DISUSUN OLEH :
Andi Ratnasari
45 20 112 020
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Muhammad Rum, Sp.An, KIC, M. Kes
NIM : 4520112020
Mengetahui,
Pembimbing
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
No. RM : 399487
Usia : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat / No. Telepon : Bonto Baddo
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 26 Januari 2022 pukul 20.30 WITA
Tanggal dilakukan OP : 28 Januari 2022 pukul 14.00 WITA
Lama Anestesi : 55 menit
Diagnosis : Hemoroid Grade III
Tindakan : Hemoroidektomi
Jenis Anesthesia : Subarachnoid Block (SAB)
2. Riwayat Pasien
Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun diantar ke IGD Rumah Sakit Umu
m Daerah Labuang Baji pada hari rabu, 26 Januari 2022 dengan keluhan utam
a terdapat benjolan pada anus disertai nyeri. Pasien mengatakan timbulnya ben
jolan tersebut sudah dialami sejak 5 tahun lalu dan kadang disertai nyeri hilang
timbul dan memberat sejak 2 minggu. Timbulnya benjolan tersebut dapat terjadi
secara spontan maupun saat BAB dan memerlukan dorongan jari agar bisa ma
suk kembali ke dalam anus. Selanjutnya akan dilakukan operasi pada tanggal 2
8 Januari 2022.
Riwayat Pribadi
Anamnesis
A (Allergy) :
Alergi Makanan (-), Alergi Obat (-)
M (Medication) :
Riwayat pengobatan sebelumnya (-), obat hipertensi (-)
P (Past Illness) :
Riwayat Hipertensi (+) terkontrol, Riwayat Asma (-), Riwayat DM (-), ,
merokok (-), konsumsi alkohol (-), riwayat trauma dan MRS (-), riwayat
operasi (-).
L (Last Meal) :
Puasa mulai pukul 06.00 (8 jam sebelum operasi)
E (Event/Environment):
Pasien mengalami benjolan pada anus
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
TD : 146/89 mmHg
Nadi : 91x/menit
Suhu : 36,2 C
Pernapasan : 23x/ menit
SpO2 : 98%
Kepala : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
BB : 72 kg
TB : 178 cm
IMT : 22,78 kg/m2
Pemeriksaan Penunjang
TD 128/80 mmHg, HR 55
TD 120/76 mmHg, HR 47
TD 123/77 mmHg, HR 49
TD 117/81 mmHg, HR 72
Pemberian Cairan
Cairan Masuk
Cairan Keluar
Perdarahan : ± 200 mL
B1 (Breathing) :
Airway paten, nafas spontan, RR 20x/menit RH(-),Wh(-), saturasi
oksigen 99% dengan O2 nasal canul 3 lpm.
B2 (Blood) :
Akral hangat (CRT <2 dtk), kulit merah, nadi 60x/menit, TD 135/85
mmHg, S1S2 tunggal regular, murmur (-), T.ax: 36,5 C
B3 (Brain) :
GCS E4M6V5, Reflek Cahaya +/+, Reflek kornea +/+, gangguan
pendengaran (-), gangguan penglihatan (-)
B4 (Bladder) :
Catheter (+), Produksi Urin 60 mL/KgBB
B5 (Bowel) :
Nafu makan baik, intake makanan oral, minum 1000 cc/hari, Bising Usus
(+) Normal, mual (-), muntah (-)
B6 (Bone) :
Mobilitas normal, turgor kulit baik, anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),
dekubitus (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hemoroid
1. Definisi
Hemoroid dari kata "haima" dan "rheo". Dalam medis, berarti pelebaran
pembuluh darah vena (pembuluh darah balik) di dalam pleksus hemorrhoidalis
yang ada di daerah anus. Pleksus hemorrhoidalis merupakan pembuluh darah
normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm.
Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar.
Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari "hemoroid adalah dilatasi varikosus
vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior".1
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal. 1
2. Patofisiologi
Hemoroid atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah.
Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut
venectasia atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh
bendungan dalam susunan pembuluh vena. 1
Mekanisme dasar yang terjadi pada hemoroid adalah pembendungan
hipertrofi bantalan anus internal yang disebabkan oleh 1.) Kegagalan
pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi 2.) Bantalan anus
yang terlalu mobile 3.) Terperangkapnya bantalan oleh sfingter anus yang
ketat.
Pembendungan dapat terjadi karena dorongan massa feses yang keras
pada vena melalui dinding rektum dan proses mengedan akan meningkatkan
tekanan intra abdominal yang berakibat terjepitnya vena intra muskuler kanalis
anus.1
3. Faktor Risiko
a) Diet
Diet tinggi serat, Defekasi dengan cara jongkok, serta tidak adanya
pengaturan waktu dan tempat buang air defekasi dianggap sebagai penyebab
faktor rendahnya insiden hemorrhoid. Salah satu upaya menghindari
hemorrhoid adalah dengan diet tinggi serat. Diet rendah serat akan
menyebabkan tinja dengan kaliber kecil. Hal ini akan meningkatkan tekanan
yang akan menyebabkan hemoroid menggembung dan mekanismenya dengan
mengganggu venous return.
b) Kebiasaan Defekasi
Duduk lama di toilet (misalnya sambil membaca) dan merasa terobsesi
untuk defekasi secara reguler dan mengeluarkan seluruh kotoran dipercaya
merupakan suatu penyebab masalah venous return yang relatif pada area
perianal (efek turniket), sehingga hal inilah yang menyebabkan pelebaran
hemoroid. Penyebab kebiasaan mengedan lama ini adalah posisi defekasi dan
konsistensi tinja, padat atau cair.
c) Kehamilan
Kehamilan sangatlah jelas merupakan faktor predisposisi terhadap wanita,
meskipun etiologi yang jelasnya bel diketahui. Umumnya pasien akan kembali
ke keadaan semu setelah melahirkan. Hubungan antara kehamilan dan kejadia
hemoroid mendukung dugaan adanya perubahan hormone atau adanya
tekanan langsung, yang selama ini diperca sebagai faktor utama. Kehamilan
dan tekanan yang tingg pada otot sfingter interna menyebabkan penurunan
venou return dianggap sebagai mekanisme kerja.
d) Obesitas
Obesitas dapat menjadi faktor resiko hemorrhoid oleh karena meningkatnya
tekanan vena rektal. Tekanan otot anus atau sikap/posisi tubuh yang buruk
dapat menyebabkan terlalu banyak tekanan pada vena rektal.
e) Pekerjaan
Riwayat Pekerjaan (misalkan pekerjaan sopir) oleh karena semakin lama
duduk akan menyebabkan darah terkumpul di daerah anus dan meningkatkan
tekanan pada vena di daerah tersebut.
f) Perokok
Nikotin akan meningkatkan tekanan darah dan juga tekanan pada vena. Hal
ini terjadi pada semua vena di tubuh, bukan hanya vena yang di daerah anus.
4. Klasifikasi
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:1
a) Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatik
b) Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
Gambar 1. Hemoroid Interna dan Eksterna
5. Derajat
Derajat hemorrhoid internal adalah sebagai berikut:1
Derajat 1: terbatas pada kanalis anal dan tidak mengalami prolaps.
Derajat 2: prolaps hemoroid tapi dapat tereduksi secara spontan.
Derajat 3: prolaps hemoroid dan tereduksi secara manual.
Derajat 4: hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual atau prolaps permanen (inkaserata).
B. Subarachnoid Block
1. Definisi
Tabel 1. Dosis Obat yang Biasa Digunakan pada Anestesi Spinal (SAB)2
b) Posisi Pasien
Langkah selanjutnya setelah persiapan alat, premedikasi, dan alat
pemantauan yang terpasang adalah memosisikan pasien. Dalam menentukan
landmark, pasien dapat diposisikan duduk, lateral dekubitus, atau prone. Garis
tengah lebih mudah teridentifikasi menggunakan posisi duduk, terutama pada
pasien obesitas. Kekurangan dari posisi duduk adalah penggunaan obat
hiperbarik dapat menyebabkan distribusi obat ke arah caudal sehingga menjadi
blok saddle. Posisi duduk tidak cocok dilakukan pada pasien yang tersedasi
dan dapat menyebabkan vasovagal syncope. Posisi duduk dilakukan dengan
cara memeluk bantal atau meletakkan siku tangan di paha, sambil fleksi tulang
belakang. Tujuannya adalah untuk membuat posisi tulang belakang lebih dekat
dengan kulit.2,4
Posisi lateral dekubitus lebih nyaman pada pasien yang kesakitan jika
diposisikan duduk, pasien yang lemah, dan pasien yang tersedasi berat.
Kekurangannya adalah posisi ini lebih sulit dilakukan. Pada posisi ini, pasien
tidur miring, dengan lutut fleksi, paha ditarik ke arah abdomen atau dada seperti
posisi fetal. Asisten sangat diperlukan untuk mempertahankan posisi ini.4
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun diantar ke IGD Rumah Sakit Umu
m Daerah Labuang Baji pada hari rabu, 26 Januari 2022 dengan keluhan utam
a terdapat benjolan pada anus disertai nyeri. Pasien mengatakan timbulnya ben
jolan tersebut sudah dialami sejak 5 tahun lalu dan kadang disertai nyeri hilang
timbul dan memberat sejak 2 minggu. Timbulnya benjolan tersebut dapat terjadi
secara spontan maupun saat BAB dan memerlukan dorongan jari agar bisa ma
suk kembali ke dalam anus. Selanjutnya akan dilakukan operasi pada tanggal 2
8 Januari 2022.
1. Pre Operasi
Intake Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6
jam dan pada bayi 3-4 jam. Pada pasien dilakukan puasa selama 6 jam
sebelum dilakukan operasi.
2. Teknik Anestesi
Pada pasien ini dilakukan anestesi regional dengan teknik subaraknoid blok
(SAB). Pemilihan subaraknoid blok sebagai teknik anestesi pada pasien ini
berdasarkan pertimbangan bahwa pasien akan menjalani operasi
hemoroidektomi yaitu pembedahan pada daerah sekitar anorectal.
Pembedahan daerah anorectal merupakan salah satu indikasi dilakukannya
teknik anestesi spinal/subaraknoid blok dimana pasien memerlukan blokade
pada regio tubuh bagian bawah. Awitan kerja yang cepat serta kualitas blokade
yang adekuat pada anestesi spinal/subaraknoid blok, juga merupakan dasar
pemilihan teknik anestesi tersebut pada pasien ini.
Adapun obat anestetik yang digunakan dalam prosedur anestesi spinal ini
yaitu bupivacaine hiperbarik. Bupivacaine adalah obat anestesi lokal golongan
amida yang memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan anestesi
lokal golongan lain. Efek anestesi bupivacaine terjadi dengan menghambat
konduksi saraf dengan menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap
natrium. Penurunan depolarisasi membran ini akan meningkatkan ambang
batas eksitabilitas elektrik, sehingga mencegah terjadinya inisiasi dan transmisi
impuls saraf dan fungsi-fungsi sel saraf akan menurun. Bupivacaine 0,5% yang
dicampur dengan dextrose 8% akan meningkatkan barisitas anestetik ini
melebihi berat jenis CSF (hiperbarik) sehingga menjadikannya lebih efektif
pada prosedur anestesi spinal/ subaraknoid blok. Selain itu, penambahan
fentanyl 25 mcg sebagai ajuvan dimaksudkan dengan tujuan mempercepat
awitan kerja anestetik yang diberikan sebab sifat fentanyl yang larut lemak
(lipofilik) sehingga dapat menembus sawar jaringan dengan mudah.5,6,7
3. Post Operasi
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Warsinggih. Hemoroid: Masalah dan Penanganan Terkini. Makassar.
Masagena Press, 2018
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail's clinical
anesthesiology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Education, 2018.
3. Drasner K, Larson MD. Spinal and epidural anestheshia, Dalam: Miller RD.
Pardo MC, penyunting. Basics of anesthesia. Edisi ke-6. Philalephia:
Saunders Elsevier, 2011.
4. Norris MC. Neuraxial anesthesia, Dalam: Barash PG, Cullen BI. Stoelting
RK Cahalan MK, Stock MC. Ortega R, et al. penyunting Clinical Anesthesia.
Edisi ke-8. Philadeplaia. Wolters Klower 2017.
5. Prescribers’ digital reference. Bupivacaine hydrochloride – drug summary.
2018. Available from: https://www.pdr.net/drug-summary/Marcaine-Spinal-
bupivacai ne-hydrochloride-1574
6. Drugs.com. Bupivacaine. 2020. Available from: https://www.drugs.com/pro/
bupivacaine.html#id_link_2dc92535-a459-432e-e054-00144ff8d46c
7. Shafiei F, Lopez J. Bupivacaine. 2019. Available from:
https://www.statpearls. com/kb/viewarticle/18706#ref_30322458