Anda di halaman 1dari 16

Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 1

Judul Naskah : KONTRIBUSI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA


NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KEDUDUKAN
ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA
DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA
Nama Penulis : Haniah Ilhami
MIMBAR HUKUM

DOI : http://doi.org/10.22146/jmh.29048
Penerbit : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
URL : jurnal.ugm.ac.id/jmh
E Issn : 2443-0994
P Issn : 0852-100x
2 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

KONTRIBUSI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 11 TAHUN


2012 TENTANG KEDUDUKAN ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN
TERHADAPNYA DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA*
Haniah Ilhami**

Department of Islamic Law, Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


Jalan Sosio Justicia No 1 Bulaksumur, Sleman, D.I. Yogyakarta 55281

Abstract
Identifying the contributions of Fatwa MUI No. 1 year 2012 in Indonesian Islamic Family Law, this
research finds that the Fatwa has contributed in 2 (two) positions. First, the Fatwa contributes to the
development of the substance of Islamic family law through its position as the clarification and explanation
of the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010, as the confirmation of the prohibition
of adultery, as the recommendation for the Government, and as the regulation that provides children’s
protection. In the other side, the Fatwa contributes practically in Religious Courts through its contribution
as the Judge’s guidance, completes the absence of related regulations, and the source of material law.
Keywords: children born out of wedlock, decree of the history of children, fatwa, Indonesian Council of
Islamic Scholars.

Intisari
Dalam kajian terhadap Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012, penelitian ini menemukan bahwa Fatwa MUI
No.11 tahun 2012 telah memberikan kontribusi bagi hukum keluarga Islam di Indonesia dalam 2 (dua)
bentuk. Pertama, fatwa berperan terhadap pengembangan substansi hukum keluarga Islam karena telah
memberikan klarifikasi dan penjelasan atas Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, mengatur larangan
perbuatan zina, sebagai rekomendasi bagi Pemerintah dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
terkait zina, dan memberikan perlindungan hukum bagi anak hasil zina. Kedua, fatwa berkontribusi dalam
tataran praktis di Pengadilan Agama sebagai pedoman Hakim, pengisi kekosongan hukum, dan sebagai
sumber hukum materiil.
Kata Kunci: anak hasil zina, penetapan asal-usul anak, fatwa, Majelis Ulama Indonesia.

Pokok Muatan
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................................... 3
B. Metode Penelitian ............................................................................................................................. 4
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...................................................................................................... 6
1. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dalam Pengembangan Substansi Hukum Keluarga
Islam di Indonesia ......................................................................................................................... 7
2. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 sebagai Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Bidang Perkawinan di Pengadilan Agama ................................................................................... 12
D. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 14

*
Hasil Penelitian yang didanai oleh Unit Riset dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016. Penelitian
dilaksanakan untuk mengikuti Program Penelitian Dosen Master Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
**
Email korespondensi:haniah.ilhami@gmail.com.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 3

A. Latar Belakang Masalah atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang
Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 11 mengakibatkan kelahirannya.5
Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina Lahirnya kontroversi terhadap Putusan
dan Perlakuan Terhadapnya (selanjutnya disebut MK No.46/PUU-VIII/ 2010 ini bermula dari
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012) adalah respon penggunaan terminologi “anak yang dilahirkan di
dari Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut luar perkawinan” yang tidak pernah didefinisikan
MUI) atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/ secara jelas baik dalam Undang-undang No. 1/1974
PUU-VIII/2010 (selanjutnya disebut Putusan MK maupun Putusan MK No.46/PUU-VIII/ 2010 itu
No.46/PUU-VIII/ 2010) yang melahirkan banyak sendiri. Sebagai usaha untuk menafsirkannya,
kontroversi dan pertanyaan di masyarakat.1 Bermula praktisi dan akademisi hukum menggunakan
dari norma hukum baru yang ditetapkan Mahkamah ketentuan tentang syarat sah dan kewajiban
dalam putusannya bahwa anak yang dilahirkan pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-
di luar perkawinan dapat mempunyai hubungan Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan
perdata dengan laki-laki sebagai ayahnya dan dikuatkan kembali melalui Instruksi Presiden No.
keluarga ayahnya sepanjang dibuktikan berdasarkan 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti Hukum Islam.6 Melalui kedua ketentuan tersebut,
lain menurut hukum bahwa keduanya mempunyai terminologi “anak yang dilahirkan di luar
hubungan darah,2 pendapat masyarakat terbelah perkawinan” dapat dikelompokkan ke dalam
menjadi 2 (dua) kelompok. 2 (dua) kelompok, yaitu anak yang lahir dari
Kelompok pertama mendukung putusan ini perkawinan tidak tercatat dan anak yang lahir tanpa
dengan alasan bahwa Putusan MK No.46/PUU- perkawinan.7 Dari kedua kelompok anak tersebut,
VIII/ 2010 ini merupakan terobosan hukum yang kontroversi muncul terhadap kelompok yang kedua,
progresif dalam melindungi hak-hak konstitusional yaitu anak yang lahir tanpa perkawinan atau dikenal
anak.3 Sementara bagi kelompok kedua yang sebagai anak hasil zina.
menolak putusan MK, termasuk di antaranya MUI, Anak hasil zina, dalam ketentuan fiqh Islam,
menilai bahwa putusan ini tidak sesuai dengan hanya akan memiliki hubungan nasab dengan
hukum Islam, melanggar tujuan hukum dan aturan ibu yang melahirkannya saja. Dikaitkan dengan
hukum perkawinan, serta rentan dimanfaatkan pengakuan hak keperdataan anak yang lahir di luar
untuk melegalkan perzinahan.4 Tidak lama setelah perkawinan melalui Putusan MK No.46/PUU-VIII/
diputuskan, ketua MUI menyatakan bahwa Putusan 2010, masyarakat beranggapan bahwa putusan
MK No.46/PUU-VIII/ 2010 telah melampaui dimaksud telah menempatkan anak hasil zina setara
permohonan yang semula sekedar menghendaki dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
pengakuan keperdataan atas anak dengan bapak Lebih jauh lagi, Putusan MK No.46/PUU-VIII/
hasil perkawinan tapi tidak dicatatkan kepada KUA 2010 juga dianggap telah melegalisasi secara tidak
menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan langsung perbuatan zina yang merupakan perbuatan

1
Lihat Bagian Pertimbangan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya..
2
Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010.
3
Siti Musawwamah, “Pro-kontra atas Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengesahan Hubungan Keperdataan Anak Luar Kawin dengan
Ayah Biologis”, Nuansa, Vol.10, No.1, Januari-Juni, 2013.
4
Ibid.
5
Detiknews, “MUI Nilai Keputusan MK Soal Status Anak di Luar Nikah Overdosis”, http://news.detik.com/berita/1866192/mui-nilai-
keputusan-mk-soal-status-anak-di-luar-nikah-overdosis, diakses 24 Maret 2017.
6
Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019) dan Pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam.
7
IKAHI Cabang Pengadilan Tinggi Agama Semarang,”Rumusan Hasil Diskusi tentang Kedudukan Anak yang Lahir di Luar Perkawinan pasca
Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012”, Makalah Rumusan Hasil Diskusi, Diskusi IKAHI Cabang Pengadilan
Tinggi Agama Semarang, Semarang, Rabu 11 April 2012.
4 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

tercela dan melanggar norma agama dan kesusilaan. responden terkait guna memperdalam jawaban
Pertanyaan ini dijawab oleh MUI melalui atas masalah yang telah ditemukan dalam tahap
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan sebelumnya. Penelitian kepustakaan dilakukan
Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya guna dalam 2 (dua) tahap, sebelum penelitian lapangan
meluruskan persepsi masyarakat dan mengatur dan setelah penelitian lapangan dilakukan. Peneliti
kedudukan anak hasil zina sesuai ketentuan hukum melakukan kajian terhadap data sekunder, meliputi
Islam. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 secara tegas dokumen-dokumen hukum resmi, hasil penelitian
menyatakan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai terdahulu, dan bahan-bahan pustaka lainnya
hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dalam tahap tersebut. Berkaitan dengan dokumen
dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.8 hukum resmi, peneliti melakukan kajian terhadap
Namun di saat yang sama, sebagai bentuk bahan hukum primer yang bersifat mengikat dan
perlindungan terhadap hak yang dimiliki anak hasil berhubungan erat dengan pemasalahan yang diteliti,
zina, fatwa juga menetapkan tentang kewenangan meliputi 2 (dua) kelompok yaitu:
pemerintah untuk menjatuhkan hukuman ta’zir 1. Peraturan perundang-undangan, terdiri
kepada lelaki pezina yang mengakibatkan lahirnya dari:
anak dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:9 pertama, a. Undang-Undang Nomor 1
mewajibkan lelaki pezina untuk mencukupi Tahun 1974 tentang Perkawinan
kebutuhan hidup anak; kedua, memberikan bagian (Lembaran Negara Republik
dari harta peninggalan lelaki pezina pada anak yang Indonesia Tahun 1974 Nomor
lahir akibat perbuatan zinanya tersebut melalui 1, Tambahan Lembaran Negara
mekanisme wasiat wajibah. Melalui fatwa ini, MUI Nomor 3019);
juga telah melahirkan norma baru tentang kedudukan b. Undang-Undang Nomor 7
hukum anak yang lahir tanpa perkawinan atau anak Tahun 1989 tentang Peradilan
hasil zina. Agama (Lembaran Negara
Kondisi tersebut di atas menjadi fokus Republik Indonesia Tahun 1989
permasalahan yang dijawab melalui penelitian ini. Nomor 49, Tambahan Lembaran
Peneliti mengkaji tentang kedudukan Fatwa MUI Negara Nomor 3400);
No. 11 Tahun 2012 dalam Hukum Keluarga Islam c. Undang-Undang Nomor 4
di Indonesia. Secara komprehensif, penelitian ini Tahun 2004 tentang Kekuasaan
mengangkat permasalahan tentang kedudukan Kehakiman (Lembaran Negara
Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dari 2 (dua) bidang, Republik Indonesia Tahun 2004
yaitu kedudukannya dalam ranah kajian teoritis Nomor 8, Tambahan Lembaran
hukum keluarga Islam dan dalam ranah praktis di Negara Republik Indonesia
wilayah sistem peradilan agama di Indonesia. Nomor 4358);
d. Undang-Undang Nomor 48
B. Metode Penelitian Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum Kehakiman (Lembaran Negara
normatif yang dilakukan melalui kajian terhadap Republik Indonesia Tahun
peraturan-peraturan hukum tertulis atau bahan- 2009 Nomor 157, Tambahan
bahan hukum yang ada. Penelitian dilengkapi Lembaran Negara Republik
dengan penelitian lapangan melalui Focus Group Indonesia Nomor 5076);
Discussion yang melibatkan narasumber dan e. Undang-Undang Nomor
8
Ketentuan Hukum Angka 1 Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.
9
Ketentuan Hukum Angka 5 Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 5

12 Tahun 2011 tentang Putusan Pengadilan, dan bahan hukum


Pembentukan Peraturan mengikat lainnya, terdiri dari:
Perundang-undangan a. Kitab Undang-Undang Hukum
(Lembaran Negara Nomor Perdata;
82 Tahun 2011, Tambahan b. Kitab Undang-Undang Hukum
Lembaran Negara Nomor Pidana;
5234); c. Peraturan Menteri Dalam
f. Undang-Undang Nomor Negeri Nomor 9 Tahun 2016
23 Tahun 2002 tentang tentang Percepatan Peningkatan
Perlindungan Anak (Lembaran Cakupan Kepemilikian Akta
Negara Nomor 109 Tahun 2002, Kelahiran;
Tambahan Lembaran Negara d. Surat Edaran Kepala Biro
Nomor 4235); peradilan Agama Departemen
g. Undang-Undang Nomor 35 Agama RI No. B/I/735
Tahun 2014 tentang Perubahan tentang Pelaksanaan Peraturan
atas Undang-Undang Nomor Pemerintah No. 45 Tahun
23 Tahun 2002 tentang 1957 tentang Pembentukan
Perlindungan Anak (Lembaran Pengadilan Agama/Mahkamah
Negara Nomor 297 Tahun 2014, Syar’iyah di Luar Jawa-Madura;
Tambahan Lembaran Negara e. Peraturan Ketua Mahkamah
Nomor 5606); Agung Nomor KMA/032/SK/
h. Undang-Undang Nomor 23 IV/2006 tentang Pemberlakuan
Tahun 2006 tentang Administrasi Buku II Pedoman Pelaksanaan
Kependudukan (Lembaran Tugas dan Administrasi
Negara Nomor 124 Tahun 2006, Peradilan Agama;
Tambahan Lembaran Negara f. Surat Edaran Ketua Muda
Nomor 4674); Agama (TUADA) Nomor 14/
i. Undang-Undang Nomor 24 TUADA-AG/IX/2013 tentang
Tahun 2013 tentang Perubahan Petunjuk Teknis Buku II Edisi
atas Undang-Undang Nomor Revisi Tahun 2013;
23 Tahun 2006 tentang g. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Administrasi Kependudukan Nomor 11 Tahun 2012 tentang
(Lembaran Negara Nomor Kedudukan Anak Hasil Zina
232 Tahun 2013, Tambahan dan Perlakuan Terhadapnya ;
Lembaran Negara Nomor h. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun
5475); 2008 tentang Nikah Bawah
j. Instruksi Presiden Republik Tangan;
Indonesia Nomor 1 Tahun i. Peraturan Organisasi Majelis
1991 tentang Penyebarluasan Ulama Indonesia tentang
Kompilasi Hukum Islam Pedoman Penetapan Fatwa
(Lembaran Lepas Sekretariat Majelis Ulama Indonesia;
Negara Tahun 1991). j. Putusan Mahkamah Konstitusi
2. Keputusan Pejabat Administratif, No. 46/PUU-VIII/2010;
Surat Keputusan, Surat Edaran, k. Putusan Mahkamah Agung
6 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

No.93 K/Kr/1976; C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


l. Putusan Pengadilan Agama Fatwa MUI secara umum adalah jawaban atau
Sleman Nomor 0870/ penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan
Pdt.G/2014/PA. Slm; dan berlaku untuk umum.10 Dalam tata urutan
m. Penetapan Pengadilan Agama peraturan peruundangan-undangan di Indonesia,
Jakarta Selatan Nomor 190/ Fatwa MUI tidak ditempatkan sebagai bagian dari
Pdt.P/2016/PAJS; hierarki peraturan perundang-undangan. Oleh
n. Penetapan Pengadilan Agama karena itu, fatwa MUI dianggap sebagai instrumen
Kediri Nomor 0005/Pdt.P/2016/ hukum yang sifatnya tidak mengikat dan tidak
PA.Kdr; ada paksaan secara hukum untuk mematuhinya.
o. Penetapan Pengadilan Agama Namun demikian, dalam catatan sejarah Fatwa
Jakarta Selatan Nomor 0156/ MUI banyak digunakan sebagai pedoman dan
Pdt.P/2013/PA JS. prinsip-prinsip pengembangan hukum ketika proses
Penelitian terhadap data sekunder tersebut pembentukan peraturan perundang-undangan11
kemudian dilengkapi melalui kegiatan Focus Secara formal, pada tataran praktis peradilan, Fatwa
Group Discussion dengan mengundang beberapa MUI ditetapkan untuk menjadi salah satu hukum
narasumber dan responden. Narasumber yang materiil untuk digunakan oleh hakim di Pengadilan
hadir dalam kegiatan ini adalah Bapak KRT. Agama12 Selain itu, dinamika internal lingkungan
Drs.H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat sebagai peradilan agama saat ini berusaha mendorong
perwakilan MUI D.I. Yogyakarta, dan responden lahirnya putusan-putusan hakim yang bermutu
sebagai berikut: dengan ditandai antara lain bahwa putusan tersebut
1. Bapak Drs. H. Nashruddin Salim, S.H., harus mengandung pembaruan hukum Islam13
M.M., sebagai Hakim Pengadilan Melalui usaha pembaruan hukum Islam ini, maka
Agama Yogyakarta; putusan hakim harus berpijak pada prinsip-prinsip
2. Ibu Ummu Hafizhah, S.H.I, S.E., dasar syariah yang dikembangkan melalui asas-
M.A., sebagai Hakim Pengadilan asas hukum Islam baik yang bersifat umum maupun
Agama Wates; khusus.14 Oleh karena itu, hakim didorong untuk
3. Ibu Latifah Setyawati, S.H., M.Hum., menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai
sebagai Hakim Pengadilan Agama hukum dan keadilan dalam masyarakat, termasuk di
Bantul dalamnya menggunakan Fatwa MUI sebagai salah
Dari hasil penelitian lapangan tersebut, satu pedoman hukum Islam dalam masyarakat.
analisis atas hasil Focus Group Discussion Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas,
dilakukan dengan cara data yang diperoleh langsung penelitian ini menemukan bahwa Fatwa MUI No.11
diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. tahun 2012 memiliki 2 (dua) kontribusi penting
Proses analisis ini dilaksanakan dan dijabarkan dalam sistem hukum keluarga islam di Indonesia
dalam sebuah deskripsi yang luas sehingga proses secara umum, yaitu dalam ranah kajian teoritis dan
ketika mendeskripsikan data secara bersamaan juga dalam ranah praktis di Pengadilan Agama. Dalam
berlangsung proses analisis. ranah kajian teoritis, Fatwa MUI No.11 tahun 2012
berkontribusi pada proses pengembangan hukum
10
Pasal 1 Angka 7 Peraturan Organisasi Majelis Ulama Indonesia tentang Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
11
Wahiduddin Adams, 2004, Pola Penyerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Peraturan Perundang-undangan 1975-1997,
Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 590.
12
Mahkamah Agung, 2013, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, Dirjen Peradilan Agama Mahkamah
Agung, Jakarta, hlm. 65.
13
Mukti Arto, 2015, Pembaruan Hukum Islam melalui Putusan Hakim, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 3.
14
Ibid., hlm. 10.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 7

keluarga Islam di Indonesia melalui penetapan VIII/2010 ini menimbulkan perdebatan


norma tentang status dan kedudukan anak yang lahir tentang kedudukan anak yang lahir dari luar
dari perbuatan zina yang komprehensif dan solutif. perkawinan atau dikenal dengan anak hasil
Sementara dalam kedudukannya pada ranah praktis, zina. Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010
Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 digunakan sebagai dianggap telah mengaburkan status hukum
sebagai pertimbangan hakim dalam merumuskan dan kedudukan kelompok anak yang lahir
produk hukum yang berkeadilan. dari hubungan zina. Apabila sebelumnya
Secara rinci, kedudukan Fatwa MUI No.11 melalui KHI sudah ditegaskan bahwa
Tahun 2012 dalam hukum keluarga Islam di anak yang lahir di luar perkawinan hanya
Indonesia tersebut dijelaskan sebagai berikut. mempunyai hubungan nasab dengan ibunya
1. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dan keluarga ibunya,17 maka Putusan MK
dalam Pengembangan Substansi Hukum Nomor 46/PUU-VIII/2010 bertolak belakang
Keluarga Islam di Indonesia dengan ketentuan tersebut.18 Terlebih lagi,
Pada awalnya, perumusan Fatwa MUI dalam ketentuan hukum Islam, anak yang
No.11 Tahun 2012 hanya dimaksudkan untuk lahir dari perbuatan zina secara tegas tidak
merespon Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 bisa memiliki hubungan nasab dengan bapak
yang dianggap telah menimbulkan pertanyaan di biologisnya, sekalipun telah dibuktikan ada
masyarakat tentang status hukum bagi anak yang hubungan darah di antara keduanya. Dampak
lahir di luar perkawinan dalam perspektif hukum dari lahirnya norma baru pada Putusan MK
Islam15. Namun apabila melihat pada rumusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 telah melahirkan
norma yang diatur dalam Fatwa MUI No.11 pendapat dalam masyarakat bahwa Putusan
Tahun 2012, peneliti berkesimpulan bahwa Fatwa MK ini melegalkan status hukum antara anak
MUI No.11 Tahun 2012 telah kontribusi dalam hasil zina dengan bapak biologisnya.
pengembangan substansi hukum keluarga Islam Klarifikasi atas Putusan MK Nomor
dalam bentuk sebagai berikut :16 46/PUU-VIII/2010 melalui Fatwa No. 11
a. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 Tahun 2011 dalam dilihat dalam bagian
sebagai Klarifikasi dan Penjelasan pertimbangan Fatwa dimaksud sebagai
atas Putusan MK Nomor 46/PUU- berikut:
VIII/2010 [...]
c. bahwa terhadap masalah
Putusan MK Nomor 46/PUU- tersebut, Mahkamah Konsitusi
VIII/2010 telah melahirkan norma baru dengan pertimbangan
tentang hubungan hukum antara anak yang memberikan perlindungan
lahir di luar perkawinan dengan bapak kepada anak dan memberikan
hukuman atas laki-laki yang
biologisnya, dengan menyatakan bahwa
menyebabkan kelahirannya
di antara keduanya bisa lahir hubungan untuk bertanggung jawab,
keperdataan sepanjang telah dibuktikan menetapkan putusan MK
adanya hubungan darah melalui cara- Nomor 46/PUU-VIII/2010
yang pada intinya mengatur
cara tertentu. Berdasarkan sudut pandang
kedudukan anak yang dilahirkan
hukum Islam, Putusan MK Nomor 46/PUU- di luar perkawinan mempunyai

15
Lihat Pertimbangan huruf (c) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya
16
Disimpulkan dari pendapat KRT. Drs.H., Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H., Ummu Hafizhah, S.H.I.,
S.E., M.A., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
17
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam.
18
Pendapat KRT. Drs.H., Ahmad Muhsin Kamaludiningrat pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
8 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

hubungan perdata dengan mengingat proses hukum terhadap perbuatan


ibunya dan keluarga ibunya tersebut hanya dapat dimulai bila telah ada
serta dengan laki-laki sebagai
aduan dari suami/istri sah dari pasangan
ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan sah orang yang melakukan zina tersebut.
dan teknologi dan/atau alat Hal berbeda ditemukan dalam perspektif
bukti lain menurut hukum hukum Islam. Zina dalam Islam adalah
mempunyai hubungan darah, hubungan biologis di antara orang yang tidak
termasuk hubungan perdata
dengan keluarga ayahnya; terikat perkawinan dan hukumnya adalah
d. bahwa terhadap putusan haram. Hukuman atas perbuatan zina tidak
tersebut, muncul pertanyaan tergantung pada adanya aduan dari suami/
dari masyarakat mengenai istri yang sah. Perbedaan konsep perbuatan
kedudukan anak hasil zina,
zina ini menunjukkan adanya pertentangan
terutama terkait dengan
hubungan nasab, waris, nafaqah yang mendasar antara ketentuan zina
dan wali nikah dari anak hasil berdasarkan sistem hukum pidana Indonesia
zina dengan laki-laki yang dengan hukum Islam.
mengakibatkan kelahirannya
Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 memberi
menurut hukum Islam;
e. bahwa oleh karena itu penegasan tentang perbuatan zina dari sudut
dipandang perlu menetapkan pandang hukum Islam. Fatwa MUI No. 11
fatwa tentang kedudukan Tahun 2012 menegaskan bahwa zina adalah
anak hasil zina dan perlakuan tindak pidana kejahatan (jarimah) yang
terhadapnya guna dijadikan
pedoman.19 terhadapnya berlaku ketentuan hadd yaitu
Melihat pada kutipan tersebut di atas, ancaman hukuman yang telah ditentukan
maka secara khusus Fatwa MUI No. 11 dalam nash/dalil Al-quran dan sunnah.
Tahun 2012 memang menempatkan posisi Sebagai bentuk kejahatan, perbuatan jarimah
sebagai klarifikasi atas ketentuan Putusan secara umum diancam dengan hukuman
tertentu guna melindungi kepentingan
MK Nomor 46/PUU-VIII/2010.
kolektif masyarat, sekaligus menyelamatkan
b. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012
nilai-nilai moral yang menjadi pedoman
sebagai Penegasan Larangan
dalam hidup bermasyarakat21 Khusus untuk
Berzina
perbuatan zina, hukum Islam menetapkan
Perbuatan zina dalam sistem hukum
hukuman rajam atau cambuk pada pelakunya
pidana di Indonesia memiliki definisi
setelah memenuhi beban pembuktian yang
berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan
ditentukan. Secara rinci, penegasan tersebut
hukum Islam. Kitab Undang-undang Hukum
dapat dilihat dalam kutipan berikut22:
Pidana (KUHP) hanya membatasi perbuatan
zina dalam bentuk persetubuhan di antara [...] Anak hasil zina adalah anak yang
lahir sebagai akibat dari hubungan
orang yang masih terikat perkawinan dengan
badan di luar pernikahan yang
suami/atau istri sahnya.20 Lebih lanjut, KUHP sah menurut ketentuan agama, dan
menempatkan perbuatan zina sebagai delik merupakan jarimah (tindak pidana
aduan yang memiliki dimensi domestik, kejahatan).

19
Lihat Bagian Menimbang Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012.
20
Lihat Pasal 284 KUHP.
21
Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam di Indonesia Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda, Gema Insani Press,
Jakarta, hlm. 22.
22
Ketentuan Umum angka (1) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 9

Penegasan juga dilakukan terhadap usulan solusi dari lembaga MUI kepada
bentuk hukuman yang dijatuhkan pada pemerintah untuk menghadapi perbuatan
pelaku zina. Dalam fatwa MUI No.11 Tahun zina yang terjadi di masyarakat yang disusun
2012, secara jelas ditegaskan bahwa pezina dalam bentuk rekomendasai sebagai bagian
dikenakan hukuman hadd oleh pihak yang integral dari fatwa MUI No.11 tahun 2012
berwenang, untuk kepentingan menjaga ini. Dalam rekomendasinya, MUI meminta
keturunan yang sah (hifzh alnasl).23 Tidak agar DPR-RI dan Pemerintah segera
hanya memberikan penegasan tentang menyusun peraturan perundang-undangan
hukuman hadd saja, fatwa MUI No.11 Tahun yang mengatur hukuman berat terhadap
2012 juga mengatur hukuman tambahan pelaku perzinaan serta memasukkan zina
berupa ta’zir yang wewenang penjatuhannya yang selama ini hanya merupakan delik aduan
diserahkan sepenuhnya pada pemerintah.24 menjadi delik umum karena zina merupakan
Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak kejahatan yang menodai martabat luhur
pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan manusia.26 Lebih jauh lagi, fatwa MUI No.11
kepada ulil amri (pihak yang berwenang Tahun 2012 juga memberikan rekomendasai
menetapkan hukuman).25 Bentuk hukuman edukatif agar pemerintah mengedukasi
ta’zir bagi pelaku zina dalam fatwa ini adalah masyarakat untuk tidak memperlakukan
melalui perintah bagi pelaku zina untuk anak yang lahir dari perbuatan zina secara
mencukupi kebutuhan hidup anak yang lahir diskriminatif. Pemberian rekomendasi ini
dari hubungan zina dan memberikan harta manunjukkan bahwa fatwa MUI No. 11
setelah pelaku zina meninggal dunia melalui /2012 tidak hanya sekedar menetapkan norma
wasiat wajibah. Melalui penambahan ini, hukum atas perbuatan zina untuk jangka
fatwa MUI No.11 Tahun 2012 semakin pendek saja, namun juga memberikan solusi
memperkuat penegasan perbuatan zina jangka panjang untuk menurunkan tingkat
sebagai bentuk kejahatan yang dilarang dan perbuatan zina di masyarakat luas.
terhadapnya diancam hukuman yang berat. d. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012
c. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 sebagai Perlindungan bagi Anak
sebagai Rekomendasi bagi Hasil Zina
Pemerintah Perlindungan anak adalah segala
Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 secara kegiatan untuk menjamin dan melindungi
umum memang bertujuan untuk menjelaskan anak dengan hak-haknya agar dapat hidup,
tentang kedudukan dan status hukum anak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
yang lahir dari perbuatan zina. Namun secara optimal sesuai harkat dan martabat
demikian, Fatwa MUI ini juga disusun secara kemanusiaan serta mendapat perlindungan
komprehensif dengan ikut memasukkan dari kekerasan dan diskriminasi.27 Sebagai
bentuk tanggung jawab negara, maka
23
Ketentuan Hukum angka (4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
24
Ketentuang Hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
25
Ketentuan Umum angka (3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
26
Rekomendasi angka (1) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
27
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4235) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5606).
10 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

perlindungan anak diberikan melalui jaminan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya


hak-hak anak secara menyeluruh. Orang tua, sebagai bentuk penegakan hukum Islam
negara dan masyarakat berkewajiban dan yang memang secara tegas mengatur
bertanggungjawab .28 pembatasan tersebut. Pembatasan tidak
Perlindungan anak dalam perspektif bertujuan untuk mendiskriminasi hubungan
hukum Islam, dilakukan dalam 3 (tiga) sosial antara anak yang lahir dari hubungan
dimensi hak anak, yaitu:29 pertama, zina dengan kedua orang tuanya dan dengan
perlindungan bibit anak, yang dilakukan lingkungan sekitarnya, melainkan hanya
antara lain dengan larangan perkawinan untuk melindungi nasab anak dan ketentuan
antara 2 (dua) orang yang memiliki hubungan keagamaan lain yang terkait dengan nasab
darah; kedua, perlindungan kelangsungan tersebut. Melalui pembatasan ini, fatwa MUI
hidup, kesejahteraan, dan masa depan anak meluruskan kedudukan hukum anak hasil
melalui ketentuan tanggung jawab orang zina agar tidak muncul penafsiran keliru di
tua kepada anaknya; ketiga, perlindungan masyarakat khususnya pasca Putusan MK
legalitas dan nasab anak, yang dilakukan No. 46/PUU-VIII/2010.
melalui ketentuan syarat sah perkawinan Pada saat yang sama, fatwa MUI
melalui akad nikah dan memiliki akta No.11 tahun 2012 justru memberikan
nikah. Perlindungan ketiga dimensi tersebut perlindungan hukum kepada anak yang lahir
merupakan salah satu tanggung jawab negara dari perbuatan zina secara lebih tegas dan
dalam rangka mewujudkan hak kemanusiaan komprehensif terutama bila dibandingkan
yang asasi bagi anak. dengan ketentuan dalam Putusan MK No.
Berkaitan dengan perlindungan anak, 46/PUU-VIII/2010. Apabila Putusan MK
fatwa MUI No.11 Tahun 2012 mengatur No. 46/PUU-VIII/2010 hanya menegaskan
secara tegas kedudukan dan hubungan lahirnya hubungan perdata antara anak yang
hukum untuk anak yang lahir dari perbuatan lahir di luar perkawinan dengan kedua orang
zina antara ibu yang melahirkannya dengan tua biologisnya tanpa merinci bentuk dan
laki-laki yang menyebabkan kelahirannya jenis hubungan tersebut, fatwa MUI No.11
tersebut dalam 2 (dua) hal, yaitu:30 Tahun 2012 memberikan perlindungan
1) Anak hasil zina tidak mempunyai hukum dari beberapa aspek sekaligus bagi
hubungan nasab, wali nikah,
anak yang lahir dari perbuatan zina, yaitu:
waris, dan nafaqah dengan
lelaki yang mengakibatkan 1) Perlindungan Hukum bagi
kelahirannya. Anak Hasil Zina selama Laki-
2) Anak hasil zina hanya Laki yang Menyebabkan
mempunyai hubungan nasab,
Kelahirannya Masih Hidup :
waris, dan nafaqah dengan
ibunya dan keluarga ibunya. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012
Berdasarkan ketentuan tersebut, terlihat menegaskan perlindungan hukum bagi
pembatasan hubungan hukum antara anak anak hasil zina dengan memberikan
yang lahir dari perbuatan zina dengan kewenangan pada pemerintah untuk

28
Pasal 20 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 297 Tahun
2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606).
29
Mukti Arto, 2017, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan Buku Kesatu Membangun Sistem Peradilan Berbasis Perlindungan
Hukum dan Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 169.
30
Ketentuan hukum angka (1) dan (2) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 11

menjatuhkan hukuman ta’zir berupa yang menyebabkan kelahirannya.33


kewajiban bagi laki-laki yang Wasiat wajibah dalam hal ini berupa
menyebabkan kelahirannya untuk penjatuhan kewajiban bagi laki-laki
mencukupi kebutuhan hidup anak.31 yang mengakibatkan lahirnya anak
Penjatuhan hukuman ta’zir dapat zina untuk berwasiat memberikan
dilakukan melalui putusan hakim harta kepada anak hasil zina setelah
Pengadilan Agama atas permohonan yang bersangkutan meninggal dunia,34
penetapan asal usul anak. Melalui sebagaimana yang diatur dalam
hukuman ta’zir ini, maka anak dapat kutipan Fatwa No.11 Tahun 2012
menuntut hak nafkah dari laki-laki berikut:
yang menyebabkan kelahirannya
selama beliau masih hidup. Hal ini [...] Pemerintah berwenang
menjatuhkan hukuman ta’zir
dapat dilihat pada bagian Fatwa No. 11
kepada lelaki pezina yang
Tahun 2012 berikut:32 mengakibatkan lahirnya anak
Pemerintah berwenang dengan mewajibkannya untuk:
menjatuhkan hukuman ta’zir
a. [...]
kepada lelaki pezina yang
b. memberikan harta setelah
mengakibatkan lahirnya anak
ia meninggal melalui wasiat
dengan mewajibkannya untuk :
wajibah.
a. mencukupi kebutuhan
hidup anak tersebut;
Perlindungan anak melalui
[...]
wasiat wajibah adalah tindakan yang
2) Perlindungan Hukum bagi
sepenuhnya merupakan kewenangan
Anak Hasil Zina Setelah Laki-
penguasa dan dalam praktik
Laki yang Menyebabkan
dilimpahkan pada hakim pengadilan
Kelahirannya Meninggal
agama melalui penjatuhan putusan
Dunia :
atau penetapan yang memuat amar
Perlindungan hukum terhadap
wasiat wajibah. Hal penting dalam
anak hasil zina tidak sebatas hanya
wasiat wajibah adalah sifat wajib
selama laki-laki yang menyebabkan
yang melekat pada lembaga wasiat
kelahirannya masih hidup saja. Fatwa
ini dimana wasiat dikeluarkan bukan
MUI secara progresif memberikan
atas dasar keinginan pemilik harta
perlindungan hukum setelah kedua
atau pewasiat, melainkan dikeluarkan
orang tua yang menyebabkan kelahiran
melalui putusan hakim. Sifat wajib
anak zina meninggal dunia melalui
yang melekat pada wasiat wajibah
kewenangan pada pemerintah untuk
menghilangkan unsur ikhtiar bagi si
menjatuhkan hukuman ta’zir berupa
pemberi wasiat dan munculnya unsur
penetapan wasiat wajibah untuk anak
kewajiban melalui pandangan atau
hasil zina atas harta waris laki-laki
surat keputusan tanpa tergantung pada

31
Ketentuan hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
32
Ketentuan hukum angka (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
33
Ibid
34
Lihat ketentuan umum angka (4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Zina dan Perlakuan
Terhadapnya.
12 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

kerelaan orang yang berwasiat dan bersifat fakultatif, namun dalam praktik, Fatwa
persetujuan penerima wasiat.35 Melalui MUI No.11 Tahun 2012 digunakan oleh hakim
penetapan wasiat wajibah ini, maka di Pengadilan Agama sebagai pedoman dalam
perlindungan hukum bagi anak hasil membantu menyusun putusan yang berkeadilan.
zina dapat dilakukan secara langsung Norma hukum materiil yang dikandung dalam
tanpa harus menunggu inisiatif Fatwa MUI No.11./2012 dianggap telah disusun
dari laki-laki yang mengakibatkan secara komprehensif sesuai dengan prinsip hukum
kelahirannya. Islam, sehingga memenuhi syarat untuk digunakan
Berdasarkan hal-hal tersebut sebagai sumber hukum Ijtihad.
di atas, terlihat kontribusi Fatwa Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 dalam tataran
MUI No.11 Tahun 2012 dalam praktik di Pengadilan Agama, sangat membantu
pengembangan hukum keluarga Islam hakim untuk menyusun pola pikir dan pertimbangan
di Indonesia secara khusus, dan hukum hukum yang berkaitan dengan kedudukan anak
keluarga dalam sistem hukum nasional yang lahir tanpa adanya perkawinan kedua orang
secara umum. Fatwa MUI No.11 tuanya. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 telah
Tahun 2012 telah meluruskan bias mengakomodir norma hukum yang sudah ada dalam
definisi dan kedudukan hukum anak sistem hukum keluarga di Indonesia sebagaimana
yang lahir tanpa adanya perkawinan diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
yang terjadi pasca Putusan MK tentang Perkawinan dan KHI, sekaligus juga
No. 46/PUU-VIII/2010. Lebih jauh meluruskannya sesuai ketentuan hukum Islam.37
lagi, Fatwa MUI No.11/2016 secara Penelitian ini menemukan beberapa kedudukan
komprehensif memberikan solusi pada Fatwa No.11/2012 dalam pertimbangan hukum
pemerintah dan menegaskan secara yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama
rinci perlindungan hukum bagi anak sebagai berikut:
yang lahir sebagai akibat perbuatan a. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai
zina. Pedoman Hakim
Institusi MUI dalam lintasan sejarah pernah
2. Kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun menjadi salah satu institusi yang ditetapkan oleh
2012 sebagai Pertimbangan Hakim dalam Undang-undang sebagai pembina lingkungan
Putusan Bidang Perkawinan di Pengadilan Peradilan Agama. Undang-undang No. 4 Tahun
Agama 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur
Fatwa MUI secara umum tidak dikhususkan peran MUI dalam pembinaan Peradilan Agama
kepada suatu golongan tertentu saja, dan tidak ada ditegaskan bahwa :38
ketentuan yang mewajibkan penggunaannya dalam Mengingat sejarah perkembangan Peradilan
ranah litigasi. Penggunaan fatwa MUI No.11 Tahun Agama yang spesifik dalam sistem
2012 dalam penyelesaian perkara di Pengadilan peradilan nasional, pembinaan terhadap
badan Peradilan Agama dilakukan dengan
Agama tidak bersifat imperatif, melainkan
memperhatikan saran dan pendapat menteri
diserahkan sepenuhnya dalam pertimbangan hakim Agama dan majelis Ulama Indonesia.
saat mengadili perkara terkait.36 Ketentuan ini
35
Fatchur Rahman, 1981, Ilmu Waris, Al- Ma’arif, Bandung, hlm. 63.
36
Pendapat KRT. Drs. H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat dalam Focus Group Discussion Focus Group Discussion yang diselenggarakan di
Yogyakarta, 27 Mei 2017.
37
Pendapat Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei
201.
38
Alinea Keempat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358).
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 13

Melalui ketentuan ini, MUI mewujudkan formil dalam artian tidak ada kewajiban bagi
perannya dalam bentuk memberikan peringatan, hakim untuk menggunakan fatwa dimaksud dalam
nasehat dan fatwa mengenai masalah keagamaan proses litigasi. Bagi hakim, kedudukan fatwa MUI
dan kemasyarakatan kepada masyarakat No.11 Tahun 2012 sama seperti kitab-kitab fiqih
dan pemerintah dengan bijak (hikmah) dan lainnya. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 tidak wajib
menyejukkan.39 Kedudukan MUI sebagai pembina untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan,
Pengadilan Agama kemudian berubah setelah namun dapat menjadi pedoman dan panduan bagi
pemberlakuan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 hakim Pengadilan Agama dalam menyusun dasar
tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini pertimbangan.41 Sebagai pedoman, fatwa MUI
tidak lagi mencantumkan kedudukan MUI dalam dipandang sebagai considered legal opinion atau
pembinaan Peradilan Agama. Dalam hal ini tampak pendapat hukum yang berdasarkan pertimbangan.42
MUI tidak lagi memiliki ikatan dengan Pengadilan Perumusan norma hukum dalam Fatwa MUI
Agama secara yuridis formal. Namun demikian, dimaksudkan untuk memberikan pendapat hukum
pembinaan MUI masih tetap diperlukan dalam kepada anggota masyarakat tentang tindakan apa
menguatkan lembaga Pengadilan Agama terutama yang benar menurut pandangan hukum Islam.43
dalam hal:40 Khusus untuk fatwa MUI No.11 Tahun 2012, fatwa
Pertama, mendorong masyarakat menuju ini telah berhasil menjelaskan ketentuan prinsip
budaya hukum syariah sehingga masyarakat hukum Islam tentang status dan kedudukan hukum
dengan penuh kesadaran memahami, anak sehingga dapat digunakan sebagai pedoman
menghayati, dan mantaati hukum-hukum
dalam menyelesaikan kasus hukum kongkrit yang
syariah Islam secara kaffaah. Kedua,
mendorong masyarakat untuk menyelesaikan diajukan ke Pengadilan Agama.
sengketa mereka dalam kehidupan sehari-hari b. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai
sesuai tuntunan syariah, yakni menggunakan Pengisi Kekosongan Hukum
standar hukum syariah dan melalui lembaga- Sebagaimana yang telah dijelaskan di
lembaga syariah, termasuk di dalamnya
Badan Arbitrase Syariah Nasional dan atas, sampai dengan saat ini belum ada regulasi
Peradilan Agama yang merupakan satu- yang mengatur secara khusus tentang status dan
satunya peradilan syariah Islam di Indonesia. kedudukan hukum anak yang lahir dari perbuatan
Ketiga, mengawal dan menegakkan zina. Ketentuan hukum tentang status anak yang
Peradilan Agama sebagai peradilan syariah
selama ini diatur melalui Undang-Undang No. 1
Islam agar tidak menyimpang dari doktrin
dan ruh syariah. Berdasarkan hal tersebut di Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
atas, maka hakim Pengadilan Agama sampai Hukum Islam tidak menggunakan istilah anak hasil
saat ini masih menggunakan Fatwa MUI zina secara spesifik. Keduanya menempatkan anak
terkait sebagai rujukan dalam proses litigasi
hasil zina dalam kategori anak yang lahir di luar
khususnya pengambilan putusan akhir atas
sengketa yang diajukan. perkawinan dan membatasi hubungan keperdataan
anak dalam kelompok ini dengan laki-laki yang
Khusus untuk fatwa MUI No.11 Tahun
mengakibatkan kelahirannya. Pada posisi inilah
2012, dalam perspektif hakim Pengadilan Agama,
kemudian Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 berperan
fatwa memang tidak mengikat secara yuridis
dalam mengisi kekosongan hukum tersebut.

39
Pasal 6 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia.
40
Mukti Arto, 2012, Peradilan Agama dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Kajian Historis, Filosofis, Ideologis, Politis, Yuridis, Futuristis,
Pragmatis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 199.
41
Pendapat Drs.H. Nashruddin Salim, S.H., M.H. pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2011.
42
Zafrullah Salim, “Kedudukan Fatwa dalam Negara Hukum Republik Indonesia”, dalam Puslitbang lektur dan Khazanah Keagamaan, 2012,
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
Jakarta, hlm. 587.
43
Ibid.
14 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

Fatwa secara umum berperan untuk untuk menggunakan fatwa ini, namun dalam
mentransformasikan makna hukum Islam yang praktik fatwa MUI No.11 Tahun 2012 digunakan
bersifat umum ke dalam kasus konkrit. Dikaitkan sebagai sumber hukum untuk merumuskan dasar
dengan materi hukum yang terkandung di dalamnya, pertimbangan hakim dalam lingkup sengketa
fatwa MUI No.11 Tahun 2012 merumuskan secara bidang hukum keluarga. Dalam kedudukannya
rinci tentang kedudukan hukum anak hasil zina, sebagai sumber hukum materiil, fatwa MUI
hak-hak yang melekat padanya, serta pedoman bagi No.11 Tahun 2012 digunakan sebagai pelengkap
pemerintah dalam melindungi hak-hak tersebut. atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Rumusan ini menjadi salah satu pedoman yang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.47 Melalui
membantu hakim saat terjadi kekosongan hukum. penggunaan fatwa MUI No.11 Tahun 2012, hakim
Sampai dengan dikeluarkannya peraturan lain yang dapat menjatuhkan putusan yang komprehensif dan
mengikat, fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 merupakan dapat diterapkan dalam kasus konkrit.
sumber hukum bagi pertimbangan hakim dalam Berdasarkan penjelasan di atas, maka fatwa
menyelesaikan sengketa bidang hukum keluarga MUI No.11 Tahun 2012 memiliki kedudukan
khususnya dalam menentukan status dan kedudukan penting dalam hukum keluarga Islam di Indonesia.
hukum anak yang lahir dari hasil zina. Secara materiil, fatwa MUI No.11 Tahun 2012
c. Fatwa MUI No.11 Tahun 2012 sebagai berperan penting dalam pengembangan norma
Sumber Hukum Materiil hukum keluarga Islam guna mengikuti dinamika
Sumber hukum materiil dalam studi ilmu masyarakat, sedangkan secara formil, fatwa MUI
hukum diartikan sebagai sumber hukum berupa No.11 Tahun 2012 merupakan salah satu dasar
keyakinan individu dan pendapat umum yang hukum yang digunakan oleh hakim di Pengadilan
menjadi determinan materiil membentuk dan Agama dalam menyelesaikan kasus konkrit.
menentukan isi hukum.44 Dalam hubungannya
dengan sumber hukum dalam lingkup agama, maka D. Kesimpulan
pengamalan norma-norma agama dapat digunakan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan,
sebagai sumber hukum materiil bagi masyarakat.45 penelitian ini menyimpulkan 2 (dua) bentuk
Praktik penggunaan sumber hukum dalam kontribusi Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang
lingkup agama sendiri sudah dilakukan dalam Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan
sistem hukum nasional Indonesia. Pada periode awal Terhadapnya dalam Hukum Keluarga Islam di
pembentukan Pengadilan Agama dan Mahkamah Indonesia yaitu:
Syar’iyah, hakim pada pengadilan tersebut sudah 1. Kontribusi dalam pengembangan
dianjurkan untuk menggunakan 13 (tiga belas) kitab hukum keluarga islam di Indonesia,
fiqih sebagai pedoman hakim dalam memeriksa yaitu:
perkara46 Sejalan dengan hal tersebut, perumusan a. Sebagai klarifikasi dan
Kompilasi Hukum Islam yang saat ini digunakan penjelasan atas Putusan MK
sebagi sumber hukum materiil di Pengadilan Agama Nomor 46/PUU-VIII/2010;
juga merupakan bentuk penggunaan ketentuan b. Sebagai penegasan larangan
agama sebagai sumber hukum materiil. berzina;
Hal yang sama juga berlaku pada fatwa MUI c. Sebagai rekomendasi bagi
No.11 Tahun 2012. Walaupun tidak ada kewajiban pemerintah; dan

44
Moh. Saleh Djindang, 1989, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 3.
45
Lihat Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 13.
46
Surat Edaran Kepala Biro peradilan Agama Departemen Agama RI Nomor B/I/735 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Luar Jawa-Madura.
47
Pendapat Latifah Setyawati, S.H., M.Hum., pada Focus Group Discussion di Yogyakarta, 27 Mei 2017.
Ilhami, Kontribusi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil 15

d. Sebagai bentuk perlindungan a. Sebagai pedoman hakim;


hukum bagi anak b. Sebagai pengisi kekosongan
2. Kontribusi dalam pertimbangan hakim hukum; dan
dalam putusan bidang perkawinan di c. Sebagai sumber hukum materiil.
Pengadilan Agama:

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Islam di Indonesia Penegakan Syariat dalam


Amin, Ma’ruf, 2008, Fatwa dalam Sistem Hukum Wacana dan Agenda, Gema Insani Press,
Islam, Elsas, Jakarta. Jakarta.
Adams, Wahiduddin, 2004, Pola Penyerapan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam B. Artikel Jurnal
Peraturan Perundang-undangan 1975-1997, Musawwamah, Siti, “Pro-kontra atas Putusan
Departemen Agama Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi tentang Pengesahan
Jakarta. Hubungan Keperdataan Anak Luar Kawin
Arto, Mukti, 2017, Penemuan Hukum Islam dengan Ayah Biologis”, Nuansa, Vol.10,
Demi Mewujudkan Keadilan Buku Kesatu No.1, Januari-Juni, 2013.
Membangun Sistem Peradilan Berbasis
Perlindungan Hukum dan Keadilan, Pustaka C. Makalah
Pelajar, Yogyakarta. IKAHI Cabang Pengadilan Tinggi Agama
Djindang, Moh. Saleh, 1989, Pengantar dalam Semarang, “Rumusan Hasil Diskusi tentang
Hukum Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. Kedudukan Anak yang Lahir di Luar
Mahkamah Agung, 2013, Pedoman Pelaksanaan Perkawinan pasca Putusan MK Nomor 46/
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012,
Buku II, Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Makalah Rumusan Hasil Diskusi, Diskusi
Agung, Jakarta. IKAHI Cabang Pengadilan Tinggi Agama
Majelis Ulama Indonesia, 1975, Pedoman Dasar Semarang, Semarang, Rabu 11 April 2012.
Majelis Ulama Indonesia, Majelis Ulama
Indonesia, Jakarta. D. Internet
Manan, Bagir, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Detiknews, “MUI Nilai Keputusan MK Soal Status
Armico, Bandung. Anak di Luar Nikah Overdosis”, http://
Mudzhar, Muhammad Atho, 1993, Fatwa-fatwa news.detik.com/berita/1866192/mui-nilai-
Majelis Ulama Indonesia Sebuah Studi keputusan-mk-soal-status-anak-di-luar-
tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia nikah-overdosis , diakses 24 Maret 2017.
1975-1988,INIS, Jakarta.
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2012, E. Peraturan Perundang-Undangan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
dalam Perspektif Hukum dan Perundang- Perkawinan (Lembaran Negara Republik
undangan, Badan Litbang dan Diklat Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan
Kementerian Agama, Jakarta. Lembaran Negara Nomor 3019).
Santoso, Topo, 2003, Membumikan Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
16 MIMBAR HUKUM Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, Halaman 1-16

Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina
8, Tambahan Lembaran Negara Republik dan Perlakuan Terhadapnya.
Indonesia Nomor 4358). Surat Edaran Kepala Biro peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Departemen Agama RI Nomor B/I/735
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor No. 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di
Indonesia Nomor 5076). Luar Jawa-Madura.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara F. Lain-Lain
Nomor 109 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
Negara Nomor 4235). VIII/2010, 17 Februari 2012.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pendapat KRT. Drs. H., Ahmad Muhsin
Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Kamaludiningrat, Drs. H. Nashruddin Salim,
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak S.H., M.H., Ummu Hafizhah, S.H.I., S.E.,
(Lembaran Negara Nomor 297 Tahun 2014, M.A., dan Latifah Setyawati, S.H., M.Hum.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606). pada Focus Group Discussion di Yogyakarta,
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Mei 2017.
1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam (Lembaran Lepas
Sekretariat Negara Tahun 1991).

Anda mungkin juga menyukai