OLEH:
NORIS
Praktisi kedokteran gigi merupakan salah satu profesi yang tidak luput
dari tantangan keselamatan dan kesehatan kerja ini. Para praktisi dalam
lingkup praktik kedokteran gigi ini setiap harinya menghadapi sejumlah
tantangan keselamatan dan kesehatan kerja. Para praktisi kedokteran gigi ini
rentan mendapatkan tekanan baik tekanan fisik maupun psikologis yang
terkadang diperberat dengan lingkungan kerja yang kurang mendukung.
Bahaya tersebut antara lain gangguan muskulo-skeletal, masalah psikologis,
dermatitis, gangguan pernapasan, pajanan terhadap agen penyebab infeksi
(termasuk Human Immunodeficiency Virus dan virus Hepatitis), radiasi,
kebisingan, dan percikan alat dan bahan kedokteran gigi pada mata.
Penelitian yang dilakukan oleh Baig tahun 2016 terhadap 130 dokter gigi
yang terlibat dalam praktik klinis menunjukkan 122 (93,8%) memiliki risiko kerja
selama praktik. Cervical back pain diamati pada 81,96% dokter gigi diikuti oleh
nyeri sendi lutut/siku 53,27%, infeksi mata 44,61%, gangguan pendengaran
40,98%, stres psikologis 41,80%, dan alergi bahan 12,29%.3 Masalah
kesehatan akibat pekerjaan juga ditemukan pada dokter gigi di Kroasia yaitu
lebih dari 78,18% dokter gigi yang disurvei mengalami nyeri punggung bagian
atas, 76,97% menderita nyeri punggung bawah, 29,29% mengalami masalah
kulit, 46,87% gangguan penglihatan, 19,03% masalah pendengaran, dan
15,76% dokter gigi mengalami gangguan neurologik. Penelitian yang dilakukan
oleh Al Rawi et al tahun 2019 juga menunjukkan 20 praktisi gigi (22,2% dari
sampel penelitian) menderita gangguan pendengaran. Pada penelitian tersebut
juga dijelaskan adanya hubungan langsung antara jam kerja per minggu dan
kapasitas pendengaran, tetapi tidak bermakna secara statistik. Kapasitas
pendengaran terendah terlihat pada laki-laki dibandingkan perempuan. Semua
data penelitian ini menunjukkan bahwa praktisi dalam bidang kedokteran gigi
selama ini telah banyak mengalami masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam dimensi mental dan emosional, stres yang tak di manajemen bisa
memunculkan kelelahan profesi (professional burnout). Secara psikologis,
kelelahan (burnout) adalah erosi bertahap pada kepribadian. Artinya,
kepribadian seseorang menjadi mudah terpecah dan kehilangan keutuhan.
Kondisi ini bisa berdampak negatif pada komunikasi baik dengan pasien
ataupun rekan kerja (professional relationship). Di bidang kedokteran
gigi, professional burnout dipicu oleh beberapa faktor. Diantaranya; beban
waktu kerja, hubungan bermasalah antara pasien-dokter dan manajemen kerja
yang tidak terkontrol. Sebuah studi menunjukkan, dokter gigi umum dan bedah
mulut memiliki professional burnout yang paling tinggi. Kemudian, diikuti bidang
ortodontik yang professional burnout-nya terendah.
V. Upaya Pengendalian
Negara seperti Amerika dan Kanada telah memfasilitasi para dokter gigi
dengan konseling dan pelatihan psikologi manajemen stres. Hal ini mungkin
dapat dilakukan sebagai upaya pengendalian masalah psikososial sebagai
potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja pada praktisi bidang
kedokteran gigi di Indonesia.
VI. Kesimpulan