara, yang kaya dan melarat, yang mulia dan
yang terhina, musim kemarau dan musim panen serta segala yang Allah inginkan pada
tahun itu, kemudian mengabarkannya kepada malaikat untuk merealisasikannya,
sebagaimana firman Allah -Ta’âla-:
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhân/44: 4]
Itu adalah takdir tahunan dan takdir khusus. Adapun takdir umum, lima puluh ribu
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi telah lebih dulu ditetapkan sebagaimana yang
terdapat dalam hadits-hadits sahih.
Allah telah menyitir kemuliaan malam ini dan menunjukkan keagungannya. Allah -
Azza wa Jalla– berfirman:
َلْيَلُة اْلَقْدِر ۙە َخْيٌر ِّمْن َاْلِف َشْهٍۗر٢ َوَمٓا َاْدٰرىَك َما َلْيَلُة اْلَقْدِۗر:قال تعالى
“Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu? Malam kemuliaan (Lailatul
Qadr) itu lebih baik dari seribu bulan.” [al-Qadr/97: 2-3]
Siapa yang ibadahnya di waktu itu diterima, menyamai ibadah selama 1000 tahun, setara
kurang lebih 83 tahun 4 bulan. Ini adalah pahala yang besar, dan balasan yang agung atas
amal yang ringan dan sedikit.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasalam-
bersabda:
َمْن َقاَم َلْيَلَة اْلَقْدِر ِإ يَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذْنِبِه
kajian lailatul qodar 16
“Siapa yang shalat pada malam Lailatul Qadr dengan iman dan mengharap pahala,
diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari di dalam sahihnya no. 1901]
Menghidupkan malamnya karena percaya dengan janji pahala dan mengharap
balasan, bukan karena hal lain. Penentunya adalah kesungguhan dan ikhlas, sama saja
mengetahuinya atau tidak mengetahuinya.
Hendaknya engkau bersungguh-sungguh wahai saudaraku yang mulia untuk shalat
dan berdoa pada malam itu. Sesungguhnya ia merupakan malam yang berbeda dari malam
lain sepanjang tahun. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya, waspadai kelezatan tidur dan
kesenangan hidup.
Adapun waktu dan persisnya, terdapat berita dari Rasulullah -Shalallahu alaihi wa
sallam- ia adalah malam ke 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam Ramadhan.
Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata:
“Menurutku –wallahu a’lam– bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- menjawab sesuai
dengan apa yang ditanyakan. Ketika ditanyakan kepadanya: ‘Apakah kita menantikannya
pada malam demikian?’ Beliau menjawab: ‘Nantikanlah pada malam demikian’.” [1]
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan malam Lailatul Qadr hingga terdapat 40
pendapat. Hal itu disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bâri.
Pendapat tersebut sebagiannya lemah, sebagian lagi ganjil dan sebagian lagi batil.
Yang sahih dalam hal ini adalah hari-hari ganjil pada sepuluh malam terakhir
Ramadhan, 21, 23, 25, 27 dan 29 sebagaimana hadits Aisyah -Radiallahu’ anha-, dia
berkata:
“Dahulu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- menantikan Lailatul Qadr pada hari ganjil di
sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dan bersabda:
َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفى اْلِوْتِر ِمَن اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن
“Upayakan malam Lailatul Qadr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan.” [HR.
Al-Bukhari no. 2017]
اْلَتِمُسوَها ِفى اْلَعْشِر الَأ َواِخِر ِإَف ْن َضُعَف َأ َحُدُكْم َأ ْو َعَجَز َفلَا ُيْغَلَبَّن َعَلى الَّس ْبِع اْلَبَواِقى
بل: قال عليه الصلاة والسلام، فإذا ماتوا ُرِفعت، هل تكون ليلة القدر مع الأنبياء،يا رسول الله
هي إلى يوم القيامة
“Wahai Rasulullah, apakah Lailatul Qadr terjadi ketika ada nabi, dan jika wafat malam itu
diangkat (ditiadakan)?” “Tidak, bahkan ia terjadi sampai hari kiamat.” Jawab Rasulullah -
Shalallahu alaihi wasalam- . [HR. Ahmad dan selainnya. Dan haditsnya sahih]
Di antara tanda Lailatul Qadr yang bisa diketahui, sebagaimana hadits Ubay Ibn
Ka’ab -radiallahu’anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
“Matahari terbit pada pagi Lailatul Qadr cahayanya putih tidak terik.” [HR. Muslim ]
Maksudnya adalah hal itu terjadi karena banyaknya Malaikat pada malam itu yang
turun naik ke langit sehingga cahaya terik matahari tertutupi oleh sayap-sayap dan tubuh
mereka.” –selesai perkataannya–
Adapun tanda-tanda lain, tidak ada hadits sahih yang menetapkannya, seperti:
malam yang tenang, tidak panas dan tidak dingin, bintang tidak terlihat atau setan tidak
sanggup keluar dengan terbitnya matahari di hari itu.
Terdapat tanda yang tidak ada dasarnya sama sekali dan tidak sahih, seperti: pohon
yang bersujud ke bumi kemudian kembali posisinya semula, air asin akan berubah menjadi
manis, anjing tidak menggonggong dan cahaya ada di mana-mana.
Malam Lailatul Qadr tidak khusus bagi mereka yang sedang shalat saja, tetapi juga
bagi wanita yang sedang nifas dan haid, musafir dan mukim. Dhohak –-rahimahullah–
berkata:
“Mereka semua memiliki bagian pada malam Lailatul Qadr. Siapa saja yang diterima
amalannya akan Allah beri dia bagiannya dari malam Lailatul Qadr itu.”
Hendaknya seseorang itu menyibukkan kebanyakan waktunya dengan doa dan
shalat. Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata:
kajian lailatul qodar 19
“Disukai memulai kesungguhannya di siang hari seperti kesungguhannya di malam hari.”
Sufyan ats-Tsauri -rahimahullah- berkata:
“Berdoa pada malam hari lebih aku sukai dari shalat, dan doa di malam Lailatul Qadr
masyhur dan terkenal di antara para sahabat. Hendaknya engkau bersungguh-sungguh
wahai saudara dan saudariku yang mulia untuk memilih doa-doa simpel yang terdapat di
dalam al-Quran, yang dahulu Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- berdoa dengannya atau
menganjurkannya. Perlu kita semua tahu bahwa tidak ada doa khusus pada malam Lailatul
Qadr yang tidak dibaca selain ia saja, akan tetapi setiap muslim berdoa dengan yang sesuai
keadaannya. Dari doa yang terbaik yang dipanjatkan pada malam yang penuh berkah ini
adalah apa yang dikeluarkan oleh an-Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah dari Aisyah
-Radiallahu’ anha- dia berkata:
لكان أكثر دعائي فيها أن أسأل الله العفو والعافية،لو علمُت أي ليلٍة ليلة القدر
“Seandainya aku tahu kapan malam Lailatul Qadr itu, niscaya doa yang banyak aku
panjatkan adalah meminta pengampunan dan keafiatan.”
Demikianlah setiap muslim berupaya untuk berdoa dengan doa yang jâmiah (simpel)
dari doa-doa Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- yang terekam dalam banyak situasi dan
kondisi, yang khusus maupun umum.
An-Nawawi berkata:
“Disukai memperbanyak doa bagi kepentingan kaum muslimin pada malam itu, dan ini
adalah syiar orang-orang saleh, dan hamba-hamba-Nya yang mengetahui.” –selesai
perkataannya–
Demikianlah wahai kaum muslimin, sesungguhnya kalian memiliki saudara-saudara
yang tertindas di barat dan di timur dari belahan bumi ini, kalian memiliki saudara-saudara
yang mengorbankan diri untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, janganlah bakhil
untuk mendoakan mereka.
هب لكٍّل منا ما، يا من لا يخيب من دعاه، واللساَن وأجراه،ان وَبَن اه77اللهم يا من خلق الإنس
وسامحنا،ات77 واستر علينا كل الخطيئ، اللهم اغفر لنا جميع الزلات، وبّلغه من الدارين ُمناه،رجاه
وانفعنا وجميع المسلمين بما أنزلته من الكتاب يا أرحم الراحمين،يوم السؤال والمناقشات
Wahai Allah, yang telah menciptakan manusia dan menumbuhkannya, yang menciptakan
lisan dan memfungsikannya, wahai Zat yang tiada menolak doa, berilah setiap kami apa
Shalawat dan salam tercurah kepada Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Referensi:
Arba’un Darsan Liman Adroka Romadhan, oleh Abdul Malik al-Qossam hal.126.
Al-Mawahib al-Hissan Fi Wadzoif Shahru Ramadhan, oleh Nashir al-Harbi hal. 203-204.
Ithaf Ahlul Iman Bidurûs Shahri Ramadhan, oleh Soleh al-Fauzan hal. 68
Durus Ramadhan, oleh Audah hal.87.
Syarh as-Sodr Bizikri Lailatil Qodr, oleh al-Irâqi hal. 45.
Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar IV/319, 333-341.
Shifatus Soum Nabi -shalallahu alaihi wasalam- Fi Ramadhan, oleh al-Hilali dan Ali Hasan
hal.686-90.
Majmu al-Fatawa, oleh Ibnu Taimiyah II/286.
Syarh an-Nawawi terhadap kitab Sahih Muslim VI/289 no. 762, VII/314, VIII/312 no.1762,
VIII/313
Musnad Ahmad XV/547 no.21391.
Wadzâif Ramadhan, oleh Ibnu Qôsim hal.62,68-69.
Al-Adzkar, oleh an-Nawawi hal.247 no.582.
Ithâful Khibroh, oleh Labushiri III/130-131 no. 2369.
Mawârid adz-Dzomân Ila Zawaid Ibni Hibbân, oleh Lhaitsami III/131 no. 926.
Amalul Yaum wal Lailah, oleh an-Nasai hal.499-500 no.782-878.
Al-‘Alwân Syarh al-Bulugh (manuskrip).
[Disalin dari ليلة القدر فضائل وأحكامPenulis Jamâz al-Jamâz, Penerjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah.
IslamHouse.com 2010 – 1431]
______
Footnote
[1] Maksudnya: Ketika si penanya menyebutkan hari tertentu, Nabi –Shalallahu alaihi wa
salam pun menjawabnya dengan hari yang ditanyakan itu. –pent.
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [ad-Dukhaan/44: 4]
Makna kata “ ُيْف َرُقyufraqu” adalah yufashshal (dijelaskan, dirinci). Dan makna kata hakiim
adalah al-muhkam (yang tepat, teliti dan sempurna).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa dicatat dari Ummul Kitab pada
Lailatul Qadr segala hal yang terjadi pada setahun kedepan berupa kebaikan, keburukan,
rizki, ajal hingga keberangkatan menuju ibadah Haji.[3]
Kedua. Amal-Amal Yang Dikerjakan Pada Malam Mulia Ini Akan Dilipatgandakan Dan
Pengampunan Dosa-Dosa Orang Yang Menghidupkan lailatul Qadr ini.
Allah Tabaaraka wa Ta’aalaa berfirman dalam surat al-Qadr:
َوَما َأ ْدَراَك َما َلْيَلُة اْلَقْدرِ َلْيَلُة اْلَقْدِر َخْيٌر ِمْن َأ ْلِف َشْهٍر
“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seri-
bu bulan.” [al-Qadr/97: 2-3]
Para mufassir (ahli Tafsir) menyatakan, “Maknanya adalah amal shalih (yang
dilakukan pada) lailatul Qadr lebih baik dari amal shalih selama seribu bulan (yang
dilakukan) di luar lailatul Qadr. Dan ini merupakan karunia yang agung, rahmat dari Allah
pada hamba-hamba-Nya, serta barakah yang besar lagi nyata yang dimiliki oleh malam
yang mulia ini.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
َمْن َقاَم َلْيَلَة اْلَقْدِر ِإ ْيَماًنا َواْحِتَساًبا ُغِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذْنِبِه.
“Barangsiapa yang mendirikan lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari
Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu”[4]
Kata “ َق اَمmendirikan” pada hadits di atas dapat diwujudkan dalam bentuk shalat, berdzikir,
berdo’a, membaca al-Qur-an dan berbagai bentuk kebaikan lainnya.
Ketiga. Turunnya al-Qur-an Pada Lailatul Qadr.
Di antara keutamaan dan keberkahan lailatul Qadr, bahwa al-Qur-an al-Karim -yang di
dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia dan bagi kebahagiaan mereka di dunia dan
akhirat- telah diturunkan pada malam ini.
“Haa Miim. Demi Kitab (al-Qur-an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi...” [ad-Dukhaan/44: 1-3]
Dan Dia berfirman:
َت َّزَن ُل اْلَمَلاِئَكُة َوالُّر وُح ِفيَها ِإِب ْذِن َرِّبِهْم ِمْن ُكِّل
“Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk
mengatur segala urusan.” [al-Qadr/97: 4]
Mengomentari ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyatakan,
“Banyak Malaikat yang turun pada malam ini, karena banyaknya barakah Lailatul Qadr ini.
Para Malaikat turun bersamaan dengan turunnya barakah dan rahmat, sebagaimana halnya
ketika mereka hadir di waktu-waktu seperti ketika al-Qur-an dibacakan, mereka mengelilingi
majelis-majelis dzikir, dan bahkan pada waktu yang lain mereka meletakkan sayap-sayap
mereka kepada penuntut ilmu sebagai sikap penghormatan mereka terhadap sang penuntut
ilmu tersebut.[6] Menurut jumhur ahli tafsir maksud kata “ َوالُّروُحwar-ruuh” adalah Jibril
Alaihissallam. Artinya para Malaikat turun bersama Jibril. Dan Jibril dikhususkan
penyebutannya sebagai penghormatan dan pemuliaan terhadap dirinya.[7]
Kelima. Lailatul Qadr Adalah Suatu Malam Yang Penuh Kesejahteraan. Seluruhnya
berisi kebaikan, tidak ada keburukan di dalamnya.
Inilah beberapa keberkahan dan keutamaan yang sangat nyata dan fenomenal dari malam
yang mulia ini.
KAPAN TERJADINYA LAILATUL QADR?
Jumhur ulama bersepakat bahwa lailatul Qadr ini hanya ada pada bulan Ramadhan.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
َت َحَّر ْوا َلْيَلَة اْلَقْدِر ِفي اْلِوْتِر ِمَن اْلَعْشِر ْالَأ َواِخِر ِمْن َرَمَضاَن.
“Carilah lailatul Qadr pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan.”[9]
Begitu perhatiannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan, beliau beri’tikaf, dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.
Dan mengenai ketentuan waktu jatuhnya lailatul Qadr ini terdapat banyak pendapat
di kalangan ulama. Namun mengenai indikasi-indikasi terkuat mengenai saat terjadinya
lailatul Qadr ini bahwa matahari terbit pada pagi harinya dengan cerah.
Hikmah dari disembunyikannya lailatul Qadr ini dari pengetahuan manusia, –wallaahu
a’lam– menunjukkan keagungan seluruh malam di bulan Ramadhan, dan agar manusia
bersungguh-sungguh dalam berharap untuk mendapatkannya sehingga ganjaran yang
diperolehnya semakin besar pula.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Adapun hikmah dirahasiakannya lailatul Qadr ini,
agar kesungguhan para hamba dalam upaya meraih keutamaannya benar-benar terwujud
secara optimal, sebagaimana (hikmah) disembunyikannya waktu-waktu yang dikabulkan
pada hari Jum‘at…[10] dan seterusnya.
Maka, sudah menjadi keharusan bagi kaum muslimin untuk mencari waktu (pada
sepuluh malam terakhir-pen) sehingga benar-benar tepat pada lailatul Qadar, kemudian
memuliakannya dan menghidupkannya dengan ibadah dan merendahkan diri kepada Allah
dengan do’a, dzikir dan istighfar serta memperbanyak ibadah-ibadah Sunnah kepada Allah
sehingga mereka mendapatkan ridha dari Allah Yang Mahatinggi dan Maha Pemurah serta
memberikan ganjaran dan pahala yang sangat banyak.
[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, Judul dalam Bahasa Indonesia
Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-
Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote