Anda di halaman 1dari 6

WOC

Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer ,infeksi virus alfa menetap


dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernah menderita cacar air,


sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan
maglinitas

Reaksi virus varisela zoester

Vesikula tersebar

Respon inflamasi respon inflamasi kondisi kerusakan Ganggilion posterior ,


ganggilion anterior
lokal sistemik integritas kulit susunan saraf tepi dan
bagian motorik ganggion
kranilas kranialis

kerusakan saraf perifer gangguan respon psikologis gejala


prodomal
gastroinstestinal
sistemik
nyeri terjadi lesi pada kulit
nyeri otot

Mk : gangguan
demam,
Mk: gangguan kerusakan integritas mual,anoreksia kepercayaan diri
pusing dan tidur
istirahat
kulit dan malesie
Mk :Gangguan

Mk : gangguan rasa
Mk :keseimbangan reaksi inflamasi
gambar diri nutrisiMK
kurang dari ketidaknyamana
kebutuhan n
Mk:hipertermi
Kurangnya pengetahuan

Terjadinya garukan pada lesi

Port de entree kuman

Mk : resiko infeksi

Patofisiologis
Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di
sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang.Dari sini virus
bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 – 500
benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka,
kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim.
Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan
bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang
mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini
berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari
batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung
dengan kulit yang terinfeksi.(Valentina L, 2001, hal. 314)
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian
tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan
menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini
dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa.Sebab seringkali
orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini. (Valentina L, 2001,
hal. 314)
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin
empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada
umumnya penyakit ini tidak begitu berat. (Valentina L, 2001, hal. 314)
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja
dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi
diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan
dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat. (Valentina L, 2001, hal. 314)
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.
Selama proses infeksi varicella, VZV lewat dari luka di kulit dan permukaan
mukosa ke akhiran saraf yang berdekatan dan ditranspor secara sentripetal ke saraf
sensoris ke ganglia sensoris. Dalam ganglia, virus membentuk infeksi laten yang
bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom di mana
ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang pertama diinervasi oleh
(ophtalmic) divisi saraf trigeminal dan oleh spinal sensori ganglia dari T1 ke L2.
Walaupun virus bersifat laten, ganglia mempertahankan potensi untuk
inefektivitas penuh, reaktifasi yang terjadi bersifat sporadis, jarang, dan terkait
dengan imunosupresi, radiasi dari columna vertebralis, tumor, trauma lokal;
manipulasi bedah tulang belakang dan sinusitis frontalis. VZV mungkin juga
mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang nyata. Walaupun
asimtomatik reaktivasi VZV tidak terbukti pasti, kuantitas kecil antigen virus yang
dilepaskan selama reactivasi diharapkan dapat merangsang dan mempertahankan
kekebalan host terhadap VZV.
Ketika resistensi host jatuh di bawah tingkat kritis, virus berkembang biak dan
menyebar dalam ganglion, kemudian menyebabkan nekrosis neuron dan
peradangan hebat, sebuah proses yang sering disertai neuralgia berat. Infeksi VZV
kemudian menyebar ke saraf sensorik, beresiko neuritis hebat, dan dilepaskan di
sekitar ujung akhiran saraf sensorik di kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik
kluster vesikula zoster.
Penyebaran infeksi ganglionic secara proksimal sepanjang radix saraf
posterior menuju meninges dan corda menghasilkan leptomeningitis lokal, cairan
cerebrospinal pleocytosis, dan segmental myelitis. Infeksi motor neuron di kornu
anterior dan radang pada syaraf di bagian radix anterior dicatat untuk palsies lokal
yang mungkin menyertai erupsi kutaneus, dan perluasan infeksi di dalam sistem
saraf pusat dapat dihasilkan pada komplikasi jarang herpes zoster (misalnya,
meningoensefalitis, transverse myelitis).
Kontak langsung antara seseorang yang tidak memiliki antigen terhadap HSV-
II dengan seseorang yang terinfeksi HSV-II. Kontak dapat melalui membran mukosa
atau kontak langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga dapat terjadi dari seorang
pasangan yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak langsung dapat
melalui alat-alat yang dipakai penderita karena HSV-II memiliki envelope sehingga
dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel.
HSV-II melakukan invasi melalui lapisan kulit yang tidak intake dan replikasi
dalam sel-sel saraf seperti dalam sel epidermis dan dermis. Virus berjalan dari
tempat masuk menuju ke ganglion dorsalis, dimana virus akan mengalami fase laten.
Virus melakukan replikasi di ganglion sensoris dan menunggu untuk rekuren. Ketika
seseorang yang terinfeksi mengalami jangkitan, virus berjalan turun melalui serabut
saraf ke tempat infeksi asli. Apabila tempat itu adalah kulit, kulit tersebut akan
kemerahan dan terbentuk vesikel.
Setelah jangkitan awal, selanjutnya jangkitan cenderung jarang, dapat terjadi
tiap minggu atau tiap tahun. Rekuren ini dapat dipengaruhi oleh: trauma, radiasi
ultraviolet, infeksi, temperatur yang ekstrim, stres, pengobatan, imunosupresi, atau
gangguan hormon.
Penyebaran virus terjadi selama infeksi primer, fase rekuren dan selama
episode asimptomatis. Hampir setiap orang yang memiliki antibodi HSV-II memiliki
simptom dari waktu ke waktu. Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat
berbentuk episode I infeksi primer (inisial), episode I non infeksi primer, infeksi
rekuren, asimptomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi
primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes. Kemudian terjadi
penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh hospes tersebut dan
mengadakan multiplikasi atau replikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada
waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, ini bisa mengakibatkan
timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat.
Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf
regional (ganglion sakralis), dan berdiam di sana serta bersifat laten. Pada episode I
non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan
gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya
episode I ini kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan
mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren.
Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan
yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer.
Trigger factor tersebut antara lain adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam,
gangguan pencernaan, stres emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol,
obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid), dan pada beberapa kasus sukar
diketahui dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai infeksi
rekuren:
1. Faktor pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion dan virus
akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersarafinya dan
di sana akan mengalami replikasi dan multiplikasi serta menimbulkan lesi.
2. Virus secara terus-menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktor
pencetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi rekuren.
HSV-I bertanggung jawab untuk common cold sores, dapat ditransmisikan
melalui sekresi oral. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan
atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan
herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital. Infeksi herpes awal,
sering terjadi pada anak-anak, akan tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Karena virus ditransmisikan
melalui sekresi dari oral atau mukosa (kulit) genital, biasanya tempat infeksi
pada laki-laki termasuk batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam,
anus. Labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam adalah tempat yang biasa
pada wanita. Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi untuk keduanya.
Penelitian memberi kesan bahwa virus dapat ditransmisikan ketika tidak muncul
simptom, sehingga jika seorang pasangan seksual tanpa luka herpes genital yang
nyata masih dapat mentransmisikan penyakit. Kenyataannya penyebaran
asimptomatis sebenarnya lebih menyebarkan herpes genital daripada luka yang
aktif.

Anda mungkin juga menyukai