Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN PERILAKU

DINAMIKA PERILAKU BERKAITAN DENGAN STRES DAN PERILAKU


POLITIK DALAM ORGANISASI

Dosen Pengampu Mata


Kuliah:
NI NYOMAN ARI NOVARINI, SE, MM
Oleh:
Kelompok 6

NI KADEK DIAN ARISTI (02 / 2102612010217)

NI KADEK DESI MIRAYANI (33 / 2102612010426)

NI KADEK EVITASARI (34 / 2102612010971)

FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen Ni Nyoman Ari
Novarini SE.,MM pada Mata Kuliah Manajemen Perilaku di Kelas Pagi Pemasaran C.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami
selaku penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
para pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 1 Maret 2024

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................................... 4

KAJIAN TEORI............................................................................................................ 4

2.1 Mengidentifikasi Tingkat Stress dan Cara Pengolahannya ................................. 4

2.1.1 Tingkat Stress ............................................................................................... 4

2.1.2 Cara Pengolahannya ..................................................................................... 6

2.2 Pengaruh Kekuasaan dan Perilaku Politik Dalam Organisasi ............................ 8

2.2.1 Definisi Tentang Perilaku Politik ................................................................. 8

2.2.2 Pentingnya Suatu Wawasan Politik .............................................................. 9

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Berpolitik............................ 10

2.2.4 Taktik Politik .............................................................................................. 10

BAB III........................................................................................................................ 13

STUDI KASUS ........................................................................................................... 13

ii
3.1 Studi Kasus ........................................................................................................ 13

3.1.1 Kasus Dari Gaji Hingga Tekanan Atasan, Gen Z Jadi Kaum Paling Stres di
Tempat Kerja. ...................................................................................................... 13

BAB IV ....................................................................................................................... 15

PENUTUP ................................................................................................................... 15

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 15

4.2 Saran .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku adalah suatu keputusan yang dibuat oleh individu atau kelompok yang
bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Dinamika perilaku Merujuk pada cara
bagaimana perilaku individu atau kelompok berubah-ubah seiring waktu. Dalam
konteks dinamika perilaku yang berkaitan dengan stres dan perilaku politik di dalam
organisasi, menjadi penting untuk memahami hubungan kompleks antara faktor-faktor
psikologis, sosial, dan situasional yang mempengaruhi individu di lingkungan kerja.
Dinamika perilaku yang berkaitan dengan stres dan perilaku politik dalam organisasi
dapat dilihat dari beberapa perspektif.
Stres dapat mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi. Jika stres terlalu
tinggi, individu dapat mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, menghadapi
konflik, dan mengelola hubungan dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan
perilaku yang tidak efektif dan mempengaruhi produktivitas organisasi. Stres yang
dialami individu di tempat kerja dapat berasal dari berbagai sumber seperti tuntutan
pekerjaan yang tinggi, konflik interpersonal, atau ketidakpastian peran. Reaksi
terhadap stres ini dapat bervariasi, dari strategi adaptif seperti mencari dukungan sosial
hingga coping maladaptif seperti penghindaran.
Di sisi lain, perilaku politik dalam organisasi merupakan upaya individu untuk
memengaruhi distribusi kekuasaan, sumber daya, atau struktur organisasi. Perilaku
politik dapat muncul sebagai respons terhadap stres yang dialami individu atau sebagai
strategi untuk mencapai tujuan. Dalam hubungan ini, individu yang merasa tidak puas
dengan kondisi organisasi atau distribusi kekuasaan mungkin menggunakan perilaku
politik sebagai cara untuk memperoleh keuntungan atau perubahan yang diinginkan.
Dengan demikian, memahami dinamika antara stres dan perilaku politik menjadi
krusial untuk mengembangkan strategi manajemen yang efektif dalam menciptakan
lingkungan kerja yang sehat, produktif, dan berkelanjutan. Maka dari ulasan diatas

1
maka penulis tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul dinamika perilaku
berkaitan dengan stres dan perilaku politik dalam organisasi.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang di dapat adalah
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana tingkat stress dan cara pengolahannya?
1.2.2 Bagaimana pengaruh kekuasaan dan perilaku politik dalam organisasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui tingkat stress dan cara pengolahannya
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh kekuasaan dan perilaku politik dalam organisasi

1.4 Manfaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada semua
pihak baik pembaca maupun penulis sendiri dan manfaat tersebut sebagai berikut:
1.4.1 Secara Teoritis
Hasil dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan di bidang manajemen perilaku, khususnya terkait tingkat stress
dan cara pengolahannya serta pengaruh kekuasaan dan perilaku politik dalam
organisasi.
1.4.2 Secara Praktis
1. Bagi Penulis
Secara umum dapat menambah wawasan mengenai tingkat stress dan
cara pengolahannya serta pengaruh kekuasaan dan perilaku politik
dalam organisasi.
2. Bagi Peneliti Lain dan Pembaca

2
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
pengetahuan bagi pembaca khususnya terkait tingkat stress dan cara
pengolahannya serta pengaruh kekuasaan dan perilaku politik dalam
organisasi.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Mengidentifikasi Tingkat Stress dan Cara Pengolahannya

2.1.1 Tingkat Stress


Stres merupakan reaksi negatif dari orang-orang yang mengalami tekanan
berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat tuntutan, hambatan, atau peluang yang
terlampau banyak. Bisa dikatakan bahwa stress kerja adalah umpan balik atas atas diri
karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau permintaan
organisasi. Stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap
produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu. Menurut Asih
dkk. (2018) terdapat tingkat-tingkat stress yang dialami individu sebagai berikut:
a. Stres tingkat I
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1. Semangat besar
2. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
3. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya.
Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat,
tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
b. Stres tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup
sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:
1. Merasa letih sewaktu bangun tidur
2. Merasa lelah sesudah makan siang
3. Merasa lelah menjelang sore hari

4
4. Terkadang gangguan dalam sistim pencernaan (gangguan usus, perut
kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar
5. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher)
6. Perasaan tidak bisa santai
c. Stres tingkat III
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai gejala-gejala:
1. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin
ke belakang)
2. Otot-otot terasa tegang
3. Perasaan tegang yang semakin meningkat
4. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur
kembali, atau bangun terlalu pagi)
5. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai
jatuh pingsan)
Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter,
kecuali kalau beban stress atau tuntutan, tuntutan dikurangi, dan tubuh
mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan
suplai energi.
d. Stres tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit
2. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit
3. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi pergaulan sosial dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat
4. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali
terbangun dini hari
5. Perasaan negativistic
6. Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
7. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.

5
e. Stres tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan V di atas,
yaitu:
1. Keletihan yang mendalam (psysical and psychological exhaustion)
2. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu
3. Gangguan system pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar
buang air besar atau sebaliknya feses encer dan sering ke belakang
4. Perasaan takut yang semakin menjadi.
f. Stres Tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini di bawa ke ICCU. Gejala-
gejala pada tahapan ini cukup mengerikan:
1. Debaran jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan karena zat
adrenalin yang dikeluarkan karena stress tersebut cukup tinggi dalam
peredaran darah
2. Nafas sesak, megap-megap
3. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
4. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan
atau collaps

2.1.2 Cara Pengolahannya


Suatu perubahan akan menimbulkan stres. Akibatnya banyak manajer bertanya,
bagaimana caranya agar dapat mengurangi stres yang dialami oleh stafnya? “Inovasi
atau Mati” adalah ungkapan populer dalam lingkungan manajemen. Apa yang dapat
dilakukan manajer untuk menolong organisasi mereka agar lebih inovatif? Stres
merupakan kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan dengan kesempatan,
keterbatasan, atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dicapai dalam
kondisi penting dan tidak menentu. Stres merupakan rangsangan yang berasal dari luar
individu baik secara fisik maupun psikologis, dimana individu tersebut merespon

6
rangsangan tersebut dengan berbagai cara. Inividu tersebut akan mengalami stres
apabila rangsangan tersebut melebihi dari kapasitas yang dimilikinya yang
menyebabkan individu tersebut stres (Griffin and Moorhead, 2014). Pada dasarnya
stres tidak selalu berdampak buruk bagi mereka. Walaupun stres sering disebut dalam
kontek negatif, stres juga memiliki nilai-nilai positif terutama pada saat stres tersebut
menawarkan suatu perolehan yang memiliki potensi.
1. Gejala-Gejala Stres
Stres memperlihatkan bentuknya dalam sejumlah cara. Gejala stres dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori umum sebagai berikut ini.
1. Fisiologikal
Hubungan antara gejala stres dengan fakta diagnosis fisiologikal
tidaklah jelas. Akan tetapi gejala fisiologikal setidak-tidaknya memiliki
sangkut paut langsung dengan fisiologis manajer.
2. Psikologikal
Umumnya stres diawali dengan gejala psikologikal (diteliti oleh
spesialis ilmu kesehatan dan kedokteran) dan disimpulkan bahwa stres
dapat menciptakan perubahan metabolisme dalam tubuh, mempercepat
detak jantung, dan sesak nafas, menaikkan tekanan darah, mudah sakit
kepala dan serangan jantung. Rasa tidak puas terhadap pekerjaan
merupakan efek psikologikal yang paling jelas akan adanya stres. Stres
dalam keadaan psikologikal yang lain dapat berupa; merasa tegang,
gelisah, mudah marah, cepat bosan, suka menunda sesuatu hal.
3. Perilaku
Perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas seperti; sering lupa,
perubahan pola makan, menjadi perokok atau mengkonsumsi alkohol,
berbicara dengan cepat, perasaan gelisah dan tidur tidak teratur.
2. Mengurangi Stres
Tidak semua stres bersifat disfungsi. Stres tidak akan hilang total dari
kehidupan seorang manusia, baik yang bekerja maupun tidak. Akan tetapi kita
hanya bisa mengurangi bagian stres yang bersifat disfungsi saja. Dalam

7
berorganisasi setiap usaha untuk mengurangi tingkat stres harus dimulai dari
penyeleksian pekerjaan. Suatu tinjauan pekerjaan secara objektif yang
dilakukan selama proses seleksi akan memperkecil kadar stres. Merancang
ulang pekerjaan juga merupakan suatu cara mengurangi stres.

Menurut Maulidiyah dkk. (2022) terdapat beberapa cara dalam pengelolaan stres yaitu
:
a. Cognitive restructuring. Mengubah cara berfikir negatif menjadi positif. Hal ini
dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan di tempat kerja.
b. Journal writing. Menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal
atau gambar. Jurnal dapat ditulis secara periodic tiga kali seminggu, dengan
durasi waktu 20 menit dalam situasi yang memungkinkan penuangan
secara optimal (suasana tenang, tidak di interupsi kegiatan lain). Setelah
menggambar dan menulis jurnal individu dapat melihat kembali apa yang telah
dilakukan dan dapat belajar mengantisipasi dengan strategi yang tepat. Gambar
dapat menjadi ekspresi perasaan diri yang yang tidak mampu diutarakan dalam
tulisan dan setelah menggambar dapat dirasakan kelegaan perasaan.
c. Time Management. Mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stress
akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan teknik relaksasi
dan sharing secara efektif bersama orang terdekat dalam
membentuk kepribadian yang kuat.
d. Relaxation technique. Mengembalikan kondisi tubuh pada homestatik, yaitu
kondisi tenang sebelum ada stresor. Ada beberapa teknik relaksasi, antara lain
yaitu yoga, meditasi, dan bernafas diaphragmatic.

2.2 Pengaruh Kekuasaan dan Perilaku Politik Dalam Organisasi

2.2.1 Definisi Tentang Perilaku Politik


Perilaku berpolitik dalam organisasi adalah sebagai segala aktivitas yang tidak
diperlukan sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tapi yang
mempengaruhi atau berusaha untuk mempengaruhi, pendistribusian keuntungan atau

8
kerugian di dalam organisasi. Perilaku berpolitik berada di luar persyaratan khusus
kerja seseorang. Perilaku tersebut merupakan usaha untuk menggunakan dasar-dasar
kekuasaan seseorang.
Politik organsasional sebagai tindakan-tindakan untuk mempengaruhi yang
dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan atau melindungi kepentingan pribadi
atau kelompok yaitu mengejar kepentingan pribadi atau mencapai tujuan organisasi.
Apabila kepentingan pribadi lebih mendominasi dari pada kepentingan organisasi,
maka perlaku politik menjadi kekuatan yang negative (Kreitner dan Kinicki, 2005).
Berdasarkan difinisi perilaku politik ada beberapa elemen-elemen penting yaitu
Perilaku politik berada di luar persyaratan kerja seseorang.
a. Perilaku politik mensyaratkan suatu upaya untuk menggunakan landasan
kekuasaan seseorang.
b. Perilaku politik merupakan upaya untuk mempengaruhi tujuan atau proses-
proses yang digunakan untuk membuat suatu keputusan ketika terkait dengan
distribusi keuntungan dan kerugian organisasi.
Perilaku politik dalam organisasi dibedakan menjadi dua (Robbins dan Judge, 2007)
yaitu :
a. Perilaku politik yang sah mengacu pada politik sehari-hari yang wajar misalnya
membangun koalisi, menetang keputusan atau menentang kebjakan organisasi
dengan mogok kerja dan menjadi anggota profesi.
b. Poltik yang tidak sah adalah perilaku politik yang menyimpang dari aturan main
yang sudah ditetapkan misalkan melakukan sabotase, melaporkan kesalahan
dan protes-protes simbolik.

2.2.2 Pentingnya Suatu Wawasan Politik


Suatu wawasan yang non politis dapat mempengaruhi untuk percaya bahwa
pekerja akan selalu berperilaku secara konsisten pada organisasi. Sebaliknya suatu
pandangan politik dapat menjelaskan banyak hal tentang perilaku yang nampaknya
irasional dalam organisasi.

9
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Berpolitik
Dalam bukunya Robbins and Judge (2013), dinyatakan bahwa ada beberapa hal
yang sepertinya dapat dihubungkan dengan perilaku berpolitik yaitu sebagai berikut.
1. Faktor-faktor individu
Mengenal karakteristik dan kebutuhan peribadi tertentu, meyakini bahwa
tekanan dari luar diri mereka mengatur takdir mereka dan berperilaku secara
politis tanpa memperhatikan konsekuensinya terhadap organisasi.
2. Faktor-faktor organisasi
Aktivitas berpolitik lebih merupakan fungsi budaya organisasi dari pada
perbedaan-perbedaan individu. Sebab kebanyakan organisasi yang mempunyai
sejumlah besar pekerja dengan karakteristik yang telah kita catat, masih
menunjukkan perilaku berpolitik yang beragam secara luas.

2.2.4 Taktik Politik


Taktik-taktik politik yang biasa terjadi dalam organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2005)
benar.
a. Menggunakan informasi sebagai alat politik
Dengan cara menahan informasi dengan sengaja, mengaburkan situasi yang
tidak menguntungkan dengan cara membatasi informasi.
b. Menyerang atau menyalahkan pihak lain
Digunakan untuk menghindari atau meminimalisasi keterkaitan dengan
kegagalan, taktik ini bersifat reaktif ketika digunakan untuk mencari kambing
hitam dan bersifat proaktif ketika digunakan untuk mengurangi persaingan.
c. Menciptakan citra yang menguntungkan
Dilakukan untuk keberhasilan mematuhi peraturan/norma oragnisasi, menarik
perhatian pada keberhasilan dan pengaruh seseorang, mengambil atas nama
pekerjaan yang dilakukan orang lain.
d. Mengembangakan dasar dukungan
Dengan cara mencari dukungan untuk suatu keputusan, membangun komitmen
dengan orang lain terhadap suatu keputusan melalu partisipasi.

10
e. Membentuk koalisi
Dengan cara membentuk tim yang terdiri dari orang-orang yang kuat yang
mampu memberikan kontribusi pada keberhasilan.
f. Bergaul dengan orang-orang berpengaruh
Dengan cara membangun jaringan dukungan baik di dalam maupun di luar
organisasi.
g. Memuji orang lain
Dengan cara membuat orang yang berpengaruh merasa aman.
h. Meningkatnya hutang budi sosial kepada orang lain.
Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku
politik di kalangan anggota organisasi, perilaku tersebut membuka ruang yang besar
bagi individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik.
Eran Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik individu yang mendorong
munculnya kegiatan politik, yaitu:
1. Otonomi Pekerjaan.
Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir
kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan
keinginannya;
2. Masukan Keputusan.
Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan keputusan membuat
karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab
agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil guna
mempertahankan daya saing organisasi dan terbuka kesempatan untuk
memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal
dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain
sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan
individualnya maupun organisasi.
3. Kepuasan Kerja.
Semakin puas seorang karyawan, semakin ia percaya pada organisasi kepuasan
yang ia rasakan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu

11
memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan membawa individu
bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-
keputusan di dalam organisasi.
4. Status dan Prestise Pekerjaan.
Semakin besar keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif
mengutarakan ide-ide yang ia sukai, pekerja mempunyai status dan prestise
profesional butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan
perubahan besar atas lingkungannya.
5. Hubungan Kerja.
Hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi
kerja membawa pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi
adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6. Serikat pekerja.
Serikat pekerja akan mengeluarkan gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari
tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional, orang yang cenderung
terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir pula dalam berpolitik

12
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus

3.1.1 Kasus Dari Gaji Hingga Tekanan Atasan, Gen Z Jadi Kaum Paling Stres
di Tempat Kerja.
Banyak peneliti dan pakar mengatakan bahwa Gen Z adalah kelompok yang
paling stres di tempat kerja. Penyebabnya cukup banyak, mulai dari mengatasi
kesulitan ekonomi, tekanan profesional, perasaan ketidakstabilan, ketidakamanan, dan
gangguan kecemasan.Penyebab tersebut memang hampir dirasakan pekerja di semua
usia. Namun, peneliti menyampaikan bahwa usia paling muda yang paling
rentan.Karena beberapa gen Z baru saja memasuki dunia kerja selama pandemi atau
setelahnya, sehingga mereka melewati masa-masa yang sulit.
Menurut survei Cigna International Health tahun 2023 terhadap hampir 12.000
pekerja di seluruh dunia, 91% dari pekerja usia 18 hingga 24 tahun mengalami stres,
dibandingkan dengan rata-rata 84%. Penelitian menunjukkan Gen Z muncul sebagai
demografis yang paling stres di tempat kerja dan berjuang keras untuk mengatasinya.
Data yang sama menunjukkan stres yang tidak terkendali memengaruhi hampir
seperempat responden Gen Z (23%) dan hampir semua (98%) menghadapi gejala
kelelahan. Singkatnya, para pekerja muda mengalami kesulitan terutama berkutat
dengan tuntutan kehidupan profesional.
Secara umum, efek COVID-19 meninggalkan dampak kecemasan terhadap
para pekerja. Ketidakstabilan ekonomi dan maraknya pemangkasan pekerja oleh
perusahaan menjadi alasan terhadap kecemasan. Meski kekhawatiran ini tersebar luas,
peneliti mengungkapkan bahwa Gen Z menjadi generasi yang berjuang paling keras.
Data Oktober 2022 dari McKinsey and Company menunjukkan bahwa Generasi Z yang
bekerja, melaporkan bahwa gaji mereka tidak memungkinkan untuk kualitas hidup
yang baik dalam perekonomian saat ini. Efek ini sudah terbukti Gen Z menghemat uang
secara signifikan lebih sedikit dan banyak yang hidup dari gaji ke gaji. Belum lagi

13
mereka yang berjuang untuk mencapai target penting seperti kepemilikan rumah dan
kebutuhan primer lainnya.
Namun, di luar penyebab stres skala besar, para ahli juga mengatakan para
pekerja muda berjuang dengan hubungan interpersonal. “Masih banyak tanda tanya
seputar etiket pertemanan kerja, pakaian kantor, dan batasan profesional. Lingkungan
kerja itu sendiri, dapat menyebabkan stres dan kecemasan bagi karyawan junior. Harus
pergi ke kantor, bersosialisasi, dan dikelola terasa sangat asing bagi banyak anak muda.
Aspek sosial pekerjaan tetap mengintimidasi. Secara keseluruhan, kombinasi pemicu
stres ini menyebabkan pengalaman kerja yang buruk. Data menunjukkan pekerja Gen
Z melaporkan lebih banyak perjuangan daripada populasi umum dengan lingkungan
kerja yang tidak bersahabat, masalah kesehatan mental dan fisik, dan bahkan
ketidakmampuan untuk berbagi diri sepenuhnya di tempat kerja.
Pakar kepemimpinan organisasi dan penulis dari Los Angeles, Santor
Nishizaki mengatakan untuk menghilangkan ketegangan dari pekerja termuda menjadi
tantangan yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat, karena lingkungan saat ini terus
berubah. Namun bisa dimulai mengubah cara berfikir negatif menjadi positif, hal ini
dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan di tempat kerja dan mengatur waktu
secara efektif untuk mengurangi stress akibat tekanan waktu serta ada waktu
dimana individu melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif bersama orang
terdekat dalam membentuk kepribadian yang kuat.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap
produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu. Terdapat 6
tingkatan stres serta adanya cara pengolahan stres itu sendiri misalnya mengatur waktu
secara efektif untuk mengurangi stress akibat tekanan waktu seperti ada waktu dimana
individu melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif bersama orang terdekat
dalam membentuk kepribadian yang kuat.Perilaku berpolitik dalam organisasi adalah
mempengaruhi atau berusaha untuk mempengaruhi, pendistribusian keuntungan atau
kerugian di dalam organisasi. Serta adanya studi kasus mengenai dari gaji hingga
tekanan atasan, gen z jadi kaum paling stres di tempat kerja.

4.2 Saran
Kami selaku penyusun makalah ini yang berjudul “ Dinamika Perilaku
Berkaitan dengan Stres dan Perilaku Politik dalam Organisasi” sangat mengharap atas
segala saran-saran dan kritikan dari para pembaca yang kami hormati guna dapat
menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang
memuaskan bagi para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asih, G. Y., Widhiastuti, H., Dewi,R. 2018. Stres Kerja. Semarang:University Press.
Danang, , Burhanudin. (2011). Perilaku Organisasional, Yogyakarta: CAPS.
Maulidiyah, N.N., Lestari, A., Choerudin, A., Pardede, J. A., Gafar, M., Amaliyah.,
Umar, M., Muliyati., Hadawiah., Maharani, A., Nursifa., Arifannisa.,
Irawan, B., Trinanda, O. 2022. Perilaku Organisasi. Sumatera Barat: PT.
Global Eksekutif Teknologi.
Sopiah. (2008). Perilaku Keorganisasianal, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Supartha, W., G., Sintaasih, D., K. (2017). Pengantar Perilaku Organisasi. Denpasar
Timur: CV Setia Bakti.
Zulfikar, F. 2023.Dari Gaji hingga Tekanan Atasan, Gen Z Jadi Kaum Paling Stres
di Tempat Kerja. Jakarta:Detikedu

16

Anda mungkin juga menyukai