DOI : http://doi.org/10.22146/jmh.29048
Penerbit : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
URL : jurnal.ugm.ac.id/jmh
E Issn : 2443-0994
P Issn : 0852-100x
2 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
Abstract
Identifying the contributions of Fatwa MUI No. 1 year 2012 in Indonesian Islamic Family Law, this
research finds that the Fatwa has contributed in 2 (two) positions. First, the Fatwa contributes to the
development of the substance of Islamic family law through its position as the clarification and explanation
of the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010, as the confirmation of the prohibition
of adultery, as the recommendation for the Government, and as the regulation that provides children’s
protection. In the other side, the Fatwa contributes practically in Religious Courts through its contribution
as the Judge’s guidance, completes the absence of related regulations, and the source of material law.
Keywords: children born out of wedlock, decree of the history of children, fatwa, Indonesian Council of
Islamic Scholars.
Intisari
Dalam kajian terhadap Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012, penelitian ini menemukan bahwa Fatwa MUI
No.11 tahun 2012 telah memberikan kontribusi bagi hukum keluarga Islam di Indonesia dalam 2 (dua)
bentuk. Pertama, fatwa berperan terhadap pengembangan substansi hukum keluarga Islam karena telah
memberikan klarifikasi dan penjelasan atas Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, mengatur larangan
perbuatan zina, sebagai rekomendasi bagi Pemerintah dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
terkait zina, dan memberikan perlindungan hukum bagi anak hasil zina. Kedua, fatwa berkontribusi dalam
tataran praktis di Pengadilan Agama sebagai pedoman Hakim, pengisi kekosongan hukum, dan sebagai
sumber hukum materiil.
Kata Kunci: anak hasil zina, penetapan asal-usul anak, fatwa, Majelis Ulama Indonesia.
Pokok Muatan
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................................... 3
B. Metode Penelitian ............................................................................................................................. 4
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...................................................................................................... 6
1. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dalam Pengembangan Substansi Hukum Keluarga
Islam di Indonesia ......................................................................................................................... 7
2. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 sebagai Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Bidang Perkawinan di Pengadilan Agama ................................................................................... 12
D. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 14
*
Hasil Penelitian yang didanai oleh Unit Riset dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016. Penelitian
dilaksanakan untuk mengikuti Program Penelitian Dosen Master Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
**
Email korespondensi:haniah.ilhami@gmail.com.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 3
A. Latar Belakang Masalah atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang
Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 11 mengakibatkan kelahirannya.5
Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina Lahirnya kontroversi terhadap Putusan
dan Perlakuan Terhadapnya (selanjutnya disebut MK No.46/PUU-VIII/ 2010 ini bermula dari
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012) adalah respon penggunaan terminologi “anak yang dilahirkan di
dari Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut luar perkawinan” yang tidak pernah didefinisikan
MUI) atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/ secara jelas baik dalam Undang-undang No. 1/1974
PUU-VIII/2010 (selanjutnya disebut Putusan MK maupun Putusan MK No.46/PUU-VIII/ 2010 itu
No.46/PUU-VIII/ 2010) yang melahirkan banyak sendiri. Sebagai usaha untuk menafsirkannya,
kontroversi dan pertanyaan di masyarakat.1 Bermula praktisi dan akademisi hukum menggunakan
dari norma hukum baru yang ditetapkan Mahkamah ketentuan tentang syarat sah dan kewajiban
dalam putusannya bahwa anak yang dilahirkan pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-
di luar perkawinan dapat mempunyai hubungan Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan
perdata dengan laki-laki sebagai ayahnya dan dikuatkan kembali melalui Instruksi Presiden No.
keluarga ayahnya sepanjang dibuktikan berdasarkan 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti Hukum Islam.6 Melalui kedua ketentuan tersebut,
lain menurut hukum bahwa keduanya mempunyai terminologi “anak yang dilahirkan di luar
hubungan darah,2 pendapat masyarakat terbelah perkawinan” dapat dikelompokkan ke dalam
menjadi 2 (dua) kelompok. 2 (dua) kelompok, yaitu anak yang lahir dari
Kelompok pertama mendukung putusan ini perkawinan tidak tercatat dan anak yang lahir tanpa
dengan alasan bahwa Putusan MK No.46/PUU- perkawinan.7 Dari kedua kelompok anak tersebut,
VIII/ 2010 ini merupakan terobosan hukum yang kontroversi muncul terhadap kelompok yang kedua,
progresif dalam melindungi hak-hak konstitusional yaitu anak yang lahir tanpa perkawinan atau dikenal
anak.3 Sementara bagi kelompok kedua yang sebagai anak hasil zina.
menolak putusan MK, termasuk di antaranya MUI, Anak hasil zina, dalam ketentuan fiqh Islam,
menilai bahwa putusan ini tidak sesuai dengan hanya akan memiliki hubungan nasab dengan
hukum Islam, melanggar tujuan hukum dan aturan ibu yang melahirkannya saja. Dikaitkan dengan
hukum perkawinan, serta rentan dimanfaatkan pengakuan hak keperdataan anak yang lahir di luar
untuk melegalkan perzinahan.4 Tidak lama setelah perkawinan melalui Putusan MK No.46/PUU-VIII/
diputuskan, ketua MUI menyatakan bahwa Putusan 2010, masyarakat beranggapan bahwa putusan
MK No.46/PUU-VIII/ 2010 telah melampaui dimaksud telah menempatkan anak hasil zina setara
permohonan yang semula sekedar menghendaki dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
pengakuan keperdataan atas anak dengan bapak Lebih jauh lagi, Putusan MK No.46/PUU-VIII/
hasil perkawinan tapi tidak dicatatkan kepada KUA 2010 juga dianggap telah melegalisasi secara tidak
menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan langsung perbuatan zina yang merupakan perbuatan
1
Lihat Bagian Pertimbangan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya..
2
Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010.
3
Siti Musawwamah, “Pro-kontra atas Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengesahan Hubungan Keperdataan Anak Luar Kawin dengan
Ayah Biologis”, Nuansa, Vol.10, No.1, Januari-Juni, 2013.
4
Ibid.
5
Detiknews, “MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis”, http://news.detik.com/berita/1866192/mui-nilai-
keputusan-mk-soal-status-anak-di-luar-nikah-overdosis, diakses 24 Maret 2017.
6
Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019) dan Pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam.
7
IKAHI Cabang Pengadilan Tinggi Agama Semarang,”Rumusan Hasil Diskusi tentang Kedudukan Anak yang Lahir di Luar Perkawinan pasca
Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012”, Makalah Rumusan Hasil Diskusi, Diskusi IKAHI Cabang Pengadilan
Tinggi Agama Semarang, Semarang, Rabu 11 April 2012.
4 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
tercela dan melanggar norma agama dan kesusilaan. responden terkait guna memperdalam jawaban
Pertanyaan ini dijawab oleh MUI melalui atas masalah yang telah ditemukan dalam tahap
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan sebelumnya. Penelitian kepustakaan dilakukan
Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya guna dalam 2 (dua) tahap, sebelum penelitian lapangan
meluruskan persepsi masyarakat dan mengatur dan setelah penelitian lapangan dilakukan. Peneliti
kedudukan anak hasil zina sesuai ketentuan hukum melakukan kajian terhadap data sekunder, meliputi
Islam. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 secara tegas dokumen-dokumen hukum resmi, hasil penelitian
menyatakan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai terdahulu, dan bahan-bahan pustaka lainnya
hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dalam tahap tersebut. Berkaitan dengan dokumen
dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.8 hukum resmi, peneliti melakukan kajian terhadap
Namun di saat yang sama, sebagai bentuk bahan hukum primer yang bersifat mengikat dan
perlindungan terhadap hak yang dimiliki anak hasil berhubungan erat dengan pemasalahan yang diteliti,
zina, fatwa juga menetapkan tentang kewenangan meliputi 2 (dua) kelompok yaitu:
pemerintah untuk menjatuhkan hukuman ta’zir 1. Peraturan perundang-undangan, terdiri
kepada lelaki pezina yang mengakibatkan lahirnya dari:
anak dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:9 pertama, a. Undang-Undang Nomor 1
mewajibkan lelaki pezina untuk mencukupi Tahun 1974 tentang Perkawinan
kebutuhan hidup anak; kedua, memberikan bagian (Lembaran Negara Republik
dari harta peninggalan lelaki pezina pada anak yang Indonesia Tahun 1974 Nomor
lahir akibat perbuatan zinanya tersebut melalui 1, Tambahan Lembaran Negara
mekanisme wasiat wajibah. Melalui fatwa ini, MUI Nomor 3019);
juga telah melahirkan norma baru tentang kedudukan b. Undang-Undang Nomor 7
hukum anak yang lahir tanpa perkawinan atau anak Tahun 1989 tentang Peradilan
hasil zina. Agama (Lembaran Negara
Kondisi tersebut di atas menjadi fokus Republik Indonesia Tahun 1989
permasalahan yang dijawab melalui penelitian ini. Nomor 49, Tambahan Lembaran
Peneliti mengkaji tentang kedudukan Fatwa MUI Negara Nomor 3400);
No. 11 Tahun 2012 dalam Hukum Keluarga Islam c. Undang-Undang Nomor 4
di Indonesia. Secara komprehensif, penelitian ini Tahun 2004 tentang Kekuasaan
mengangkat permasalahan tentang kedudukan Kehakiman (Lembaran Negara
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dari 2 (dua) bidang, Republik Indonesia Tahun 2004
yaitu kedudukannya dalam ranah kajian teoritis Nomor 8, Tambahan Lembaran
hukum keluarga Islam dan dalam ranah praktis di Negara Republik Indonesia
wilayah sistem peradilan agama di Indonesia. Nomor 4358);
d. Undang-Undang Nomor 48
B. Metode Penelitian Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum Kehakiman (Lembaran Negara
normatif yang dilakukan melalui kajian terhadap Republik Indonesia Tahun
peraturan-peraturan hukum tertulis atau bahan- 2009 Nomor 157, Tambahan
bahan hukum yang ada. Penelitian dilengkapi Lembaran Negara Republik
dengan penelitian lapangan melalui Focus Group Indonesia Nomor 5076);
Discussion yang melibatkan narasumber dan e. Undang-Undang Nomor
8
Ketentuan Hukum Angka 1 Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.
9
Ketentuan Hukum Angka 5 Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 5
15
Lihat Pertimbangan huruf (c) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya
16
Disimpulkan dari pendapat KRT. Drs.H., Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H., Ummu Hafizhah, S.H.I.,
S.E., M.A., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
17
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam.
18
Pendapat KRT. Drs.H., Ahmad Muhsin Kamaludiningrat pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
8 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
19
Lihat Bagian Menimbang Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012.
20
Lihat Pasal 284 KUHP.
21
Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam di Indonesia Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda, Gema Insani Press,
Jakarta, hlm. 22.
22
Ketentuan Umum angka (1) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 9
Penegasan juga dilakukan terhadap usulan solusi dari lembaga MUI kepada
bentuk hukuman yang dijatuhkan pada pemerintah untuk menghadapi perbuatan
pelaku zina. Dalam fatwa MUI No.11 Tahun zina yang terjadi di masyarakat yang disusun
2012, secara jelas ditegaskan bahwa pezina dalam bentuk rekomendasai sebagai bagian
dikenakan hukuman hadd oleh pihak yang integral dari fatwa MUI No.11 tahun 2012
berwenang, untuk kepentingan menjaga ini. Dalam rekomendasinya, MUI meminta
keturunan yang sah (hifzh alnasl).23 Tidak agar DPR-RI dan Pemerintah segera
hanya memberikan penegasan tentang menyusun peraturan perundang-undangan
hukuman hadd saja, fatwa MUI No.11 Tahun yang mengatur hukuman berat terhadap
2012 juga mengatur hukuman tambahan pelaku perzinaan serta memasukkan zina
berupa ta’zir yang wewenang penjatuhannya yang selama ini hanya merupakan delik aduan
diserahkan sepenuhnya pada pemerintah.24 menjadi delik umum karena zina merupakan
Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak kejahatan yang menodai martabat luhur
pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan manusia.26 Lebih jauh lagi, fatwa MUI No.11
kepada ulil amri (pihak yang berwenang Tahun 2012 juga memberikan rekomendasai
menetapkan hukuman).25 Bentuk hukuman edukatif agar pemerintah mengedukasi
ta’zir bagi pelaku zina dalam fatwa ini adalah masyarakat untuk tidak memperlakukan
melalui perintah bagi pelaku zina untuk anak yang lahir dari perbuatan zina secara
mencukupi kebutuhan hidup anak yang lahir diskriminatif. Pemberian rekomendasi ini
dari hubungan zina dan memberikan harta manunjukkan bahwa fatwa MUI No. 11
setelah pelaku zina meninggal dunia melalui /2012 tidak hanya sekedar menetapkan norma
wasiat wajibah. Melalui penambahan ini, hukum atas perbuatan zina untuk jangka
fatwa MUI No.11 Tahun 2012 semakin pendek saja, namun juga memberikan solusi
memperkuat penegasan perbuatan zina jangka panjang untuk menurunkan tingkat
sebagai bentuk kejahatan yang dilarang dan perbuatan zina di masyarakat luas.
terhadapnya diancam hukuman yang berat. d. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012
c. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 sebagai Perlindungan bagi Anak
sebagai Rekomendasi bagi Hasil Zina
Pemerintah Perlindungan anak adalah segala
Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 secara kegiatan untuk menjamin dan melindungi
umum memang bertujuan untuk menjelaskan anak dengan hak-haknya agar dapat hidup,
tentang kedudukan dan status hukum anak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
yang lahir dari perbuatan zina. Namun secara optimal sesuai harkat dan martabat
demikian, Fatwa MUI ini juga disusun secara kemanusiaan serta mendapat perlindungan
komprehensif dengan ikut memasukkan dari kekerasan dan diskriminasi.27 Sebagai
bentuk tanggung jawab negara, maka
23
Ketentuan Hukum angka (4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
24
Ketentuang Hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
25
Ketentuan Umum angka (3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
26
Rekomendasi angka (1) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
27
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4235) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5606).
10 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
28
Pasal 20 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 297 Tahun
2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606).
29
Mukti Arto, 2017, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan Buku Kesatu Membangun Sistem Peradilan Berbasis Perlindungan
Hukum dan Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 169.
30
Ketentuan hukum angka (1) dan (2) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 11
31
Ketentuan hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
32
Ketentuan hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
33
Ibid
34
Lihat ketentuan umum angka (4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
12 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
kerelaan orang yang berwasiat dan bersifat fakultatif, namun dalam praktik, Fatwa
persetujuan penerima wasiat.35 Melalui MUI No.11 Tahun 2012 digunakan oleh hakim
penetapan wasiat wajibah ini, maka di Pengadilan Agama sebagai pedoman dalam
perlindungan hukum bagi anak hasil membantu menyusun putusan yang berkeadilan.
zina dapat dilakukan secara langsung Norma hukum materiil yang dikandung dalam
tanpa harus menunggu inisiatif Fatwa MUI No.11./2012 dianggap telah disusun
dari laki-laki yang mengakibatkan secara komprehensif sesuai dengan prinsip hukum
kelahirannya. Islam, sehingga memenuhi syarat untuk digunakan
Berdasarkan hal-hal tersebut sebagai sumber hukum Ijtihad.
di atas, terlihat kontribusi Fatwa Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 dalam tataran
MUI No.11 Tahun 2012 dalam praktik di Pengadilan Agama, sangat membantu
pengembangan hukum keluarga Islam hakim untuk menyusun pola pikir dan pertimbangan
di Indonesia secara khusus, dan hukum hukum yang berkaitan dengan kedudukan anak
keluarga dalam sistem hukum nasional yang lahir tanpa adanya perkawinan kedua orang
secara umum. Fatwa MUI No.11 tuanya. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 telah
Tahun 2012 telah meluruskan bias mengakomodir norma hukum yang sudah ada dalam
definisi dan kedudukan hukum anak sistem hukum keluarga di Indonesia sebagaimana
yang lahir tanpa adanya perkawinan diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
yang terjadi pasca Putusan MK tentang Perkawinan dan KHI, sekaligus juga
No. 46/PUU-VIII/2010. Lebih jauh meluruskannya sesuai ketentuan hukum Islam.37
lagi, Fatwa MUI No.11/2016 secara Penelitian ini menemukan beberapa kedudukan
komprehensif memberikan solusi pada Fatwa No.11/2012 dalam pertimbangan hukum
pemerintah dan menegaskan secara yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama
rinci perlindungan hukum bagi anak sebagai berikut:
yang lahir sebagai akibat perbuatan a. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai
zina. Pedoman Hakim
Institusi MUI dalam lintasan sejarah pernah
2. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun menjadi salah satu institusi yang ditetapkan oleh
2012 sebagai Pertimbangan Hakim dalam Undang-undang sebagai pembina lingkungan
Putusan Bidang Perkawinan di Pengadilan Peradilan Agama. Undang-undang No. 4 Tahun
Agama 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur
Fatwa MUI secara umum tidak dikhususkan peran MUI dalam pembinaan Peradilan Agama
kepada suatu golongan tertentu saja, dan tidak ada ditegaskan bahwa :38
ketentuan yang mewajibkan penggunaannya dalam Mengingat sejarah perkembangan Peradilan
ranah litigasi. Penggunaan fatwa MUI No.11 Tahun Agama yang spesifik dalam sistem
2012 dalam penyelesaian perkara di Pengadilan peradilan nasional, pembinaan terhadap
badan Peradilan Agama dilakukan dengan
Agama tidak bersifat imperatif, melainkan
memperhatikan saran dan pendapat menteri
diserahkan sepenuhnya dalam pertimbangan hakim Agama dan majelis Ulama Indonesia.
saat mengadili perkara terkait.36 Ketentuan ini
35
Fatchur Rahman, 1981, Ilmu Waris, Al- Ma’arif, Bandung, hlm. 63.
36
Pendapat KRT. Drs. H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat dalam Focus Group Discussion Focus Group Discussion yang diselenggarakan di
Yogyakarta, 27 Mei 2017.
37
Pendapat Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei
201.
38
Alinea Keempat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358).
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 13
Melalui ketentuan ini, MUI mewujudkan formil dalam artian tidak ada kewajiban bagi
perannya dalam bentuk memberikan peringatan, hakim untuk menggunakan fatwa dimaksud dalam
nasehat dan fatwa mengenai masalah keagamaan proses litigasi. Bagi hakim, kedudukan fatwa MUI
dan kemasyarakatan kepada masyarakat No.11 Tahun 2012 sama seperti kitab-kitab fiqih
dan pemerintah dengan bijak (hikmah) dan lainnya. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 tidak wajib
menyejukkan.39 Kedudukan MUI sebagai pembina untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan,
Pengadilan Agama kemudian berubah setelah namun dapat menjadi pedoman dan panduan bagi
pemberlakuan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 hakim Pengadilan Agama dalam menyusun dasar
tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini pertimbangan.41 Sebagai pedoman, fatwa MUI
tidak lagi mencantumkan kedudukan MUI dalam dipandang sebagai considered legal opinion atau
pembinaan Peradilan Agama. Dalam hal ini tampak pendapat hukum yang berdasarkan pertimbangan.42
MUI tidak lagi memiliki ikatan dengan Pengadilan Perumusan norma hukum dalam Fatwa MUI
Agama secara yuridis formal. Namun demikian, dimaksudkan untuk memberikan pendapat hukum
pembinaan MUI masih tetap diperlukan dalam kepada anggota masyarakat tentang tindakan apa
menguatkan lembaga Pengadilan Agama terutama yang benar menurut pandangan hukum Islam.43
dalam hal:40 Khusus untuk fatwa MUI No.11 Tahun 2012, fatwa
Pertama, mendorong masyarakat menuju ini telah berhasil menjelaskan ketentuan prinsip
budaya hukum syariah sehingga masyarakat hukum Islam tentang status dan kedudukan hukum
dengan penuh kesadaran memahami, anak sehingga dapat digunakan sebagai pedoman
menghayati, dan mantaati hukum-hukum
dalam menyelesaikan kasus hukum kongkrit yang
syariah Islam secara kaffaah. Kedua,
mendorong masyarakat untuk menyelesaikan diajukan ke Pengadilan Agama.
sengketa mereka dalam kehidupan sehari-hari b. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai
sesuai tuntunan syariah, yakni menggunakan Pengisi Kekosongan Hukum
standar hukum syariah dan melalui lembaga- Sebagaimana yang telah dijelaskan di
lembaga syariah, termasuk di dalamnya
Badan Arbitrase Syariah Nasional dan atas, sampai dengan saat ini belum ada regulasi
Peradilan Agama yang merupakan satu- yang mengatur secara khusus tentang status dan
satunya peradilan syariah Islam di Indonesia. kedudukan hukum anak yang lahir dari perbuatan
Ketiga, mengawal dan menegakkan zina. Ketentuan hukum tentang status anak yang
Peradilan Agama sebagai peradilan syariah
selama ini diatur melalui Undang-Undang No. 1
Islam agar tidak menyimpang dari doktrin
dan ruh syariah. Berdasarkan hal tersebut di Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
atas, maka hakim Pengadilan Agama sampai Hukum Islam tidak menggunakan istilah anak hasil
saat ini masih menggunakan Fatwa MUI zina secara spesifik. Keduanya menempatkan anak
terkait sebagai rujukan dalam proses litigasi
hasil zina dalam kategori anak yang lahir di luar
khususnya pengambilan putusan akhir atas
sengketa yang diajukan. perkawinan dan membatasi hubungan keperdataan
anak dalam kelompok ini dengan laki-laki yang
Khusus untuk fatwa MUI No.11 Tahun
mengakibatkan kelahirannya. Pada posisi inilah
2012, dalam perspektif hakim Pengadilan Agama,
kemudian Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 berperan
fatwa memang tidak mengikat secara yuridis
dalam mengisi kekosongan hukum tersebut.
39
Pasal 6 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia.
40
Mukti Arto, 2012, Peradilan Agama dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Kajian Historis, Filosofis, Ideologis, Politis, Yuridis, Futuristis,
Pragmatis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 199.
41
Pendapat Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2011.
42
Zafrullah Salim, “Kedudukan Fatwa dalam Negara Hukum Republik Indonesia”, dalam Puslitbang lektur dan Khazanah Keagamaan, 2012,
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
Jakarta, hlm. 587.
43
Ibid.
14 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16
Fatwa secara umum berperan untuk untuk menggunakan fatwa ini, namun dalam
mentransformasikan makna hukum Islam yang praktik fatwa MUI No.11 Tahun 2012 digunakan
bersifat umum ke dalam kasus konkrit. Dikaitkan sebagai sumber hukum untuk merumuskan dasar
dengan materi hukum yang terkandung di dalamnya, pertimbangan hakim dalam lingkup sengketa
fatwa MUI No.11 Tahun 2012 merumuskan secara bidang hukum keluarga. Dalam kedudukannya
rinci tentang kedudukan hukum anak hasil zina, sebagai sumber hukum materiil, fatwa MUI
hak-hak yang melekat padanya, serta pedoman bagi No.11 Tahun 2012 digunakan sebagai pelengkap
pemerintah dalam melindungi hak-hak tersebut. atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Rumusan ini menjadi salah satu pedoman yang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.47 Melalui
membantu hakim saat terjadi kekosongan hukum. penggunaan fatwa MUI No.11 Tahun 2012, hakim
Sampai dengan dikeluarkannya peraturan lain yang dapat menjatuhkan putusan yang komprehensif dan
mengikat, fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 merupakan dapat diterapkan dalam kasus konkrit.
sumber hukum bagi pertimbangan hakim dalam Berdasarkan penjelasan di atas, maka fatwa
menyelesaikan sengketa bidang hukum keluarga MUI No.11 Tahun 2012 memiliki kedudukan
khususnya dalam menentukan status dan kedudukan penting dalam hukum keluarga Islam di Indonesia.
hukum anak yang lahir dari hasil zina. Secara materiil, fatwa MUI No.11 Tahun 2012
c. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai berperan penting dalam pengembangan norma
Sumber Hukum Materiil hukum keluarga Islam guna mengikuti dinamika
Sumber hukum materiil dalam studi ilmu masyarakat, sedangkan secara formil, fatwa MUI
hukum diartikan sebagai sumber hukum berupa No.11 Tahun 2012 merupakan salah satu dasar
keyakinan individu dan pendapat umum yang hukum yang digunakan oleh hakim di Pengadilan
menjadi determinan materiil membentuk dan Agama dalam menyelesaikan kasus konkrit.
menentukan isi hukum.44 Dalam hubungannya
dengan sumber hukum dalam lingkup agama, maka D. Kesimpulan
pengamalan norma-norma agama dapat digunakan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan,
sebagai sumber hukum materiil bagi masyarakat.45 penelitian ini menyimpulkan 2 (dua) bentuk
Praktik penggunaan sumber hukum dalam kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang
lingkup agama sendiri sudah dilakukan dalam Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
sistem hukum nasional Indonesia. Pada periode awal Terhadapnya dalam Hukum Keluarga Islam di
pembentukan Pengadilan Agama dan Mahkamah Indonesia yaitu:
Syar’iyah, hakim pada pengadilan tersebut sudah 1. Kontribusi dalam pengembangan
dianjurkan untuk menggunakan 13 (tiga belas) kitab hukum keluarga islam di Indonesia,
fiqih sebagai pedoman hakim dalam memeriksa yaitu:
perkara46 Sejalan dengan hal tersebut, perumusan a. Sebagai klarifikasi dan
Kompilasi Hukum Islam yang saat ini digunakan penjelasan atas Putusan MK
sebagi sumber hukum materiil di Pengadilan Agama Nomor 46/PUU-VIII/2010;
juga merupakan bentuk penggunaan ketentuan b. Sebagai penegasan larangan
agama sebagai sumber hukum materiil. berzina;
Hal yang sama juga berlaku pada fatwa MUI c. Sebagai rekomendasi bagi
No.11 Tahun 2012. Walaupun tidak ada kewajiban pemerintah; dan
44
Moh. Saleh Djindang, 1989, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 3.
45
Lihat Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 13.
46
Surat Edaran Kepala Biro peradilan Agama Departemen Agama RI Nomor B/I/735 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Luar Jawa-Madura.
47
Pendapat Latifah Setyawati, S.H., M.Hum., pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 15
DAFTAR PUSTAKA
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina
8, Tambahan Lembaran Negara Republik dan Perlakuan Terhadapnya.
Indonesia Nomor 4358). Surat Edaran Kepala Biro peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Departemen Agama RI Nomor B/I/735
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor No. 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di
Indonesia Nomor 5076). Luar Jawa-Madura.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara F. Lain-Lain
Nomor 109 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
Negara Nomor 4235). VIII/2010, 17 Februari 2012.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pendapat KRT. Drs. H., Ahmad Muhsin
Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Kamaludiningrat, Drs. H. Nashruddin Salim,
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak S.H., M.H., Ummu Hafizhah, S.H.I., S.E.,
(Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014, M.A., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606). pada Focus Group Discussion di Yogyakarta,
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Mei 2017.
1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam (Lembaran Lepas
Sekretariat Negara Tahun 1991).