Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN KARYAWISATA

DISUSUN OLEH :

Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI


NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7

Dosen Pengampu : M. RUSTON NAWAWI, M.Pd


Mata Kuliah : Metodologi Pembelajaran MI

UNIVERSITAS ISLAM AN–NUR LAMPUNG SELATAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah -Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Inflasi sesuai dengan batas
waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita
baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam
yang berilmu seperti sekarang ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput
dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya.
Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para
pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu
pengetahuan.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan akan
menjadikan manusia memiliki kemampuan untuk tetap bertahan hidup. Kant dalam teori
pendidikannya (Henderson, 1959) dalam Wahyudin (2009: 1.22) menyatakan, “Man can
become man through education only” (Hanya dengan pendidikan, manusia dapat menjadi
manusia sejati). Pernyataan tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan bagi
manusia. Pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang wajib harus dialami setiap manusia.

Mewujudkan tujuan pendidikan secara umum tentu diperlukan bekal dari pendidik (guru) dan
juga siswa. Guru harus memiliki bekal kemampuan untuk dapat mendidik melalui kegiatan
studi kependidikan. Pendidikan di jenjang Sekolah Dasar merupakan bekal awal untuk
melaksanakan jenjang pendidikan selanjutnya bagi siswa. Berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan diperoleh siswa di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum yang berlaku. Salah
satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar yaitu mata pelajaran Bahasa
indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Metode Karyawisata
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Karya Wisata
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Karya Wisata
4. METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY
5. Metode Team Taeaching ( Sistem regu
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Metode Karyawisata
Metode karyawisata ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa murid
langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas.
Karya= kerja, wisata= pergi dan Karyawisata = pergi bekerja. Dalam hubungannya dengan
kegiatan belajar mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa mempelajari suatu
obyek di tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat dilakukan dalam waktu
singkat beberapa jam saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.[1] Contoh: Mengajak
siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui system peradilan dan proses pengadilan,
selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisatadi atas tidak mengambil tempat yang jauh dari
sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan
tempat yang jauh disebut study tour.

1. Tujuan Penggunaan Metode Karyawisata Antara Lain:


1. Untuk melengkapi pengetahuan yang diperoleh di sekolah atau kelas
2. Untuk melihat, mengamati, menghayati secara langsung dan nyata mengenai obyek
tersebut
3. Untuk menanamkan nilai moral pada siswa

2. Alasan Penggunaan Metode Karyawisata


1. Obyek yang akan dipelajari tidak dapat dibawa kedalam kelas karena, misalnya:
2. Terlalu besar/berat
3. Berbahaya
4. Akan berubah bila berpindah tempat
5. Obyek terdapat di tempat tertentu
6. Kepentingan siswa dalam rangka melengkapi proses belajar mengajar
B. Kelebihan dan Kekurangan Metode Karya Wisata
1. Kelebihan Metode Karya Wisata
Metode karya wisata merupakan metode dimana guru mengajak siswa untuk keluar sekolah
dimana materinya yang tidak dapat diaplikasikan didalam kelas dengan maksud agar melalui
karya wisata ini akan mendapatkan kesempatan mengamati lingkungan yang nyata dan siswa
mendapatkan pengalaman langsung yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Dengan
adanya karya wisata ini siswa akan lebih tertarik dengan materi yang dipelajari dan di dalami.
1. Karya Wisata mempunyai prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan
lingkungan nyata dalam proses belajar mengajar.
2. Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan
kebutuhan di masyarakat.
3. Pengajaran dengan metode karya wisata dapat lebih merangsang kreatifitas siswa.
4. Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas, mendalam dan actual manfaat
Penggunaan
5. Siswa memperoleh pengalaman yang nyata mengenai obyek studi dalam kegiatan
karyawisata
6. Dapat memberikan motivasi untuk mendalami materi pelajaran

Adapun kelebihan metode karya wisata menurut Zainal Aqib dan Ali Murtadlo ialah:
1) Peserta didik dapat menyaksikan secara langsung bagaimanaproses pembuatan
perakitan mobil, merancang/ menenun pakaian yang indah dan bagaimana kehidupan
binatang dikebun binatang.
2) Dapat menjawab masalah atau pertanyaan sekaligus selama di lapangan dengan
mepertanyakan, mengamat-amati, mencatat, menyimpulkan dan lain-lain terhadap hal-
hal yang belum atau kurang dipahami.
3) Metode karya wisata mempunyai prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan
lingkungan nyata dalam proses belajar mengajar.
4) Membuat apa yang telah dipelajari di lingkungan sekolah lebih relevan dengan
kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
5) Pengajaran dengan metode karya wisata dapat lebih merangsang kratifitas peserta didik.
6) Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas, mendalam dan aktual.
2. Kekurangan Metode Karya Wisata
1. Fasilitas yang diperlukan sulit untuk disediakan siswa di sekolah.
2. Biaya yang digunakan untuk acara ini lebih banyak.
3. Memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang.
4. Memerlukan koordinasi dengan guru yang lain agar tidak terjadi tumpang tindih
waktu dan kegiatan selama karya wisata.
5. Dalam karya wisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas dari pada tujuan utama,
sedangkan unsur studinya menjadi terabaikan.
6. Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan ini dan mengarahkan mereka
kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan.

C. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Karya Wisata


Agar metode karya wisata dapat berjalan efektif, maka diperlukan langkah-langkah agar
karya wisata dsini bukan hanya jalan-jalan melainkan ada pembelajarannya. Menurut La Iru
dan La Ode Safiun Arihi, prosedur metode karya wisata atau outdoor dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai siswa
2) Mempelajari topik karya wisata
3) Merumuskan kegiatan yang akan ditempuh
4) Melaksanakan kegiatan
5) Melaporkan hasil kegiatan

Langkah-langkah metode karya wisata dalam teori ini dijelaskan bahwa sebelum karya wisata
diadakan kita harus menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai siswa dan
merumuskan kegiatan yang akan dirumuskan terlebih dahulu misalnya disana mau ngapain
aja, apa yang akan dipelajari dan lain-lain. Namun karya wisata disini bukan cuman jalan-
jalan belaka namun murid ditugaskan untuk membuat laporan setelah ber karya wisata.

Menurut Syamsidah langkah-lamgkah pelaksanaan karya wisata sebagai berikut:


1. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai secara matang
2. Dapat mempertimbangkan segi untung rugi serta manfaat karya wisata dilaksanakan.
3. Jika karya wisata menuju tempat-tempat pabrik, kesuatu percetakan, musium
bersejarah dan ke panti asuhan biasanya diadakan terlebih dahulu kontak/hubungan
dengan pimpinan instansi bersangkutan, dan menetapkan waktu pelaksanaanya.
4. Mempersiapkan segala perangkat/peralatan yang diperlukan dalam perjalanan.
5. Bila diperlukan bentuklah team panitia pelaksana karya wisata yang bertugas
mengkordinir dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan karya wisata
dan keamanan.
6. Membuat tata tertib yang harus ditaati, merencanakan waktu yang tepat, rencana
biaya, dan sebagainya jauh-jauh dari hari sebelumnya.
7. Mendiskusikan hasil karya wisata, serta merumuskan follow up dari hasil
karya wisata. Misalnya dengan membuat laporan dan karangan ilmiah.

Dalam langkah-langkah metode karya wisata ini, merumuskanbahwa bukan hanya


merumuskan tujuan yang akan dicapai, namun harus mempertimbangkan untung rugi nya jika
menggunakan metode karya wisata ini. Bukan hanya itu, kita pun harus mempersiapkan
peralatan apa saja yang harus dibawa ketika metode karya wisata dilaksanakan. Contoh:
ketika ke makam wali songo dibutuhkan buku yasinan, maka itu perlu dibawa untuk
menunjang berjalan nya metode karya wisata, bawa buku catatan untuk menulis apa yang
dilihat diana, dll. Dalam langkah-langkah ini pun dijelaskan bahwa untuk pelaksanaan
metode karya wisata dibutuhkan panitia untuk mengkordinir dan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan metode ini. Jika karya wisata nya ke tempat-tempat seperti museum maka saling
berkomunikasi terlebih dahulu agar bisa menetapkan waktu pelaksanaanya. Dalam karya
wisata pun harus ada tata tertib yang harus dipatuhi oleh murid agar metode karya wisata
berjalan dengan lancar. Setelah selesai karya wisata, murid ditugaskan untuk membuat
laporan hasil karya wisata nya agar bukan piknik belaka, tapi piknik yang ada pembelajaran
didalamnya.

D. METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY


Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur
pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya
belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan
pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan
sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran
perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan
Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut
dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang
disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan
untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau
prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan
dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami
proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian
pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan


pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru
hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk
menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya
.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah
untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada
siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada.

Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell.
Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2)
menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).

1. Langkah-langkah pembelajaran discovery


1. Identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi
pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan
masing-masing siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan
dan mengidentifikasi masalah;
10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-
sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena
metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa
aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka
hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan
siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-
betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan
menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah
yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan
mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan
ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan
mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik
dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar
penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan
dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain[2]

2. Beberapa Keunggulan Metode Discovery ( Penemuan )


1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Siswa memehami benar bahwa pelajaran.
3. Menimbulakan rasa puas bagi siswa
4. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
5. Melatih siswa belajar mandiri.
3. Kelemahan Metode Discovery ( Penemuan )
1. Menyita waktu banyak.
2. Menyita pekerjaan guru
3. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
4. Tidak berlaku untuk semua topik
5. Untuk kelas yang besar sangat merepotkan guru

E. Metode Team Taeaching ( Sistem regu )


Sistem regu adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dimana dua orang atau lebih
bekerja sama untuk mengajar suatu kelompok (group) siswa/kelas tertentu. team teaching
method dalam dunia pendidikan adalah sistem mengajar dimana dalam satu mata pelajaran
terdapat beberapa guru yang pelajaran, Namun umumnya team teaching diajar oleh 2 guru
pada jam yang sama, tapi tidak menutup kemungkinan dua guru itu mengajar tidak pada jam
yang sama.[3] Kadang-kadang ada unit pelajaran yang tidak dapat disampaikan oleh seorang
guru secara keseluruhan. Akan tetapi justru memerlukan bantuan dan kerja sama dari pihak
guru lain. Misalnya ; pada pendidikan agama mengenai pelajaran fiqh. Hal mana
kemungkinan seseorang guru tidak dapat menguasai bagian-bagian fiqh yang mencakup :
Fiqh munakahat, fiqh jinayat, fiqh mu’amalat, termasuk fiqh mawaris dan lain-lain
sebagainya, yang tercakup dalam materi ilmu fiqh. Maka cara yang ditempuh adalah dengan
jalan/cara sistem beregu. Artinya dua orang guru atau lebih bekerja sama untuk mengajarkan
unit-unit materi pelajaran yang terkandung dalam pelajaran fiqh tersebut. Atau misal lain satu
tim sejarah, masing-masing menyajikan sejarah Umum, sejarah Islam, sejarah Indonesia,
sejarah pendidikan dan lain-lain. Semua guru tersebut bekerja sama dan saling berkomunikasi
mengenai pelajaran sejarah untuk diajarkan Sesuai dengan sifatnya metode sistem regu (team
teaching) dilaksanakan dengan tujuan membantu siswa agar lebih lancar dalam proses
belajarnya, dan meningkatkan kerja sama antar guru dalam memikirkan dan mengembangkan
mata pelajaran tertentu.

1. Syarat Pembelajaran Dengan Metode Team Taeaching


1. Jumlah siswa terlalu besar, sehingga pembagian tugas belajar kurang merata dan
penangkapan siswa kurang sempurna
2. Pelajaran yang disampaikan mencakup unit yang luas, sehingga hanya
dimungkinkan melalui metode sistem regu pengajaran dapat berjalan secara efektif
3. Pelajaran yang diberikan dimaksudkan agar pengertian dan pemahaman siswa
lebih luas dan mendalam
4. Kerja sama dan komunikasi antar regu bidang studi tersebut dapat memungkinkan
terlaksana Fasilitas dan sarana untuk itu cukup tersedia
5. Pembagian tugas diusahakan sedemikian rupa dan tidak terjadi tumpang tindih dari
masing-masing guru bidang studi

2. Kelebihan Metode Team Taeaching ( Sistem Regu )


1. Melalui metode sistem regu (team teaching) ini banyak menguntungkan, karena
interaksi mengajar akan lebih lancar
2. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap pelajaran yang diberikan dapat
mendalam. Karena masing-masing guru bidang studi dapat memberikan / kajian
yang berbeda-beda sesuai dengan spesialisasi mereka masing-masing
3. Unsur kerja sama antar siswa dan guru masing-masing bidang studi sangat
menonjol, sehingga dimungkinkan adanya kerja sama yang harmonis, yang justru
sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar
4. Tugas mengajar guru sedikit lebih ringan, sehingga cukup waktu untuk
merencanakan persiapan mengajar yang lebih baik
5. Pelajaran yang diberikan oleh guru, melalui metode sistem regu ini
dipertanggungjawabkan, karena unit pelajaran ditangani oleh beberapa orang
guru

3. Kekurangan Metode Sistem Regu ( Sistem Regu )


1. Pelajaran menjadi tidak sistematis, apabila masing-masing berjalan sendiri-
sendiri, dan tidak adanya koordinasi yang baik. Hal ini dapat berakibat
membingungkan dan menyulitkan bagi siswa
2. Bagi guru yang kurang disiplin, bila mendapatkan giliran bebas tugas,
kemungkinan waktu tersebut hanya digunakan untuk beristirahat daripada
membuat rencna pelajaran yang baik
3. Kemungkinan bagi pementukan (team teaching) hanya sekedar
memperbincangkan faktor ekonomis dan administrasi pengajaran yang justru hal
yang pokok
4. Apabila tidak tercipta hubungan yang harmonis dan kerja sama yang kompak
antar guru bidang studi, maka kemungkinan akan berakibat fatal bagi tercapainya
tujuan pengajaran
5. Kecenderungan sistem pengajaran modern menghendaki adanya pemisahan yang
tugas spesialisasi dari masing-masing mata pelajaran
6. Perbedaan cara mengajar antara guru satu dan yang lain, akan menyulitkan siswa
untuk menerima materi dengan baik. Selain itu para siswa juga harus menghafal
bagaimana cara mengajar guru A dan juga guru B. Siswa juga akan beradaptasi 2
kali
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari ketiga metode pembelajaran di atas yaitu metode karyawisata, discovery, team teaching
serta kelebihan dan kekurangannya di dalam aplikasi pembelajaran itu sendiri, namun juga
ketiga metode di atas juga merupakan suatu usaha dalam penerapan pembelajaran yang
bertujuan untuk menambah kualitas pada jiwa peserta didik.

B. Saran
Dari setiap masing-masing kelebihan dan kelemahan ketiga metode yaitu metode
karyawisata, discovery dan team teaching, kita dapat mengkombinasikan ketiga metode
tersebut, sehingga dapat menjadi sebuah motivasi dan pilihan bagi tiap peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://tugaskuliah-ilham.blogspot.com/2011/03/metode-karyawisata.html
2. http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/
3. http://alhafizh84.wordpress.com/2010/01/24/metode-sistem-regu-team-teaching/
4. http://arek11.blogspot.com/2010/11/plus-minus-team-teaching.html
MAKALAH
Menyusun Ulasan Kepustakaan

Disusun oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7

Mata kuliah : Metodologi Penelitian


DOSEN PENGAMPU : ELSI OKTARINA,M.PD

UNIVERSITAS AGAMA ISLAM AN NUR LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-
Nya yang senantiasa melimpahkan kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Rasulullah SAW, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Dalam kerangka mata kuliah “metopen ” kami dengan rendah hati menghadirkan makalah ini
yang membahas tentang "menyusun ulasan kepustakaan". Makalah ini menjadi kesempatan
bagi kami untuk menggali lebih dalam tentang agama Islam, baik dalam perspektif sendiri
maupun dalam relasinya dengan agama-agama lain.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan, baik
dalam hal pengetahuan maupun sumber informasi. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya, terutama rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi mata kuliah “metopen”
semoga ilmu yang terkandung dalam makalah ini dapat menjadi pijakan awal untuk lebih
memahami agama Islam serta menghormati perbedaan dan keragaman agama-agama di
dunia.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercepai secara
efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ulasan kepustakaan ?
2. Tujuan ulasan kepustakaan?
3. Langkah-langkah ulasan kepustakaan?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan adalah mengorganisasikan jika penemuan-
penemuan penelitian yang pernah dilakukan sehingga pembaca akan dapat memahami
mengapa masalah yang diangkat menunjukkan nilai penting serta menunjukkan
bagaimana masalah tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian dan Tentunya
makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai kepemimpinan
di dalam pendidikan, dan tentunya member manfaat bagi pembaca.
BAB II

PENGENALAN DASAR
PENELITIAN

A. Poses Langkah – Langkah Umum Penelitian

1. Ulasan Kepustakaan

a. Pengertian dan Tujuan Ulasan Kepustakaan

Penelitian kependidikan tidak pernah dapat dipisahkan dengan pengetahuan


kependidikan karena pada hakikatnya merupakan alat untuk mendapatkan
informasi baru yang berguna untuk mengisi kekosongan atau menguji pengetahuan
yang sudah ada. Oleh karena itu, agar dapat diketahui bagaimana hubungan dan
dimana posisi pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dalam kaitannya dengan
pengetahuan yang telah ada, perlu adanya ulasan terhadap bahan-bahan pustaka
yang relevan dengan topik masalah yang diangkat.

Ulasan kepustaan akan memungkinkan pembaca meningkatkan cakrawalanya


dari segi tujuan dan hasil penelitian. Ulasan tersebut biasanya berupa ringkasan dan
rangkuman dari sumber kepustakaan yang relevan dengan masalah penelitian serta
kritik terhadap status pengetahuan dalam topik kependidikan yang ditemukan
secara hati-hati. Ulasan kepustakaan sering juga disebut rasional penelitian karena
memberikan landasarn rasional tentang mengapa penelitian tersebut perlu dikaitkan
dalam kaitannya dengan kerangka pengetahuan.

Ulasan kepustaan akan memungkinkan pembaca meningkatkan cakrawalanya


dari segi tujuan dan hasil penelitian. Ulasan tersebut biasanya berupa ringkasan dan
rangkuman dari sumber kepustakaan yang relevan dengan masalah penelitian serta
kritik terhadap status pengetahuan dalam topik kependidikan yang ditemukan
secara hati-hati.60 Ulasan kepustakaan sering juga disebut rasional penelitian
karena memberikan landasarn rasional tentang mengapa penelitian tersebut perlu
dikaitkan dalam kaitannya dengan kerangka pengetahuan.

Tujuan utama penulisan ulasan kepustakaan adalah mengorganisasikan jika


penemuan-penemuan penelitian yang pernah dilakukan sehingga pembaca akan
dapat memahami mengapa masalah yang diangkat menunjukkan nilai penting serta
menunjukkan bagaimana masalah tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian
dan pengetahuan yang lebih luas. Karena kompleksnya, masalah penelitian tidak
mungkin diatasi hanya dengan satu penemuan yang terisolasi dari penemuan-
penemuan lainnya. Masalah tersebut hanya dapat dipecahkan jika penemuan dari
satu penelitian dipadukan dengan penelitian yang lain secara kooperatif.
Oleh karena itulah suatu penelitian harus selalu dihubungkan dengan penelitian-
penelitian yang lain. Untuk itu, peneliti dituntut untuk mengetahui dengan seksama
tentang apa saja yang sudah diketahui dalam bidang yang menjadi konsen
penelitiannya. Dengan mengetahui hasil-hasil penting dari penelitian yang pernah
dilakukan, peneliti dapat melihat bagaimana masalah penelitian dan penemuannya
akan dapat dihubungkan dengan hasil penemuan penelitian lain dan bagaimana
kombinasi penemuan tersebut dan penemuannya dapat membantu memberikan
gambaran atau potret pengetahuan yang lebih utuh dan komplit tentang bidang
tersebut.

Ulasan kepustakaan juga dapat dipandang sebagai kontribusi terhadap


penyusunan teori penelitian. Salah satu kelemahan dalam bidang kependidikan adalah
kurang adanya kerangka teori yang dapat dijadikan landasan masalah penelitian.
Keterbatasan kerangka teori dalam bidang tersebut mungkin terjadi karena
kompleksnya hunbungan-hubungan yang ada dalam masalah yang harus dikaji.
Untuk menyusun kerangka tersebut, peneliti dapat melakukan dengan cara
menyusun hasil penelitian yang telah ada, menunjukkan bagaimana hasil-hasil
tersebut saling berhubungan sehingga memberikan suatu organisasi pengetahuan
yang telah ada. Dengan cara ini, peneliti memberikan kerangka yang memperlihatkan
di mana masalah penelitiannya akan dapat mengisi kekurangannya dalam
pengetahuan yang ada. Hal ini akan memberikan alasan logis manfaat dari masalah
yang diangkat dan menunjukkan bagaimana ia dapat membantu melengkapi hasil
penelitian lain untuk memperluas pengetahuan dalam bidangnya.

Lebih lanjut, pengetahuan dari ulasan kepustkaan tersebut berguna untuk


menunjukkan signifikansi masalah, mengembangkan desain penelitian,
menghubungkan hasilnya dengan penelitian yang mendahului, serta memberikan
rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut. Secara lebih rinci, hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Menentukan dan membatasi permasalahan penelitian
2) Meletakkan penelitian pada perspektif sejarah dan asosiasional
3) Menghindari replikasi yang tidak disengaja dan tidak perlu
4) Memilih metodologi yang tepat
5) Menghubungkan penemuan dengan pengetahuan yang ada dan usulan untuk
penelitian lebih lanjut.
Karena fungsinya yang demikian, pembuatan ulasan kepustakaan bukanlah
merupakan hal yang mudah dilakukan. Hal ini menuntut pemahaman yang
komprehensif dari peneliti tentang pengetahuan yang pernah ditulis orang lain dalam
bidang yang menjadi konsennya. Kepustakaan terkait adalah bahan-bahan yang
secara nyata relevan dengan permasalahan seperti hasil penelitian yang pernah
dilakukan yang menjadi pertanyaan yang serupa atau variabel yang sama, rujukan
terhadap teori dan pengajuan empiris terhadap teori, dan kajian masalah praktis yang
lupa.
b. Sumber Ulasan Kepustakaan

Pada dasarnya, ulasan kepustakaan dalam penelitian harus berdasarkan sumber


yang asli ditulis oleh peneliti atau penemu teori itu sendirisecara langsung. Namun
demikian, karya-karya yang dibuat oleh penulis yang tidak secara langsung
melakukan penelitian atau membuat teori juga dapat dijadikan sumber informasi yang
sngat berharga. Kedua sumber tersebut pada umumnya juga dapat diketahui melalui
sumber lain yang berisi informasi tentang keduanya. Dengan demikian, secara garis
besar sumber pengetahuan yang dapat dijadikan acuan dalam ulasan kepustakaan
dapat diklassifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu sumber primer, sumber sekunder,
dan sumber preliminer. Masing-masing sumber tersebut memiliki tujuan dan
karakteristik yang berbeda dalam memberikan informasi pengetahuan.

Sumber primer adalah hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti


atau teoretisi yang orisinil. Sumber ini merupakan deskripsi langsung tentang
kenyataan yang dibuat oleh individu yang melakukan pengamatan atau menyaksikan
kejadian atau oleh individu yang mengemukakan teori yang pertama kali. Dalam
penelitian kependidikan, ini berarti deskripsi penyelidikan oleh peneliti atau deskripsi
teori oleh penemunya. Sumber ini berisi teks laporan penelitian atau teori secara
penuh dan lengkap, detil, dan teknis. Oleh karena itu, ia dapat memberi informasi
yang detiltentang penelitian, teori, dan metodologi yang digunakan untuk menyelidiki
masalah.

Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh
penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartsisipasi dalam
kenyataan yang ia deskripsikan atau bukan penemu teori. Sumber ini berisi tentang
sintesis bahan- bahan yang bersal dari sumber utama, baik secara empiris, maupun
teoritis.

Sumber preliminer adalah bahan-bahan rujukan yang dimaskudkan untuk


membantu seseorang mengidentifikasi dan menemukan sumber primer atau sekunder.
Dengan kata lain, sumber preliminer berisi informasi tentang sumber primer dan
sekunder.

Sumber ini sangat bermanfaat untuk menunjukkan jenis-jenis tertentu yang


diperlukan dalam beberapa ulasan kepustakaan dan untuk mencari bidang subjek
tertentu. Dengan demikian, peneliti akan menghemat biaya, waktu dan tenaga karena
sumber preliminer informasi tentang dimana artikel-artikel, buku-buku, laporan-
laporan, dan dokumen-dokumen lain tentang suatu subyek tertentu dapat ditemukan
dalam sumber primer atau sumber sekunder. Sistematika sumber ini biasanya
diorganisasikan berdasarkan subyek, meskipun seringkali berisi indeks yang lain,
seperti nama penulis. Ada dua macam sumber preliminer yaitu : indeks dan abstrak.
Indeks biasanya hanya berisi informasi kunci tentang bahan pustaka primer atau
sekunder, yakni penulis, judul, dan tempat penerbitan (misal nama jurnal atau
majalah, volume, nomor, dan halaman). Abstrak berisi rangkuman singkat tentang
laporan penelitian, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan seperti tesis,
disertasi dan laporan penelitian yang lainnya beserta bibliografi dan diterbitkan secara
berkala.
BAB III

KESIMPULAN

Tinjauan pustaka (literature review) adalah ringkasan tertulis mengenai artikel


dari jurnal, buku dan dokumen lain yang mendeskripsikan teori serta informasi baik
masa lalu maupun saat ini, mengorganisasikan pustaka ke dalam topik dan dokumen
yang dibutuhkan untuk proposal penelitian.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder erasal
dari jurnal penelitian, artikel, penelitian terdahulu seperti skripsi, tesis, disertasi
maupun data dari situs internet yang sesuai dengan masalah yang hendak dikaji.
MAKALAH
DESAIN RAGAM HIAS

Disusun oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7

Dosen Pengampu : EKA TUSYANA, M.Pd


Mata Kuliah : Pendidikan Keterampilan MI

UNIVERSITAS ISLAM AN–NUR LAMPUNG SELATAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah
atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad. Salah satu dari buku yang
popular ialah buku Indonesische siermotieven yang disusun oleh Van Der Hoop pada
tahun 1949.

Pada buku itu kelihatan jenis-jenis ornamen sekitar suku-suku bangsa Bali dan
Jawa, sedang dari daerah lain masih belum lengkap sehingga dapat dikatakan bahwa
buku itu belum dapat mewakili ragam hias Indonesia. Ornamen Batak pada buku itu
hanya beberapa pola saja, yaitu berupa gambar cecak sebagai hiasan pintu lumbung.

Ragam hias adalah elemen-elemen dekorasi yang diperoleh dengan meniru


atau mengembangkan bentuk-bentuk yang ada di alam yang divisualisasikan pada
permukaan suatu benda. Ditinjau dari pengertian etimologinya, ornamen berasal dari
bahasa Latin ornare yang berarti menghiasi, sesuatu yang mulanya kosong menjadi
terisi hiasan sehingga tidak kosong. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(1995:708), ornamen mempunyai arti: (1) hiasan dalam arsitektur, kerajinan tangan,
(2) hiasan yang dibuat (digambar atau dipahat) pada candi (gereja atau gedung lain).

B. Rumusan masalah

1. Menjelaskan tentang defenisi ragam hias, pola hias, unsur-unsur desain ragam
hias,prinsip ragam hias, jenis motif.

2. Menjelaskan jenis-jenis pola hias

3. Jenjelaskan jenis-jenis ragam hias dekoratif, naturalis, geometris


BAB II

DEFENISI RAGAM HIAS

Pengertian Ragam Hias, secara etimologis frase ragam hias berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “ornare”, yang artinya hiasan atau menghias. Seni ragam hias dibuat
dengan tujuan mengisi kekosongan permukaan dari suatu karya seni. Selain mengisi
kekosongan permukaan, komponen seni yang satu ini dibuat dengan tujuan
memperindah hasil karya seni. Adanya variasi ragam hias pada suatu karya seni juga
dapat menambah nilai jual.

Ragam hias, atau juga dikenal sebagai ornamen, merupakan salah satu bentuk
seni rupa yang sangat melekat dengan identitas bangsa Indonesia. Ragam hias dapat
diartikan sebagai hiasan berupa pola berulang yang biasanya dibuat pada suatu karya
seni. Berbagai macam ragam hias dapat kita temukan di Indonesia, entah itu pada kain
batik, kain tenun, kain songket, candi, dan tempat persembahyangan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor sejarah dan budaya yang ada di nusantara.

POLA HIAS

Pola hiasan adalah rangkaian atau susunan motif, dengan jarak dan ukuran
tertentu pada sebuah bidang, sehingga menghasilkan hiasan yang jelas arahnya. Hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat pola hiasan adalah menentukan motif yang
tepat sesuai dengan fungsi bidang yang akan dihias, sesuai dengan penempatan atau
kegunaannya. Berikut contoh pola hias.
UNSUR-UNSUR DESAIN RAGAM HIAS

Unsur desain dapat diartikan sebagai bahan dasar, komponen, atau media yang
digunakan dalam pembuatan suatu desain. Setiap unsur desain mempunyai ciri ciri
dan keunikan tersendiri. Karena itu seseorang desainer yang akan mengubah atau
menyusun unsur-unsur desain menjadi sebuah karya desain, tentunya harus
memahami dengan baik unsur-unsur seni tersebut, baik kualitasnya maupun kekuatan
serta keterbatasan tiap-tiap unsur, tentunya akan membantu desainer lebih mudah
untuk untuk memadupadankannya sehingga harapan untuk dapat menghasilkan karya
dengan nilai estetis tinggi, inovatis, dan kreatif dapat tercapai.

Unsur desain digunaka untuk mewujudkan desain sehingga orang lain dapat
membaca dan menerima seni rupa, elemen-elemen desain atau unsur-unsur desain
tersebut terdiri dari garis, arah, bentuk, unsur, ukuran, value, dan warna.

Saat mendesain semua unsur tersebut sebaiknnya diterapkan. Minimal ada empat
unsur atau elemen pokok yang harus dipahami desainer dalam sebuah rancangan rias
busana, meliputi :

1. Garis dan siluet pada struktur busana, yaitu bentuk bagian luar yang meruoakan
garis batas dan model busana. Sedangkan pasa hiasan busana, garis yaitu yang
membentuk garis hiasan dan motif ragam hias pada detail atau bagian-bagian
pakaian.

2. Bentuk dan motif yaitu pola, ukuran bagian luar yang merupakan garis batas
ragam hias yang akan dibuat pada bagian rancangan pakaian.

3. Warna yaitu corak warna yang dihasilkan dari kembinasi warna,value/ tingkatan
warna atau nada yang gelap terang.

4. Bahan dan permukaaan yaitu tekstur dari bahan dasar dan bahan penghias. Sifat
permukaan bahan misalnya lembut, mengkilap, berbulu, dan bercahaya atau
kusam, kaku atau lemes, dan tembus atau terang.

PRINSIP DESAIN RAGAM HIAS

Prinsip desain merupakan suatu hukum kombinasi, yaitu bagaimana unsur–unsur


desain disusun, dipadukan atau dikombinasikan untuk menghasilkan suatu efek
tertentu. Prinsip desain memberikan suatu tuntunan bagaimana memilih,menggunakan
atau mengmkobinasikan unsur–unsur desain menurut prosedur–prosedur tertentu.
Prinsip–prinsip desain mencakup : harmoni, proporsi, keseimbangan, irama, dan
aksen.

A. Harmoni

Harmoni adalah suatau prinsip dalam seni yang menunjukkan kesan adanya kesatuan
melalui pemilihan, penggunaan dan penyusunan obyek serta ide-ide. Suatu susunan
dikatakan harmoni apabila semua obyek dalam suatu kelompok tampak memiliki
persamaan, di samping itu letak garis–garis dalam prinsip harmoni, yaitu : garis dan
bentuk, ukuran, tekstur, ide dan warna.

1. Harmoni dalam garis dan bentuk

Garis jika disusun atau dikombinasikan akan menghasilkan bentuk. Bentuk dari
susunan garis ini tampak harmoni apabila menggunakan macam–macam garisyang
yang dikombinasikan secara serasi. Harmoni dalam garis dan bentuk dapat diperoleh
dengan cara : pengulangan, kontras dan peralihan.

2. Harmoni dalam ukuran

Harmoni dalam ukuran dapat dilihat dari adanya keserasian pada besar kecilnya
motif hias dalam suatu desain, maupun keserasian antarabesarnya motif hias dengan
benda yang akan dihias.

3. Harmoni dalam tekstur

Tekstur atau sifat dari permukaan kain (tekstil) selain dapat dilihat juga dapat
diraba.Untuk memperoleh harmoni dalam tekstur seyogyanya kain halus dipadukan
dengan kain yang halus pula.

4. Harmoni dalam ide

Harmoni dalam ide dimaksudkan ialah bahwa ide untuk mewujudkan suatu
hiasan hendaknya memperhitungkan pula jenis ataupun teknik hiasannya.

5. Harmoni dalam warna

Harmoni dalam warna dimaksudkan bahwa pemilihan atau penggunaan


kombinasi warna yang serasi. Suatu desain yang baik hendaknya memperhatikan
prinsip pemilihan warna.
B. Proporsi

Proporsi dalam prinsip desain dimaksudkan adalah adanya hubungan yang


proporsional antara satu bagian dengan bagian lainnya dalam suatu susunan desain.
Proporsi dapat diperoleh dengan cara :

1. Memperhatikan proporsi ukuran suatu bidang atau obyek. Misalnya standar


proporsi yang baik untuk segi empat panjang yaitu dua banding tiga.
2. Membuat perubahan untuk menghasilkan ukuran atau bentuk yang lebih enak
dipandang.
3. Dalam membagi suatu bidang menjadi dua bagian yang sama, hendaknya pusat
perhatian tidak diletakkan ditengah–tengah, tetapi agak digeser ke tepi.

C. Keseimbangan

Suatu keseimbangan dapat diwujudkan apabila penggunaan unsur–unsur


desain,seperti garis, bentuk, warna dan unsur–unsur lainnya dalam suatu desain dapat
memberikan perasaan puas. Rasa puas diartikan keseimbangan yang ditampilkan dari
suatu desain memberikan perasaan ketenangan dan kestabilan.Pengaruh ketenangan
ini dapat dicapai dengan cara mengelompokkan bentuk, warna, garis yang dapat
menimbulkan perhatian sama, baik pada bagian (bidang) kiri maupun kanan dari titik
tengah (pusat).Untuk mendapatkan keseimbangan, dua obyek yang sama beratnya,
hendaknya ditempatkan pada jarak yang sama dari titik pusat. Jika beratnya tidak
sama, obyek yang lebih berat digeser ke arah pusat dan obyek yang lebih ringan agak
dijauhkan dari pusat. Terdapat tiga macam jenis keseimbangan, yaitu :

1. Keseimbangan formal (bisimetri)


Penempatan obyek pada bagian kiri dan kanan, jaraknya sama dari titik pusat.
2. Keseimbangan informal (occult)
Obyek pada bagian kiri dan kanan beratnya/perhatiannya tidak sama dan jarak
penempatannya dari titik pusat tidak sama.
3. Keseimbangan obvicus Obyek pada bagian kiri dan bagian kanan tidak serupa,
tetapi keduanya mempunyai daya tarik yang sama.
D. Irama

Irama merupakan salah satu prinsip desain yang dapat diamati dengan adanya
suatu bentuk pergerakan yang teratur atau alun yang membentuk suatu irama atau
ritme. Suatu obyek pergerakan yang berirama dapat dicapai melalui tiga cara yaitu :
pengulangan bentuk, peralihan ukuran atau gradasi, pergerakan garis yang tak putus,
pergerakan radiasi atau pancaran.

1. Pengulangan bentuk

Pengulangan bentuk secara teratur pada jarak tertentu pada suatu desain akan
menciptakan pergerakan yang membawa pandangan mata dari satu obyek ke obyek
berikutnya. Pengulangan bentuk dengan proporsi dan jarak yang baik, akan
memberikan kesan menyenangkan. Dan pengulangan bentuk yang dilakukan beberapa
kali akan memberi pengaruh ketenangan. Pengulangan bentuk dalam desain hiasan,
banyak digunakan untuk menghias suatu pinggiran.

2. Peralihan ukuran

Irama dapat diperoleh melalui peralihan ukuran atau gradasi mulai dari yang besar
ke kecil atau sebaliknya. Peralihan ukuran. dapat berupa peralihan ukuran yang
monoton dan peralihan yang bervariasi. Peralihan ukuran pada desain hias, dapat
berupa peralihan ukuran motif hias, misalnya untuk taplak meja makan dengan serbet
makan, motifnya dapat berbeda dalam ukuran sesuai dengan besarnya bidang yang
dihias.

3. Pergerakan berirama

Pergerakan berirama pada motif hias dapat diperoleh melalui garis hias yang tak
terputus, baik berupa garis lurus maupun garis lengkung. Pada teknik menghias kain
pergerakan berirama banyak digunakan untuk teknik melekatkan benang, pita, biku-
biku, renda.

4. Radiasi

Radiasi adalah sejenis pergerakan yang memancar dari titik pusat dan membentuk
suatu irama. Motif bentuk radiasi dalam desain hiasan dapat diterapkan untuk hiasan
leher yang memancar sampai dada, atau sebagai hiasan pusat.

E. Aksen

Aksen adalah suatu desain hias dikenal dengan istilah pusat perhatian,
emphasisatau centre of interest.

Aksen merupakan pusat perhatian dalam suatu desain hias, aksen akan menuntun
pandangan mata pada sesuatu yang penting dalam desain tersebut, dan baru beralih
pada bagian lain. Dalam suatu desain hias obyek yang menarik, indah atau penting
dapat ditonjolkan sebagai pusat perhatian dan obyek lainnya dapat dijadikan latar
belakang. Untuk menciptakan aksen dapat dilakukan dengan cara :Penggunaan warna,
garis, bentuk dan ukuran yang kontras, serta pemberian hiasan.Untuk menghias kain
misalnya warna gelap dapat digunakan sebagai latar belakang dan hiasannya dapat
menggunakan warna kontras atau sebaliknya. Penggunaan hiasan berupa garis yang
diletakkan ditepi kerah atau penggunaan biku–biku ditepi rok anak akan membentuk
suatu aksen yang menarik.
BAB III

KESIMPULAN

Ragam hias disebut juga ornamen, merupakan salah satu bentuk karya seni rupa yang
sudah berkembang sejak zaman prasejarah, Indonesia sebagai negara kepulauan yang
memiliki keragaman budaya memilik banyak ragam hias. Variasi ragam hias biasanya khas
untuk suatu unit budaya pada era tertentu, sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para
sejarahwan atau arkeolog.

FAKTOR PENGARUH RAGAM HIAS


 Lingkungan alam
 Flora
 Fauna

Manusia Keinginan untuk menghias merupakan naluri atau insting manusia. Faktor
kepercayaan turut mendukung berkembangnya ragam hias karena adanya perlambangan
dibalik gambar. Ragam hias memiliki makna karena disepakati oleh masyarakat
penggunanya
MAKALAH
PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

Disusun Oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7

Dosen Pengampu : Wasilatul Rofiqoh, M.Pd


Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM AN-NUR LAMPUNG SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelajaran adalah tempat pendidikan terjadi. Semua aspek sekolah yang lain, mulai dari
gedung, bis, hingga administrasi dirancang untuk mendukung guru menyampaikan pelajaran
yang efektif; semua kegiatan itu bukan mendidik. Kebanyakan guru menghabiskan
kebanyakan waktu pengajaran mereka untuk memberikan pelajaran. Pelaksanaan pelajaran
yang efektif adalah inti keahlian guru. Beberapa aspek penyajian pelajaran harus dipelajari di
tempat; guru yang baik akan makin mahir dalam pelajaran setiap tahun. Namun, pakar
psikologi pendidikan telah meneliti unsur-unsur yang terdapat dalam pelajaran yang efektif,
dan kita mengetahui banyak hal yang berguna dalam pengajaran sehari-hari pada setiap
tingkatan kelas dan pada setiap mata pelajaran (Arends, 2004; Good & Brophy, 2003;
Sternberg & Horvath, 1995).

Pelajaran yang efektif menggunakan banyak metode, strategi, model atau pendekatan
dalam pengajaran. Dalam membahas suatu topik pelajaran, sebaiknya memilih dan
menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Adapun
beberapa pengajaran yang efektif seperti dengan cara menggunakan model pengajaran
langsung, metode diskusi, pendekatan konstruktivis, dan masih banyak yang lainnya.
Penggunaan cara-cara tersebut sering disajikan sebagai filosofi yang berbeda dan perang
ideologi tentang mana yang terbaik terus berlanjut tanpa henti. Namun, hanya sedikit guru
berpengalaman yang menyangkal bahwa guru harus mampu menggunakan semua pendekatan
itu dan harus tahu kapan menggunakan masing-masing.

Guru sebagai pembimbing diharapkan mampu menciptakan kondisi yang strategi yang
dapat membuat peserta didik nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut. Dalam
menciptakan kondisi yang baik, hendaknya guru memperhatikan dua hal: pertama, kondisi
internal merupakan kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan,
keamanannya, ketentramannya, dan sebagainya. Kedua, kondisi eksternal yaitu kondisi yang
ada di luar pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan serta keadaan
lingkungan fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan fisik yang
baik dan teratur, misalnya ruang belajar harus bersih, tidak ada bau-bauan yang dapat
mengganggu konsentrasi belajar, ruangan cukup terang, tidak gelap dan tidak mengganggu
mata, sarana yang diperlukan dalam belajar yang cukup atau lengkap. Dalam makalah ini
membahas metode pengajaran efektif yang dapat digunakan oleh guru untuk memindahkan
informasi dengan cara yang paling mungkin membantu siswa memahami, menggabungkan,
dan menggunakan konsep dan kemampuan baru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini
yaitu:
1. Apa yang dimaksud pembelajaran efektif?
2. Bagaimana karakteristik pembelajaran efektif?
3. Metode pembelajaran efektif.

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan maslah tersebut di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran efektif.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik pembelajaran efektif.
3. Untuk mengetahui metode pembelajaran efektif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembelajaran Efektif

Efektif itu artinya mencapai target yang ditetapkan dalam rencana. Oleh karena itu,
perencanaan pembelajaran yang efektif adalah yang menetapkan kriteria target dan guru
melakukan pengukuran pencapaian. Jadi, mengajar yang efektif itu jika pelaksanaannya
terdapat instrumen untuk mengukur keberhasilan dan melaksanakan pengukuran.
Pembelajaran yang efektif dapat juga dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses,
pembelajaran dianggap efektif jika siswa terlibat secara aktif melaksanakan tahapan-tahapan
prosedur pembelajaran. Dari segi hasil, dianggap efektif jika tujuan pembelajaran dikuasai
siswa secara tuntas.

Pembelajaran dilakukan mulai dari perencanaan yang matang, pembuatan perangkat


pembelajaran, pemilihan strategi, media, teknik, metode pembelajaran, hingga evaluasi
pembelajaran yang semua itu saling berkesinambungan. Salah satu yang perlu diperhatikan
dalam pembelajaran adalah penggunaan metode-metode pembelajaran yang efektif dan
sesuai dengan peserta didiknya agar dalam pembelajaran yang dilakukan dapat lebih variatif
dan berjalan lancar. Penggunaan model pembelajaran ini juga disesuaikan dengan materi
yang akan diajarkan sehingga kesesuaian antara keduanya dan semua komponen menjadi
tepat guna.

B. Karakteristik Pembelajaran Efektif

Pembelajaran dapat efektif apabila mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan


sesuai dengan indikator pencapaian. Untuk mengetahui bagaimana memperoleh hasil yang
efektif dalam proses pembelajaran, maka sangat penting untuk mengetahui ciri-cirinya.
Adapun Pembelajaran yang efektif dapat diketahui dengan ciri:

1. Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan
mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara
fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
2. Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas menjadi
hidup,
3. Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru
akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
4. Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling
menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
5. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
6. Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari sendiri,
sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih
percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
7. Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor
penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan jika diperlukan.

C. Pengajaran Langsung

Kadang-kadang, cara yang paling efektif dan efisien untuk mengajari siswa ialah guru
menyajikan informasi, kemampuan, atau konsep secara langsung (Bligh, 2000; Good &
Brophy, 2003; Gunter, Estes & Schwab, 2003 dalam Slavin 2011). Istilah pengajaran
langsung (direct instruction) digunakan untuk menjelaskan pelajaran dimana guru
memindahkan informasi langsung kepada siswa, dengan menata waktu pelajaran untuk
mencapai beberapa tujuan yang ditentukan dengan jelas seefisien mungkin. Pengajaran
langsung sangat tepat digunakan untuk mengajarkan isi informasi atau kemampuan yang
telah didefenisikan dengan baik yang harus dikuasai semua siswa (Gubter, Estes & Schwab,
2003 dalam Slavin 2011). Pengajaran langsung dianggap kurang tepat digunakan apabila
perubahan konseptual yang mendalam merupakan tujuan atau apabila penjajakan, penemuan,
dan tujuan terbuka menjadi objek pengajaran. Namun, riset baru-baru ini telah mendukung
gagasan bahwa pengajaran langsung juga dapat digunakan lebih efektif daripada penemuan
dibidang pengembangan konseptual. Uraian singkat diatas tentang bagian-bagian pelajaran
pengajaran langsung ada dibawah ini:

1. Sebutkan tujuan pembelajaran dan arahkan siswa kepelajaran: Beri-tahukan kepada


siswa apa yang akan mereka pelajari dan kinerja apa yang diharapkan dari mereka.
Ransang selera siswa terhadap pelajaran tersebut dengan menyampaikan kepada mereka
betapa menarik, penting, atau relevan secara pribadi pelajaran tersebut bagi mereka.
2. Bahas kembali prasyarat: Periksa setiap kemampuan atau konsep yang diperlukan siswa
untuk memahami pelajaran hari ini.
3. Sajikan bahan baru: Berikan pelajaran, dengan menyajikan informasi, memberikan
contoh, memperagakan konsep, dan seterusnya.
4. Lakukan pemeriksaan pembelajaran: Ajukan pertanyaan kepada siswa untuk menilai
tingkat pemahaman mereka dan perbaiki pemahaman mereka yang keliru.
5. Berikan latihan mandiri: Berikan kepada siswa kesempatan melatih sendiri kemampuan
baru atau menggunakan sendiri informasi baru.
6. Nilailah kinerja dan berikan umpan balik: Periksa pekerjaan latihan mandiri atau
berikan ujian singkat. Berikan umpan balik tentang jawaban yang benar dan ajarkan
kembali kemampuan jika perlu.
7. Berikan latihan terdistribusi dan bahas kembali: Tugaskan pekerjaan rumah untuk
memberikan latihan terdistribusi tentang bahan baru tersebut. Dalam pelajaran berikut,
ulangi kembali bahan dan sediakan kesempatan latihan untuk meningkatkan kemungkinan
siswa mengingat apa yang mereka pelajari dan mampu menerapkannya ke dalam
lingkungan yang berbeda.

Adapun sintaks model pembelajaran langsung yaitu sebagai berikut:

Fase-Fase Perilaku Guru


Fase 1 : Establishing Set Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar
Menyampaikan tujuan dan belakang, mempersiapkan peserta didik untuk belajar.
mempersiapkan peserta didik
Fase 2 : Demonstrating Mendemonstrasikan keterampilan yang benar,
Mendemonstrasikan menyajikan informasi tahap demi tahap
pengetahuan atau keterampilan
Fase 3 : Guided Practice Merencanakan dan memberi pelatihan awal
Membimbing pelatihan
Fase 4 : Feedback Mengecek apakah peserta didik telah berhasil
Mengecek pemahaman dan melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
memberikan umpan balik
Fase 5 : Extended Practice Mempersiapkan kesempatan untuk melakukan pelatihan
Memberikan kesempatan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan
untuk pelatihan lanjutan dan kepada situasi lebih kompleks terhadap kehidupan
penerapan sehari-hari
D. Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan konstruktivis terhadap pengajaran biasanya memanfaatkan secara besar-


besaran pembelajran kooperatif. Cooperative learning dilakukan dengan cara membagi
peserta didik dalam beberapa kelompok atau tim. Setiap kelompok/tim terdiri dari beberapa
peserta didik yang memiliki kemampuan berbeda. Guru memberi tugas atau permasalahan
untuk dikerjakan atau dipecahkan oleh masing-masing kelompok/tim. Satu kelompok
memiliki empat sampai enam anggota. Johnson & Johnson (1994) menegaskan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki lima elemen dasar yaitu: (1) positive interdependence –
yaitu peserta didik harus mengisi tanggung jawab belajarnya sendiri dan saling membantu
dengan anggota lain dalam kelompoknya; (2) face to face interaction yaitu peserta didik
memiliki kewajiban untuk menjelaskan apa yang dipelajari kepada peserta didik lain yang
menjadi anggota kelompoknya; (3) individual accountability yaitu masing-masing peserta
didik harus menguasai apa yang menjadi tugas dirinya di dalam kelompok; (4) social skill
yaitu masing-masing anggota harus mampu berkomunikasi secara efektif, menjaga rasa
hormat dengan sesama anggota dan bekerja bersama untuk menyelesaikan konflik; (5) group
processing, kelompok harus dapat menilai dan melihat bagaimana tim mereka telah
bekerjasama dan memikirkan bagaimana agar dapat memperbaikinya.

Fase-Fase Perilaku Guru


Fase 1 : Present Goals and Set Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
Menyampaikan tujuan dan peserta didik siap belajar
mempersiapkan peserta didik
Fase 2 : Present Information Mempresentasikan informasi kepada peserta didik
Menyajikan informasi secara verbal
Fase 3 : Organize students into Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang
learning teams tata cara pembentukan tim belajar dan membantu
Mengorganisir peserta didik ke kelompok melakukan transisi yang efisien
dalam tim-tim belajar
Fase 4 : Assist Team work and study Membantu tim-tim belajar selama peserta didik
Membantu kerja tim dan belajar mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai
Mengevalusi materi pembelajaran atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognition Mempersiapan cara untuk mengakui usaha dan prestasi
Memberikan pengakuan atau individu maupun kelompok.
penghargaan

E. Metode Pembelajaran Aktif Konvensional


1. Ceramah (lectures) dan bertanya (questions)

Metode ceramah dan bertanya menjadi dasar dari semua metode


pembelajaran lainnya. Metode ceramah dan bertanya merupakan strategi dimana
guru memberi presentasi lisan dan peserta didik dituntut menanggapi atau mencatat
penjelasan guru. Supaya lebih hidup, metode ceramah dapat diselingi dengan tanya
jawab. Ceramah digunakan untuk menjelaskan informasi dalam waktu singkat atau
untuk mengawali dan menjelaskan tugas belajar. Rosenshine dan Stevens (1986)
menjelaskan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penerapan metode
ceramah yaitu: (1) tujuan dan inti pelajaran dinyatakan secara jelas; (2) presentasi
dilakukan setahap demi setahap; (3) menggunakan prosedur khusus dan kongkrit; (3)
mengecek pemahaman siswa.

Questions digunakan apabila guru melakukan tanya jawab untuk mengetahui


pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah. Meskipun metode ini sederhana,
tetapi ada beberapa tipe-tipe pertanyaan yang perlu diketahui antara lain: pertanyaan
terfokus (focusing question) yaitu pertanyaan yang hanya digunakan untuk
mengetahui perhatian atau pemahaman peserta didik pada topik yang dipelajari.
Prompting questions yaitu pertanyaan yang menggunakan isyarat (hint) dan petunjuk
(clues) sebagai alat peserta didik dalam mengingat jawaban atau membantu peserta
didik menjawab pertanyaan dengan menyebutkan huruf atau kata awalnya.

2. Resitasi (recitation)

Resitasi digunakan untuk mendiagnosis kemajuan belajar siswa. Resitasi


menggunakan pola: guru bertanya, peserta didik merespon dan guru memberi reaksi.
Gage dan Berliner (1998) mencatat bahwa secara umum resitasi digunakan dalam
review, pengantar materi baru, mengecek jawaban, praktek dan mengecek
pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran dan ide-idenya.
3. Praktik dan latihan (practice and drills)
Praktik dilakukan setelah materi dipelajari dan sebaiknya dilakukan di luar jam
belajar atau setelah guru melakukan demonstrasi. Drill digunakan ketika peserta didik
disuruh mengulang informasi pada topik-topik khusus sampai peserta didik dapat
menguasai topik yang diajarkan. Praktik dan latihan melibatkan pengulangan (repetition)
untuk membantu peserta didik memiliki pemahaman yang lebih baik dan mudah
mengingat kembali informasi yang sudah disampaikan pada saat diperlukan.

F. Metode Diskusi

Metode diskusi secara umum menunjukkan kegiatan belajar mengajar yang tidak
berpusat pada guru dan peran guru dalam pembelajaran tidak eksplisit. Pencapaian
kompetensi pada mata pelajaran teori sering menggunakan metode diskusi supaya peserta
didik aktif dan memperoleh pengetahuan berdasarkan hasil temuannya sendiri. Beberapa
metode diskusi yang memberi peluang untuk menciptakan suasana aktif dan menyenangkan
antara lain.

1. Panel dan debat

Panel, simposium, task force dan debat melibatkan sekelompok peserta didik untuk
menjadi informan tentang topik khusus, dan peserta didik menyampaikan informasi
tersebut secara interaktif dalam diskusi. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik
yang unik. Panel dan debat dirancang untuk membantu memahami sejumlah titik pandang
yang berhubungan dengan topik atau isu-isu. Panel dilakukan dalam setting formal yang
melibatkan empat sampai enam partisipan (panelis) dengan topik yang berbeda-beda di
depan pendengar/siswa. Masing-masing patisipan membuat pernyataan terbuka.
Simposium mirip dengan diskusi panel tetapi lebih banyak melibatkan penyajian informasi
formal oleh masing-masing anggota panel. Task force serupa dengan panel, tetapi topik
yang dibahas telah diteliti sebelum disajikan. Debat merupakan diskusi formal oleh dua
tim pembicara yang berbeda pandangan. Panel dan debat diarahkan dapat dimanfaatkan
oleh seluruh kelas melalui sesi tanya jawab untuk melengkapi informasi yang belum
dikuasainya.
Metode debat sangat potensial untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Peserta didik dibagi ke
dalam beberapa kelompok, yang mengambil posisi pro dan kontra. Selanjutnya kelompok
pro dan kontra melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Guru mengevaluasi
setiap peserta didik tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif peserta didik terlibat dalam prosedur debat. Dalam
pembelajaran dengan metode ini peserta didik juga belajar keterampilan sosial seperti
peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material
manager), atau moderator. Guru berperan sebagai pemonitor proses belajar.

Langkah-langkah debat:
1) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua
kelompok diatas
3) Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro
untuk berbicara dan saat itu pula ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra
demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan
pendapatnya.
4) Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari
setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru
terpenuhi
5) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6) Guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada
topik yang ingin dicapai berdasarkan data yang tercatat di papan tulis.

Debat sering digunakan untuk mendalami masalah sosial, politik, hukum, dan agama.
Masalah yang diangkat untuk debat sebaiknya dipilih masalah yang sedang aktual. Contoh
materi pelajaran yang dapat menggunakan metode debat:
1) Agama: Pro dan kontra kawin siri, poligami, perceraian, nikah usia dini, dsb
2) Kebijakan: Pro dan kontra kebijakan bill out Bank Century, Badan Hukum Pendidikan,
Sekolah Bertaraf Internasional, dsb.
3) Sosiologi: Pro dan kontra masalah tenaga kerja, pembangunan pemukiman, bantuan
rakyat miskin, dsb
2. Jigsaw
Jigsaw merupakan metode diskusi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat
sampai enam anggota. Materi pelajaran dibagi menjadi beberapa subtopik dan setiap
anggota kelompok bertanggung jawab untuk memahami satu subtopik. Anggota tim dari
kelompok lain yang telah mempelajari subtopik yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli
(expert group) untuk mendiskusikan subtopik mereka. Selanjutnya, setelah berdiskusi
dalam kelompok ahli, peserta didik kembali ke kelompok yang semula untuk mengajarkan
atau menyampaikan subtopik kepada anggota kelompoknya sendiri. Ahli dalam subtopik
lainnya juga bertindak serupa, sehingga seluruh peserta didik dapat menguasai seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru.

Langkah-langkah Jigsaw:
1) Peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok/tim
2) Setiap anggota kelompok diberi tugas mempelajari materi yang berbeda
3) Anggota yang telah mempelajari bagian/sub bab bertemu dengan anggota dari
kelompok lain yang mempelajari bagian/sub bab yang sama untuk membentuk
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang mereka pelajari
4) Setelah selesai diskusi dengan tim ahli, tiap anggota tim ahli kembali ke kelompok
asalnya masing-masing dan menyampaikan hasil diskusinya secara bergantian sampai
semua anggota kelompok menguasai semua materi yang didiskusikan.
5) Guru memberi evaluasi hasil belajar kelompok tersebut
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian


pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal
balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
pembelajaran.
Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar yang
bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses
pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan,
ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif ditinjau dari kondisi dan suasana serta
upaya pemeliharaannya, maka guru selaku pembimbing harus mampu melaksanakan
proses pembelajaran tersebut secara maksimal. Selain itu untuk menciptakan suasana dan
kondisi yang efektif dalam pembelajaran harus adanya factor factor pendukung tertentu
seperti lingkungan belajar, keahlian guru dalam mengajar, fasilitas dan sarana yang
memadai serta kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik.
Upaya-upaya yang tersebut merupakan usaha dalam menciptakan sekaligus
memelihara kondisi dan suasana belajar yang kondusif, optimal dan menyenangkan agar
proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran prestasi
dapat dicapai dengan maksimal.
MAKALAH
Kepemimpinan Pendidikan

Disusun Oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7

Dosen Pengampu : JANNAH ULFA, M.Pd


Mata Kuliah : Studi Kepemimpinan

UNIVERSITAS ISLAM AN–NUR LAMPUNG SELATAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan


pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercepai secara efektif dan
efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemimpin pendidikan?
2. Apa fungsi kepemimpinan pendidikan?
3. Bagaimana tipe-tipe kepemimpinan pendidikan?
4. Apa gaya kepemimpinan kepala sekolah?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian pemimpin pendidikan,
mengetahui bagaimana funsgi kepemimpinan pendidikan, mengetahui tipe-tipe kepemimpinan
pendidikan, dan mengetahui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Tentunya makalah ini
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai kepemimpinan di dalam pendidikan,
dan tentunya member manfaat bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan dalam kesiapan yang


dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan, mengarahkan, dan jika perlu memaksa orang lain atau kelompok agar dapat
menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya terbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya
suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Beberapa definisi kepemimpinan yang dikutip dari Purwanto, 2012:26-27 adalah:
1. Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat atau watak yang
memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normatif (Etzoni),
2. Pemimpin adalah individu di alam kelompok yang memberikan tugas- tugas pengarahan
dan pengordinasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fiedler),
3. Kepemimpinan dalam organisasi-organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan
keputusan-keputusan (Dubin),
4. Hakikat kepemimpinan organisasi adalah penambahan pengruh terhadap dan di atas
pelaksanaa mekanis pengarahan-pengarahan rutin dari suatu organisasi (Ketz dan Kahn),
5. Kepemimpinan terjadi di dalam kelompok dua orang yang lebih, dan pada umumnya
melibatkan pemberian pengaruh terhadap tingkah laku anggota kelompok dalam
hubungannya dengan pencapaian tujuan-tujuan kelompok (House dam Baetz).

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar
mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Hakikat dan arti kepemimpinan dapat didasarkan atas tiga komponen yaitu (1) ciri atau
sifat lembaga atau jabatan, (2) tabiat atau watak seseorang, dan (3) kategori tingkah laku aktual.
Katz dan Kahn (dalam Purwanto, 2012:27).
Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercepai secara efektif dan
efisien.
B. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Menurut Soetopo,1988:4-7 (dalam Prasetyo, 2014:2-3) ada dua fungsi kepemimpinan
pendidikan berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai antara lain:
1. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai
antara lain:
(a)Memikir, merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota-
anggota selalu dapat menyadari dalam bekerja sama mencapai tujuan itu,
(b)memberi dorongan kepada para anggota kelompok serta menjelaskan situasi dengan
maksud untuk dapat ditemukan rencana-rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan baik,
(c)membantu para anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang
perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan-pertimbangan yang sehat,
(d)menggunakan kesanggupan-kesanggupan dan minat khusus dari anggota kelompok,
(e)memberi dorongan kepada setiap anggota untuk melahirkan peranan, pikiran, dan memilih
buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh
kelompok,
(f) memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingabn
bersama.

2. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang berhubungan dengan penciptaan suasana pekerjaan


yang sehat, antara lain:
(a)Memupuk dan memelihara kesediaan kerjasama didalam kelompok demi tercapainya
tujuan bersama,
(b)menanamkan dan memupuk perasaan pada anggota masing-masingmelalui penghargaan
terhadap usaha-usahanya,
(c)mengusahakan suatu tempat pekerjaan yang menyenangkan baik ruangan, baik fasilitas
maupun situasi,
(d)menggunakan kelebihan-kelebihan yang terdapat pada pimpinan untuk memberi
sumbangan dalam kelompok menuju pencapaian tujuan bersama.

C. Tipe-Tipe Kepemimpinan Pendidikan

Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasaaan yang


memproyeksikan diri dalam bentuk sikap kepemimpinan, sifat dan kegiatan yang dikembangkan
dalam lembaga pendidikan yang akan dipimpinnya sehingga akan mempengaruhi kualitas hasil
kerja yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.

Bentuk-bentuk kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-


hari. Tetapi disekolahpun terdapat berbagai macam tipe kepemimpinan ini. Sebagai pemimpin
pendidikan yang officiat leader, yang cara kerja dan cara bergaulnya dapat
dipertanggungjawabkan dan bisa menggerakkan orang lain untuk turut serta mengerjakan
sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Berdasarkan sifat dan konsep kepemimpinan maka
ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu:
1. Tipe otoriter (the autocratic style of leadership)
Pada kepemimpinan yang otoriter, semua kebijakan atau “policy” dasar ditetapkan oleh
pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya. Semua
perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya
organisasi hanya tergantung pada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib
dan tidak boleh dibantah.

2.Tipe Laissez faire (laissez-faire style of leadership)


Pada tipe “laissez faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk
pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia
hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok
atau staf lembaga pendidikan itu.
Pemimpin ingin turun tangan bilamana diminta oleh staf, apabila mereka meminta
pendapat-pendapat pemimpin tentang hal-hal yang bersifat teknis, maka barulah ia
mengemukakan pendapat-pendapatnya. Tetapi apa yang dikatakannya sama sekali tidak
mengikat anggota. Mereka boleh menerima atau menolah pendapat tersebut.
Apabila hal ini kita jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan menyelenggarakan
rapat guru biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala Sekolah), tetapi bisa
dilakukan tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah tersebut
menghendakinya.
3. Tipe demokratis (democratic style of leadership)
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh
anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian
akan akan selalu menghargai pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam
rangka membina sekolahnya.
Sifat kepemimpinan yang demokratis pada waktu sekarang terdapat lebih dari 500 hasil
research tentang kepemimpinan, jika bahan itu dimanfaatkan dengan baik maka kita akan
dapat mempergunakan sikap kepemimpinan yang baik pula.
Dalam hasil research itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang
demokratis, aktivitas pemimpin harus:
a. Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b. Menciptakan iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan
pemimpin-pemimpin yang potensial.
Hasil ini dapat dicapai apabila ada partisipasi yang aktif dari semua anggota kelompok
yang berkesempatan untuk secara demokratis memberi kekuasaan dan tanggungjawab.
Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri. Ia bersifat bijaksana di
dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab
terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk pemimpin sekolah. Ia bersifat ramah
dan selalu bersedia menolong bawahannya dengan nasehat serta petunjuk jika dibutuhkan.

D. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau
memberi motivasi orang lain untuk mampu melakukan berbagai tindakan yang selalu terarah
terhadap pencapaian tujuan bersama (organisasi). Cara ini mencerminkan sikap dan
pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan hal itu merupakan gambaran
gaya kepemimpinan. Kepala sekolah sebagai seorang yang diberi tugas untuk memimpin
sekolah, bertanggungjawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di
sekolahnya. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala sekolah dalam
melaksanakan tugasnya dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin, dan hal
tersebut dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Menurut Purwanto (2012: ) gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang
dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai
norma perilaku yang digunakan seseorang saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Kepala sekolah di dalam melakukan tugasnya mempunyai karakteristik dan gaya
kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang dharapkannya. Kepala sekolah mempunyai sifat,
kebiasaa, tempramen, watak, dan kebiasaan sendiri yang khas sehingga dapat
membedakannya dengan pemimpin yang lain.
Menurut Wahjosumidijo ada empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut
gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsulatif, partisipatif, dan delegatif.
a. Perilaku instruktif adalah komunikasi satu arah, pimpinan membatasi peranan bawahan,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin
pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat.
b. Perilaku konsultatif adalah pemimpin yang masih memberikan instruksi yang cukup
besar serta menentukan keputusan, diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan
supportif terhadap bawahan, pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan
dalam mengambil keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaa
keputusan tetap pada pemimpin.
c. Perilaku partisipatif adalah control atas pemecahan masalah dan pengambilan keptusan
antar pimpinan dan bawahan yang seimbang, pemimpin dan bawahan juga sama-sama
terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi dua arah
makin meningkat, pemimpin mendengarkan secara intensif keluhan bawahannya,
keikutsertaan bersama dalam pemecahan dan pengambilan keputusan makin bertambah.
d. Perilaku delegatif adalah pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapinya dengan
bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada
bawahan, bawahan diberi hak menentukan langkah-langkah bagaiman keputusan
dilaksanakan, dan bawahan diberikan wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas
sesuai dengan keputusan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Aniatih, 2014. “Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan”. (Online).


http://www.aniatih.blogspot.com. (diakses 25 November 2014).
Prasetyo, Adhi. 2014. Fungsi dan Peranan Kepemimpinan Pendidikan. (Online).
http://www.duniainformatikaindonesia.blogspot.com.(diakses 25
November 2014).
Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
Ukhuwahislah. 2014. “Kepemimpinan Pendidikan” (Makalah).
http://www.ukhuwahislah.blogspot.com. (diakses 26 November 2014).

Anda mungkin juga menyukai