Anda di halaman 1dari 25

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN IDEALISM DAN REALISM

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Landasan Pendidikan

Oleh,

MIA KURNIA DEWI 172191006


MOCHAMAD GIAN FIRDAUS AVISTA 172191007
RADEN DAFFA RIVQIANSYAH 172191008
ANGGA NUGRAHA 172191016
BELA NURJAMAN 172191020
AHMAR ZIMARNA 172191024
ALVIN FIRDAUS 172191039
TEGUH NURIMAN 172191036

PENJAS1-A
KELOMPOK 2

PENDIDIKAN JASMANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SILIWANGI

TASIKMALAYA
2017
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
Rahmat serta Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang landasan filosofis pendidikan realism dan idealism.

Makalah ini kami susun semaksimal mungkin dengan mengutip dari


beberapa sumber dan tentu mendapat bantuan dari berbagai pihak yang ikut andil
dan juga memperlancar dalam pembuatan makalah. Untuk itu kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
ini jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima semua saran dan kritik yang
membangun untuk memperbaiki agar makalah ini lebih baik lagi.

Kami berharap semoga makalah tentang landasan pendidikan ini dapat


bermanfaat dalam proses pembelajaran maupun berguna bagi masyarakat luas.

Tasikmalaya, September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan.................................................................................................
D. Manfaat...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................

A. Landasan Filosofis Pendidkan............................................................


B. Landasan Filosofis Pendidikan Idealism............................................
C. Landasan Filosofis Pendidikan Realism.............................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

A. Saran...................................................................................................
B. Kesimpulan.........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya,
relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu
landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para
pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya.

Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya


memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat
manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut
pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.

Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya


apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh
ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan
memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara
komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan
modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar
tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di
sinilah perlunya konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek
pendidikan untuk mencapai keberhasilan substantif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian landasan filosofis pendidikan?
2. Apa pengertian aliran filsafat idealism dan realism?
3. Bagaimana implikasi aliran filsafat dalam pendidikan?

1
2

C. Tujuan
1. Mengetahui fungsi dari landasan fiosofis pendidikan
2. Mengetahui implikasi dari aliran filsafat idealisme dan realisme pada
pendidikan
D. Manfaat
Agar pembaca mampu memahami landasan filosofis pendidikan yang
berguna bagi dirinya dalam rangka pelaksanaan pendidikan yang efektif
efisien serta jelas arah tujuannya sehingga mampu mengaplikasikannya
pada suatu sistem pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis Pendidikan

1. Pengertian Landasan Filosofis Pendidikan

Ada dua istilah yang terlebih dahulu perlu kita kaji dalam rangka
memahami pengertian landasan pendidikan, yaitu istilah landasan dan istilah
pendidikan.
Landasan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:260) istilah
landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan
sebagai dasar dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian
tersebut, kita dapat memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar
pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal;
atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.

Berdasarkan sifat wujudnya terdapat dua jenis landasan, yaitu: (1)


landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual.
Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu
pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan
yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Indonesia yaitu
Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb.

Dari contoh di atas telah Anda ketahui bahwa landasan pendidikan


tergolong ke dalam jenis landasan yang bersifat konseptual. Selanjutnya, mari
kita kaji lebih lanjut pengertian landasan yang bersifat konseptual tersebut.
Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya identik dengan asumsi,
yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang
sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir
(melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu
praktek). Menurut Troy Wilson Organ, “asumsi dapat dibedakan dalam tiga

3
macam, yaitu: aksioma, postulat, dan premis tersembunyi” (Redja
Mudyahardjo, 1995).

4
4

Filosofis, berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata
philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya
kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai
sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala
sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan
menemukan kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik
yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang
dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap
hakikat segala sesuatu.
Pendidikan.hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan
pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-
citakan sesuai nilai-nilai dan norma norma yang dianut. Contoh manusia ideal
yang menjadi tujuan pendidikan tersebut antara lain: manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil,
dst. Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat
dipertanggungjawabkan. Mengingat hal di atas, pendidikan tidak boleh
dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara
bijaksana. Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara disadari
dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas
tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara
pelaksanaannya. Implikasinya, dalam pendidikan, menurut Tatang S (1994)
mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak. Secara lebih luas dapat
dikatakan bahwa dalam rangka pendidikan itu (Redja M; 1994), terdapat
momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
Landasan Filosofis Pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis
yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan.
Sebagaimana telah Anda pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen
studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan
antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang landasan-landasan
pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Dengan
5

demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan


tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang
bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan
normatif.
2. Bagan Implikasi Konsep Filsafat Umum Terhadap Konsep
Pendidikan

KONSEP PENDIDIKAN
No KONSEP FILSAFAT UMUM
.
1. Hakikat Realitas Tujuan Pendidikan

2. Hakikat Manusia Kurikulum Pendidikan

3. Hakikat Pengetahuan Metode Pendidikan

4. Hakikat Nilai Peranan Pendidik dan Peserta


didik

3. Peran Landasan Filosofis Pendidikan

Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu


apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu
tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi
pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis
pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran
filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme,
landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme
antara lain berpendapat bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia
melalui pengalaman dria”. Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan
metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui
observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui
membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).
6

Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis pendidikan


dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu. Misalnya dalam tema:
“Manusia sebagai Animal Educandum” (M.J. Langeveld, 1980), Man and
Education” (Frost, Jr., 1957), dll. Demikian pula, aliran-aliran pendidikan
yang dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau
menjadi teori pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang
sampai dewasa ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek
pendidikan, misalnya aliran empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran
konvergensi dalam pendidikan.
Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih
ada landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi
pendidikan. Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam
pendidikan. Sebagaimana Anda ketahui terdapat berbagai disiplin ilmu,
seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, hukum/yuridis, sejarah,
biologi, dsb. Sebab itu, ada berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan,
antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan,
landasan biologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan
historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan politik
pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.

B. Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme

1. Pengertian idealisme

Idealisme berasal dari kata “ideal” dengan tambahan sufiks/akhiran “-


isme” yang berasal dari bahasa Yunani kuno -ισμός (-ismos) yang memiliki
fungsi membentuk kata benda abstrak terhadap suatu tindakan, keadaan,
pemahaman/doktrin. Sedangkan kata ‘ideal’ sendiri memiliki arti suatu
kondisi paling wajar yang dikehendaki atau diinginkan. Contoh yang paling
mudah dari sebuah idealisme biasaya digunakan pada bidang politik, sosial,
7

dan segala suatu hal yang bersifat pemikiran. Idealisme menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia memiliki arti:
a. Suatu aliran di ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita
sebagai satu-satunya hal yang benar, yang dapat dirasakan dan
dipahami .
b. Hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita (yaitu menurut suatu
patokan atau pedoman yang dianggap sempurna) .
c. Sas aliran yg mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan
keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Jenis-jenis Idealisme
a. Idealisme Subyektif (Immaterialisme) :

Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-


persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek
pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman adalah persepsi.
Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya
ada dalam akal yang mempersepsikannya. George Berkeley (1685-1753),
seorang filosof dari Irlandia. Ia lebih suka menamakan filsafatnya dengan
immaterialisme.Baginya, ide adalah 'esse est perzipi' (ada berarti
dipersepsikan). Tetapi akal itu sendiri tidak perlu dipersepsikan agar
dapat berada. Akal adalah yang melakukan persepsi. Segala yang riil
adalah akal yang sadar atau suatu persepsi atau ide yang dimiliki oleh
akal tersebut.

Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil


disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi,
adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum
alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide. Berkeley
menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil disebabkan
oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah
pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum alam. Tuhan
menentukan urutan dan susunan ide-ide.Tak mungkin ada benda atau
8

persepsi tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut,


subyek (akal atau si yang tahu) seakan-akan menciptakan obyeknya (apa
yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang riil itu adalah
akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.

b. Idealisme Obyektif

Plato menamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi


baginya, tidak seperti Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu,
untuk berada, harus bersandar kepada suatu akal, apakah itu akal manusia
atau akal Tuhan. Platopercaya bahwa di belakang alam perubahan atau
alam empiris, alam fenomena yang kita lihat atau kita rasakan, terdapat
dalam ideal, yaitu alam essensi, formatau ide.
c. Idealisme Personal

Personalisme muncul sebagai protes terhadap meterialisme mekanik dan


idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukannya
pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi
seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir. Realitas itu termasuk dalam
personalitas yang sadar. Jiwa (self ) adalah satuan kehidupan yang tak
dapat diperkecil lagi, dan hanya dapat dibagi dengan cara abstraksi yang
palsu. Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan terakhir
dalam sains modern, termasuk di dalamnya formulasi teori realitas dan
pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si
pengamat' telah memperkuat sikap mereka. Realitasadalah suatu sistem
jiwa personal, oleh karena itu realitas bersifat pluralistik. Kelompok
personalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-orang, nilai
moral, dan kemerdekaan manusia. Bagi kelompok personalis, alam
adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada
sendiri. Manusia mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi
terhadap alam ini. Sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya;
alam arti dan alam nilai menjangkau lebih jauh daripada alam semesta
sebagai penjelasan terakhir.Realitas adalah masyarakat perseorangan
9

yang juga mencakup Zat yang tidak diciptakan dan orang-orang yang
diciptakan Tuhan dalam masyarakat manusia. Alam diciptakan oleh
Tuhan, Akuyang Maha Tinggi dalam masyarakat individu. Terdapat
suatu masyarakat person atau aku-akuyang ada hubungannya dengan
personalitas tertinggi. Personalisme bersifat theistik(percaya pada adanya
Tuhan), ia memberi dasar metafisik kepada agama dan etika.
3. Tokoh-tokoh Idealisme

a. Plato (477 -347 Sb.M)

Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari


kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia
akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya
sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala
sesuatu yang dialami sehari-hari.

b. Immanuel Kant (1724 -1804)

Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana


paham ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh
tidak dianggap sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu
adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis
transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu
datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah
pengalaman.

c. Pascal (1623-1662)

Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :

1) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal


dan kedua menggunakan hati.
10

2) Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu
dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri.
Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan
variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika
tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya
alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang
bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten.Karena ketidak
mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka
satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena
dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau pikirannya
sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat
abstrak.

4. Konsep Filsafat Menurut Aliran Idealisme

a) Ontologi-idealisme :

Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti


serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari
kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada
penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat
benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:

Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi
bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau
penjelmaan.

Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.


11

Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada,
yang ada energi itu saja.

·Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348


SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti
ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang
menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu.
Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealism adalah dunia


penampakan yang ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang
ditangkap melalui kecerdasan akal pikiran (mind ). Dunia akal pikir
terfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih

penting daripada dunia empiris indrawi.8 Lebih lanjut ia mengemukakan


bahwa ide gagasan yang lebih dulu ada dibandingkan objek-objek
material, dapat diilustrasikan dengan kontruksi sebuah kursi. Para
penganut idealisme berpandangan bahwa seseorang haruslah telah

mempunyai ide tentang kursi dalam akal pikirannya sebelum ia dapat


membuat kursi untuk diduduki. Metafisika idealisme nampaknya dapat
dirumuskan sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan. Uraian di atas
dapat dipahami bahwa meskipun idealism berpandangan yang terfokus
pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafikan
unsur materi yang bersifat empiris indrawi. Pandangan idealisme tidak
memisahkan antara sesuatu yang bersifat abstrak yang ada dalam tataran
ide dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang ditekankan adalah
bahwa yang utama adalah dunia ide, karena dunia materi tidak akan
pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam tataran ide.

b) Epistimologi-idealisme:

Kunci untuk mengetahui epistemologi idealisme terletak pada metafisika


mereka. Ketika idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran
12

dan jiwa, maka dapat diketahui bahwa teori mengetahui


(epistemologi)nya pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental
mencerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam pandangannya,
mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat,
mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai tindakan menguasai ide
sesuatu dan memeliharanya dalam akal pikiran. Berdasarkan itu, maka
dapat dipahami bahwa pengetahuan itu tidak didasarkan pada sesuatu
yang datang dari luar, tetapi pada sesuatu yang telah diolah dalam ide dan
pikiran. Berkaitan dengan ini Gerald Gutek mengatakan ;

In idealism, the process of knowmg is that of recognition or remmisence


of latent ideas that are preformed and already present in the mind. By
reminiscence, the human mind may discover the ideas of the
Macrocosmic Mind in one's own thoughts ..... Thus, knowing is
essentially a process of recognition, a recall and rethinking of ideas that
are latently present in the mind. What is to be known is already present in
the mind.

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa menurut idealisme, proses untuk


mengetahui dapat dilakukan dengan mengenal atau mengenang kembali
ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk dan telah ada dalam pikiran.
Dengan mengenang kembali, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide
tentang pikiran makrokosmik dalam pikiran yang dimiliki séseorang.
Jadi, pada dasarnya mengetahui itu melalui proses mengenal atau
mengingat, memanggil dan memikirkan kembali ide-ide yang
tersembunyi atau tersimpan yang sebetulnya telah ada dalam pikiran.
Apa yang akan diketahui sudah ada dalam pikiran. Kebenaran itu berada
pada dunia ide dan gagasan. Beberapa penganut idealisme
mempostulasikan adanya Akal Absolut atau Diri Absolut yang secara
terus menerus memikirkan ide-ide itu. Berkeley menyamakan konsep
Diri Absolut dengan Tuhan. Dengan demikian, banyak pemikir
keagamaan mempunyai corak pemikiran demikian. Kata kunci dalam
13

epistemologi idealisme adalah konsistensi dan koherensi. Para penganut


idealisme memberikan perhatian besar pada upaya pengembangan suatu
sistem kebenaran yang mempunyai konsistensi logis. Sesuatu benar
ketika ia selaras dengan keharmonisan hakikat alam semesta. Segala
sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta harus
ditolak karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam idealisme, kebenaran
adalah sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta, dan karena itu,
Ia telah dulu ada dan terlepas dari pengalaman. Dengan demikian, cara
yang digunakan untuk meraih kebenaran tidaklah bersifat empirik.
Penganut idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan rasio dalam
fungsinya meraih dan mengembangkan pengetahuan. Metode-metode
inilah yang paling tepat dalam menggumuli kebenaran sebagai ide
gagasan, dimana ia merupakan pendidikan epistemologi dasar dari
idealisme.

c) Aksiologi-idealisme:

Aksiologi idealisme berakar kuat pada cara metafisisnya. Menurut


George Knight, jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam
kerangka makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Dari
sudut pandang ini, makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar Pikir
Absolut, sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat
dipandang sebagai bayangan dari apa yang sejatinya ada. Dalam konsepsi
demikian, tentu akan terbukti bahwa baik kriteria etik maupun estetik
dari kebaikan dan kemudahan itu berada di luar diri manusia, berada
pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada prinsip-
prinsip yang abadi dan baku. Dalam pandangan idealisme, kehidupan etik
dapat direnungkan sebagi suatu kehidupan yang dijalani dalam
keharmonisan dengan alarm ( universe ). Jika Diri Absolut dilihat dalam
kacamata makrokosmos, maka diri individu manusia dapat diidentifikasi
sebagai suatu diri mikrokosmos. Dalam kerangka itu, peran dari
individual akan bisa menjadi maksimal mungkin mirip dengan Diri
14

Absolut. Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang paling akhir dan
paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang dirumuskan
sebagai yang sempurna sehingga sempurna pula dalam moral, maka
lambang perilaku etis penganut idealisme terletak pada "peniruan" Diri
Absolut. Manusia adalah bermoral jika ia selaras dengan Hukum Moral
Universal yang merupakan suatu ekspresi sifat dari Zat Absolut.

Uraian di atas memberikan pengertian bahwa nilai kebaikan dipandang


dan sudut Diri Absolut. Ketika manusia dapat menyeleraskan diri dan
mampu mengejewantahkan diri dengan Yang Absolut sebagai sumber
moral etik, maka kehidupan etik telah diperolehnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Gutek mengemukakan bahwa pengalaman


yang punya nilai didasarkan pada kemampuan untuk meniru Tuhan
sebagai sesuatu yang Absolut, sehingga nilai etik itu sendiri merupakan
sesuatu yang muttlak, abadi, tidak berubah dan bersifat universal.

d) metafisika-idealisme

secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah,


sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.

e) humanologi-idealisme

jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya


kemampuan memilih.

Demikian kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan


sendiri. Idea yang berpikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan
gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya
menimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti
tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru yang
dengan sendirinya menimbulkan anti tesisnya dan munculnya sintesis
baru pula.
15

Demikian proses roh atau ide yang disebut Hegel dialektika. Proses itulah
yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itu berlaku
menurut hukum akal. Jadi semua yang riil bersifat rasional dan semua
yang rasional bersifat riil. Maksudnya luasnya rasio sama dengan luasnya
realitas, sedangkan realitas menurut Hegel adalah proses pemikiran (ide).

5. Idealisme Dalam Pendidikan

Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia


pendidikan. William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan
idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme
terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang
melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan
harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia
sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.

Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak


didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,
memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis
dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial
sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.

Guru dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi


sebagai:

a. Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru


merupakan wahana atau fasilitator yang akan mengantarkan anak
16

didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi dalam aktifitas


pembelajaran.
b. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari
siswa. Artinya, seorang guru itu harus mempunyai pengetahuan yang
lebih dari pada anak didik.
c. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya,
seorang guru harus mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan
untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari segi
materi dan yang lainnya.
d. Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh
murid. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian
yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
e. Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus
mempunyai potensi sosial yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi
dengan anak didik.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme


harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah
lebih banyak daripada pengajaran Agar pengetahuan dan pengalamannya
aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme dalam Pendidikan yaitu :

a. Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau


kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
b. Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan
dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
c. Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu
yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan.
d. Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
kemampuan dasarnya.
e. Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
17

Implementasi Idealisme dalam Pendidikan:

a. Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi


juga harus menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan
ke dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
b. Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik
untuk memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai
warisan sosial.
c. Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan
spiritual.Memperkenalkan suatu spirit intelektual guna membangun
masyarakat yang ideal.
d. Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-
nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara
bersama-sama.
e. Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu,
kurikulum seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima
perkembangan.
f. Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta
didik dengan hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.
C. Landasan Pendidikan Realism

1. Pengertian Landasan Pendidikan Realism

Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.


Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik
dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya
adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.

2. Konsep Filsafat Realism


18

Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu


adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat
menurut aliran realisme adalah:

a. Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan


fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan
kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme);
b. Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang
mempunyai kemampuan berpikir;
c. Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak
tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan
dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan
memeriksa kesesuaiannya dengan fakta;
d. Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum
alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah
diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.
3. Realism Dalam Pendidikan

Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus


universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan
merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan
dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode,
isi, dan proses pendidikan harus seragam.

Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat


mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling
tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus
beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak
pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran
19

yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat
dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi
pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan
memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta
didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah
merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan
strategi mengajar yang bermanfaat.

Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah


sebagai berikut:

(1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;

(2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang


berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis;

(3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau


tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode
pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang
digunakan;

(4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal


dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial
dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh
hasil yang baik;

(5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam


teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran

21

Anda mungkin juga menyukai