DISUSUN OLEH :
Puji dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah -Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Inflasi sesuai dengan batas
waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita
baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam
yang berilmu seperti sekarang ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput
dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya.
Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para
pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu
pengetahuan.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan akan
menjadikan manusia memiliki kemampuan untuk tetap bertahan hidup. Kant dalam teori
pendidikannya (Henderson, 1959) dalam Wahyudin (2009: 1.22) menyatakan, “Man can
become man through education only” (Hanya dengan pendidikan, manusia dapat menjadi
manusia sejati). Pernyataan tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan bagi
manusia. Pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang wajib harus dialami setiap manusia.
Mewujudkan tujuan pendidikan secara umum tentu diperlukan bekal dari pendidik (guru) dan
juga siswa. Guru harus memiliki bekal kemampuan untuk dapat mendidik melalui kegiatan
studi kependidikan. Pendidikan di jenjang Sekolah Dasar merupakan bekal awal untuk
melaksanakan jenjang pendidikan selanjutnya bagi siswa. Berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan diperoleh siswa di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum yang berlaku. Salah
satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar yaitu mata pelajaran Bahasa
indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Metode Karyawisata
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Karya Wisata
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Karya Wisata
4. METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY
5. Metode Team Taeaching ( Sistem regu
BAB II
PEMBAHASA
N
A. Metode Karyawisata
Metode karyawisata ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa murid
langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas.
Karya= kerja, wisata= pergi dan Karyawisata = pergi bekerja. Dalam hubungannya dengan
kegiatan belajar mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa mempelajari suatu
obyek di tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat dilakukan dalam waktu
singkat beberapa jam saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.[1] Contoh: Mengajak
siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui system peradilan dan proses pengadilan,
selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisatadi atas tidak mengambil tempat yang jauh dari
sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan
tempat yang jauh disebut study tour.
Adapun kelebihan metode karya wisata menurut Zainal Aqib dan Ali Murtadlo ialah:
1) Peserta didik dapat menyaksikan secara langsung bagaimanaproses pembuatan
perakitan mobil, merancang/ menenun pakaian yang indah dan bagaimana kehidupan
binatang dikebun binatang.
2) Dapat menjawab masalah atau pertanyaan sekaligus selama di lapangan dengan
mepertanyakan, mengamat-amati, mencatat, menyimpulkan dan lain-lain terhadap hal-
hal yang belum atau kurang dipahami.
3) Metode karya wisata mempunyai prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan
lingkungan nyata dalam proses belajar mengajar.
4) Membuat apa yang telah dipelajari di lingkungan sekolah lebih relevan dengan
kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
5) Pengajaran dengan metode karya wisata dapat lebih merangsang kratifitas peserta didik.
6) Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas, mendalam dan aktual.
2. Kekurangan Metode Karya Wisata
1. Fasilitas yang diperlukan sulit untuk disediakan siswa di sekolah.
2. Biaya yang digunakan untuk acara ini lebih banyak.
3. Memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang.
4. Memerlukan koordinasi dengan guru yang lain agar tidak terjadi tumpang tindih
waktu dan kegiatan selama karya wisata.
5. Dalam karya wisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas dari pada tujuan utama,
sedangkan unsur studinya menjadi terabaikan.
6. Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan ini dan mengarahkan mereka
kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan.
Langkah-langkah metode karya wisata dalam teori ini dijelaskan bahwa sebelum karya wisata
diadakan kita harus menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai siswa dan
merumuskan kegiatan yang akan dirumuskan terlebih dahulu misalnya disana mau ngapain
aja, apa yang akan dipelajari dan lain-lain. Namun karya wisata disini bukan cuman jalan-
jalan belaka namun murid ditugaskan untuk membuat laporan setelah ber karya wisata.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell.
Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2)
menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
A. Kesimpulan
Dari ketiga metode pembelajaran di atas yaitu metode karyawisata, discovery, team teaching
serta kelebihan dan kekurangannya di dalam aplikasi pembelajaran itu sendiri, namun juga
ketiga metode di atas juga merupakan suatu usaha dalam penerapan pembelajaran yang
bertujuan untuk menambah kualitas pada jiwa peserta didik.
B. Saran
Dari setiap masing-masing kelebihan dan kelemahan ketiga metode yaitu metode
karyawisata, discovery dan team teaching, kita dapat mengkombinasikan ketiga metode
tersebut, sehingga dapat menjadi sebuah motivasi dan pilihan bagi tiap peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://tugaskuliah-ilham.blogspot.com/2011/03/metode-karyawisata.html
2. http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/
3. http://alhafizh84.wordpress.com/2010/01/24/metode-sistem-regu-team-teaching/
4. http://arek11.blogspot.com/2010/11/plus-minus-team-teaching.html
MAKALAH
Menyusun Ulasan Kepustakaan
Disusun oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-
Nya yang senantiasa melimpahkan kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Rasulullah SAW, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Dalam kerangka mata kuliah “metopen ” kami dengan rendah hati menghadirkan makalah ini
yang membahas tentang "menyusun ulasan kepustakaan". Makalah ini menjadi kesempatan
bagi kami untuk menggali lebih dalam tentang agama Islam, baik dalam perspektif sendiri
maupun dalam relasinya dengan agama-agama lain.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan, baik
dalam hal pengetahuan maupun sumber informasi. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya, terutama rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi mata kuliah “metopen”
semoga ilmu yang terkandung dalam makalah ini dapat menjadi pijakan awal untuk lebih
memahami agama Islam serta menghormati perbedaan dan keragaman agama-agama di
dunia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercepai secara
efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ulasan kepustakaan ?
2. Tujuan ulasan kepustakaan?
3. Langkah-langkah ulasan kepustakaan?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan adalah mengorganisasikan jika penemuan-
penemuan penelitian yang pernah dilakukan sehingga pembaca akan dapat memahami
mengapa masalah yang diangkat menunjukkan nilai penting serta menunjukkan
bagaimana masalah tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian dan Tentunya
makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai kepemimpinan
di dalam pendidikan, dan tentunya member manfaat bagi pembaca.
BAB II
PENGENALAN DASAR
PENELITIAN
1. Ulasan Kepustakaan
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh
penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartsisipasi dalam
kenyataan yang ia deskripsikan atau bukan penemu teori. Sumber ini berisi tentang
sintesis bahan- bahan yang bersal dari sumber utama, baik secara empiris, maupun
teoritis.
KESIMPULAN
Disusun oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7
PENDAHULUA
Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah
atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad. Salah satu dari buku yang
popular ialah buku Indonesische siermotieven yang disusun oleh Van Der Hoop pada
tahun 1949.
Pada buku itu kelihatan jenis-jenis ornamen sekitar suku-suku bangsa Bali dan
Jawa, sedang dari daerah lain masih belum lengkap sehingga dapat dikatakan bahwa
buku itu belum dapat mewakili ragam hias Indonesia. Ornamen Batak pada buku itu
hanya beberapa pola saja, yaitu berupa gambar cecak sebagai hiasan pintu lumbung.
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan tentang defenisi ragam hias, pola hias, unsur-unsur desain ragam
hias,prinsip ragam hias, jenis motif.
Pengertian Ragam Hias, secara etimologis frase ragam hias berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “ornare”, yang artinya hiasan atau menghias. Seni ragam hias dibuat
dengan tujuan mengisi kekosongan permukaan dari suatu karya seni. Selain mengisi
kekosongan permukaan, komponen seni yang satu ini dibuat dengan tujuan
memperindah hasil karya seni. Adanya variasi ragam hias pada suatu karya seni juga
dapat menambah nilai jual.
Ragam hias, atau juga dikenal sebagai ornamen, merupakan salah satu bentuk
seni rupa yang sangat melekat dengan identitas bangsa Indonesia. Ragam hias dapat
diartikan sebagai hiasan berupa pola berulang yang biasanya dibuat pada suatu karya
seni. Berbagai macam ragam hias dapat kita temukan di Indonesia, entah itu pada kain
batik, kain tenun, kain songket, candi, dan tempat persembahyangan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor sejarah dan budaya yang ada di nusantara.
POLA HIAS
Pola hiasan adalah rangkaian atau susunan motif, dengan jarak dan ukuran
tertentu pada sebuah bidang, sehingga menghasilkan hiasan yang jelas arahnya. Hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat pola hiasan adalah menentukan motif yang
tepat sesuai dengan fungsi bidang yang akan dihias, sesuai dengan penempatan atau
kegunaannya. Berikut contoh pola hias.
UNSUR-UNSUR DESAIN RAGAM HIAS
Unsur desain dapat diartikan sebagai bahan dasar, komponen, atau media yang
digunakan dalam pembuatan suatu desain. Setiap unsur desain mempunyai ciri ciri
dan keunikan tersendiri. Karena itu seseorang desainer yang akan mengubah atau
menyusun unsur-unsur desain menjadi sebuah karya desain, tentunya harus
memahami dengan baik unsur-unsur seni tersebut, baik kualitasnya maupun kekuatan
serta keterbatasan tiap-tiap unsur, tentunya akan membantu desainer lebih mudah
untuk untuk memadupadankannya sehingga harapan untuk dapat menghasilkan karya
dengan nilai estetis tinggi, inovatis, dan kreatif dapat tercapai.
Unsur desain digunaka untuk mewujudkan desain sehingga orang lain dapat
membaca dan menerima seni rupa, elemen-elemen desain atau unsur-unsur desain
tersebut terdiri dari garis, arah, bentuk, unsur, ukuran, value, dan warna.
Saat mendesain semua unsur tersebut sebaiknnya diterapkan. Minimal ada empat
unsur atau elemen pokok yang harus dipahami desainer dalam sebuah rancangan rias
busana, meliputi :
1. Garis dan siluet pada struktur busana, yaitu bentuk bagian luar yang meruoakan
garis batas dan model busana. Sedangkan pasa hiasan busana, garis yaitu yang
membentuk garis hiasan dan motif ragam hias pada detail atau bagian-bagian
pakaian.
2. Bentuk dan motif yaitu pola, ukuran bagian luar yang merupakan garis batas
ragam hias yang akan dibuat pada bagian rancangan pakaian.
3. Warna yaitu corak warna yang dihasilkan dari kembinasi warna,value/ tingkatan
warna atau nada yang gelap terang.
4. Bahan dan permukaaan yaitu tekstur dari bahan dasar dan bahan penghias. Sifat
permukaan bahan misalnya lembut, mengkilap, berbulu, dan bercahaya atau
kusam, kaku atau lemes, dan tembus atau terang.
A. Harmoni
Harmoni adalah suatau prinsip dalam seni yang menunjukkan kesan adanya kesatuan
melalui pemilihan, penggunaan dan penyusunan obyek serta ide-ide. Suatu susunan
dikatakan harmoni apabila semua obyek dalam suatu kelompok tampak memiliki
persamaan, di samping itu letak garis–garis dalam prinsip harmoni, yaitu : garis dan
bentuk, ukuran, tekstur, ide dan warna.
Garis jika disusun atau dikombinasikan akan menghasilkan bentuk. Bentuk dari
susunan garis ini tampak harmoni apabila menggunakan macam–macam garisyang
yang dikombinasikan secara serasi. Harmoni dalam garis dan bentuk dapat diperoleh
dengan cara : pengulangan, kontras dan peralihan.
Harmoni dalam ukuran dapat dilihat dari adanya keserasian pada besar kecilnya
motif hias dalam suatu desain, maupun keserasian antarabesarnya motif hias dengan
benda yang akan dihias.
Tekstur atau sifat dari permukaan kain (tekstil) selain dapat dilihat juga dapat
diraba.Untuk memperoleh harmoni dalam tekstur seyogyanya kain halus dipadukan
dengan kain yang halus pula.
Harmoni dalam ide dimaksudkan ialah bahwa ide untuk mewujudkan suatu
hiasan hendaknya memperhitungkan pula jenis ataupun teknik hiasannya.
C. Keseimbangan
Irama merupakan salah satu prinsip desain yang dapat diamati dengan adanya
suatu bentuk pergerakan yang teratur atau alun yang membentuk suatu irama atau
ritme. Suatu obyek pergerakan yang berirama dapat dicapai melalui tiga cara yaitu :
pengulangan bentuk, peralihan ukuran atau gradasi, pergerakan garis yang tak putus,
pergerakan radiasi atau pancaran.
1. Pengulangan bentuk
Pengulangan bentuk secara teratur pada jarak tertentu pada suatu desain akan
menciptakan pergerakan yang membawa pandangan mata dari satu obyek ke obyek
berikutnya. Pengulangan bentuk dengan proporsi dan jarak yang baik, akan
memberikan kesan menyenangkan. Dan pengulangan bentuk yang dilakukan beberapa
kali akan memberi pengaruh ketenangan. Pengulangan bentuk dalam desain hiasan,
banyak digunakan untuk menghias suatu pinggiran.
2. Peralihan ukuran
Irama dapat diperoleh melalui peralihan ukuran atau gradasi mulai dari yang besar
ke kecil atau sebaliknya. Peralihan ukuran. dapat berupa peralihan ukuran yang
monoton dan peralihan yang bervariasi. Peralihan ukuran pada desain hias, dapat
berupa peralihan ukuran motif hias, misalnya untuk taplak meja makan dengan serbet
makan, motifnya dapat berbeda dalam ukuran sesuai dengan besarnya bidang yang
dihias.
3. Pergerakan berirama
Pergerakan berirama pada motif hias dapat diperoleh melalui garis hias yang tak
terputus, baik berupa garis lurus maupun garis lengkung. Pada teknik menghias kain
pergerakan berirama banyak digunakan untuk teknik melekatkan benang, pita, biku-
biku, renda.
4. Radiasi
Radiasi adalah sejenis pergerakan yang memancar dari titik pusat dan membentuk
suatu irama. Motif bentuk radiasi dalam desain hiasan dapat diterapkan untuk hiasan
leher yang memancar sampai dada, atau sebagai hiasan pusat.
E. Aksen
Aksen adalah suatu desain hias dikenal dengan istilah pusat perhatian,
emphasisatau centre of interest.
Aksen merupakan pusat perhatian dalam suatu desain hias, aksen akan menuntun
pandangan mata pada sesuatu yang penting dalam desain tersebut, dan baru beralih
pada bagian lain. Dalam suatu desain hias obyek yang menarik, indah atau penting
dapat ditonjolkan sebagai pusat perhatian dan obyek lainnya dapat dijadikan latar
belakang. Untuk menciptakan aksen dapat dilakukan dengan cara :Penggunaan warna,
garis, bentuk dan ukuran yang kontras, serta pemberian hiasan.Untuk menghias kain
misalnya warna gelap dapat digunakan sebagai latar belakang dan hiasannya dapat
menggunakan warna kontras atau sebaliknya. Penggunaan hiasan berupa garis yang
diletakkan ditepi kerah atau penggunaan biku–biku ditepi rok anak akan membentuk
suatu aksen yang menarik.
BAB III
KESIMPULAN
Ragam hias disebut juga ornamen, merupakan salah satu bentuk karya seni rupa yang
sudah berkembang sejak zaman prasejarah, Indonesia sebagai negara kepulauan yang
memiliki keragaman budaya memilik banyak ragam hias. Variasi ragam hias biasanya khas
untuk suatu unit budaya pada era tertentu, sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para
sejarahwan atau arkeolog.
Manusia Keinginan untuk menghias merupakan naluri atau insting manusia. Faktor
kepercayaan turut mendukung berkembangnya ragam hias karena adanya perlambangan
dibalik gambar. Ragam hias memiliki makna karena disepakati oleh masyarakat
penggunanya
MAKALAH
PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Disusun Oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM AN-NUR LAMPUNG SELATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelajaran adalah tempat pendidikan terjadi. Semua aspek sekolah yang lain, mulai dari
gedung, bis, hingga administrasi dirancang untuk mendukung guru menyampaikan pelajaran
yang efektif; semua kegiatan itu bukan mendidik. Kebanyakan guru menghabiskan
kebanyakan waktu pengajaran mereka untuk memberikan pelajaran. Pelaksanaan pelajaran
yang efektif adalah inti keahlian guru. Beberapa aspek penyajian pelajaran harus dipelajari di
tempat; guru yang baik akan makin mahir dalam pelajaran setiap tahun. Namun, pakar
psikologi pendidikan telah meneliti unsur-unsur yang terdapat dalam pelajaran yang efektif,
dan kita mengetahui banyak hal yang berguna dalam pengajaran sehari-hari pada setiap
tingkatan kelas dan pada setiap mata pelajaran (Arends, 2004; Good & Brophy, 2003;
Sternberg & Horvath, 1995).
Pelajaran yang efektif menggunakan banyak metode, strategi, model atau pendekatan
dalam pengajaran. Dalam membahas suatu topik pelajaran, sebaiknya memilih dan
menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Adapun
beberapa pengajaran yang efektif seperti dengan cara menggunakan model pengajaran
langsung, metode diskusi, pendekatan konstruktivis, dan masih banyak yang lainnya.
Penggunaan cara-cara tersebut sering disajikan sebagai filosofi yang berbeda dan perang
ideologi tentang mana yang terbaik terus berlanjut tanpa henti. Namun, hanya sedikit guru
berpengalaman yang menyangkal bahwa guru harus mampu menggunakan semua pendekatan
itu dan harus tahu kapan menggunakan masing-masing.
Guru sebagai pembimbing diharapkan mampu menciptakan kondisi yang strategi yang
dapat membuat peserta didik nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut. Dalam
menciptakan kondisi yang baik, hendaknya guru memperhatikan dua hal: pertama, kondisi
internal merupakan kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan,
keamanannya, ketentramannya, dan sebagainya. Kedua, kondisi eksternal yaitu kondisi yang
ada di luar pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan serta keadaan
lingkungan fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan fisik yang
baik dan teratur, misalnya ruang belajar harus bersih, tidak ada bau-bauan yang dapat
mengganggu konsentrasi belajar, ruangan cukup terang, tidak gelap dan tidak mengganggu
mata, sarana yang diperlukan dalam belajar yang cukup atau lengkap. Dalam makalah ini
membahas metode pengajaran efektif yang dapat digunakan oleh guru untuk memindahkan
informasi dengan cara yang paling mungkin membantu siswa memahami, menggabungkan,
dan menggunakan konsep dan kemampuan baru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini
yaitu:
1. Apa yang dimaksud pembelajaran efektif?
2. Bagaimana karakteristik pembelajaran efektif?
3. Metode pembelajaran efektif.
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan maslah tersebut di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran efektif.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik pembelajaran efektif.
3. Untuk mengetahui metode pembelajaran efektif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Efektif itu artinya mencapai target yang ditetapkan dalam rencana. Oleh karena itu,
perencanaan pembelajaran yang efektif adalah yang menetapkan kriteria target dan guru
melakukan pengukuran pencapaian. Jadi, mengajar yang efektif itu jika pelaksanaannya
terdapat instrumen untuk mengukur keberhasilan dan melaksanakan pengukuran.
Pembelajaran yang efektif dapat juga dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses,
pembelajaran dianggap efektif jika siswa terlibat secara aktif melaksanakan tahapan-tahapan
prosedur pembelajaran. Dari segi hasil, dianggap efektif jika tujuan pembelajaran dikuasai
siswa secara tuntas.
1. Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan
mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara
fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
2. Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas menjadi
hidup,
3. Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru
akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
4. Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling
menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
5. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
6. Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari sendiri,
sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih
percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
7. Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor
penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan jika diperlukan.
C. Pengajaran Langsung
Kadang-kadang, cara yang paling efektif dan efisien untuk mengajari siswa ialah guru
menyajikan informasi, kemampuan, atau konsep secara langsung (Bligh, 2000; Good &
Brophy, 2003; Gunter, Estes & Schwab, 2003 dalam Slavin 2011). Istilah pengajaran
langsung (direct instruction) digunakan untuk menjelaskan pelajaran dimana guru
memindahkan informasi langsung kepada siswa, dengan menata waktu pelajaran untuk
mencapai beberapa tujuan yang ditentukan dengan jelas seefisien mungkin. Pengajaran
langsung sangat tepat digunakan untuk mengajarkan isi informasi atau kemampuan yang
telah didefenisikan dengan baik yang harus dikuasai semua siswa (Gubter, Estes & Schwab,
2003 dalam Slavin 2011). Pengajaran langsung dianggap kurang tepat digunakan apabila
perubahan konseptual yang mendalam merupakan tujuan atau apabila penjajakan, penemuan,
dan tujuan terbuka menjadi objek pengajaran. Namun, riset baru-baru ini telah mendukung
gagasan bahwa pengajaran langsung juga dapat digunakan lebih efektif daripada penemuan
dibidang pengembangan konseptual. Uraian singkat diatas tentang bagian-bagian pelajaran
pengajaran langsung ada dibawah ini:
2. Resitasi (recitation)
F. Metode Diskusi
Metode diskusi secara umum menunjukkan kegiatan belajar mengajar yang tidak
berpusat pada guru dan peran guru dalam pembelajaran tidak eksplisit. Pencapaian
kompetensi pada mata pelajaran teori sering menggunakan metode diskusi supaya peserta
didik aktif dan memperoleh pengetahuan berdasarkan hasil temuannya sendiri. Beberapa
metode diskusi yang memberi peluang untuk menciptakan suasana aktif dan menyenangkan
antara lain.
Panel, simposium, task force dan debat melibatkan sekelompok peserta didik untuk
menjadi informan tentang topik khusus, dan peserta didik menyampaikan informasi
tersebut secara interaktif dalam diskusi. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik
yang unik. Panel dan debat dirancang untuk membantu memahami sejumlah titik pandang
yang berhubungan dengan topik atau isu-isu. Panel dilakukan dalam setting formal yang
melibatkan empat sampai enam partisipan (panelis) dengan topik yang berbeda-beda di
depan pendengar/siswa. Masing-masing patisipan membuat pernyataan terbuka.
Simposium mirip dengan diskusi panel tetapi lebih banyak melibatkan penyajian informasi
formal oleh masing-masing anggota panel. Task force serupa dengan panel, tetapi topik
yang dibahas telah diteliti sebelum disajikan. Debat merupakan diskusi formal oleh dua
tim pembicara yang berbeda pandangan. Panel dan debat diarahkan dapat dimanfaatkan
oleh seluruh kelas melalui sesi tanya jawab untuk melengkapi informasi yang belum
dikuasainya.
Metode debat sangat potensial untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Peserta didik dibagi ke
dalam beberapa kelompok, yang mengambil posisi pro dan kontra. Selanjutnya kelompok
pro dan kontra melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Guru mengevaluasi
setiap peserta didik tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif peserta didik terlibat dalam prosedur debat. Dalam
pembelajaran dengan metode ini peserta didik juga belajar keterampilan sosial seperti
peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material
manager), atau moderator. Guru berperan sebagai pemonitor proses belajar.
Langkah-langkah debat:
1) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua
kelompok diatas
3) Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro
untuk berbicara dan saat itu pula ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra
demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan
pendapatnya.
4) Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari
setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru
terpenuhi
5) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6) Guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada
topik yang ingin dicapai berdasarkan data yang tercatat di papan tulis.
Debat sering digunakan untuk mendalami masalah sosial, politik, hukum, dan agama.
Masalah yang diangkat untuk debat sebaiknya dipilih masalah yang sedang aktual. Contoh
materi pelajaran yang dapat menggunakan metode debat:
1) Agama: Pro dan kontra kawin siri, poligami, perceraian, nikah usia dini, dsb
2) Kebijakan: Pro dan kontra kebijakan bill out Bank Century, Badan Hukum Pendidikan,
Sekolah Bertaraf Internasional, dsb.
3) Sosiologi: Pro dan kontra masalah tenaga kerja, pembangunan pemukiman, bantuan
rakyat miskin, dsb
2. Jigsaw
Jigsaw merupakan metode diskusi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat
sampai enam anggota. Materi pelajaran dibagi menjadi beberapa subtopik dan setiap
anggota kelompok bertanggung jawab untuk memahami satu subtopik. Anggota tim dari
kelompok lain yang telah mempelajari subtopik yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli
(expert group) untuk mendiskusikan subtopik mereka. Selanjutnya, setelah berdiskusi
dalam kelompok ahli, peserta didik kembali ke kelompok yang semula untuk mengajarkan
atau menyampaikan subtopik kepada anggota kelompoknya sendiri. Ahli dalam subtopik
lainnya juga bertindak serupa, sehingga seluruh peserta didik dapat menguasai seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru.
Langkah-langkah Jigsaw:
1) Peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok/tim
2) Setiap anggota kelompok diberi tugas mempelajari materi yang berbeda
3) Anggota yang telah mempelajari bagian/sub bab bertemu dengan anggota dari
kelompok lain yang mempelajari bagian/sub bab yang sama untuk membentuk
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang mereka pelajari
4) Setelah selesai diskusi dengan tim ahli, tiap anggota tim ahli kembali ke kelompok
asalnya masing-masing dan menyampaikan hasil diskusinya secara bergantian sampai
semua anggota kelompok menguasai semua materi yang didiskusikan.
5) Guru memberi evaluasi hasil belajar kelompok tersebut
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Disusun Oleh :
Nama : PATIMAH SARI WAHYUNI
NIM : 2027101040052
Prodi : PGMI
Semester :7
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemimpin pendidikan?
2. Apa fungsi kepemimpinan pendidikan?
3. Bagaimana tipe-tipe kepemimpinan pendidikan?
4. Apa gaya kepemimpinan kepala sekolah?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian pemimpin pendidikan,
mengetahui bagaimana funsgi kepemimpinan pendidikan, mengetahui tipe-tipe kepemimpinan
pendidikan, dan mengetahui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Tentunya makalah ini
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai kepemimpinan di dalam pendidikan,
dan tentunya member manfaat bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar
mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Hakikat dan arti kepemimpinan dapat didasarkan atas tiga komponen yaitu (1) ciri atau
sifat lembaga atau jabatan, (2) tabiat atau watak seseorang, dan (3) kategori tingkah laku aktual.
Katz dan Kahn (dalam Purwanto, 2012:27).
Kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercepai secara efektif dan
efisien.
B. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Menurut Soetopo,1988:4-7 (dalam Prasetyo, 2014:2-3) ada dua fungsi kepemimpinan
pendidikan berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai antara lain:
1. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai
antara lain:
(a)Memikir, merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota-
anggota selalu dapat menyadari dalam bekerja sama mencapai tujuan itu,
(b)memberi dorongan kepada para anggota kelompok serta menjelaskan situasi dengan
maksud untuk dapat ditemukan rencana-rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan baik,
(c)membantu para anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang
perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan-pertimbangan yang sehat,
(d)menggunakan kesanggupan-kesanggupan dan minat khusus dari anggota kelompok,
(e)memberi dorongan kepada setiap anggota untuk melahirkan peranan, pikiran, dan memilih
buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh
kelompok,
(f) memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingabn
bersama.
Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau
memberi motivasi orang lain untuk mampu melakukan berbagai tindakan yang selalu terarah
terhadap pencapaian tujuan bersama (organisasi). Cara ini mencerminkan sikap dan
pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan hal itu merupakan gambaran
gaya kepemimpinan. Kepala sekolah sebagai seorang yang diberi tugas untuk memimpin
sekolah, bertanggungjawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di
sekolahnya. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala sekolah dalam
melaksanakan tugasnya dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin, dan hal
tersebut dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Menurut Purwanto (2012: ) gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang
dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai
norma perilaku yang digunakan seseorang saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Kepala sekolah di dalam melakukan tugasnya mempunyai karakteristik dan gaya
kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang dharapkannya. Kepala sekolah mempunyai sifat,
kebiasaa, tempramen, watak, dan kebiasaan sendiri yang khas sehingga dapat
membedakannya dengan pemimpin yang lain.
Menurut Wahjosumidijo ada empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut
gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsulatif, partisipatif, dan delegatif.
a. Perilaku instruktif adalah komunikasi satu arah, pimpinan membatasi peranan bawahan,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin
pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat.
b. Perilaku konsultatif adalah pemimpin yang masih memberikan instruksi yang cukup
besar serta menentukan keputusan, diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan
supportif terhadap bawahan, pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan
dalam mengambil keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaa
keputusan tetap pada pemimpin.
c. Perilaku partisipatif adalah control atas pemecahan masalah dan pengambilan keptusan
antar pimpinan dan bawahan yang seimbang, pemimpin dan bawahan juga sama-sama
terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi dua arah
makin meningkat, pemimpin mendengarkan secara intensif keluhan bawahannya,
keikutsertaan bersama dalam pemecahan dan pengambilan keputusan makin bertambah.
d. Perilaku delegatif adalah pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapinya dengan
bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada
bawahan, bawahan diberi hak menentukan langkah-langkah bagaiman keputusan
dilaksanakan, dan bawahan diberikan wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas
sesuai dengan keputusan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA