Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN DENGAN HERPES

Fasilitator: Susanti,S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:
1. Muzdalifah (2211013)
2. Siska Rahmawati (2211054)
3. Aniza Badriyah (2211063)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ADI HUSADA
SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas
nikmat kesehatan, dan kesempatan yang telah diberikan sehingga makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen
Dengan Herpes” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II. Dimana nantinya dapat memudahkan mahasiswa untuk memahami isi
dari makalah dan menjadi bahan ajar bagi dosen maupun mahasiswa.

Penulis dalam makalah ini juga mendapatkan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, terutama dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak,
yaitu Ibu Susanti,S.Kep.Ns.,M.Kep dan semua pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.Dalam penyelesaian makalah ini, kami menyadari
bahwa masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang tentunya bersifat membangun demi kelengkapan
makalah yang kami susun. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kesalahan, dengan rendah hati penulis
mohon maaf sebesar besarnya.

Surabaya,22 ,maret,2024
DAFTAR ISI
BAB 1
KONSEP DASAR
1.1. Definisi

Herpes zozter atau shingles adalah radang kulit akut yang bersifat khas

seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya

(persyarafannya) yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster

(herpes virus yang juga mengakibatkan cacar air) yang sifatnya localized atau

dengan kata lain virus ini mengendap di ganglia dorsal sensorik setelah infeksi

cacar air pada masa kanak-kanak. Ketika mengalami reaktivasi, virus ini

berpindah ke area dermatom kulit yang berkaitan dengan ciri khas berupa

nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai

dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf sensoris

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Herpes Simplek

Virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang

berkelompok di atas kulit yang sembab, eritematosa pada daerah dekat

mukokutan, dan menimbulkan rasa sakit. Infeksi dapat berlangsung baik

primer maupun rekurens

Terdapat kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk

residif karena sering terjadi persintensi virus pada penyakit infeksiosa dan

kontagiosa yang disebabkan oleh HSV tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan

menyerang kulit-mukosa (orofasial, genital). Infeksi ini sering berjalan tanpa

gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya lokal karena patogenitas dan

daya tahan terhadap infeksi baik walau di lain sisi derajat penularannya tinggi
1.2. Etiologi

Herpes Genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH),

yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV

adalah:

1. Herpes Simplex Virus tipe I: pada umumnya menyebabkan lesi atau luka

pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.

2. Herpes Simplex Virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital

dan sekitarnya (bokong, anal dan paha).

Herpes Simplex Virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV

yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan

varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster dan varicella. Sebagian besar

kasusherpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup

kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan sama. Pada umumnya

disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau

anak seks. Beberapa tahun ini, HSV- 1 telah lebih sering juga menyebabkan

herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold

sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus (batmomolin, et al., 2023)

1.3. Pathway/ Patofisiologi

Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer, infeksi virus alfa menetap dalam bentuk laten neuron
dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernh enderita cacar air, system imun yang
lemah dan yang menderita kelaianan maglinitas
Reaksi virus varisela zoester

Vasikula terbesar

Respon inflamasi Respon inflamasi Kondisi Ganglion posterior gangilion


anterior kerusakan

Local motoric kranialisis sistemik Intergritas kulit Susunan saraf tepi dan
bagian gangguan kranilas
Kerusakan saraf perifer Gangguan
gastroinstestinal Nyeri
Respon psikologis Gejala
prodomal otot
nyeri Lesi pada kulit
Mual, Gangguan citra sistemik
anoreksia dan tubuh Ganggu
Gangguan Kerusakan
malesie an aman
istirhat tidur intergritas Demam , pusing nyaman
kulit
Deficit nutrisi Reaksi imflamasi
Gangguan gambar diri
hipertermi
Kurang pengetahuan

Terjadinya garukan pada lesi

Port de entrée kuman

Resiko infeksi

1.4. Tanda dan Gejala

Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik.

Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi

awal) simptom khas muncul antara tiga hingga sembilan hari setelah infeksi .

1. Bintil-bintil berair (berkelompok) yang sangat nyeri pada kemaluan.


2. Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu

hilang sendiri.

3. Gejala kambuh lagi seperti di atas tetapi tidak senyeri pada tahap awal,

bila ada faktor pencetus (stres, haid, makanan/minumam beralkohol,

hubungan seks berlebihan). Stres yang berkepanjangan dapat memicu

utama herpes untuk tidak kunjung sembuh. Segala hal yang memicu stres

dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Stres yang timbul akan

memengaruhi proses penyembuhan herpes pada kulit. (nurachma, 2022).

Sedangkan menurut manifeestasi klinisnya tanda dan gejala herpes

terbagi menjadi dua yaitu herpes zoster dan herpes sipleks, berikut adalah

tanda gejala yang timbul pada herpes zoster:

1. Gejala prodomal

a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung

selama 1- 4 hari.

b. Hejala yang mempengaruhi tubu : demam, sakit kepala, fatige,

malaise, nusea, rash, kemerahan, sentive, sore skin (penekanan kulit),

neri (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.

c. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau

hilang timbul. Nyerti juga biasanya terjadi selama erupsi kulit.

d. Gejala yang mempengaruhi mata : berupa kemerahan, sensitive

terhadap cahya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata,

pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain-lain.

2. Timbul erupsi kulit

a. Kadang terjadi limfadenopati regional


b. Erupsi kulit hamper selalu unilateral dan biasanya terbatas pada

daerah yang dipersarafi oleh satu gong lion sensorik, erupsi dapat

terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion

torakalis.

c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk

papul-papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi

vasikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering

menjadi krusta dala 7-110 hari. Kusta dapat bertahan smpai 2-3

minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga

enghilang.

d. Lesi baruu dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang

sampai hari ke 7

e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan mucula hiperpigmentasi

dan jaringan perut(pitted scar)

f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka

lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.

Sedangkan herpes sipleks masa inkubasi sekitar 3-7 hari. Berdasarkan

pernah tidaknya seseorang kotak dengan virus herpes simplex ( HSV-2),

infeksi herpes simpleks berlangsung dala 3 fase, yakni :

1. Fase infeksi (lesi ) primer, ditandai dengan :

a. Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)

b. Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada aera yang

terserang.
c. Kemudian timbul vesikula (bitnik-bintik) bergeromboll, mudah pecah

sehingga menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit

yang kemerahan (eritematus), dan nyeri

d. Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh

(malaise) dan nyeri otot.

e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang

terserang herpes genitalis.

2. Fae infeksi (lesi) rekuren (kambuh)

Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kebutuhan.

Adapun kekambuhan terjadi karena berbagai factor dan dapat dipicu oleh

bebrapa factor peneetus, misalnyakelemahan fisik maupun psikis, alcohol,

menstruasi dan perlukaan setelah hubungan intim.

a. Pada infeksi kambuh (rekuren), gejala dan kebutuhan pada umumnya

lebih ringan. Gambaran penyakit beersifat local pada salah satu sisi

bagian tubuh (unilateral). Berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng)

yang biasanya dapat hilang dalam 5-7 hari.

b. Sebeblum uncul bercak koreng, didahului dengan rasa panas, gatal

dan nyeri.

3. Fase laten

Fase ini berarti penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS

dapat ditemukan dan keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.


1.5. Penatalaksanaan

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes

genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan (Kemenkes RI,

2016), seperti :

1. Menjaga kebersihan local

2. Menghindari trauma atau faktor pencetus

3. Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal

sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat.

Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya

pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.

Pengobatan herpes genitalis bertujuan untuk mencegah infeksi (terapi

profilaksis), memperpendek masa sakit termasuk kekerapan komplikasi

infeksi primer, mencegah terjadinya latensi dan rekurensi klinis setelah

episode pertama, mencegah rekurensi pada mereka yang asimtomatik,

mengurangi transmisi penyakit dan eradikasi infeksi laten (batmomolin, et al.,

2023).

Sealin itu penatalaksanaan Herpes zoster bisa dilakukan dengan berbagai

macam diantaranya sebagai berikut :

a. Pengobatan topical

1. Pada stadium vasicular diberi bedak salicyl 2% atau tidak kocok

kalamin untuk mencegah vasikuler pecah.

2. Bila vasikuler pecah dan basah. Diberikan kompres dengan lautan

antiseptic atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari

delama 20 menit.
3. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotic

(basitrasin?polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selaa 3 x

sehari.

b. Pengobatan sisteatik

1. Drug of choicenya adalah acyclovir yang dapat mengitervensi sistesis

virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes

namun dapat menurnkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat

diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif

pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vasikuler. Namun

hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherepic neuralgia.

2. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine ( Ara-A, Vira -A)

dapat diberikan leat infus intravena atau salep mata.

3. Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi

dan efektifan namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat

menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.

4. Analgesic non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen

nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.

Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi herpes simpleks virus (HSV)

ada 2 macam, yaitu :

1. Terapi spesifik:

a. Infeksi primer ,terdiri dari topical dan sistematik. Pengobatan topical

eliputi krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau acyclovir krim 5%

(tiap 3 jam selama 4 hari). idealnya, rim ini digunakan 1 jam setelah

munculnya gejala, eskipun juga pemberian yang terlambat juga


dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi

perluasan daerah lesi. (rekomendasi FDA dan IHMF). Sedangkan

pada sistematik meliputi valacylovir tablet 2gr sekali minum dala 1

hari yang diberikan begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam

kemudian, atau acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari.

atau famciclovir 1500mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah

munculnya gejala prodromal.

b. Infeksi rekuren, terapi rekuren ditunjukan untuk mengurangi angka

kekambuhan dari herpes genitalis, dimana tingkat kekmbuhan berbeda

pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hinngga lebih dari 6

kali/tahun. Terdapat 2 maca terapi dalam mengobati infeksi rekuren

yaitu terapi episodic dan terapi supresif.

1). Terapi episodik : acyclovir, 400 mg.p.o 3x/hr, atau 800 mg 2x/hr,

5 hr, atau 800 mg.p.o 3x/hr, 3 hr. pemberian valacyclovir, 500 mg

p.o 2x/hr 3 hr atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr. Pemebrian famciclovir, 125

mg p.o 2x/hr, 5 hr atau 1 gr p.o 2x/hr, 1 hr.

2). Terapi Non-Spesifik: pengobatan non-spesifik ditunjukkan untuk

memperingan gejala yang timbul berupa nyeri dan rasa gatal. Rasa

nyeri dan gejala lain bervariasi. Sehingga pemberian analgesic.

Antiperetik yang bersifat antipruritus disesuaikan dengan

kebutuhan individu. Zat-zat pengiring yang bersifat antiseptic juga

dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidone secara

topical untuk mengerikan lesi, mencegah infeksi sekunder dan

mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotic


atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi

sekunder.

Tujuan dari terapi tersebut masing-masing adalah untuk

mempercepat proses penyembuhan, meringan gejala promal dan

enurunkan angka penularan. ( (kulitkita, 2009)

c. Pemeriksaan penunjang

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis

dan herps simplex :

1. Tzanck smear

a). Preparat diambil dari discraping dasar vasikuler yang masih baru,

kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,

Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun papanicolaou’s. dengan

menggunakan miskroskop cahaya akan dijumpai multinucleated diant

cells.

b). Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

c). Test ini tidak dapat membedkan antara virus varicella zoster dengan

herpes simpleks virus

2. Kultur dari cairan vasikuler dan tes antibody: pemeriksaan digunakan untuk

membedakan diagnosis herpes virus

3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

4. Pemeriksaan mikroskop electron

5. Kultur virus

6. Identifikasi anti gen?asam nukleat VVZ


7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal

dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas

dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

d. Komplikasi

Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan

yang serius pada orang dewasa. Sering dijumpai komplikasi pada susunan

saraf pusat (SSP) dan super infeksi jamur. Komplikasi pada SSP berupa

meningitis aseptik, disfungsi sistem saraf otonom. Pada pria bisa terjadi

impotensi. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja baik,

bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam

waktu yang lama. Orang dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi

herpes pada mata yang disebut herpes okular. Herpes okular biasanya

disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga disebabkan HSV-2.

Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan

(Armour, at.al 2020 dan Boes, at.al. 2020).

Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi

yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada

otak, kulit atau mata. Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu

mendapat perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta sampai ke

sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin.

Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup

menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata (batmomolin, et al.,

2023).
Kompliaksi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai

berikut :

1. Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah

bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selaa berbulan-bulan

dampai beberapa tahn. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40

tahun, presentasenya 10-15% dengan gradasi nyeri yang bervariasi.

Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi presentasinya.

2. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa

komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi

H.I.V, kegansan atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vasikuler

sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Kelianan pada mmata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelianan yang muncuul dapat berupa :

ptosis paralitik, karatitis, skleritis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom ramsay hunt

Sindrom ramsay hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan

otikus, sehingga memberikan gejala parislis otot muka (paralisis bell),

kelainan yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan

pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik apat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat

perjalanan virus secara kontinuitatum dari golongan sensorik ke sistem


saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dala 2 minggu sejak

munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti : di wajah,

diafragma, batangg tubuh ekstremitas, vasika urinaria dan anus. Umumnya

akan sembuh spontan.

e. Pencegahan

Herpes di sebabkan oleh virus dapat menyebar melalui kotak langsung

dengan luka, air liur, maupun cairan tubuh orang yang terinfeksi. Jika tidak

ditangani, virus dapat menyebabkan komplikasi penyakit herpes berupa

dehidrasi, ensefalitis, meningitis, dan pneumonia. Ada istilah yang mengatakan

bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk mencegah infeksi virus

penyebab herpes, Anda dapat menerapkan beberapa langkah berikut ini:

1. Hindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.

2. Jangan berbagi barang dengan penderita herpes, termasuk menggunakan

peralatan makan, peralatan makeup, pakaian, sikat gigi, dan handuk.

3. Rutin cuci tangan dengan benar.

4. Jangan bergonta-ganti pasangan seksual maupun melakukan seks oral,

ciuman, atau aktivitas seksual lainnya dengan pasangan yang terinfeksi

virus herpes.

5. Jaga daya tahan tubuh dengan menerapkan gaya huidup sehat, termasuk

berolahraga secara teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi, dan

beristirahat yang cukup.

Jika memiliki beberapa gejala herpes, seperti timbul lepuhan di kulit yang

terasa nyeri, kesemutan, atau seperti terbakar, periksakanlah diri Anda

ke dokter. Dengan begitu, dokter bisa memastikan apakah gejala yang Anda
alami disebabkan oleh virus penyebab herpes atau bukan. Jika Anda menderita

herpes, dokter akan memberikan penanganan, termasuk peresepan obat, yang

sesuai dengan kondisi yang Anda alami.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan

A. Pemeriksaan Fisik

B. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada herpes zoster ini digunakan untuk
membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes simplek:
a. Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplek.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus.
c. Immunofluororescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit
d. Pemeriksaan histopatologik
e. Pemerikasaan mikroskop electron
f. Virus Kultur
g. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (Virus Varisela Zoster)
h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
Pemeriksaan penunjang untuk infeksi HSV dapat dilakukan secara
virologi maupun serologi, masing-masing contoh pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Virologi
1) Mikroskop cahaya. Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan
pada permukaan mukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan
intranuklear inklusi (Lipschutz inclusion bodies). Sel-sel yang
terinfeksi dapat menunjukkan sel yang membesar menyerupai balon
(ballooning) dan ditemukan fusi. Pada percobaan Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi). Sel-sel dan
specimen dimasukkan dalam aseton yang dibekukan. Kemudian
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan cahaya elektron (90%
sensitif, 90% spesifik) tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat dicocokkan
dengan kultur virus.
3) PCR, Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih sensitive
dibandingkan kultur viral tradisional (sensitivitasnya >95 %,
dibandingkan dengan kultur yang hanya 75%). Tetapi penggunaannya
dalam mendiagnosis infeksi HSV belum dilakukan secara reguler,
kemungkinan besar karena biayanya yang mahal. Tes ini biasa
digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena hasilnya yang
lebih cepat dibandingkan kultur virus 6.

4) Kultur Virus, Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk
HSV adalah cara yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik
dibanding dengan cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2
sampai 3 hari. Jika tes ini (+), hampir 100% akurat, khususnya jika
cairan berasal dari vesikel primer daripada vesikel rekuren.
Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi
sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Sejak
virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara ini
memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya
yang mahal.

b. Serologi
Pemeriksaan serologi ini direkomendasikan kepada orang yang
mempunyai gejala herpes genital rekuren tetapi dari hasil kultur virus
negatif, sebagai konfirmasi pada orang-orang yang terinfeksi dengan
gejala-gejala herpes genital, menentukan apakah pasangan seksual darib.
Serologi Pemeriksaan serologi ini direkomendasikan kepada orang yang
mempunyai gejala herpes genital rekuren tetapi dari hasil kultur virus
negatif, sebagai konfirmasi pada orang-orang yang terinfeksi dengan
infeksi menular sexual lainnya. Sample pada pemeriksaan serologi ini
diambil dari darah atau serum. Pemeriksaannya dapat berupa:

1) ELISA, dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara


antigen dan antibodi, dimana antigen berasal dari suatu konjugat ig dan
antibodi berasal dari serum spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk
membersihkan sample dari material (HRP) kemudian diberi label antibodi
IgG konjugat. Konjugat ini dapat mengikat antibody spesifik HSV-II.
komplek imun dibentuk oleh ikatan konjugat yang ditambah dengan
Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan memberikan reaksi berwarna
biru. Asam sulfur ditambahkan untuk menghentikan reaksi yang akan
memberikan reaksi warna kuning. Pembacaan reaksi dilakukan dengan
mikrowell plate reader ELISA dengan panjang gelombang 450 nm.

2) Western Blot Test, merupakan tes yang akurat untuk mendeteksi HVS,
namiun harganya lebih mahal dibandingkan tes-tes yang lain dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengintepretasikannya. Tes
ini merupakan metode gold standard dalam pemeriksaan antibodi. Tes ini
hanya digunakan sebagai refrensi dan konfirmasi apabila tes dengan
ELISA menunjukkan hasil yang mergukan. Tes ini memiliki ketelitian
untuk menyimpulkan secara spesifik bahwa sample benar-benar
mengandung antibody terhadap protein tertentu dari virus.

3) Blokit HSV-II, merupakan tes untuk mendekati antibod HSV tipe II.
Tes ini merupakan tes yang cepat, hanya kira-kira membutuhkan waktu 10
menit dan hasilnya juga cepat ditunjukkan. Hasil positif ditunjukkan
dengan dua warna merah yang lebih tipis bila dibandingkan dengan
kontrol. Jika antibody HSV-II tidak ada, maka hanya tampak satu warna
merah. Jika hanya mengandung antibody HSV-I maka hanya akan ada satu
tanda merah. Jika tidak terdapat

Anda mungkin juga menyukai