Anda di halaman 1dari 54

MANAJEMEN EKU114E (B2)

KEPEMIMPINAN DALAM PENGELOLAAN PERILAKU INDIVIDU


DALAM ORGANISASI

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Yohanes Subanpulo Purunama Lein (2007511099)

Ni Nyoman Adhisri Ayuningsih (2007511154)

Alifio Aradea Putranto (2007511161)

Sherin Oktaviana Hayaz (2007511162)

I Gusti Ayu Michelle Audi Natasha Oka (2007511166)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga terwujud makalah yang
berjudul “Kepemimpinan Dalam Pengelolaan Perilaku Individu Dalam Organisasi”. Makalah ini
dibuat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok pada mata kuliah Manajemen.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang
Pengelolaan Perilaku Individu Dalam Organisasi

Selama proses penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu dari hati yang paling dalam
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan
makalah ini. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Prof. Dr. I Made Wardana, S.E., M.P.
selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kami meminta maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini ada kesalahan. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca agar makalah ini menjadi baik dan
bermanfaat bagi setiap orang.

Denpasar, 30 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2

1.3.Tujuan ........................................................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

2.1. Memahami dan Mengelola Perilaku Individu.......................................................... 3

2.2. Negosiasi Untuk Mengatasi Konflik ........................................................................ 37

BAB III............................................................................................................................... 52

PENUTUP.......................................................................................................................... 52

3.1.Kesimpulan ................................................................................................................... 52

3.2.Saran ............................................................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 54

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebuah organisasi memerlukan manusia dalam mepertahankan organisasi tersebut. Hal


ini dikarenakan kinerja sebuah organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di
dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam sebuah perusahaan, para karyawanlah yang menentukan
keberhasilannya sehingga berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas perusahaan harus
dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Perilaku merupakan hal yang sangat menarik
untuk dipelajari baik perilaku individu ataupun perilaku kelompok, mempelajari dan memaknai
perilaku individu sangatlah penting, karena dengan mengetahui arti dari perilaku individu, kita
dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh individu tersebut, hal ini bertujuan agar apa yang
kita harapkan dapat tercapai dengan kerjasama setiap individu dengan keanekaragaman
perilakunya. Perilaku dalam sebuah organisasi sangat mempengaruhi jalannya suatu organisasi
tersebut. Hal ini berarti pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam
rangka meningkatkan kinerjanya sebuah organisasi.

Dalam keseharian di sebuah organisasi, sudah sangat wajar apabila konflik terjadi pada
suatu ruang tertentu yang di dalamnnya menuntut suatu unit untuk terlibat, baik itu konflik yang
kecil ataupun konflik besar. Dalam organisasi yang terdiri dari berbagai jenis orang,
dimungkinkan ada suatu persaingan yang terjadi dalam bentuk kewajaran ataupun tidak wajar.
Hanya saja antara pihak berkonflik biasanya mereka kurang enak untuk berkomunikasi secara
langsung sehingga ketegangan-ketegangan antara para individu akan terjadi. Alhasil akan
menimbulkan, salah paham atau orang tidak saling mengerti yang tak berujung. Oleh karena itu,
dalam menghadapi sebuah konflik dalam suatu organisasi, diperlukan yang namanya negosiasi
antarindividu yang berseteru. Negosiasi ini diharapkan bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh para individu yang menghadapi konflik.

i
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagaimana cara mengelola Perilaku Individu?
2. Apa peranan negosiasi untuk mengatasi konflik?
1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami pengertian pengertian dan cara mengelola perilaku individu.
2. Untuk memahami peranan negosiasi dalam mengatasi konflik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Memahami dan Mengelola Perilaku Individu


2.1.1. Fokus dan Tujuan Organisasi

Manajer membutuhkan keterampilan orang yang baik. Materi dalam bab ini dan tiga bab
berikutnya sangat mengacu pada bidang studi yang dikenal sebagai perilaku organisasi atau
Organization Behaviour (OB). Meskipun ini berkaitan dengan subjek perilaku, yaitu tindakan
orang — perilaku organisasi adalah studi tentang tindakan orang di tempat kerja. Salah satu
tantangan dalam memahami perilaku organisasi adalah bahwa ia membahas masalah yang tidak
jelas. Seperti gunung es, OB memiliki dimensi kecil yang terlihat dan bagian tersembunyi yang
jauh lebih besar. Apa yang kita lihat ketika kita melihat sebuah organisasi adalah aspek-aspeknya
yang terlihat: strategi, tujuan, kebijakan dan prosedur, struktur, teknologi, hubungan otoritas
formal, dan rantai komando. Tetapi di bawah permukaan adalah elemen lain yang perlu dipahami
manajer — elemen yang juga memengaruhi cara karyawan berperilaku di tempat kerja. Seperti
yang akan kami tunjukkan, OB memberi para manajer wawasan yang cukup besar tentang aspek-
aspek organisasi yang penting, tetapi tersembunyi ini. Misalnya, ribuan manajer dan karyawan
keberatan belum lama ini, ketika Bank HSBC yang berbasis di Inggris tiba-tiba mengumumkan
akan membekukan gaji dan tidak mengisi lowongan pekerjaan. Meskipun CEO mengutip iklim
ekonomi yang menantang dan kebutuhan mendesak untuk memotong biaya sebagai alasan
keputusan ini, anggota staf yang marah mengeluh melalui saluran internal dan saluran serikat
pekerja. Kurang dari dua minggu kemudian, CEO mengirim email lagi ke 250.000 karyawan,
mengatakan: "Kami telah mendengarkan umpan balik dan sebagai hasilnya memutuskan untuk
mengubah cara penghematan biaya ini dicapai." Berdasarkan respon negatif organisasi, HSBC
beralih arah dan menerapkan kenaikan gaji yang telah disetujui,

Fokus Perilaku Organisasi Berdasarkan terutama pada kontribusi dari psikolog, area ini
mencakup topik-topik seperti sikap, kepribadian, persepsi, pembelajaran, dan motivasi. Kedua,
OB berkaitan dengan perilaku kelompok, yang meliputi norma, peran, pembangunan tim,
kepemimpinan, dan konflik. Pengetahuan kita tentang kelompok pada dasarnya berasal dari
karya sosiolog dan psikolog sosial. Terakhir, OB juga melihat aspek organisasi termasuk

3
struktur, budaya, dan kebijakan dan praktik sumber daya manusia. Kami telah membahas aspek
grup dan organisasi di bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini, kita akan melihat perilaku individu.
Tujuan Perilaku Organisasi Tujuan OB adalah untuk menjelaskan, memprediksi, dan
mempengaruhi perilaku. Manajer harus dapat menjelaskan mengapa karyawan terlibat dalam
beberapa perilaku daripada yang lain, memprediksi bagaimana karyawan akan merespons
berbagai tindakan dan keputusan, dan memengaruhi perilaku karyawan. Perilaku karyawan apa
yang secara khusus kita perhatikan dengan penjelasan, prediksi, dan pengaruh? Enam yang
penting telah diidentifikasi: produktivitas karyawan, ketidakhadiran, pergantian, perilaku
kewarganegaraan organisasi (OCB), kepuasan kerja, dan perilaku tempat kerja yang
kontraproduktif. Produktivitas karyawan adalah ukuran kinerja efisiensi dan efektivitas. Manajer
ingin mengetahui faktor apa yang akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas karyawan.
Ketidakhadiran adalah kegagalan untuk masuk kerja. Sulit untuk menyelesaikan pekerjaan jika
karyawan tidak muncul. Penelitian telah menunjukkan bahwa ketidakhadiran yang tidak
terjadwal merugikan perusahaan sekitar $ 84 miliar setiap tahun. Meskipun ketidakhadiran tidak
dapat sepenuhnya dihilangkan, tingkat yang berlebihan memiliki dampak langsung dan langsung
pada fungsi organisasi. Omset adalah penarikan permanen sukarela dan tidak disengaja dari
suatu organisasi. Ini bisa menjadi masalah karena meningkatnya biaya perekrutan, seleksi, dan
pelatihan serta gangguan kerja. Dan itu mahal bagi perusahaan — mulai dari 16 persen gaji
pekerja tidak terampil hingga 213 persen karyawan yang sangat terlatih. Sama seperti
ketidakhadiran, manajer tidak pernah bisa menghilangkan pergantian, tetapi itu adalah sesuatu
yang ingin mereka minimalkan, terutama di antara karyawan yang berkinerja tinggi. Perilaku
kewarganegaraan organisasi (OCB) adalah perilaku diskresioner yang bukan bagian dari
persyaratan pekerjaan formal karyawan, tetapi mendorong berfungsinya organisasi secara efektif.
Contoh OCB yang baik termasuk membantu orang lain dalam tim kerja seseorang, menjadi
sukarelawan untuk kegiatan pekerjaan yang diperpanjang, menghindari konflik yang tidak perlu,
dan membuat pernyataan yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi seseorang.
Organisasi membutuhkan individu yang akan melakukan lebih dari tugas pekerjaan biasanya,
dan bukti menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki karyawan seperti itu mengungguli
mereka yang tidak. Namun, kekurangan OCB terjadi ketika karyawan mengalami beban kerja
yang berlebihan, stres, dan konflik kehidupan kerja-keluarga. Kepuasan kerja mengacu pada
sikap umum karyawan terhadap pekerjaannya. Meskipun kepuasan kerja lebih merupakan sikap

4
daripada perilaku, ini adalah hasil yang menjadi perhatian banyak manajer karena karyawan
yang puas lebih cenderung muncul untuk bekerja, memiliki tingkat kinerja yang lebih tinggi, dan
tetap bersama organisasi. Perilaku tempat kerja yang kontraproduktif adalah perilaku karyawan
yang disengaja yang berpotensi membahayakan organisasi atau individu di dalam organisasi.
Perilaku tempat kerja yang kontraproduktif muncul dalam organisasi dalam empat cara:
penyimpangan, agresi, perilaku antisosial, dan kekerasan. Perilaku seperti itu dapat berkisar dari
memainkan musik keras hanya untuk mengganggu rekan kerja hingga agresi verbal hingga
menyabotase pekerjaan, yang semuanya dapat menciptakan malapetaka di organisasi mana pun.
Pada bagian berikut, kita akan membahas bagaimana pemahaman tentang empat faktor
psikologis — sikap, kepribadian, persepsi, dan pembelajaran karyawan — dapat membantu kita
memprediksi dan menjelaskan perilaku karyawan ini.

2.1.2. Sikap dan Performan Kerja

Sikap adalah pernyataan evaluatif menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai


objek, orang, atau peristiwa. Sikap terdiri dari tiga komponen: kognitif, afektif, dan perilaku.
Komponen kognitif dari suatu sikap mengacu pada keyakinan, pendapat, pengetahuan, atau
informasi yang dipegang oleh seseorang. Komponen afektif dari suatu sikap adalah bagian
emosional atau perasaan dari suatu sikap. Komponen perilaku dari sikap mengacu pada niat
untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang membantu menunjukkan
kompleksitasnya. Namun biasanya, istilah sikap hanya mengacu pada komponen afektifnya.

Biasanya, para manajer tidak tertarik pada setiap sikap yang dimiliki karyawan. Mereka
lebih tertarik pada sikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Tiga hal yang paling dikenal
adalah kepuasan kerja, keterlibatan kerja, komitmen organisasi, dan keterlibatan karyawan.

A. Kepuasan kerja

Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, kepuasan kerja mengacu pada sikap umum
seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki
sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan,
mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja.

5
Sebuah studi tentang seberapa puaskah karyawan di Amerika Serikat selama 30 tahun
terakhir umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja puas dengan pekerjaan mereka.
Sebuah studi Conference Board pada tahun 1995 menemukan bahwa sekitar 60% orang Amerika
puas dengan pekerjaan mereka. Namun, sejak saat itu jumlahnya terus menurun. Pada tahun
2012 persentasenya turun ke level terendah, 42,6%, tetapi meningkat tipis pada tahun 2014
menjadi 48,3%. Meskipun kepuasan kerja cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
pendapatan, hanya 41,2% individu yang berpenghasilan lebih dari $ 35,000 dan $ 50,000 puas
dengan pekerjaan mereka, dan 61,6% individu yang berpenghasilan lebih dari $ 125,000 merasa
puas. Untuk individu yang berpenghasilan kurang dari $ 15.000, sekitar 41,8% pekerja
mengatakan bahwa mereka puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun mungkin saja gaji yang
lebih tinggi berarti kepuasan kerja yang lebih tinggi, penjelasan alternatif untuk perbedaan
tingkat kepuasan adalah bahwa gaji yang lebih tinggi mencerminkan berbagai jenis pekerjaan.
Pekerjaan dengan gaji lebih tinggi umumnya membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi,
memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemegang pekerjaan, lebih merangsang
dan memberikan lebih banyak penantang, dan memungkinkan pekerja lebih banyak kontrol.
Laporan kepuasan yang lebih tinggi di antara tingkat pendapatan yang lebih tinggi kemungkinan
besar lebih mencerminkan faktor-faktor tersebut daripada gaji itu sendiri.

Robbins (2003) mengatakan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang
mereka yakini seharusnya mereka terima, ia juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan
rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja,
hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti
penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan
merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan dan
terpisahkan satu sama lain). Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa karyawan yang puas lebih
menyukai situasi kerjanya dari pada karyawan yang tidak menyukainya.

Menurut Ramayah (2001) dan Janssen (2001) dalam Koesmono (2005:28)


mengemukakan bahwa seorang manajer akan sangat peduli pada aspek kepuasan kerja, karena
seorang manajer mempunyai tanggung jawab moral yaitu tanggung jawab berupa memberikan

6
lingkungan yang memuaskan kepada karyawannya dan percaya bahwa perilaku pekerja yang
puas akan membuat kontribusi yang positif terhadap organisasi. Para manajer akan merasakan
usaha dan kinerja mereka berhasil apabila keadilan dalam penghargaan memberikan tingkat
kepuasan kerja dan kinerja. Situasi pekerjaan yang seimbang akan meningkatkan perasaan dalam
kontrol terhadap kehidupan kerja dan menghasilkan kepuasan kerja. Sehingga para manajer
mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan kepuasan kerja para bawahannya agar dapat
memberikan kontribusi yang positif pada organisasinya.

Davis (1985) dalam Mangkunegara (2005:117) mengemukakan bahwa “ job satisfaction


is related to a number of major employee variables, such as turnover, absences, age, occupation,
and size of the organization in which an employee works” Berdasarkan pendapat tersebut,
Mangkunegara (2005:117) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-
variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi
perusahaan.

1. Kepuasan kerja berhubungan dengan turnover mengandung arti bahwa kepuasan


kerja yang tinggi selalu dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah, dan
sebaliknya jika pegawai banyak yang merasa tidak puas maka turnover pegawai
tinggi.
2. Kepuasan kerja berhubungan dengan tingkat absensi (kehadiran) mengandung arti
bahwa pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya tinggi.
3. Kepuasan kerja berhubungan dengan umur mengandung arti bahwa pegawai yang
cenderung lebih tua akan merasa lebih puas daripada pegawai yang berumur relatif
lebih muda, karena diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman
menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan dan pegawai dengan usia muda
biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila
antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidak-
seimbangan, maka dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.
4. Kepuasan kerja dihubungkan dengan tingkat pekerjaan mengandung arti bahwa
pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas
daripada pegawai yang menduduki pekerjaan yang lebih rendah, karena pegawai yang

7
tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif
dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
5. Kepuasan kerja berhubungan dengan ukuran organisasi perusahaan mengandung arti
bahwa besar kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi proses komunikasi,
koordinasi, dan partisipasi pegawai sehingga dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan

Adapun ada 5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja, yaitu:

1. Pembayaran
Para karyawan mengiginkan sistem penggajian yang adil yang sesuai dengan harapan
mereka, Dimana apa yang sudah mereka berikan untuk organisasi, akan dibalas oleh
organisasi dengan imbalan yang nantinya akan mereka terima sesuai dengan apa yang
mereka harapkan sehingga menimbulkan kepuasan tersendiri bagi karyawan tersebut.
2. Pekerjaan itu sendiri
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
beragam tugas.
3. Promosi pekerjaan
Ada beberapa karyawan yang menginginkan kenaikan jabatan, mereka ingin hasil kerja
keras mereka dihargai dengan kenaikan jabatan.
4. Kepenyeliaan (supervisi)
Kepuasan kerja dilihat dari bagaimana seseorang pemimpin mampu memahami keadaan
bawahan dan mendalami kebutuhan yang akan dilakukan karyawan tersebut.
5. Rekan sekerja
Orang-orang mendapatkan lebih dari sekedar uang atau prestasi yang terwujud dari
bekerja. Bagi kebanyakan karywan, kerja juga mengisi interaksi sosial, oleh karena itu
tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung
menghantar seseorang menuju kepuasan kerja yang tinggi.
B. Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja adalah sejauh mana seorang karyawan mengidentifikasi pekerjaannya,


berpartisipasi secara aktif di dalamnya, dan menganggap kinerja pekerjaannya penting bagi

8
pekerjaannya. Karyawan dengan tingkat pekerjaan yang tinggi melibatkan identitas yang kuat
dan benar-benar peduli dengan jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Sikap positif membuat
mereka berkontribusi dengan cara yang positif untuk pekerjaan mereka.

Keterlibatan kerja tingkat tinggi telah ditemukan terkait dengan lebih sedikit
ketidakhadiran, tingkat pengunduran diri yang lebih rendah, dan keterlibatan karyawan yang
lebih tinggi dengan pekerjaan mereka. Keterlibatan mengimplikasikan suatu pernyataan positif
dan lengkap dari keterikatan aspek pada diri sendiri dalam pekerjaan (Blau & Boal, 1987).
Keterlibatan kerja merupakan bagian dari sikap kerja. Sikap kerja akan mempunyai dampak
langsung pada produktivitas, sehingga dengan adanya keterlibatan kerja yang tinggi dari
karyawan, maka diharapkan produktivitas dari karyawan akan meningkat.

Dari perspektif organisasi, keterlibatan kerja merupakan kunci dalam memotivasi


karyawan dan merupakan basis fundamental dalam mencapai keunggulan kompetitif di pasar
global. Sedangkan dari perspektif individu, keterlibatan kerja merupakan kunci pertumbuhan dan
kepuasan karyawan dalam lingkungan kerja yang memotivasi mereka untuk mencapai tujuan
perusahaan. Sebuah penelitian dilaukan oleh Keller pada tahun 199, ia menguji 532 peneliti dan
insinyur dari 4 organisasi riset dan pengembangan, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
keterlibatan kerja berhubungan positif dengan kinerja karyawan.

C. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah suatu perilaku sejauh mana seorang karyawan


mengidentifikasi organisasi tertentu dengan tujuan dan keinginan untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi itu. Salah satu faktor untuk menciptakan kinerja organisasi yang
baik adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen individual dalam menjalankan
operasional organisasi. Komitmen tersebut sering disebut dengan komitmen organisasi.
Pengertian Komitmen Organisasi menurut Siagian (2000) adalah peraturan permainan yang
harus ditaati dan berlaku bagi semua orang yang ada dalam suatu organisasi. Salah satu segi
peraturan permainan yang harus di ketahui oleh pegawai adalah sanksi disiplin, pengaruh
keterlibatan kerja dalam hal anggota organisasi melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap
ketentuan yang normatif. Artinya pendekatan yang tepat adalah pendekatan yang positif dimana
bukan kewajiban pegawai yang dikemukakan, tetapi yang menjadi hak pegawai tersebut.

9
Porter mendefenisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif individual terhadap
suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor
psikologis :

a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu

b. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi

c. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Pengertian Komitmen organisasi menurut Robbins, (2003) yaitu sebagai suatu keadaan di
mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan-tujuannya serta
berniat berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu. Dari pendapat para ahli
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasi yaitu sebuah kemauan untuk
menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi juga
bisa diartikan sebagai sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi atau
profesi. Komitmen organisasi juga merupakan suatu pengikat antara seseorang dengan organisasi
dalam sebuah organisasi dengan sebab-sebab yang berbeda. Variabel yang mempengaruhi
komitmen organisasi:

1) Affective commitment,

Affective commitment atau Komitmen Afektif terkait dengan keterikatan emosional


seseorang yang suatu organisasi, di mana seseorang dengan komitmen afektif yang tinggi
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi, terlibat dalam organisasi dan nikmati
keanggotaannya di dalam organisasi tersebut, Komitmen efektif mengacu pada
pendekatan affective attachment dari Mowday, dimana komitmen afektif diartikan
sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu dalam organisasi
tertentu. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi akan tetap melanjutkan
keanggotaannya dalam organisasi karena ia memang menginginkannya dan senang
dengan keanggotaannya dalam organisasi. Mowday juga menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi komitmen afektif secara umum terbagi menjadi empat kategori yaitu
karakteristik personal, karakteristik struktur, karakteristik pekerjaan yang bersangkutan
dan pengalaman kerja.

10
2) Continuance commitment,

Continuance commitment atau Komitmen berkelanjutan berkaitan dengan pertimbangan


untung rugi jika karyawan meninggalkan organisasi. Komitmen ini merefleksikan
besarnya biaya yang harus ditanggung dan apa yang harus dikorbankan jika
meninggalkan organisasi, sehingga segala sesuatu yang dapat meningkatkan biaya dapat
dianggap sebagai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen kontiniuan. Biaya
yang timbul karena meninggalkan organisasi cenderung agak berbeda bagi setiap
individu Dalam hal ini individu memutuskan menetapkan pada suatu organisasi karena
menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan. Biaya yang timbul karena
meninggalkan organisasi cenderung berbeda untuk tiap individu,

3) Normative commitment,

Komitmen normatif Berkaitan dengan adanya perasaan wajib pada diri karyawan untuk
terus bekerja dalam organisasi, sehingga karyawan dengan tingkat komitmen normatif
yang tinggi merasa harus bertahan di organisasi. Komitmen normatif dapat berkembang
di organisasi jika organisasi menyediakan balas jasa ia di depan, misalnya dengan
membiayai kuliah atau pelatihan karyawan, karyawan yang menyadari pengorbanan, ia
organisasi dapat merasakan hubungannya dengan organisasi tidak seimbang sehingga
menyebabkan rasa wajib bagi karyawan untuk membalas pengorbanan itu dengan
mengikatkan diri mereka pada organisasi.

Komitmen dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan
kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan masing-masing individu,
karena pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua dilakukan anggota organisasi
yang bersifat kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa kredibilitas yang tinggi mampu menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan
komitmen yang tinggi, suatu organisasi mampu menghasilkan kinerja yang baik. Suliman dan
Iles pada tahun 2002 meneliti tiga dimensi konsep komitmen organisasi pada tiga jenis industri
di Yordania, hasilnya menunjukkan bahwa tiga dimensi komitmen organisasi menunjukkan
hubungan positif dengan kinerja karyawan. Chen, Silverthrone dan Hung pada tahun 2006

11
meneliti hubungan antara komitmen organisasi, komunikasi dan kinerja karyawan, hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara komunikasi organisasi dan prestasi kerja.

D. Keterlibatan karyawan

Keterlibatan atau partisipasi karyawan adalah tingkat dimana seorang karyawan


berpartisipasi aktif dan memberi kontribusi dalam organisasi. Keterlibatan terhadap pekerjaan
membuat karyawan akan menciptakan kinerja yang baik dan akan berpartisipasi aktif dalam
menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya. Karyawan akan lebih merasa puas dan senang jika bisa
menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaannya. Karyawan yang
memiliki keterlibatan atau partisipasi kerja tinggi memberi usaha yang terbaik dalam
pekerjaannya, termasuk memberi lebih banyak daripada yang disyaratkan pekerjaan.
Keterlibatan karyawan, umumnya membuat Karyawan menjadi lebih termotivasi, lebih setia
pada organisasi, lebih produktif dan lebih puas dengan pekerjaan. Keterlibatan dan patisipasi
karyawan secara penuh terhadap pekerjaan membuat karyawan dapat menciptakan kinerja yang
baik dan teratur dan tentunya akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan pekerjaan atau
tugasnya.

. Faktor-faktor keterlibatan kerja dilihat dari sejauh mana seorang karyawan ikut
berpartisipasi dengan seluruh kemampuannya dalam membuat peningkatan kesuksesan suatu
organisasi atau perusahaan. Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan
dan partisipasi kerja seorang karyawan menurut Gibson (2007:214), yaitu :

a) Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya


Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan bahwa seorang karyawan
terlibat dalam pekerjaannya (job involvement). Aktif berpartisipasi adalah perhatian
yang dicurahkan seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah dapat
diketahui seberapa perhatian dan kepedulian yang dimiliki oleh seorang pekerja.
b) Menunjukkan pekerjaannya adalah yang utama
Pada karyawan dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Seorang karyawan yang
merasa bahwa pekerjaanya adalah hal yang utama akan selalu berusaha memberi serta
melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya dan mengganggap pekerjaannya sebagai
pusat yang menarik dalam hidup dan pantas untuk diutamakan.

12
c) Melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang penting untuk harga diri
Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang karyawan dalam pikiran mengenai
pekerjaannya, dimana seorang karyawan menganggap pekerjaan itu penting bagi
harga dirinya. Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan
penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan
kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup
mengatasi masalahmasalah kehidupan. Harga diri merupakan evaluasi individu
terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif. Apabila pekerjaan tersebut
dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis bagi karyawan
tersebut maka karyawan tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya
sebaik mungkin. Dengan begitu keterlibatan dan partisipasi kerja dapat tercapai, dan
karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.

Sebuah contoh di kehidupan sehari-hari yang menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan


itu penting, dapat kita lihat dari pembuatan aplikasi HRIS (Human Resource Information System)
seperti GreatDay HR di masa pandemic Covid-19 yang menuntun para karyawan untuk bekerja
jauh dari kantor atau Work From Home , dengan melakukan kerja dari rumah atau work from
home ini akan timbul suatu permasalahan, yaitu kurangnya keterlibatan karyawan.
Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas karyawan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
profitabilitas perusahaan.

HRIS atau Human Resource Information System adalah perangkat lunak yang digunakan
untuk mengelola berbagai kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya manusia atau SDM
melalui sebuah sistem yang terpusat. Hal-hal seperti kehadiran, penggajian, cuti, hingga evaluasi
kinerja karyawan dapat dilakukan dengan lebih mudah menggunakan HRIS. Terdapat berbagai
macam fitur yang dimiliki oleh GreatDay HR yang dapat membantu perusahaan menyelesaikan
proses administrasi HR dan meningkatkan keterlibatan karyawan. Salah satu fitur terbaru yang
ditawarkan oleh GreatDay HR untuk meningkatkan keterlibatan karyawan adalah media sosial
internal.

13
Founder dan CEO GreatDay HR, Gordon Enns, memahami betapa pentingnya
keterlibatan karyawan pada waktu yang tidak menentu ini.“Kami memahami bahwa keterlibatan
karyawan adalah hal krusial untuk kelancaran berjalannya sebuah perusahaan, terutama pada
masa seperti ini. Oleh karena itu, GreatDay HR mengembangkan fitur media sosial internal yang
dapat mempermudah komunikasi dan kolaborasi antar anggota dan memberikan kanal untuk
selebrasi dari sebuah prestasi untuk semua anggota perusahaan. Media sosial internal ini
memiliki fungsi chat yang dapat mempermudah Interaksi antara sesama karyawan dan antara
karyawan dengan perusahaan. Selain itu, karyawan dan perusahaan juga dapat mengunggah
penghargaan-penghargaan serta update status lainnya yang dapat dilihat oleh semua anggota
perusahaan.

GreatDay HR juga dapat membantu perusahaan mengelola performa karyawan tepat saat
dibutuhkan dibandingkan secara bulanan atau tahunan. Perusahaan dapat menugaskan karyawan
pada sebuah pekerjaan, memberikan komentar terhadap tugas tersebut, dan memberikan pujian.
Karyawan juga dapat memberikan bukti fisik dengan memotret pekerjaannya dan mengunggah
kedalam aplikasi dengan fitur activity recording yang sudah lengkap dengan data lokasi.
Tugas-tugas HR yang bersifat administrasi umumnya butuh waktu cukup lama untuk dikerjakan
dan rentan terjadi kesalahan.Baik dari salah pengisian data atau formula yang salah, terdapat
banyak penyebab kekeliruan yang dapat mempengaruhi semua aspek yang berhubungan
sehingga membuat divisi HR kewalahan. Dengan GreatDay HR, semua kekhawatiran yang
dimiliki oleh divisi HR karena takut terjadinya kesalahan akan terhapus. Dari kehadiran hingga
penggajian, semua tugas-tugas administrasi telah terintegrasi dalam satu sistem sehingga proses
pengerjaan menjadi jauh lebih cepat dan akurat dari sebelumnya.

Selain memberikan berbagai manfaat secara profesional, GreatDay HR juga memiliki


beberapa macam fitur baru yang dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan personal
karyawan. Salah satunya adalah GreatDay Cash Advance yang dapat memberikan pinjaman uang
kepada karyawan tepat saat mereka membutuhkannya. Lalu, untuk mempermudah transaksi
online apapun, karyawan dapat menggunakan GreatDay Top Up & Bill. Karyawan juga dapat
mengirimkan gaji yang mereka dapatkan dari perusahaan tanpa biaya administrasi ke bank
manapun yang mereka inginkan dengan GreatDay Transfer. Terlepas dari berbagai manfaat yang

14
telah disebutkan diatas, terdapat fitur-fitur lain yang dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan dan karyawan. Mulai dari rekam kehadiran dengan selfie yang terjamin akurasinya
karena teknologi pengenalan wajah, memantau lokasi karyawan secara real-time, hingga slip gaji
yang dapat dilihat melalui smartphone (gawai) karyawan.
E. Sikap dan Konsistensi

Orang-orang yang mencari konsistensi dalam sikap dan perilakunya sendiri, menandakan
setiap individu berusaha untuk merekonsiliasi berbagai sikap yang berbeda dan menyelaraskan
antara sikap dan perilakunya agar terlihat rasional dan konsisten.

Penelitian secara umum menyimpulkan bahwa orang mencari konsistensi antara sikap
mereka dan perilaku mereka. Kecenderungan ini berarti bahwa individu mencoba untuk
mendamaikan sikap yang berbeda dan menyelaraskan sikap dan perilaku mereka sehingga
mereka tampil rasional dan konsisten. Ketika mereka menghadapi ketidakkonsistenan, individu
akan melakukan sesuatu untuk membuatnya konsisten dengan mengubah sikap, mengubah
perilaku, atau merasionalisasi ketidakkonsistenan.

F. Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif merupakan teori yang membahas mengenai perasaan


ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak
konsisten serta memotivasi seseorang untuk mengambil suatu langkah untuk mengurangi
ketidaknyamanan tersebut. Adapun cara untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu ditentukan
oleh tiga hal:

(1) Pentingnya faktor-faktor yang menciptakan disonansi,

(2) Tingkat pengaruh yang diyakini individu atas faktor-faktor tersebut, dan
(3) Imbalan yang mungkin didapat terlibat dalam disonansi.

Jika faktor-faktor yang menciptakan disonansi dianggap tidak penting, tekanannya untuk
memperbaiki ketidakkonsistenan akan rendah. Namun, jika faktor-faktor tersebut dianggap
penting, individu dapat mengubah perilakunya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku

15
disonan tidak demikian penting dalam mengubah sikap mereka, atau mengidentifikasi faktor-
faktor kompatibel yang lebih penting daripada yang disonan.

G. Survey Sikap

Banyak organisasi secara teratur mensurvei karyawan mereka tentang sikap mereka.
Biasanya, sikap survei menyajikan kepada karyawan serangkaian pernyataan atau pertanyaan
yang memunculkan perasaan mereka tentang pekerjaan, kelompok kerja, supervisor, atau
organisasi mereka. Idealnya,item akan dirancang untuk memperoleh informasi spesifik yang
diinginkan manajer. Skor sikap dicapai dengan meringkas tanggapan atas kuesioner individu
item. Skor ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk kelompok kerja, departemen, divisi,atau
organisasi secara keseluruhan. Misalnya, Ford Motor Company membuat sebuah survey yaitu,
"Indeks Kepuasan Karyawan" untuk mengukur sikap karyawan. Setiap tahun,perusahaan
mengukur kepuasan karyawan dengan pelatihan yang ditawarkan perusahaan dan pelatihan
mereka kepuasan atas pengakuan yang mereka terima karena melakukan pekerjaan dengan baik.
Manajer menggunakan hasil survey untuk mengembangkan rencana tindakan untuk perbaikan
dan untuk mengevaluasi keberhasilan dari rencana yang diimplementasikan sebelumnya. Dengan
menyurvei sikap karyawan secara teratur, manajer akan mendapatkan informasi yang berharga
tentang bagaimana karyawan memandang kondisi kerja mereka.

2.1.3. Teori Kepribadian

Kepribadian seseorang adalah kombinasi unik dari emosi, pemikiran, dan pola perilaku
yang mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi dan berinteraksi dengan
orang lain. Itu adalah cara alami kita dalam melakukan sesuatu dan berhubungan dengan orang
lain. Kepribadian paling sering dijelaskan dalam istilah sifat terukur yang ditunjukkan seseorang.
Kami tertarik untuk melihat kepribadian karena, seperti halnya sikap, kepribadian juga
memengaruhi bagaimana dan mengapa orang berperilaku seperti itu.
Selama bertahun-tahun, para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang
paling menggambarkan kepribadian. Dua pendekatan yang paling terkenal adalah Myers-Briggs
Type Indicator® (MBTI) dan Big Five Model

16
A. MBTI®
Salah satu pendekatan populer untuk mengklasifikasikan ciri-ciri kepribadian adalah
instrumen penilaian kepribadian yang dikenal sebagai MBTI®. Penilaian 100 pertanyaan ini
menanyakan orang bagaimana mereka biasanya bertindak atau merasa dalam situasi yang
berbeda. Berdasarkan jawaban mereka, individu diklasifikasikan sebagai menunjukkan
preferensi dalam empat kategori: ekstraversi atau introversi (E atau I), penginderaan atau intuisi
(S atau N), berpikir atau merasakan (T atau F), dan menilai atau mempersepsikan ( J atau P).
Istilah-istilah ini didefinisikan sebagai berikut:
1. Keterbukaan (E) versus Introversi (I). Individu yang menunjukkan preferensi untuk
ekstraversi adalah orang yang supel, sosial, dan tegas. Mereka membutuhkan lingkungan
kerja yang bervariasi dan berorientasi pada tindakan, yang memungkinkan mereka
bersama orang lain, dan yang memberi mereka berbagai pengalaman. Individu yang
menunjukkan preferensi untuk introversi adalah orang yang pendiam dan pemalu.
Mereka fokus pada pemahaman dan lebih memilih lingkungan kerja yang tenang dan
terkonsentrasi, yang memungkinkan mereka menyendiri, dan yang memberi mereka
kesempatan untuk mengeksplorasi secara mendalam serangkaian pengalaman yang
terbatas.

2. Sensing (S) versus Intuition (N). Tipe penginderaan praktis dan lebih menyukai
rutinitas dan keteraturan. Mereka tidak menyukai masalah baru kecuali ada cara standar
untuk mengatasinya, memiliki kebutuhan yang tinggi akan penutupan, menunjukkan
kesabaran dengan detail rutin, dan cenderung pandai dalam pekerjaan yang tepat. Di sisi
lain, jenis intuisi bergantung pada proses bawah sadar dan melihat "gambaran besar".
Mereka adalah individu yang suka memecahkan masalah baru, tidak suka melakukan hal
yang sama berulang kali, mengambil kesimpulan, tidak sabar dengan detail rutin, dan
tidak suka meluangkan waktu untuk ketepatan.
3. Berpikir (T) versus Perasaan (F). Tipe berpikir menggunakan alasan dan logika untuk
menangani masalah. Mereka tidak emosional dan tidak tertarik pada perasaan orang,
seperti menganalisis dan meletakkan sesuatu ke dalam urutan logis, mampu menegur
orang dan memecat mereka bila perlu, mungkin tampak keras hati, dan cenderung
berhubungan baik hanya dengan tipe pemikiran lain. Tipe perasaan bergantung pada nilai
dan emosi pribadi mereka. Mereka sadar akan orang lain dan perasaan mereka, seperti

17
harmoni, membutuhkan pujian sesekali, tidak suka mengatakan hal-hal yang tidak
menyenangkan kepada orang lain, cenderung simpatik, dan berhubungan baik dengan
kebanyakan orang.

4. Menilai (J) versus Perceiving (P). Tipe penilai menginginkan kontrol dan lebih
menyukai dunianya yang tertata dan terstruktur. Mereka adalah perencana yang baik,
tegas, memiliki tujuan, dan tepat. Mereka fokus dalam menyelesaikan tugas, membuat
keputusan dengan cepat, dan hanya menginginkan informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas. Tipe persepsi bersifat fleksibel dan spontan. Mereka penasaran,
mudah beradaptasi, dan toleran. Mereka fokus untuk memulai tugas, menunda keputusan,
dan ingin mengetahui semua tentang tugas tersebut sebelum memulainya.

Lebih dari 3,5 juta orang setahun menggunakan MBTI®. Beberapa organisasi yang telah
menggunakan MBTI® termasuk Apple, AT&T, GE, 3M, rumah sakit, institusi pendidikan, dan
bahkan Angkatan Bersenjata AS. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa MBTI® adalah
ukuran kepribadian yang valid, tetapi tampaknya tidak menghalangi penggunaannya secara luas.
Lebih dari 80 persen perusahaan Fortune 100 menggunakan tes kepribadian seperti MBTI®
untuk membantu membangun tim kerja yang efektif. Misalnya, juru bicara General Motors
mengatakan bahwa perusahaan telah menggunakan MyersBriggs selama 30 tahun. Dan juru
bicara Procter & Gamble mengatakan bahwa ribuan stafnya telah mendapat manfaat, dan masih
mendapat manfaat dari mengikuti tes.
B. Model Lima Besar
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan bahwa lima dimensi
kepribadian dasar mendasari semua yang lain dan mencakup sebagian besar variasi yang
signifikan dalam kepribadian manusia. Lima ciri kepribadian dalam Model Lima Besar adalah:
1. Extraversion: Sejauh mana seseorang bisa bersosialisasi, banyak bicara, asertif, dan
nyaman dalam hubungan dengan orang lain.
2.Agreeableness: Sejauh mana seseorang bersikap baik, kooperatif, dan percaya.
3.Conscientiousness: Sejauh mana seseorang dapat diandalkan, bertanggung jawab, dapat
diandalkan, gigih, dan berorientasi pada pencapaian.
4. Stabilitas emosional: Sejauh mana seseorang tenang, antusias, dan aman (positif) atau
tegang, gugup, depresi, dan tidak aman (negatif).

18
5. Keterbukaan terhadap pengalaman: Sejauh mana seseorang memiliki minat yang luas
dan imajinatif, terpesona dengan hal baru, sensitif secara artistik, dan intelektual.
Model Lima Besar menyediakan lebih dari sekedar kerangka kepribadian. Penelitian
telah menunjukkan bahwa ada hubungan penting antara dimensi kepribadian dan prestasi kerja
ini. Misalnya, satu studi meneliti lima kategori pekerjaan: profesional (seperti insinyur, arsitek,
dan pengacara), polisi, manajer, tenaga penjualan, dan karyawan setengah terampil dan terampil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran memprediksikan prestasi kerja untuk kelima
kelompok pekerjaan. Prediksi untuk dimensi kepribadian lain tergantung pada situasi dan
kelompok pekerjaan. Misalnya, ekstraversi memprediksi kinerja dalam posisi manajerial dan
penjualan — pekerjaan yang membutuhkan interaksi sosial yang tinggi. Keterbukaan terhadap
pengalaman dianggap penting dalam memprediksi kompetensi pelatihan. Ironisnya, keamanan
emosional tidak terkait secara positif dengan kinerja pekerjaan dalam pekerjaan apa pun. Studi
lain yang melihat apakah model lima faktor dapat memprediksi kinerja manajerial menemukan
itu bisa jika peringkat kinerja 360 derajat (yaitu, peringkat kinerja dari supervisor, rekan kerja,
dan bawahan) digunakan. Penelitian lain menunjukkan bahwa karyawan yang mendapat nilai
lebih tinggi dalam hal teliti mengembangkan tingkat pengetahuan kerja yang lebih tinggi,
mungkin karena orang yang sangat teliti belajar lebih banyak. Faktanya, tinjauan dari 138 studi
mengungkapkan bahwa kesadaran sangat terkait dengan IPK. Penelitian lain menunjukkan
bahwa karyawan yang mendapat nilai lebih tinggi dalam hal teliti mengembangkan tingkat
pengetahuan kerja yang lebih tinggi, mungkin karena orang yang sangat teliti belajar lebih
banyak. Faktanya, tinjauan dari 138 studi mengungkapkan bahwa kesadaran sangat terkait
dengan IPK. Penelitian lain menunjukkan bahwa karyawan yang mendapat nilai lebih tinggi
dalam hal teliti mengembangkan tingkat pengetahuan kerja yang lebih tinggi, mungkin karena
orang yang sangat teliti belajar lebih banyak. Faktanya, tinjauan dari 138 studi mengungkapkan
bahwa kesadaran sangat terkait dengan IPK.

C. Wawasan Kepribadian Tambahan


Meskipun ciri-ciri dalam Lima Besar sangat relevan untuk memahami perilaku, mereka
bukanlah satu-satunya ciri kepribadian yang dapat menggambarkan kepribadian seseorang. Lima
ciri kepribadian lainnya adalah prediktor kuat dari perilaku dalam organisasi.

19
1.Lokus Kontrol. Beberapa orang percaya bahwa mereka mengendalikan nasib mereka
sendiri. Yang lain melihat diri mereka sebagai bidak, percaya bahwa apa yang terjadi
pada mereka dalam hidup mereka adalah karena keberuntungan atau kebetulan. Lokus
kendali dalam kasus pertama adalah internal; orang-orang ini percaya bahwa mereka
mengendalikan nasib mereka sendiri. Lokus kendali dalam kasus kedua adalah eksternal;
orang-orang ini percaya hidup mereka dikendalikan oleh kekuatan luar. Penelitian
menunjukkan bahwa karyawan eksternal kurang puas dengan pekerjaan mereka, lebih
terasing dari lingkungan kerja, dan kurang terlibat dalam pekerjaan mereka daripada
mereka yang menilai tinggi dalam internalitas. Seorang manajer mungkin juga
mengharapkan pihak eksternal menyalahkan evaluasi kinerja yang buruk pada prasangka
bos mereka, rekan kerja mereka, atau kejadian lain di luar kendali mereka; internal akan
menjelaskan evaluasi yang sama dalam kaitannya dengan tindakan mereka sendiri.
2.Machiavellianisme. Karakteristik kedua disebut Machiavellianism (Mach), dinamai
menurut Niccolo Machiavelli, yang menulis pada abad keenam belas tentang cara
mendapatkan dan memanipulasi kekuasaan. Seorang individu yang tinggi dalam
Machiavellianisme bersifat pragmatis, menjaga jarak emosional, dan percaya bahwa
tujuan dapat membenarkan cara. "Jika berhasil, gunakan" konsisten dengan perspektif
Mach tinggi. Apakah orang-orang Mach tinggi menghasilkan karyawan yang baik? Itu
tergantung pada jenis pekerjaan dan apakah Anda mempertimbangkan faktor etika dalam
mengevaluasi kinerja. Dalam pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tawar-menawar
(seperti manajer pembelian) atau yang memiliki imbalan besar karena unggul (seperti
wiraniaga yang bekerja berdasarkan komisi),Mach yang tinggi adalah produktif.
3.Harga diri. Orang berbeda dalam tingkat di mana mereka menyukai atau tidak
menyukai diri mereka sendiri, suatu sifat yang disebut harga diri. Penelitian tentang harga
diri (SE) menawarkan beberapa wawasan perilaku yang menarik. Misalnya, harga diri
berhubungan langsung dengan ekspektasi untuk sukses. Mereka yang berpendidikan
tinggi percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang mereka butuhkan untuk
berhasil di tempat kerja. Individu dengan UK tinggi akan mengambil lebih banyak risiko
dalam pemilihan pekerjaan dan lebih cenderung memilih pekerjaan non konvensional
dibandingkan orang dengan UK rendah. Dalam posisi manajerial, UK rendah akan
cenderung peduli untuk menyenangkan orang lain dan, oleh karena itu, lebih kecil

20
kemungkinannya untuk mengambil sikap yang tidak populer daripada UK tinggi.
Akhirnya, harga diri juga ditemukan terkait dengan kepuasan kerja. Sejumlah penelitian
menegaskan bahwa UK tinggi lebih puas dengan pekerjaannya daripada UK rendah.
4.Pemantauan Diri. Individu yang tinggi dalam memantau diri menunjukkan kemampuan
beradaptasi yang cukup besar dalam menyesuaikan perilaku mereka. Mereka sangat
sensitif terhadap isyarat eksternal dan dapat berperilaku berbeda dalam situasi yang
berbeda. Pemantau mandiri yang tinggi mampu menampilkan kontradiksi yang mencolok
antara kepribadian publik dan diri pribadi mereka. Pengawas diri yang rendah tidak dapat
menyesuaikan perilakunya. Mereka cenderung menunjukkan watak dan sikap mereka
yang sebenarnya dalam setiap situasi, dan ada konsistensi perilaku yang tinggi antara
siapa mereka dan apa yang mereka lakukan. Selain itu, manajer pemantauan diri yang
tinggi cenderung lebih mobile dalam karir mereka, menerima lebih banyak promosi (baik
internal maupun lintas organisasi), dan lebih cenderung menempati posisi sentral dalam
suatu organisasi. Pengawas diri yang tinggi mampu menampilkan "wajah" yang berbeda
untuk audiens yang berbeda, suatu sifat penting bagi manajer yang harus memainkan
peran ganda, atau bahkan bertentangan,.
5.Mengambil resiko. Orang berbeda dalam kemauan mereka untuk mengambil risiko.
Perbedaan dalam kecenderunganuntuk mengambil atau menghindari risiko telah terbukti
mempengaruhi berapa lama manajer membuat keputusan dan berapa banyak informasi
yang mereka butuhkan sebelum membuat pilihan mereka. Misalnya, dalam satu studi di
mana manajer mengerjakan latihan simulasi yang mengharuskan mereka membuat
keputusan perekrutan, manajer pengambilan risiko tinggi membutuhkan lebih sedikit
waktu untuk membuat keputusan dan menggunakan lebih sedikit informasi dalam
membuat pilihan mereka daripada manajer pengambilan risiko rendah. Menariknya,
keakuratan keputusan sama untuk kedua kelompok. Untuk memaksimalkan efektivitas
organisasi, manajer harus mencoba menyelaraskan kecenderungan pengambilan risiko
karyawan dengan tuntutan pekerjaan tertentu

21
D. Jenis Kepribadian dalam Budaya Berbeda
Lima faktor kepribadian yang dipelajari dalam Model Lima Besar muncul di hampir
semua studi lintas budaya. Studi ini mencakup berbagai macam budaya yang beragam seperti
Cina, Israel, Jerman, Jepang, Spanyol, Nigeria, Norwegia, Pakistan, dan Amerika Serikat.
Perbedaan ditemukan dalam penekanan pada dimensi. Orang Cina, misalnya, lebih sering
menggunakan kategori teliti dan lebih jarang menggunakan kategori keramahan daripada orang
Amerika. Tetapi jumlah kesepakatan yang sangat tinggi ditemukan, terutama di antara individu-
individu dari negara-negara maju. Sebagai contoh kasus, tinjauan komprehensif studi yang
mencakup orang-orang dari Komunitas Eropa menemukan bahwa kesadaran adalah prediktor
yang valid dari kinerja di seluruh pekerjaan dan kelompok pekerjaan. Studi di Amerika Serikat
menemukan hal yang sama. Kami tahu bahwa tidak ada tipe kepribadian yang umum di negara
tertentu. Anda dapat, misalnya, menemukan pengambil risiko tinggi dan pengambil risiko rendah
di hampir semua budaya. Namun budaya suatu negara mempengaruhi karakteristik kepribadian
yang dominan dari masyarakatnya. Kita dapat melihat pengaruh budaya nasional ini dengan
melihat salah satu ciri kepribadian kita Namun budaya suatu negara mempengaruhi karakteristik
kepribadian yang dominan dari masyarakatnya. Kita dapat melihat pengaruh budaya nasional ini
dengan melihat salah satu ciri kepribadian kita Namun budaya suatu negara mempengaruhi
karakteristik kepribadian yang dominan dari masyarakatnya. Kita dapat melihat pengaruh budaya
nasional ini dengan melihat salah satu ciri kepribadian kita dibahas: lokus kendali. Budaya
nasional berbeda dalam hal sejauh mana orang percaya bahwa mereka mengendalikan
lingkungan mereka. Misalnya, orang Amerika Utara percaya bahwa mereka dapat mendominasi
lingkungan mereka; masyarakat lain, seperti di negara-negara Timur Tengah, percaya bahwa
kehidupan pada dasarnya telah ditentukan sebelumnya. Perhatikan seberapa dekat perbedaan ini
sejajar dengan konsep lokus kontrol internal dan eksternal. Berdasarkan karakteristik budaya
tertentu ini, kita harus mengharapkan proporsi yang lebih besar dari tenaga kerja internal di AS
dan Kanada daripada di angkatan kerja di Arab Saudi atau Iran.
Seperti yang telah kita lihat di seluruh bagian ini, ciri-ciri kepribadian memengaruhi
perilaku karyawan. Bagi manajer global, memahami bagaimana ciri-ciri kepribadian berbeda
menjadi semakin penting ketika melihatnya dari perspektif budaya nasional.

22
E. Emosi dan Kecerdasan Emosional
Kita tidak dapat meninggalkan topik kepribadian tanpa melihat aspek perilaku emosi
yang penting. . Karyawan jarang memeriksa perasaan mereka di tempat kerja, juga tidak
terpengaruh oleh hal-hal yang terjadi sepanjang hari kerja. Bagaimana kita menanggapi secara
emosional dan bagaimana kita menangani emosi kita biasanya merupakan fungsi dari
kepribadian kita. Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan pada seseorang atau sesuatu.
Mereka spesifik objek; itu adalah, emosi adalah reaksi terhadap suatu objek. Misalnya, ketika
rekan kerja mengkritik Anda karena cara Anda berbicara dengan klien, Anda mungkin marah
padanya. Artinya, Anda menunjukkan emosi (amarah) terhadap objek tertentu (rekan Anda).
Terkadang perasaan negatif bisa menjadi hal yang baik. Memiliki perasaan buruk dapat membuat
orang berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dan memotivasi mereka untuk "mencari informasi
eksternal untuk mendukung argumen Anda, untuk lebih teliti dalam mempertanyakan praduga
Anda sendiri dan perspektif orang lain, [dan memiliki] lebih banyak ketergantungan pada data
objektif . ”Karena karyawan membawa komponen emosional ke tempat kerja setiap hari,
manajer perlu memahami peran emosi dalam perilaku karyawan. Anda mungkin akan marah
padanya. Artinya, Anda menunjukkan emosi (amarah) terhadap objek tertentu (rekan Anda).
Terkadang perasaan negatif bisa menjadi hal yang baik. Memiliki perasaan buruk dapat membuat
orang berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dan memotivasi mereka untuk "mencari informasi
eksternal untuk mendukung argumen Anda, untuk lebih teliti dalam mempertanyakan praduga
Anda sendiri dan perspektif orang lain, [dan memiliki] lebih banyak ketergantungan pada data
objektif ”Karena karyawan membawa komponen emosional ke tempat kerja setiap hari, manajer
perlu memahami peran emosi dalam perilaku karyawan.
Orang merespons secara berbeda terhadap rangsangan pemicu emosi yang identik. Dalam
beberapa kasus, perbedaan dapat dikaitkan dengan kepribadian seseorang dan karena orang
berbeda dalam kemampuan mereka untuk mengekspresikan emosi. Misalnya, Anda pasti kenal
orang-orang yang hampir tidak pernah menunjukkan perasaannya. Mereka jarang marah atau
menunjukkan amarah. Sebaliknya, Anda mungkin juga tahu orang-orang yang tampaknya berada
di roller coaster emosional. Saat mereka bahagia, mereka sangat gembira. Saat mereka sedih,
mereka sangat tertekan. Dan dua orang bisa berada dalam situasi yang persis sama — satu
menunjukkan kegembiraan dan kegembiraan, yang lain tetap tenang.

23
Namun, di lain waktu bagaimana orang menanggapi secara emosional adalah hasil dari
tuntutan pekerjaan. Pekerjaan membuat tuntutan yang berbeda dalam hal jenis dan seberapa
banyak emosi yang perlu ditampilkan. Misalnya, pengawas lalu lintas udara, perawat UGD, dan
hakim pengadilan diharapkan tenang dan terkontrol, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan.
Di sisi lain, penyiar pidato publik di acara olahraga dan pengacara di pengadilan harus dapat
mengubah intensitas emosional mereka saat diperlukan.
F. Implikasi bagi Manajer
Sekitar 80 persen perusahaan swasta AS menggunakan tes kepribadian saat perekrutan
dan perekrutan. Mungkin nilai utama dalam memahami perbedaan kepribadian terletak pada
bidang ini. Manajer cenderung memiliki karyawan yang berkinerja lebih tinggi dan lebih puas
jika dipertimbangkan untuk menyesuaikan kepribadian dengan pekerjaan. Teori kesesuaian
pekerjaan-kepribadian yang terdokumentasi terbaik dikembangkan oleh psikolog John Holland,
yang mengidentifikasi enam tipe kepribadian dasar. Teorinya menyatakan bahwa kepuasan
karyawan dengan pekerjaannya, serta kemungkinannya untuk meninggalkan pekerjaan itu,
bergantung pada sejauh mana kepribadian individu tersebut cocok dengan lingkungan kerja.
Bagan 15-4 menjelaskan enam jenis, karakteristik kepribadian mereka, dan contoh pekerjaan
yang cocok untuk masing-masing jenis. Teori Holland mengusulkan bahwa kepuasan tertinggi
dan perputaran terendah ketika kepribadian dan pekerjaan cocok. Individu sosial harus dalam
jenis pekerjaan "orang", dan sebagainya.
Poin kunci dari teori ini adalah bahwa (1) perbedaan intrinsik dalam kepribadian terlihat
jelas di antara individu; (2) jenis pekerjaan bervariasi; dan (3) orang-orang di lingkungan kerja
yang sesuai dengan tipe kepribadian mereka harus lebih puas dan kecil kemungkinannya untuk
mengundurkan diri secara sukarela daripada orang-orang dalam pekerjaan yang tidak sesuai.
Selain itu, manfaat lain muncul dari pemahaman kepribadian. Dengan mengenali bahwa
orang-orang mendekati pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan interaksi kerja secara
berbeda, seorang manajer dapat lebih memahami mengapa seorang karyawan merasa tidak
nyaman dengan membuat keputusan yang cepat atau mengapa karyawan lain bersikeras untuk
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin sebelum menangani suatu masalah. Atau, misalnya,
manajer dapat mengharapkan bahwa individu dengan lokus kontrol eksternal mungkin kurang
puas dengan pekerjaan mereka daripada internal dan mungkin kurang bersedia untuk menerima
tanggung jawab atas tindakan mereka.

24
Akhirnya, menjadi manajer yang sukses dan mencapai tujuan berarti bekerja sama
dengan baik dengan orang lain baik di dalam maupun di luar organisasi. Untuk bekerja sama
secara efektif, Anda perlu memahami satu sama lain. Pemahaman ini datang, setidaknya
sebagian, dari apresiasi terhadap ciri-ciri kepribadian dan emosi. Selain itu, salah satu
keterampilan yang harus Anda kembangkan sebagai manajer adalah belajar menyesuaikan reaksi
emosional Anda sesuai dengan situasi. Dengan kata lain, Anda harus belajar mengenali kapan
“Anda harus tersenyum dan kapan Anda harus marah.

2.1.4. Persepsi
A. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses saat individu melakukan pengorganisasian terhadap


stimulus yang diterima dan menginterpretasikan, sehingga seseorang dapat menyadari dan
mengerti apa yang diterima dan hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
pada individu yang bersangkutan.

Menurut P. Robbins dan Timothy, dalam buku Perilaku Organisasi, pengertian persepsi
adalah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya
bisa berbeda dari realitas objektif. Oleh karena itu, setiap individu mempunyai stimulus yang
saling berbeda mesikpun objeknya sama, cara pandang melihat situasi ini cenderung lebih
penting daripada situasi itu sendiri.

Menurut Prof. Dr. Bimo Walgito, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
indera atau disebut juga proses sensoris. Proses tersebut merupakan pemahaman terhadap suatu
informasi yang disampaikan oleh orang lainyang sedang saling berkomunikasi maupun bekerja
sama sehingga setiap orang tidak terlepas dari persepsi.

Menurut Luthans, persepsi adalah lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan
penginderaan. Walaupun persepsi sangat tergantung pada penginderaan data, proses kognitif
barangkali bisa menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.
Dengan kata lain proses persepsi dapat menambah, dan mengurangi kejadian kenyataan yang
diinderakan oleh seseorang.

25
B. Faktor Yang Memengaruhi Persepsi

Menurut Robbins, faktor pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakterisitk pribadi seperti
sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Faktor lain yang dapat
menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,
lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

a. Pihak pelaku persepsi (perceiver)


Seseorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang
dilihatnya, kemudian penafsiran itu dipengaruh oleh karakteristik-karakteristik pribadi
dari pelaku persepsi itu sendiri. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi
persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan
pengharapan.
1) Sikap, tiap-tiap individu melihat hal yang sama, tetapi merekan akan
menafsirkannya secara berbeda.
2) Motif, kebutuhan yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai
pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Ini diperlihatkan dalam riset mengenai
rasa lapar.
3) Kepentingan atau minat, karena kepentingan individual setiap individu berbeda, apa
yang dicatat satu orang dalam suatu situasi dapat berbeda dengan apa yang
dipersepsikan orang lain.
4) Pengalaman masa lalu, Seseorang yang mengalami peristiwa yang belum pernah
dialami sebelumnya akan lebih mencolok daripada yang pernah dialami di masa
lalu.
5) Pengharapan, dapat menyimpangkan persepsi seseorang dalam melihat apa yang
orang harapkan lihat.
b. Objek atau target yang dipersepsikan

26
Karakteristik di dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan seseorang. Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target
yang membentuk cara kita memandang.
1) Latar belakang, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi, seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang
berdekatan atau mirip.
2) Kedekatan, obyek-obyek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung
dipersepsikan bersama-sama bukannya terpisah.
3) Bunyi, obyek atau orang yang keras suaranya lebih mungkin diperhatian dalam
kelompok daripada mereka yang pendiam.
4) Ukuran , obyek yang semakin besar akan mempengaruhi persepsi seseorang.
c. Konteks dalam persepsi yang dilakukan
Selain kedua hal yang berpengaruh terhadap persepsi individu. Situasi dalam konteks
mencakup waktu, keadaan/ tempat kerja dan keadaan sosial.
Sedangkan menurut Miftah Toha ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Belajar atau pemahaman learning dan persepsi Semua faktor-faktor dari dalam yang
membentuk adanya perhatian kepada sesuatu objek sehingga menimbulkan adanya
persepsi yang selaras dengan proses pemahaman atau belajar (learning) dan
motivasi masing-masing individu.
2) Motivasi dan persepsi Motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak bisa
dipisahkan dari proses belajar, tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat
penting dalam proses pemilihan persepsi yang akan merangsang perhatian dan
minat orang-orang dalam masyarakat.
3) Kepribadian dan persepsi Dalam membentuk persepsi unsur ini amat erat
hubungannya dengan proses belajar dan motivasi.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor tersebut antara lain:

27
1) Intensitas prinsip, intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin
besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal yang dapat
dipahami. Suara yang keras, bau yang tajam, sinar yang terang akan lebih banyak
atau mudah diketahui dibandingkan dengan suara yang lemah, bau yang tidak
tajam, dan suara yang buram.
2) Ukuran,bahwa semakin besar ukuran sesuatu obyek, maka semakin mudah untuk
bisa diketahui atau dipahami. Bentuk ukuran ini akan dapat mempengaruhi persepsi
seeorang, dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek orang akan mudah tertarik
perhatiannya yang nanti akan membentuk persepsinya.
3) Keberlawanan atau kontras, bahwa stimulus dari luar yang penampilannya
berlawanan dengan latar belakang atau sekelilingnya aau yang sama sekali di luar
sangkaan orang banyak akan menarik banyak perhatian.
4) Pengulangan,bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian
yang lebih besar dibandingkan dengan sekali dilihat.
5) Gerakan, bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang
bergerak dalam pandangannya dibandingkan obyek yang diam. Dari gerakan
sesuatu obyek yang menarik perhatian seseorang ini akan timbul suatu persepsi.
6) Baru dan familier,bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah
dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.

C. Teori Atribusi

Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang
menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana
kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang.Teori atribusi menjelaskan
tentang pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan
mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa
terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat
dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau karakteristik orang
tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

D. Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain

28
Jalan Pintas untuk menilai orang lain sering kali memperbolehkan kita untuk membuat
persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang vakid untuk membuat prediksi

a. Persepsi selektif (selective perception), kecendrungan untuk secara selektif


mengintepretasikan apa yang seorang lihat dalam basis minat, latar belakang, dan sikap
seseorang.
b. Efek halo (halo effect), kecendrungan untuk menggambarkan impresi umum mengenai
seorang individu berdasarkan karakteristik tunggal.
c. Efek kontras (contrast effect), evaluasi atas karakteristik seorang yang dipengaruhi oleh
perbandingan dengan orang lain yang baru muncul yang berperingkat lebih tinggi atau
rendah dalam karakteristik yang sama.
d. Stereotip adalah ketika menilai seseorang berdasarkan persepsi kita atas kelompok
asalnya kita sedang melakukan Stereotip.

E. Implikasi Manajerial

Implikasi manajerial adalah cara meningkatkan produktifitas dengan meningkatkan


kapasitas, kualitas, efisiensi, dan efektivitas dari sumber daya yang ada. Implikasi yang
dirasakan oleh para pihak manajer adalah cara mereka bisa mengembangkan produk yang di
produksi di negara lain, dengan baik dengan cara memanfaatkan sumber daya alam dan manusia
yang ada pada negara tersebut. Jadi struktur organisasi manajerial tidak akan berpusat ada satu
organisasi manajerial. Namun, harus mencakup seluruh struktur di seluruh negara dimana
perusahaan itu berada.

2.1.5. Teori Pembelajaran

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi
melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa
ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah

29
mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku
tersebut dengan hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah
laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku
yang baik bermanfaat ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari. Dalam
belajar siswa seharusnya dibimbing untuk aktif bergerak, mencari, mengumpulkan,
menganalisis, dan menyimpulkan dengan pemikirannya sendiri dan bantuan orang dewasa
lainnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Inilah yang disebut belajar dengan pendekatan
inkuiri terbimbing.
Pendekatan psikologi ini mengutamakan pengamatan tingkah laku dalam mempelajari
individu dan bukan mengamati bagian dalam tubuh atau mencermati penilaian orang tentang
penasarannya. Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan yang ilmiah, yang
dapat diamati secara obyektif. Data yang didapat dari observasi diri dan intropeksi diri dianggap
tidak obyektif. Jika ingin menelaah kejiwaan manusia, amatilah perilaku yang muncul, maka
akan memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Jadi, behaviorisme
sebenarnya adalah sebuah kelompok teori yang memiliki kesamaan dalam mencermati dan
menelaah perilaku manusia yang menyebar di berbagai wilayah, selain Amerika teori ini
berkembang di daratan Inggris, Perancis, dan Rusia. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini
meliputi E.L.Thorndike, I.P.Pavlov, B.F.Skinner, J.B.Watson, dll.

1. Thorndike

Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori behavioristik
dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan).
Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang
konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati). Dalam
implementasinya, siswa sekolah dasar mengalami peningkatan kemampuan membaca
dengan adanya interaksi siswa dengan media belajar, dalam hal ini berupa media cerita
bergambar. Belajar dengan menggunakan media pembelajaran akan terbentuk proses
penguasaan karena adanya interaksi dalam belajar (Fahyuni, 2011)

30
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku
yang non-konkret (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut
aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah memberikan inspirasi kepada pakar lain
yang datang sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme
(connectionism).

Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya sampai
ketempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung maka binatang itu sering
melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke
sisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak
terbuka dan binatang itu akan lepas ke tempat makanan.

2. Ivan Petrovich Pavlov

Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang


ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap hewan anjing, di mana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan hewan
anjing bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari
bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

3. John B. Watson

Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike,
stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati
(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang
mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu
diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak
penting. Semua itu penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan

31
apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah,
menurut Watson, dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
Hanya dengan demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat disejajarkan dengan ilmu
lainnya seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiris.
Berdasarkan uraian ini, penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih untuk tidak
memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa hal
itu penting.

4. Burrhus Frederic Skinner

Menurut Skinner, deskripsi antara stimulus dan respons untuk menjelaskan parubahan
tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson tersebut
adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah
sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu
dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan.

Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan
pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan
oleh respons tersebut (lihat bel-Gredler, 1986). Skinner juga memperjelaskan tingkah
laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu
akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya, apabila dikatakan bahwa seorang siswa
berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami frustasi akan menuntut perlu dijelaskan apa
itu frustasi. Penjelasan tentang frustasi ini besar kemungkinan akan memerlukan
penjelasan lain. Begitu seterusnya.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Behavioristik


Fakta penting tentang perkembangan ialah bahwa dasar perkembangan adalah kritis.
Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun pertama, menentukan seberapa
jauh individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan mereka selanjutnya. Menurut Erikson
(Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi merupakan masa individu belajar sikap

32
percaya atau tidak percaya, bergantung pada bagaiamana orang tua memuaskan kebutuhan
anaknya akan makanan, perhatian, dan kasih sayang . Pola-pola perkembangan pertama
cenderung mapan tetapi bukan berarti tidak dapat berubah. Ada 3 kondisi yang memungkinkan
perubahan:
1. Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan untuk
membuat perubahan.
2. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai memperlakukan
individu dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif dan tidak monoton)
3. Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat perubahan.

Dengan mengetahui bahwa dasar-dasar permulaan perkembangan cenderung menetap,


memungkinkan orang tua untuk meramalkan perkembangan anak dimasa akan datang. Penganut
aliran lingkungan (behavioristk) yakin bahwa lingkungan yang optimal mengakibatkan ekspresi
faktor keturunan yang maksimal. Proses perkembangan itu berlangsung secara bertahap, dalam
arti :
1. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat atau mendalam atau meluas
secara kualitatif maupun kuantitatif. (prinsip progressif)
2. Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu terdapat
interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis. (prinsip sistematik)
3. Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan
dan tidak kebetulan dan meloncatloncat.(prinsip berkesinambungan)

C. Aplikasi Behavioristik dan Ciri-Ciri Terhadap Pembelajaran


1. Aplikasi Teori Behavioristik
a) Mementingkan Pengaruh Lingkungan
b) Mementingkan bagian-bagian
c) Mementingkan Peranan Reaksi
d) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon.
e) Mementingkan perana kemampuan yang terbentuk sebelumnya

33
f) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g) Hasil belajar yang dicapai ialah munculnya perilaku yang diinginkan

2. Ciri-ciri teori behavioristik


Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan
mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan.
Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang
dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala
perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling
sederhana yakni perbuatanperbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Refleks
adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu
yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada
waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan adalah
maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan
pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati.

2.2.Negosiasi Untuk Mengatasi Konflik


2.2.1. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak
atau lebih pihak secara berterusan,

2. Menurut Gibxon, et al ( 1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama.


hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing -

34
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri - sendiri dan tidak
bekerja sama satu sama lain

3. Menurut Rabbin (1996). keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi


ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereku mempersepaikan bahwa di dalam orgunisasi telah ada konflik
maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjudi pada tingkatan individual, interpersonal,
kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada
tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan


bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan
irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi
yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan
kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini


menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di
dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan
sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung


mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan
suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut

35
pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat,
kritis – diri, dan kreatif.

4. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan.

5. Konflik Menurut Stoner dan Freeman Stoner dan Freeman(1989:392) membagi


pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan
modern (Current View):

1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat


dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan
mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh
kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan
kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan
konflik.

2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak
faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan
sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai
tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan
bersama.

6. Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk


yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena
dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan

36
seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik
secara fisik maupun dengan katakata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti
akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu
sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut
pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa


konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis
interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana
meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak
merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik
dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan
dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal
konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara
peningkatan kinerja organisasi.

2.2.2. Faktor-Faktor penyebab Konflik

Faktor penyebab konflik antara lain:

1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia
adalah individu yang unik

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang


berbeda.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

2.2.3. Jenis-Jenis Konflik


Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan
dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antarkeluarga, antarkelompok).
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

37
5. Konflik antar atau tidak antar agama

2.2.4. Akibat Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang konflik


dengan kelompok lain.
2) Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3) Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,benci,
saling curiga dll.
4) Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5) Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi pengertian terhadap hasil tujuan kita
dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya skema ini akan menghasilkan hipotesa
sebagai berikut :

1) Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik
2) Pengertian yang tinggi untuk hasil itu sendiri hanya akan menghasilkan percobaan
untuk "memenangkan" konflik
3) Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan
yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4) Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.

Adapun beberapa Contoh konflik adalah:

1. Konflik Vietnam berubah menjadi perang


2. Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga
timbul kekerasan hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina

38
3. Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah
lainnya
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-
Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan
2.2.5. Langkah-langkah Menangani Konflik
Ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu Anda untuk menyelesaikan suatu
konflik yaitu :
1. Menjadi Pendamai.
2. Tetap netral.
3. Dengarkan kedua (atau lebih) pihak.
4. Mau membujuk pihak-pihak untuk bertanggung jawab.
5. Satukan pihak-pihak yang berselisih paham.
6. Beri semua pihak kesempatan berbicara.
7. Dorong mereka untuk memaafkan dan melupakan yang lalu.
2.2.6. Manajemen Konflik

Karena setiap negosiasi mempunyai potensi konflik dalam setiap prosesnya, maka
penting sekali bagi kita untuk dapat memahami mengatasi ataupun cara menyelesaikan konflik.
Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik yang dipandang dari sudut menang-
kalah dari masing-masing pihak, terdapat kuadran manajemen konflik, antara lain empat yaitu:

1. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)


Kuadran pertama ini disebut juga dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau
bekerja sama. Tujuannya ialah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian
melalui konsensus maupun kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang
sedang bertikai. Proses ini pada umumnya adalah yang paling lama memakan waktu
karena harus bisa mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya ada di kedua ujung
ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini membutuhkan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk
menyelesaikannya, serta bisa menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh.
Secara sederhana proses ini bisa dijelaskan bahwa masing-masing pihak harus memahami

39
dengan Sepenuhnya keinginan ataupun tuntutan pihak lainnya serta berusaha dengan
penuh komitmen untuk dapat mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini ialah memastikan bahwa kita akan memenangkan konflik dan pihak
lain kalah. Umumnya kita akan menggunakan kekuasaan ataupun pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kitalah yang keluar sebagai pemenangnya.
Biasanya pihak yang kalah cenderung akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan
berikutnya, sehingga akan terjadi suatu persaingan di antara kedua pihak. Gaya
penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak menyenangkan bagi pihak yang merasa
terpaksa harus berada pada posisi yang suasana kompetensi atau kalah, sehingga
sebaiknya cara ini hanya digunakan dalam keadaan terpaksa saja yang memerlukan
penyelesaian yang cepat dan tegas.

3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)


Agak berbeda dengan kuadran sebelumnya, kuadran ketiga ini yaitu kita kalah dan
mereka menang. Ini artinya kita berada mengalah dalam posisi atau juga mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya seperti ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan
ataupun masalah yang lebih besar. Gaya seperti ini juga merupakan sebuah upaya untuk
mengurangi tingkat ketegangan yang diakibatkan oleh konflik tersebut atau juga
menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
4. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Sementara itu kuadran yang terakhir ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan cara
menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau juga bisa berarti
bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik ataupun
menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik yang ada tersebut. Kita tidak
memaksakan keinginan kita dan juga sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang
dimiliki ataupun dikuasai pihak lain.

2.2.7. Negosiasi

A. Pengertian Negosiasi

40
Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap
aspekkehidupan kita Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan
menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Negosiasi dilakukan mulai dari rumah,
sekolah, kantor, dan semua aspek kehidupan kita. Oleh karena itupenting bagi kita dalam rangka
mengembangkan dan mengelola diri (manajemen diri), untuk dapat memahami dasar-dasar,
prinsip dan teknik-teknik bernegosiasi sehingga kita dapat melakukan negosiasi serta
membangun relasi yang jauh lebih efektif dan lebih baik dengan siapa saja.

Dalam buku “Teach Yourself Negotiating”. Karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang
definisi Negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan
diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dikakukan di
masa mendatang sedangkan negosiasi memiliki sejumlah karakteristk utama, yaitu :

1. Senantiasa melibatkan orang baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau


perusahaan, sendiri atau dalam kelompok
2. Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai
dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
3. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu -baik berupa tawar menawar (bargain)
maupun tukar menukar (barter).
4. Hampir selalu berbentuk tatap-muka -yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh
maupun ekspresi wajah.
5. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi
dan kita inginkan terjadi.
6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak,
meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
B. Negosiasi dengan Hati

Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan
mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Disinilah seringkali banyak di antara kita tidak
menyadari bahwanegosiasisebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam batin atau
jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, dimana puncak yang kelihatan
merupakan hal-hal yang formal tuntutan yang dinyatakan dengan jelas. Kebijakan atau prosedur
perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.

41
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan,
seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh
individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di
dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.

Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai Negotiation
Triangle, yaitu terdiri dari Heart (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi
dasar dalam kita melakukan negosiasi), Head (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita
gunukan dalam melakukan negosiasi), Hands (yaitu kebiasaan-kebiasaan) dan perilaku kita
dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menujukeunggulan
atau keahlian dalam bernegoisasi).

Jadi, sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal,
kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknikdalamnegosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga
komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku. Dalam banyak hal, negosiasi justru
tidak terselesaikan di meja perunperundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana
yang lebih informal dan relaks. kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi
kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses
negosiasi setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang
menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.

C. Langkah-langkah Bernegosiasi

Langkah-langkah bernegosiasi meliputi hal-hal berikut :

1. Persiapan

Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik
merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan
memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama
harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalahmenentukan secara jelas apa yang ingin
kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun
ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk
melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainya.

42
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita dalam
kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah denganmelakukan relaksasi.
Bagi kita yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious
reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawab sadar kita,
sehingga setelah melakukannyaberkali-kali secara mental kita menjadi lebih siap dan percaya
diri.

2. Pembukaan

Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu
menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai,
untukmengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya
diri. ketenangan dan kejelasan dari tujuun kita melakukan negosiasi, Ada tiga sikap yang
perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu pleasant (menyenangkan), assertive
(tegas, tidak plin-plan), din firas (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang
kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan
perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam
mengawali sebuahnegosiasi:

1. Memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi:

2. Ulurkam tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu:

3. Jabat tangan dengan tegasdan singkat:

4. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untukmengawali pembicaraan

Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common grownd, yaitu
sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada
dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat
dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.

3. Memulai proses negosiasi

43
Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa
yang menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses
penyampaian tujuan kita tersebut adalah :

1. Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok
negosiasi.
2. Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan
penuh percaya diri.
3. Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu
kesepakatan dengan mereka.
4. Sediakan ruang untuk tawar-menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dia
pilihan ya atau tidak.
5. Sampaikan bahwa "Jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu”
Sehingga mereka mengerti jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari
apa yang Anda berikan.
6. Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif
apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif
memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana
memgartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun
kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh
perhatian.
4. Membangun Kesepakatan

Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup
negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai
tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki
komitmen untuk melaksanakannya. Disini yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan
pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak
memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau
niat dari kedua belah pihak. sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan.

Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap
dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun

44
ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau
keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan
energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan
arbitrationmelalui pihak ketiga.

D. Studi Kasus Manajemen Konflik antara Taksi Konvensional dengan Taksi Online
di Bandara Husein Sastranegara

Salah satu taksi konvensional yang beroperasi di Kota Bandung adalah taksi milik
Primkopau. Taksi ini dapat kita jumpai di jalanan Kota Bandung yang biasanya sangat mudah
ditemui di Bandara Husein Sastranegara karena pengelola dari taksi konvensional ini di bawah
naungan dari TNI Angkatan Udara. Berdasarkan hasil prariset penelitian, taksi yang beroperasi
di bandara didominasi oleh taksi Primkopau.

Pesatnya pertumbuhan pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online oleh


masyarakat yang diikuti pula oleh penambahan jumlah mitra atau driver taksi online di Kota
Bandung menimbulkan masalah baru. Dalam perkembangan jasa transportasi online sejak tahun
2012 di Indonesia, banyak konflik yang terjadi di wilayah Indonesia. Masalah yang sering terjadi
ditimbulkan oleh percepatan perkembangan ilmu pengetahuan disatu sisi. Namun pada sisi yang
lain dapat menyebabkan konflik pada manusia yang tidak siap menghadapi keadaan yang cepat
berubah. Selain itu, aturan atau regulasi yang diterapkan oleh pemerintah juga dirasa masih
belum siap untuk mewadahi dan mengatur pesatnya pertumbuhan mitra atau supir dari taksi
online dan para pengguna jasa transportasi.

Konflik antara taksi konvensional dengan taksi online terjadi di Bandara Husein
Sastranegara dengan aksi sweeping. Pengunjung bandara Husein Sastranegara yang datang
menggunakan taksi ataupun ojek diperiksa oleh tim pengaman bandara, tim pengaman tersebut
juga sampai memeriksa telepon seluler milik pengunjung terkait penggunaan layanan online. Hal
tersebut bukan hanya berpengaruh bagi para pengemudi taksi online saja, melainkan para
pengguna jasa dan masyarakat umum yang seharusnya mempunyai hak untuk memilih moda
transportasi mereka sendiri. Seperti satu aksi pemeriksaan ponsel terhadap pengunjung di
Bandara Husein Sastranegara yang sangat mengganggu kenyamanan bagi masyarakat umum.

45
Adanya aksi sweeping yang terjadi di Bandara Husein Sastranegara, mengakibatkan
permasalahan dari konflik antara taksi konvensional dengan taksi online ini dapat menimbulkan
dampak penurunan kepercayaan masyarakat akan layanan angkutan transportasi di bandara. Jika
konflik terus dibiarkan tanpa adanya penyelesaian, akibat konflik akan berdampak pada citra
Primkopau yang merupakan satu-satunya taksi konvensional yang melayani transportasi di
Bandara Husein Sastranegara.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan organisasi mengadakan


penyesuaian juga perubahan terhadap prosedur kerja, pemakaian sumberdaya yang lebih
berkualitas dan berusaha meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Pesatnya perkembangan
teknologi ini juga membuat perkembangan zaman yang semakin modern. Berbagai bidang
terkena dampak dari perkembangan teknologi ini yang membuat para pelaku bisnis di dunia
bersaing lebih keras dengan memanfaatkan internet sebagai inovasi dari teknologi terbaru.
Masyarakat di era digital akan lebih memilih semua yang praktis atau efisien juga ekonomis
dalam penggunaannya, terlebih dengan semakin bertambahnya penggunaan ponsel pintar di
kalangan masyarakat. Seperti dalam bidang transportasi, para pelaku bisnis membuat inovasi
sistem dengan memanfaatkan internet yang merubahnya menjadi online.

Penyebab konflik antara taksi konvensional dengan taksi online di Bandara Husein
Sastranegara adalah komunikasi yang tidak efektif antara pihak dari taksi Primkopau dengan
pihak dari taksi online. Hal ini dikarenakan tidak adanya wadah komunikasi juga kurangnya
informasi mengenai aturan zona merah. Selain itu, penyebab konflik adalah akibat keterbatasan
penumpang di bandara yang rata-rata mencapai dua ratus penumpang perhari dengan jumlah
supir taksi Primkopau mencapai seratusan orang. Dapat diketahui bahwa supir Primkopau yang
rata-rata hanya menarik dua penumpang saja setiap harinya. Dengan keterbatasan tersebut,
adanya taksi online menimbulkan masalah baru karena pada dasarnya konflik ini merebutkan
sumber penghasilan dari masing-masing pihak yang bertikai yaitu penumpang atau pengunjung
bandara yang menggunakan jasa taksi. Setelah itu, adanya perkembangan teknologi yang
dimanfaatkan oleh taksi online membuat para penumpang lebih memilih menggunakan layanan
taksi online dibandingkan taksi Primkopau. Ditambah yang terakhir adalah belum jelasnya
peraturan pemerintah yang mengatur moda transportasi online. Berbeda dengan taksi Primkopau

46
yang merupakan moda transportasi konvensional yang sudah mempunyai aturan dengan plat
berwarna kuning, uji KIR dan sebagainya.

Konflik selalu akan mewarnai fenomena sosial yang terefleksikan sebagai fakta sosial
yang dinilai wajar terjadi di dalam masyarakat. Konflik sebagai proses sosial akan selalu
berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat karena masyarakat bersifat dinamis. Sesuai dengan
Teori Konflik dari Dahrendorf yang menyatakan bahwa didalam sistem sosial terdapat pertikaian
dan konflik dan terdapat peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Teori ini juga menjelaskan bahwa konflik terjadi ketika tujuan, kebutuhan, dan nilai-nilai
kelompok yang bersaing bertabrakan (Rusidana, 2015:132). Penyebab tersebut merupakan
jawaban atas tuntunan kehidupan, baik secara pribadi maupun kelompok. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat yang terjadi atas individu yang diorganisasikan oleh
norma dan nilai sosial. Konflik akan selau terjadi pada diri seseorang dan didalam masyarakat,
konflik tidak untuk dihindari, tetapi diatasi karena konflik merupakan proses sosial (Rusdiana,
2015:152).

Tahapan konflik diawali dengan memburuknya komunikasi dari kedua belah pihak yang
berlanjut dengan adanya aksi sweeping dan demo penolakan terhadap taksi online. Namun
adanya upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak Primkopau, menjadikan jenis
konflik ini adalah konstruktif. Hal ini berdasarkan adanya negosisasi yang dilakukan oleh kedua
belah pihak dalam upaya menyelesaian konflik dengan teknik manajemen konflik. Konflik
konstruktif adalah konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi
konflik (Wirawan, 2017:59). Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mepererat
hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik, ataupun mereka memperoleh sesuatu yang
bermanfaat dari konflik. Dalam konflik konstruktif juga terjadi siklus konflik, yaitu siklus
dimana pihak-pihak yang terlibat konflik sadar akan terjadinya konflik dan merespon konflik
secara positif untuk menyelesaikan konflik secara give and take. Kedua belah pihak akan
berupaya berkompromi atau berkolaborasi. Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik
merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial diantara mereka
dan membantu pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objektif mereka. Disamping itu,
konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang keras kembali normal dan sehat. Akhir

47
dari konflik konstruktif antara lain adalah win win solution, solusi kolaborasi atau kompromi,
serta meningkatkan perkembangan dan kesehatan organisasi atau perusahaan.

Adanya konflik yang terjadi ini membuat hubungan Primkopau dengan salah satu
perusahaan layanan jasa transportasi online menjadi baik. Negosisasi yang dilakukan oleh pihak
Primkopau dengan pihak dari Grab Indonesia mempererat hubungan mereka. Pihak-pihak yang
terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti
negosiasi, give and take, humor, bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak (Wirawan, 2017:59). Dengan adanya negosiasi yang dilakukan oleh
Primkopau membuat organisasi ini telah melakukan pengarahan penyelesaian konflik
menggunakan teknik dari manajemen konflik. Penyelesaian konflik antara taksi konvensional
dengan taksi online di Bandara Husein Sastranegara adalah dengan adanya kolaborasi. Taksi
Primkopau dengan PT Grab Indonesia sepakat berkolaborasi yang menghasilkan layanan aplikasi
Grab dapat berada di bandara. Hal ini dapat dilihat dengan adanya booth yang berada di wilayah
Bandara Husein Sastranegara. Selain itu, taksi Primkopau yang dulunya menggunakan tarif
berdasarkan argo kini telah merubah sistem menjadi online. Dengan pemesanan melalui aplikasi
dari Grab Indonesia, penumpang dapat dimudahkan karena praktis dalam penggunaan dan
pemesanan layanan taksi Primkopau. Terakhir adanya pembaharuan aturan zona merah yang
melarang mitra taksi online berplat hitam untuk mengambil penumpang di wilayah bandara,
menjadikan tidak adanya lagi keributan dalam persaingan mendapatkan penumpang. Kolaborasi
ini juga menghasilkan winwin solution karena kedua belah pihak yang sama-sama diuntungkan
dan tanggapan masyarakat yang baik atas hasil penyelesaian konflik ini. Hal ini menjadikan
Primkopau sukses dalam memanajemen konflik yang dapat dijadikan sebagai contoh
penyelesaian konflik oleh organisasi atau perusahaan lainnya.

48
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku individu dalam organisasi dipengaruhi oleh persepsi,kepribadian dan emosi
individu tersebut, dimana kita dapat menilai atau menafsirkan perilaku dengan cara mengamati
pola kebiasaan dan peraturan-peraturan yang ada. Perilaku setiap individu satu dengan yang
lainnya berbeda sehingga diperlukan suatu pendekatan untuk menyatukan individu-individu
tersebut agar dapat mencapai tujuan secara bersamasama, Adapun selain dari menafsirkan
perilaku individu untuk mengetahui tujuan individu tersebut bisa menggunakan komunikasi
sebagai media untuk mengetahui individu tersebut.

Terdapat beberapa perbedaan karakteristik yang terdapat pada diri setiap individu.
Diantara beberapa karakteristik itu yaitu perbedaan mengenaikecerdasan dan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing individu. Diatas telah dipaparkan beberapa kecerdasan yang
dimiliki oleh setiap individu, hal itu merupakan acuan bagi seorang manajer agar dapat
memahami apa saja yang perlu dilakukan dalam mengorganisir setiap individu yang ada
dalamsetiap organisasi dengan mengoptimalkan semua kecerdasan yang ia miliki serta
menyesuaikan setiap perilaku yang tercermin sesuai dengan kecerdasan yang masing-masing
individu miliki.

Dengan perbedaan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu, maka perilaku yang
akan terwujud pun akan berbeda pada setiap diri individu tersebut. Dengan setiap perbedaan
kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu akan mempengaruhi kepada setiap perilaku
individu. Telah banyak dilakukan mengenai pelatihan-pelatihan mengenai kecerdasan diatas,
yang diharapkan agar setiap individu apat meningkatkan setiap kinerjanya. Bila setiap individu
mempunyai perpaduan antara semua kecerdasan diatas, maka akan berdampak baik pada
individu tersebut begitu pula pada organisasi yang dimasukinya.

Bila setiap individu memiliki semua kecerdasan diatas, organisasi akan berjalan lancar
dan tujuan akan tercapai. Setiap individu yang memiliki kecerdasan social, maka kerjasama yang
baik akan terjalin antar sesamaanggota maupun kelompok. Serta bila individu memiliki
kecerdasan ESQ,maka diantara setiap anggota, kelompok, atasan dengan bawahan akan terdapat

49
suatu kepercayaan antar satu sama lain yang kuat, karena setiapindividu dalam kelompok
mempunyai akhlak yang baik. Oleh sebab itu dalam setiap organisasi dibutuhkan suatu
kecerdasan yang seimbang yangdimiliki oleh setiap individu organisasi tersebut.

Konflik selalu timbul jika pandangan satu pihak berbeda dengan pandangan pihak
lawan.Konflik dapat dikelola dengan melakukan pencegahan dan penanganan konflik sehingga
tujuan dan sasaran dalam negosiasi dapat tercapai. Jika dalam negosiasi menemukan jalan buntu
dapat diusulkan untuk dilakukan penangguhan. Penangguhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh kedua belah pihak dan bukan dimaksudkan untuk menghindar dari konflik yang terjadi.
Apabila konflik dapat dikelola dan ditangani dengan baik, dapat memberikan manfaat dan
akhirnya meningkatkan hubungan yang lebih baik antara kedua belah pihak sehingga tujuan dan
sasaran negosiasi kedua belah pihak dapat tercapai.

3.2 Saran

Dengan membaca makalah ini, penulis menyarankan agar para pembaca bisa
mengambil manfaat dari penjelasan kami tentang “Pengelolaan Perilaku Individu Dalam
Organisasi” dan diharapkan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran kedepannya serta
dalam kehidupan di dunia kerja dan bermasyarakat.

50
DAFTAR PUSTAKA

Agus,S. I. A., Brahmasari. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.10, No,2 , 4.

Christina Tri Setyorini, S. M. (2012). Pengaruh Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi


dan Keterlibatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Baitul Maal Wat Tamwil. Media Riset
Akuntansi, Vol. 2 No. 1 , 34-35.

Eka Mariyanti, S. M. (2014). Pengaruh Keterlibatan Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap
Komitmen Organisasi(Studi Kasus Pada Perawat Rumah Sakit Swasta di Kota Padang).
Jurnal KomTekInfo Fakultas Ilmu Komputer, Volume 1 No.1 , 38-41.

Kurniadi, R. N. (2018). Manajemen Konflik antara Taksi Konvensional dengan Taksi


Online. Prosiding Hubungan Masyarakat Vol.4 No.2 , 666-671. Panjaitan, M. (2018).
Peran Keterlibatan dan Partisipasi Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal
Manajemen Vol.4 No.1 , 54.

Nahar, Novi Irwan. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran.
Desember 2016. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol.1.

Robbin, Stephen P. and Coulter, Mary. (2012), Management, Upper Saddle River, 11th
Editions, New Jersey, Prentice Hall

Robbins, Stephen P. Coulter, Mary. ( 2016). Manajemen (edisi ketigabelas), Erlangga,


Jakarta.

Willem Jonata. (2021, Maret 23). Saatnya Tinggalkan Administrasi SDM Manual dan
Menganti Menggunakan Aplikasi. Tribunnews.com, 1-3

51

Anda mungkin juga menyukai