Pembimbing :
drg. Nina Agustina, Sp. Perio
NIP. 197608192003122007
Disusun oleh :
drg. Vena Fernanda
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter gigi internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internship Dokter Gigi Indonesia di
RSUD Kota Madiun
Disusun Oleh:
drg. Vena Fernanda
Mengetahui Pembimbing,
A. Identitas Pasien
1. No.Rekam Medik : 248664
2. Nama pasien : Meta Merdiana
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Umur : 38 tahun
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Glonggong Dolopo Madiun
7. Tanggal Lahir : 05 Maret 1985
8. Status Perkawinan : Kawin
B. Kasus
Seorang perempuan berusia 38 tahun berdomisili di Glonggong Dolopo Madiun
datang ke RSUD Kota Madiun, dengan keluhan terdapat benjolan gusi di daerah gigi
rahang atas kiri yang membesar sampai ke daerah langit-langit, berwarna kemerahan,
mudah berdarah, dan tidak terasa sakit. Perdarahan tersebut terjadi secara spontan. Pasien
dalam keadaan hamil minggu ke-24 (6 bulan). Keluhan dirasakan pasien sejak 1 bulan
lalu. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Pasien tidak merasa nyaman
dengan keluhan yang dialaminya. Pasien ingin diberikan perawatan untuk dapat
menghilangkan keluhannya tersebut.
Keadaan Umum : Pasien datang dengan keadaan baik, komunikatif dan kooperatif
E. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Tanda Vital
1. Tekanan Darah : 117/70 mmHg
2. Nadi : 80 x/menit
3. Pernapasan : 18 x/menit
Pemeriksaan Fisik
1. Berat Badan : 52 kg
2. Tinggi Badan : 147 cm
Pemeriksaan Ekstra Oral
Fasial Neuromuscular K. Ludah K. Limfe Tl. Rahang TMJ
Deformitas t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k
Nyeri t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k
Tumor t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k
Gangguan Fungsi t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k
Lainnya : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Intra Oral
Jaringan Lunak Mulut Normal Kelainan Keterangan
Bibir
Lidah
Mukosa Bukal
Kemerahan, mudah berdarah,
permukaan berdungkul, dan
Mukosa Palatinal
pembengkakan sampai daerah rugae
palatina regio gigi 21 sampai 25
Kemerahan, mudah berdarah,
permukaan berdungkul, dan
Gingiva
pembengkakan di regio gigi 22 ukuran
1,5 x 1,5 cm
Frenulum Labialis
Frenulum Lingualis
Frenulum Bukalis
Lainnya : Tidak ada kelainan
Jaringan Keras
1. Oklusi : Normal bite
2. Torus Palatinus : Tidak ada
3. Torus Mandibula : Tidak ada
4. Palatum : Sedang
5. Diastema : Tidak ada
Pemeriksaan OHI-S : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Poket (Probing): Tidak dilakukan
F. Gambaran Klinis
Pengambilan foto intraoral Senin, 11 September 2023
G. Pemeriksaan Penunjang
Telah dilakukan pemeriksaan ke bagian patologi anatomi pada Rabu, 13 September
2023.
1. Pemeriksaan : FNAB dan/atau scraping
2. Hasil :
a. Makroskopis : Dilakukan 1x puncture pada massa regio palatal anterior, ukuran
1,5 cm x 1,5 cm, padat lunak, permukaan berdungkul, saat puncture mudah
berdarah.
b. Mikroskopis : Hapusan hiposelular terdiri dari kelompok longgar sel mesenkimal,
inti spindle-oval, latar belakang eritrosit luas. Tidak ditemukan tanda-tanda
keganasan.
c. Kesimpulan : Massa regio palatal anterior,
FNAB: Benign Spindle Messenchymal Lesion
NB : konfirmasi histopatologi untuk diagnosa pasti
Gambar 2. Hasil Lab Patologi Anatomi
H. Diagnosis
1. Diagnosis Awal
Suspect Giant Cell Granuloma DD Epulis Gravidarum
2. Diagnosis Klinis
Epulis Gravidarum DD pyogenic granuloma, peripheral giant cell granuloma,
peripheral ossifying fibroma
I. Rencana Perawatan
1. Senin, 11 September 2023
a. Pro PA FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
b. Pro Eksisi GA (pro konsul obstetri dan ginekologi)
2. Rabu, 13 September 2023
a. Pasien ke bagian PA untuk dilakukan FNAB
b. Konsul ke bagian obstetri dan ginekologi, dengan hasil konsul : bila tidak ada
kondisi mendesak, tunda operasi setelah melahirkan
c. KIE kepada pasien tentang risiko pembedahan dan risiko pembiusan
J. Prognosis
Baik, karena pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, pasien kooperatif, dan
jaringan pendukung masih baik.
Tahapan Perawatan
1. Fase I (Fase Pendahuluan/inisiasi)
(DHE, Kontrol plak, Scaling, dan root planning, serta aplikasi gel metronidazole)
Tindakan ini dilakukan untuk meredakan peradangan gingiva dan menghilangkan
mikroorganisme patologi yang terdapat pada daerah subgingiva tanpa melakukan
tindakan bedah periodontal. Pasien tidak boleh berkumur maupun meludah selama 1
jam.
2. Fase II (Fase bedah perio/korektif)
Pada fase ini akan dilakukan bedah perio yakni eksisi epulis. Sebelum dilakukan
tindakan pasien disarankan untuk menjaga kebersihan mulut serta menyikat gigi dua
kali sehari, pagi setelah makan dan malam sebelum tidur. Pada penatalaksanaanya
selalu diikuti dengan gingivoplasti untuk mendapatkan kontur dan bentuk ketajaman
tepi gingiva yang normal baik anatomis maupun fisiologisnya.
Adapun tahapan yang akan dilakukan pada kasus ini yakni:
a. Operator menggunakan masker, kemudian mencuci tangan dengan cara WHO,
lalu menggunakan handscoon.
b. Persiapan instrumen, operator mempersiapkan instrumen yang akan digunakan
dalam prosedur eksisi epulis.
c. Asepsis dan anastesi, sebelum dilakukan perawatan eksisi, area kerja di asepsis
menggunakan povidone iodine yang diteteskan pada cotton pellet kemudian
dioleskan pada daerah gingiva yang akan dieksisi. Kemudian lakukan anestesi
dengan teknik infiltrasi pada daerah mucobuccal fold menggunakan syringe 3cc
dengan pehacain.
Gambar 3a. Anestesi pada mucobuccal fold Gambar 3b. Anestesi tambahan pada
epulis
g. Penyingkiran jaringan yang tereksisi, jaringan yang telah tereksisi ataupun sisa-
sisa jaringan granulasi kemudian dibersihkan menggunakan teknik kuretase.
h. Pembersihan deposit yang tersisa, dilakukan pembersihan deposit yang menempel
pada permukaan akar dengan scalling dan root planning. Pada tahap ini,
pembuangan deposit berupa jaringan lunak yang masih tersisa dapat membantu
permukaan akar lebih mudah dicapai dan memperluas lapang pandang operator.
Pembersihan permukaan akar pada tahap ini menentukan keberhasilan seluruh
prosedur bedah
i. Irigasi daerah operasi, selanjutnya dilakukan irigasi menggunakan larutan H 2O2
3% kemudian dibilas dengan aquades untuk membersihkan partikel-partikel yang
tersisa.
j. Dilakukan cauterisasi untuk menghentikan perdarahan.
Gambar 7. Cauterisasi
k. Menyempurnakan kontur, pada tahap ini dilakukan penyempurnaan kontur
gingiva menggunakan blade sesuai dengan kontur yang diinginkan. Kemudian
merapikan sobekan-sobekan jaringan dengan gunting bedah.
l. Aplikasi gel metronidazole pada permukaan luka atau memasang dressing
periodontal. Pemasangan periodontal pack harus diawali dengan mengeringkan
daerah yang akan dipasangi pack periodontal, agar pack periodontal dapat
terpasang dengan baik. Mula-mula dibuat berukuran kecil kemudian direkatkan di
daerah interproksimal menggunakan instrumen plastik, selanjutnya pasang
gulungan-gulungan yang lebih panjang di bagian fasial dan lingual serta
hubungkan dengan dressing yang telah terpasang di daerah interproksimal.
Seluruh daerah operasi ditutup dengan dressing tanpa menggangu oklusi atau
daerah perlekatan otot di daerah mucco-bucalfold. Periodontal pack dibuka
setelah 1 minggu kemudian. Secara umum periodontal pack tidak memiliki fungsi
kuratif, namun hanya membantu penyembuhan dengan cara melindungi jaringan.
Periodontal pack memperkecil kemungkinan infeksi dan perdarahan paska
operasi, memudahkan penyembuhan dengan mencegah trauma selama
pengunyahan, serta melindungi dari nyeri yang disebabkan oleh kontak luka
dengan lidah.
3. Fase IV (Pemeliharaan)
Fase ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rekurensi pada penyakit periodontal.
Berikut ini merupakan beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:
a. Kontrol pertama dilakukan 2 minggu setelah prosedur eksisi, dilakukan
pemeriksaan subjektif dengan menanyakan apakah ada keluhan yang dirasakan
pasien. Serta dilakukan pemeriksaan objektif untuk melihat tanda-tanda
peradangan. Selain itu pada tahap ini dilakukan pembukaan pack periodontal.
Selanjutnya daerah bekas operasi dibersihkan dengan irigasi larutan fisiologis
NaCl 0,9%. Setelah pack dilepas akan tampak pertumbuhan epitel baru pada
permukaan gingiva bekas operasi, jaringan ini tidak boleh dirusak. Mukosa
biasanya tertutup oleh lapisan yang berwarna kelabu kekuningan atau jaringan
granulasi yang berwarna putih disertai debris, lapisan ini mudah dibersihkan
dengan kapas basah.
b. Kontrol kedua dilakukan 4 minggu. Pada kontrol ke 2 dilakukan pemeriksaan
subjektif, objektif, dan DHE. Kontrol selanjutnya dilakukan 5 minggu kemudian.
c. Revaluasi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket, dan mobilitas gigi.
d. Melakukan pemeriksaan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
e. Scalling dan polishing setiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas kontrol
plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus, serta aplikasi tablet
fluoride secara topikal untuk mencegah karies.
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Etiologi dari epulis gravidarum umumnya tidak diketahui, meskipun pengaruh dari
hormon seks cukup jelas. Hal ini umumnya terjadi selama kehamilan, tetapi dapat dikaitkan
dengan penggunaan pil kontraseptif. Sepertiga kasus mungkin terjadi karena trauma.1,3
Faktor etiologi penting lainnya adalah kesehatan mulut yang tidak baik yang mendorong
terjadinya gingivitis kronis.5
C. Perawatan
Perawatan epulis gravidarum meliputi pembuangan semua faktor iritasi. Peningkatan
kesehatan mulut dapat menghindari terjadinya gingivitis dan periodontitis.5 Semua gangguan
gingiva berhubungan dengan hormon seks, umumnya mereda setelah kelahiran, sehingga
intervensi bedah tidak diperlukan pada kebanyakan kasus.5 Rekurensi spontan dapat terjadi
75% dari kasus 1-4 bulan setelah melahirkan.6 Jika massa membesar dan menganggu
pengunyahan dan bicara maka tumor tersebut harus diambil.5
Progesteron merupakan hormon seks utama kehamilan. Level progesteron akan terus
meningkat sampai bulan ke-8 kehamilan dan setelah itu akan menjadi stabil sampai
melahirkan. Level estrogen meningkat secara perlahan sampai akhir kehamilan. Placenta
adalah organ berpengaruh terhadap produksi yang progesteron dan estrogen yang tinggi.
Hormon ini mengatur aliran darah, menstimulasi endometrium dan menyiapkan organ untuk
menyusui. Hormon ini juga meningkatkan proses metabolisme dan respon imunologik.
Setelah melahirkan, umumnya sampai 3 hari, level hormon dapat kembali ke level normal.7
Tingginya level hormon seks dalam darah dan saliva dapat menyebabkan reaksi
periodontal dan dapat menyebabkan kelainan periodontal.8 Receptor progesteron dan
estrogen berada di stratum basalis dan stratum spinosum pada epitel dan jaringan ikat. Sel ini
dipengaruhi oleh tingginya level hormon kehamilan.8
Hormon progesteron mendilatasi pembuluh darah, yang membuat pembuluh darah
menjadi permeable dan meningkatkan proliferasi pembuluh kapiler. Estrogen mengatur
proliferasi jaringan gingiva, dan mendiferensiasi dan keratinisasi. Hormon kehamilan ini
dapat meningkatkan perdarahan gingiva dan menyebabkab poket menjadi lebih dalam.9
Pemeriksaan secara histologis menunjukkan variasi kemungkinan, akan tetapi tipe
granulomatus yang paling banyak terjadi. Hal ini terdiri terutama pembuluh kapiler dan
proliferasi endotelium.1,5 Infiltrasi jaringan konektif lebih tinggi daripada limfosit.
Perubahan rongga mulut terjadi sekitar 30-100% pada wanita hamil, khususnya pada gingiva,
dimulai dari bulan kedua kehamilan, dan meningkat sampai akhir kehamilan, dan 8 terjadi
penurunan setelah melahirkan.10 Peneliti membedakan dua puncak dari intensitas
perubahan., yaitu pada bulan ke-3 dan ke-8 kehamilan. Setelah melahirkan akan diikuti
dengan penurunan dan pada bulan ke-3, mukosa oral sama dengan bulan ke-2 kehamilan.10
Plak bakteri dan peradangan gingiva dapat merubah hormon subklinis menjadi gingivitis.
Selama kehamilan banyak ditemukan pertumbuhan Prevotella intermedia, Porphyromonas
gingivalis, dan Tannerella yang ditemukan pada plak subgingiva. Spesies ini dapat
menggunakan hormon kehamilan seperti progesteron sebagai sumber nutrisi.10
Pembesaran gingiva kronis timbul akibat kontak yang lama pada plak. Faktor-faktor
yang dapat mendorong retensi dan akumulasi plak adalah kalkulus, kebersihan mulut yang
buruk, titik kontak yang tidak baik, tepi restorasi yang tidak baik, kontur restorasi yang tidak
baik, serta iritasi daerah gingiva karena pemakaian tusuk gigi.10
Menurut penelitian Suwandi (2003), aplikasi gel metronidasol sebagai terapi tambahan
skeling dan penghalusan akar memberikan hasil yang efektif.11 Untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mencegah rekurensi dapat dicegah dengan melakukan kontrol plak dan
skeling penghalusan akar secara periodoik. Cara kerja metronidasol adalah setelah
metronidasol berada dalam poket, akan menembus membran sel, mengikat DNA Heliks,
menghancurkan DNA dan berakibat kematian sel yang sangat cepat. 11
Perubahan Fisiologis/Anatomis
Perubahan pada Kardiovaskular
Curah jantung pada wanita hamil meningkat sebesar 50% dan puncaknya pada akhir
trimester ke-2. Hal ini disebabkan oleh peningkatan denyut jantung (25%) dan isi sekuncup
(30%). Peningkatan denyut jantung merupakan respon refleks terhadap Systemic Vascular
Resistance (SVR) yang menurun disebabkan oleh sirkulasi estrogen dan progesteron.
Kompresi vena kava inferior menyebabkan penurunan aliran balik vena dan preload, yang
mengurangi curah jantung hingga 20% yang disebut sindrom supine hipotensi. Hal ini dapat
mengurangi aliran darah ke rahim, yang bisa menyebabkan gawat janin.5
Kompresi aortocaval semakin terlihat secara klinis sekitar umur 20 minggu kehamilan.
Hal ini dapat diatasi dengan kemiringan lateral kiri 15 derajat, yang penting pada semua
pasien hamil setelah 20 minggu. Hal ini sangat penting untuk diingat ketika pasien berada di
bawah pengaruh anestesi regional/analgesia dimana dapat terjadi hipotensi yang disebabkan
oleh blok simpatis.5
Terjadi peningkatan volume darah pada kehamilan antara 35-50% pada kondisi aterm.
Peningkatan terdiri dari volume plasma dan volume sel darah merah, tetapi peningkatan lebih
besar pada volume plasma yang mengarah ke anemia karena hemodilusi. Penurunan
viskositas darah membantu meningkatkan sirkulasi uteroplasenta dan peningkatan volume
berfungsi sebagai persediaan terhadap perdarahan saat persalinan.5
Kehamilan adalah sebuah kondisi terjadi hiperkoagulasi karena peningkatan sebagian
besar faktor pembekuan. Jumlah trombosit mungkin rendah tapi sebenarnya terjadi
peningkatan produksi dan konsumsi. Kehamilan merupakan faktor risiko yang signifikan
terjadinya tromboemboli dan karena itu tromboprofilaksis sangat penting pada periode pasca
operasi ketika risikonya meningkat karena imobilitas.5
MANAJEMEN ANESTESI
Teknik anestesi baik regional maupun umum telah berhasil digunakan untuk operasi non
obstetric pada pasien hamil. Tidak ada penelitian sampai saat ini yang menunjukkan
superioritas satu teknik di atas yang lain dalam hal keselamatan bagi janin. Anestesi regional
dapat menghindari potensi risiko intubasi gagal dan aspirasi selain untuk mengurangi paparan
janin dengan obat-obat yang bersifat teratogenik. Selama anestesi dan pembedahan, kondisi
janin dipastikan dengan pengawasan yang cermat dari parameter hemodinamik ibu yang
stabil
dan oksigenasi. Pemantauan ketat dari respon janin terhadap tanda-tanda distress.2
Pada penilaian preoperatif, premedikasi untuk menghilangkan kecemasan dapat
dipertimbangkan. Profilaksis terhadap pneumonitis aspirasi dengan antagonis reseptor H2 dan
antasida non-partikulat harus diberikan dari usia kehamilan 16 minggu. Sejak saat itu, pasien
harus dianggap berisiko untuk kompresi aortocaval dan pneumonitis karena aspirasi. Posisi
harus dipastikan miring 15° ke arah lateral kiri untuk memfasilitasi perpindahan rahim.
Perubahan posisi ibu dapat membuat efek hemodinamik, karena itu posisi trendelenburg atau
anti-trendelenburg selama anestesi harus dilakukan secara perlahan-lahan.2
Teknik anestesi umum secara Rapid Sequence Induction intravena harus didahului
dengan oksigen 100% selama 5 menit dan penerapan tekanan krikoid yang efektif. Meskipun
intubasi endotrakeal adalah wajib, pada kasus gagal intubasi pada pasien hamil, Laryngeal
Mask Airway (LMA) dapat digunakan untuk ventilasi dengan aman bahkan dalam posisi anti-
trendelenburg untuk operasi periode singkat.2
Pemeliharaan anestesi umum paling sering dengan agen anestesi inhalasi baik dalam
campuran udara/oksigen atau N2O/ O2. Penelitian sampai saat ini tidak mendukung mengenai
kekhawatiran efek teratogenitas N2O dalam praktik klinis. Efek anestesi umum yang dangkal
dan berhubungan dengan meningkatnya katekolamin akan terkait dengan gangguan perfusi
uteroplasenta yang berbahaya bagi janin. Ventilasi tekanan positif harus digunakan dengan
hati-hati dan tingkat karbondioksida endtidal harus dipertahankan dalam batas-batas yang
normal pada kehamilan. Ada hubungan linier antara PaCO2 ibu dan PaCO2 janin. Hiperkarbia
pada ibu akan membatasi difusi CO2 dari janin ke darah ibu dan dapat menyebabkan asidosis
janin, meningkatkan risiko kematian janin. Untuk alasan ini, analisis gas darah arteri rutin
dianjurkan pada operasi laparoskopi dimana CO2 digunakan untuk membuat kondisi
pneumoperitoneum. Penerapan tekanan positif akhir ekspirasi harus mempertimbangkan
perubahan hemodinamik yang dapat membahayakan perfusi plasenta. Pasien harus
diekstubasi pada kondisi benar-benar sadar dalam posisi lateral setelah pengisapan orogastrik
karena risiko aspirasi tetap ada sampai refleks jalan nafas telah pulih.2
Perencanaan Preoperatif dan Konseling
Pembedahan elektif sebaiknya ditunda hingga melahirkan. Pada kasus semi elektif, yang
terbaik adalah jika pembedahan dapat ditunda hingga setelah trimester pertama. Pada kasus
emergensi, tindakan anestesi tergantung pada tempat yang akan dioperasi dan lamanya
prosedur. Jika memungkinkan, anestesi regional disarankan. Namun general anestesi dapat
diberikan jika diperlukan.11
Pemberian medikasi preoperatif untuk meredakan kecemasan maupun nyeri diperlukan,
karena peningkatan katekolamin maternal dapat menurunkan aliran darah uterina.
Pertimbangkan profilkasis aspirasi dengan menggunakan kombinasi antasida,
metoklopramid, dan atau antagonis reseptor H2. Diskusikan penggunaan tokolitik
periooperatif dengan dokter kandungan pasien. Indometasin (oral atau supositoria) dan
magnesium sulfat (intravena) merupakan yang paling umum digunakan sebagai tokolitik
perioperatif. Indometasin memiliki implikasi anestetik yang kecil, namun magnesium sulfat
mempotensiasi relaksan otot non depolarisasi dan menurunkan kemampuan responsif
vaskular, sehingga membuat hipotensi sulit untuk diterapi selama kehilangan darah akut atau
pergeseran cairan.3
KESIMPULAN
1. Epulis gravidarum adalah pembesaran gingiva yang terjadi selama kehamilan, dapat
dijumpai pada daerah interdental, umumnya bertangkai, walaupun ada juga yang tidak
bertangkai. Epulis ditemukan pada akhir trimester 1 dan makin membesar pada trimester
kedua. Etiologi selain disebakan peningkatan hormon kehamilan, umumnya ditambah
dengan iritasi lokal seperti plak dan kalkulus, restorasi yang tidak memadai, impaksi
makanan, kebersihan mulut yang tidak baik.
2. Perawatan meliputi kontrol plak, scaling dan penghalusan akar, serta pemberian gel
metronidazol, eksisi, serta dilakukan pemeliharaan kebersihan mulut yang baik untuk
mencegah rekurensi.
3. Untuk menjaga keselamatan ibu, teknik anestesi dan pemberian obat-obatan harus
mempertimbangkan dan menyesuaikan perubahan fisiologis dan anatomi dikarenakan
kehamilan.
4. Pembedahan elektif sebaiknya ditunda hingga melahirkan. Pada kasus semi elektif, yang
terbaik adalah jika pembedahan dapat ditunda hingga setelah trimester pertama.
5. Disarankan untuk menghindari operasi elektif pada periode 6 minggu pasca partum awal
untuk memungkinkan tubuh untuk kembali ke fungsi normal fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Takei HH, Carranza FA, Shin K, Gingival Surgical Technique. In Newman MG, Takei
HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology 12th ed.
St. Louis: Elsevier, 2015; p. 576 – 81.
3. Guzman LMD, Suarez JLC. Pregnancy and periodontal disease. Med Oral Patol. Oral
Cir. Bucal 2004; 9: 430 – 437.
4. Jones JE, Nquyen A, Tabaee A. Pyogenic granuloma (pregnancy tumor) of the nasal
cavity. A case report. J.Reprod Med 2000; 45: 749 – 753.