Anda di halaman 1dari 49

Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners

Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian


Unika Santu Paulus Ruteng

MODUL PRAKTIK LABORATORIUM


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
EDISI III

Penyusun:

Ns. Lusia Henny Mariati, M.Kep

Ns. Yuliana Suryati, M.Biomed

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIKA SANTU PAULUS RUTENG

2019

i
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

PENGESAHAN

MODUL PRAKTIK LABORATORIUM

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Revisi : III

Tanggal : Agustus 2019

Dikaji Ulang Oleh : Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners

Dikendalikan Oleh : Tim Penjaminan Mutu Fakultas

Disetujui Oleh : Dekan Fakutas Ilmu Kesehatan dan Pertanian

NO. DOKUMEN : TANGGAL : Agustus 2019

NO. REVISI :3 NO. HAL :

Disiapkan Oleh Diperiksa Oleh Disahkan Oleh

Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Dekan FIKP


dan Ners

Ns. Lusia H. Mariati, M.Kep David Djerubu, S.Fil., MA


Ns. Oliva Suyen Ningsih
NIDN:0915058702 NIDN: 831126119
NIDN: 814088402

ii
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karuniaNya, Modul Praktikum Keperawatan Gawat Darurat ini dapat disusun
dan diselesaikan.
Modul Praktikum Keperawatan Gawat Darurat ini menjelaskan tentang proses
pembelajaran praktikum dari mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang ada pada
Kurikulum Sarjana Keperawatan dan Ners Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng, sebagai pegangan bagi dosen dan mahasiswa dalam
melaksanakan proses pembelajaran di dalam laboratorium, sesuai dengan capaian
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga diharapkan konten pembelajaran yang
dibahas selama proses belajar terstandar untuk semua dosen pada Program Studi
Sarjana Keperawatan dan Ners.
Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan agar semua dosen dapat
melaksanakan pembelajaran dengan terarah, mudah, berorentasi pada pendekatan SCL
dan terutama mempunyai kesamaan dalam keluasan dan kedalaman materi
pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
menghantar mahasiswa untuk berhasil dengan baik pada ujian akhir ataupun uji
kompetensi.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyusunan modul
ini. Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan masukan yang positif demi perbaikan modul ini. Besar
harapan kami modul ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa Program
Studi Sarjana Keperawatan dan Ners.

Penyusun

iii
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. iv
VISI & MISI FIKP........................................................................................................................................ v
VISI & MISI Program Studi.................................................................................................................. vi
Tujuan Program Studi..........................................................................................................................vii
Tinjauan Mata Kuliah………………………………………………………………………………………viii
Initial Assesment...................................................................................................................................... 1
Memposisikan Jalan Napas...................................................................................................................5
Membersihkan Jalan Napas................................................................................................................. 7
Insersi Oral Airway............................................................................................................................... 10
Insersi Nasal Airway.............................................................................................................................13
Intubasi Endotrakeal Tube................................................................................................................16
Resusitasi Jantung Paru...................................................................................................................... 20
Secondary Survey.................................................................................................................................. 26
Teknik Log-Roll...................................................................................................................................... 30
Daftar Pustaka......................................................................................................................................... 58

iv
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

VISI DAN MISI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN SANTU PAULUS RUTENG

VISI

Menjadi unit pengelola pelaksana akademik yang bermutu yang menghasilkan lulusan
yang cerdas, berdaya saing nasional dalam pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan dan pertanian yang dijiwai nilai-nilai Iman Katolik dan Pancasila.

MISI

a. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada lulusan yang cerdas dalam pe


mberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan pertanian serta dijiwai nilai-nilai
Iman Katolik dan pancasila.
b. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian masyarakat yang inovatif dan
berkelanjutan dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan pertanian
berdasarkan kaidah saintifik.
c. Menyelenggarakan kerja sama dengan fakultas sejenis, organisasi profesi, dan
instansi lain dalam meningkatkan mutu fakultas dan penyerapan tenaga kerja.
d. Menyelenggarakan kegiatan kemahasiswaan yang mendukung pembentukan insan
cerdas, kreatif, dan inovatif Membangun kerjasama dengan institusi atau perguruan
tinggi sejenis dan instansi lain untuk meningkatkan mutu lulusan.
e. Menyelenggarakan tata kelola fakultas yang transparan dan akuntabel berbasis
sistem penjaminan mutu yang kredibel

v
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS

VISI

“Menjadi program studi sarjana keperawatan dan ners yang menghasilkan perawat
professional, berkarakter, berdaya saing nasional serta unggul dalam pelayanan
penyakit tidak menular berbasis keluarga berdasarkan cinta kasih dan pancasila pada
tahun 2024.

MISI

a. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada lulusan yang cerdas da


lam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan pertanian serta dijiwai
nilai-nilai Iman Katolik dan pancasila.
b. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang kondusif berbasis ilmu
pengetahuan teknologi dan inovasi terkini dalam bidang keperawatan
khususnya keperawatan medikal bedah yang unggul, berdaya saing global,
profesional dan beretos kerja tinggi.
c. Mengembangkan dan mengimplementasikan penelitian di bidang
keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat dengan menekankan
upaya preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan peduli terhadap kaum papa.
e. Menumbuh kembangkan semangat ekokampus dan peduli lingkungan dalam
seluruh lingkup kegiatan program studi keperawatan.

vi
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Tujuan Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners

1. Menghasilkan lulusan yang mengacu kepada standart kompetensi secara


komprehensif di bidang keperawatan medikal bedah.
2. Melaksanakan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien
dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kebijaksanaan umum Pemerintah dan
semangat cinta kasih Santu Paulus.
3. Menghasilkan penelitian untuk menumbuh kembangkan pelayanan keperawatan
dengan kekhasan ilmu medikal bedah.
4. Melaksanan pegabdian kepada masyarakat dalam upaya menumbuhkan
kemandirian masyarakat di bidang keperawatan dengan kekhususan ilmu medikal
bedah.
5. Memelihara dan mengembangkan kepribadian dan sikap yang memiliki nilai cinta
kasih, kejujuran, kedisiplinan, peka dan peduli, tangguh dan percaya diri yang
berlandaskan semangat Santu Paulus.
6. Meningkatkan dan memperluas jalinan kerjasama yang berkelanjutan dalam upaya
peningkatan mutu tri dharma perguruan tinggi dalam pelayanan keperawatan.

vii
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

TINJAUAN MATA KULIAH

Saat ini Anda sedang mempelajari Modul Praktikum Mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat. Mata Kuliah ini mempunyai bobot kredit 4 sks yang dikemas dalam 4
modul meliputi 2 modul teori dan 2 modul praktikum laboratorium. Mata kuliah ini
membahas tentang konsep dan perencanaan asuhan keperawatan yang etis, legal dan
peka budaya pada klien yang mempunyai masalah aktual dan risiko yang terjadi secara
mendadak atau tidak dapat diperkirakan dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan, serta kondisi klien yang mengalami kritis dan
mengancam kehidupan. Perencanaan asuhan keperawatan dikembangkan sedemikian
rupa sehingga diharapkan mampu mencegah atau mengurangi kematian atau kecacatan
yang mungkin terjadi.
Mata kuliah ini menguraikan tentang konsep kegawatdaruratan,
penatalaksanaan pasien gawat darurat mencakup bantuan hidup dasar dan bantuan
hidup lanjut serta asuhan keperawatan pada pasien dengan berbagai
kegawatdaruratan yang mencakup bidang medical bedah, anak, maternitas, jiwa dan
kegawatdaruratan di komunitas. Pembelajaran di klinik area keperawatan
kegawatdaruratan. Pada modul praktikum Keperawatan Gawat Darurat ini, secara
terperinci akan membahas mengenai instruksi kerja dari asuhan keperawatan pasien
dengan kegawatdaruratan.

viii
Modul Praktik Laboratorium: Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN PASIEN TRAUMA

INDIKASI
Initial Assessment merupakan pengkajian dasar yang bertujuan untuk menilai dan
mengintervensi kodisi – kondisi yang mengancam jiwa pada korban kritis atau korban
yang mengalami kecelakaan.

KONTRAINDIKASI DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Terdapat bahaya – bahaya di lingkungan seperti api, gas – gas beracun atau resiko
ledakan.
2. Jangan melanjutkan ke pengkajian berikutnya (secondary assessment) sampai
tindakan untuk menyelamatkan jiwa telah diberikan.

PERALATAN
Neck collar, head immobilization, LSB (Long Spine Board), orofaringeal airway,
nasofaringeal airway, Bag-valve-mask, masker non rebreathing, stetoskop, penlight, set
infus, cairan infus (RL), suction, alat balut dan bidai, kasa, abocath, tabung oksigen,
plaster, gunting.

PROSEDUR
Secara singkat, initial assessment dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kaji kepatenan jalan napas/airway sambil menjaga keutuhan posisi tulang servikal
(tulang leher) dengan stabilisasi manual. Kepatenan jalan napas bisa dikaji dengan
cara melihat pengembangan dan pengempisan dada, mendengar dan merasakan
pergerakan udara dari hidung dan mulut. Jika jalan napas tersumbat baik sebagian
atau seluruhnya, lakukan intervensi yang tepat. Potensial intervensi meliputi :
a. Memposisikan jalan napas
b. Mengeluarkan benda asing dari jalan napas
c. Insersi oral airway (oropharyngeal airway)
d. Insersi nasal airway (nasofaringeal airway)
e. Intubasi endoktrakeal (Endotracheal tube)
2. Jika korban beresiko cidera tulang servikal, minta bantuan asisten untuk
menstabilkan kepala sampai primary dan secondary assessment selesai dilakukan
dan prosedur lebih lanjut dapat dilaksanakan. Jika tidak terdapat asisten, gunakan
alat bantu berupa gulungan handuk/busa yang diletakan dibawah leher untuk
menjaga keutuhan garis leher dan untuk mengingatkan korban yang sadar agar
tidak bergerak. Jangan angkat kepala dan alat bantu sampai korban berada di atas
long spinal board.
3. Kaji keadekuatan pernapasan dengan cara mengobservasi laju pernapasan,
kedalaman pernapasan dan kesulitan bernapas. Auskultasi suara napas bilateral.

9
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Pasang oksimetri untuk setiap korban yang mengalami cidera serius. Jika tidak ada
napas/pernapasan abnormal, lakukan bagging menggunakan bag mask ventilation.
4. Kaji sirkulasi dengan mengevaluasi kecepatan dan kekuatan nadi karotis, atau nadi
radialis. Observasi dan palpasi kehangatan kulit, warna dan kelembabannya.
Periksa adanya perdarahan eksterna dan jika ada, lakukan penekanan pada luka
untuk menghentikan perdarahan. Jika sirkulasi terganggu atau bahkan tidak ada,
lakukan intervensi dengan tepat, meliputi kompres dada seperti yang diindikasikan.
5. Evaluasi status neurologi untuk menentukan apakah korban sadar, berespon
terhadap stimulus verbal, berespon terhadap stimulus nyeri, atau berespon
terhadap semua stimulus. Kaji ukuran pupil, kesimetrisan dan reaksi terhadap
cahaya.

KOMPLIKASI
1. Kegagalan menilai dan mengintervensi secara tepat kondisi yang mengancam jiwa
dapat mengakibatkan kondisi yang lebih parah.
2. Mengintervensi kondisi yang non kritis seperti fraktur ekstremitas, sebelum
mengoreksi kondisi yang mengancam jiwa dapat menyebabkan kecacatan pada
korban.

10
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CHECKLIST
PENILAIAN AWAL (INITIAL ASSESSMENT) DAN PENGELOLAAN PASIEN TRAUMA
NILAI
NO VARIABEL YANG DINILAI
0 1 2
TAHAP PRE INTERAKSI
1. Gunakan alat pelindung diri (standart precaution)

2. Identifikasi keadaan umum dan keadaan korban

PRIMARY SURVEY
Airway dengan Proteksi Servikal
3. Kenali pateni airway dan kaji adanya obstruksi

4. Lakukan headtilt – chin lift atau jaw thrust

5. Bersihkan airway dari benda asing

6. Pasang pipa oro-faringeal atau naso-faringeal

7. Jaga leher dalam posisi netral

8. Fiksasi leher secara manual atau dengan collar neck

Breathing: Ventilasi dan Oksigenasi


9. Buka pakaian bagian dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala

10. Tentukan frekuensi dan kedalaman pernapasan

11. Inspeksi dan palpasi leher dan toraks untuk menilai adanya deviasi trakea,
simetrisitas ekspansi toraks, penggunaan otot tambahan dan tanda – tanda cidera
12. Auskultasi toraks bilateral

13. Beri oksigen konsentrasi tinggi atau ventilasi Bag-valve mask

14. Tutup open pneumothorax (jika terjadi) dengan kasa tiga sisi

15. Hilangkan tension pneumothorax (jika terjadi) dengan needle thorakosentesis

Circulation dengan Kontrol Perdarahan


16. Ketahui sumber perdarahan eksternal

17. Kaji nadi: kecepatan, kualitas dan keteraturan

18. Nilai nakral: hangat atau dingin

19. Ukur tekanan darah (bila cukup waktu)

20. Berikan penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

21. Berikan posisi syok (jika terjadi syok)

11
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

22. Pasang IV line 2 jalur

23. Berikan cairan dengan RL atau pemberian darah sesuai kelas perdarahan

Disability: Pemeriksaan Neurologis Singkat


24. Tentukan tingkat kesadaran dengan GCS

25. Nilai refleks pupil untuk ukuran, isokor dan reaksi terhadap cahaya

26. Nilai kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah

Eksposure
27. Buka pakaian korban tetapi cegah terjadi hipotermia

28. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh permukaan tubuh korban mulai dari kepala,
leher, ekstremitas atas, badan, pelvis dan ekstremitas bawah untuk mengetahui
adanya perlukaan, perubahan warna, perubahan bentuk, perdarahan atau krepitasi
29. Lakukan log roll untuk mengkaji bagian belakang tubuh pasien

SECONDARY SURVEY
Riwayat AMPLE dan Mekanisme Cidera
30. Kaji TTV (termasuk oksimetri nadi dan EKG jika tersedia

31. Dapatkan riwayat SAMPLE dengan menanyakan:


 Tanda dan gejala (Sign & Symptom)
 Adanya alergi (Allergies)
 Obat yang tlah diminum untuk mengatasi masalah (Medications)
 Riwayat penyakit (Past Illness)
 Makanan/minuman terakhir (Last meal)
 Pencetus/kejadian penyebab keluhan (Event)
32. Dapatkan anamnesis mekanisme cidera

Pengkajian Fisik (Rapid Assesment Head to Toe)


33. Lakukan pengkajian fisik pada kepala-leher-toraks-pelvis-ekstremitas-logroll

Reevaluasi Pasien/Korban
34. Evaluasi keadaan pasien setelah dilakukan tindakan

35. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

Transfer ke Pelayanan Definitif


36. Lakukan transfer (rujuk) ke pelayanan definitive untuk mendapatkan tindakan lanjut

TOTAL NILAI

Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan
Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna
NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…
Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai

12
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

………………………………………..

13
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

MEMPOSISIKAN JALAN NAPAS

INDIKASI
Untuk menjaga kepatenan jalan napas/untuk mengatasi obstruksi jalan napas baik
sebagian ataupun total yang disebabkan oleh posisi lidah yang jatuh ke posterior faring
dan/atau epiglotis. Prosedur ini dilakukan pada korban yang tidak sadar yang jalan
napasnya tidak adekuat.

KONTRAINDIKASI DAN HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Pada korban cidera yang tidak sadar atau korban yang tidak diketahui/dicurigai
mengalami cidera leher, kepala dan leher harus dijaga pada posisi netral (tanpa
hiperekstensi leher). Gunakan manuver jaw-thrust atau chin-lift untuk
memposisikan jalan napas pada situasi ini. Dalam resusitasi, menjaga kepatenan
jalan napas adalah prioritas; manuver head-tilt/chin-lift dapat digunakan jika jaw-
thrust tidak dapat memposisikan jalan napas.
2. Memposisikan jalan napas saja bisa tidak cukup untuk membuka jalan napas.
Intervensi tambahan seperti melakukan suction, insersi nasal/oral airway, dan
intubasi, mungkin dibutuhkan.

PROSEDUR
1. Posisikan korban dalam posisi terlentang (supinasi)
2. Untuk manuver head-tilt/chin-lift, angkat dagu ke atas sambil menekan kepala ke
belakang dengan satu tangan diletakan pada dahi. Manuver ini menyebabkan
hiperekstensi leher dan merupakan kontraindikasi pada korban yang dicurigai atau
mengalami cidera servikal.
3. Jika manuver head-tilt/chin-lift tidak berhasil atau korban mengalami cidera
servikal, gunakan manuver jaw-thrust atau chin-lift
a. Manuver jaw-thrust: angkat mandibula ke atas dengan jari - jari (selain jempol)
sementara jempol menekan tulang zygomaticum.
b. Jari jempol penolong memberikan tekanan yang dapat mencegah pergerakan
kepala ketika mandibula diangkat ke atas oleh jari yang lain.
c. Manuver chin-lift: letakan satu tangan diatas dahi untuk menstabilkan kepala
dan leher, gunakan tangan lain untuk menarik dagu ke atas
4. Kaji ulang kepatenan jalan napas setelah manuver dilakukan.

KOMPLIKASI
1. Jika jalan napas tetap terobstruksi,tindakan suction harus dilakukan, kemudian
lakukan insersi oropharyngeal/nasopharyngeal airway.
2. Cidera tulang belakang dapat terjadi jika kepala/dan atau leher berubah posisi pada
korban yang mengalami cidera tulang servikal.

14
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

3. Jika tangan penolong menekan jaringan lunak dibawah dagu terlalu dalam,
pembuluh darah atau jalan napas.

15
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

MENGELUARKAN BENDA ASING DARI JALAN NAPAS


ABDOMINAL THRUST (HEIMLICH MANEUVER)

INDIKASI
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas atas yang disebabkan oleh benda asing,
penolong harus mengenal tanda dan gejala obsruksi jalan napas:
1. Ketidakmampuan berbicara atau menangis secara tiba-tiba
2. Sedikit atau tidak ada pertukaran udara (air exchange)
3. Tanda – tanda umum tersedak: tangan mencengkeram leher
4. Terdengar hembusan udara yang cukup keras (high pitched sound) pada saat
bernapas
5. Penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya peningkatan usaha pada saat
bernapas
6. Lemah atau tidak efektifnya batuk atau tidak mampu batuk
7. Tidak ada pernapasan spontan atau sianosis
8. Anak – anak dengan distress pernapsan yang tiba – tiba berhubungan dengan
batuk, muntah, stridor, atau wheezing

KONTRAINDIKASI DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Pada korban yang sadar, batuk yang disengaja dapat menghasilkan aliran udara
yang sangat tinggi dan dapat mengatasi obstruksi. Jangan mengganggu usaha
korban yang mencoba batuk untuk mengatasi obstruksi.
2. Chest thrust seharusnya tidak dilakukan pada korban dengan cidera dada, contoh:
flail chest, cardiac contusio atau fraktur sternum.
3. Pada korban dengan kehamilan tua atau korban obesitas, chest thrust
direkomendasikan
4. Peletakan tangan yang tepat pada abdominal thrust adalah hal yang sangat penting
untuk mencegah cidera organ – organ yang ada dibawahnya.

PERSIAPAN KORBAN
1. Korban boleh duduk, berdiri atau terlentang
2. Lakukan suction jika penolong melihat darah atau mukus di mulut korban
3. Pindahkan gigi palsu yang pecah atau yang longgar
4. Sebelum melakukan abdominal thrust pada korban yang sadar (dewasa atau anak –
anak), tanyakan pada orang tesebut apakah ia tersedak. Jika korban mengangguk
dan tidak dapat bicara, katakan bahwa penolong akan segera menolong.

PROSEDUR (DEWASA ATAU ANAK LEBIH DARI 1 TAHUN)


1. Bediri atau jongkok dibelakang korban dan letakan lengan di sekeliling pinggang
korban.

16
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

2. Bentuk kepalan dengan satu tangan dan posisikan jempol berhadapan dengan
perut korban di atas pusar dan dibawah prosesur xiphoideus.
3. Cengkeram kepalan tangan penolong dengan tangan yang lain dan tekan perut
korban kedalam dan keatas dengan cepat (thrust)

4. Thrust dilakukan berulang kali sampai benda asing keluar atau korban tidak
berespon
5. Untuk korban yang hamil atau obesitas, chest thrust dapat dilakukan. Korban
dalam posisi terlentang, duduk atau berdiri. Letakan satu tangan langsung diatas
tangan yang lain dimana tangan langsung yang menempel di dada dalam posisi
mengepal. Posisi tangan berada di area mid sternum diatas prosesus xiphoideus
(mid nipple line, posisi yang sama saat penolong melakukan pijat jantung).
Melakukan thrust tegak lurus dengan tulang belakang. Jika perlu, ulangi chest
thrust berulang kali untuk mengatasi obstruksi jalan napas.

6. Jika korban tidak berespon, buka jalan napas, keluarkan benda asing yang
penolong lihat dari mulut korban dan mulai lakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP). Setiap kali jalan napas terbuka pada saat korban bernapas, kaji
keberadaan benda asing dan keluarkan jika terlihat. Jika tidak ada, lanjutkan RJP.

17
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

PROSEDUR (BAYI KURANG DARI 1 TAHUN)


1. Jongkok atau duduk dengan batu berada di atas pangkuan dan pegang bayi
dalam posisi tengkurap dengan kepala sedikit lebih rendah daripada dada, tahan
kepala dan rahang bayi dengan tangan penolong.

2. Tepuk area yang berada diantara bahu dengan menggunakan bagian tumit
tangan (dasar tangan) dengan tekanan penuh sebanyak 5 kali.
3. Ubah posisi bayi menjadi terlentang, pertahankan lengan untuk menahan kepala
dan leher bayi. Pertahankan kepala tetap lebih rendah dari punggung.
4. Lakukan chest thrust sebanyak 5 kali secara cepat dan ke arah bawah di lokasi
yang sama seperti saat melakukan kompresi dada, di bawah nipple line. Thrust
seharusnya dilakukan dengan frekuensi 1x/detik dengan ekanan yang cukup
untuk mengeluarkan benda asing
5. Step 1 – 4 diteruskan sampai benda asing keluar atau bayi kehilangan kesadaran.
6. Jika bayi tidak berespon, mulai RJP.
KOMPLIKASI
1. Nyeri abdominal, ecchymosis
2. Nausea, vomiting
3. Fraktur iga
4. Cidera organ dalam perut atau dada
18
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

INSERSI ORAL AIRWAY (OROPHARYNGEAL AIRWAY)

Oral airway juga dikenal dengan oropharyngeal airway, OPA, geudel airway, atau
breman airway

INDIKASI
Untuk menjaga kepatenan jalan napas pada korban dengan situasi dibawah ini :
1. Tidak sadar namun dapat bernapas spontan dengan obstruksi jalan napas
disebabkan oleh gangguan reflek muntah dan kehilangan tonus otot submandibula.
2. Gagal membuka jalan napas setelah melalui manuver seperti head-tilt/chin-lift dan
jaw-thrust.
3. Korban yang diventilisasi dengan bag-mask. Alat ini akan meninggikan jaringan
lunak pada posterior faring, memudahkan ventilasidan meminimalkan refluk
lambung.
4. Korban yang terintubasi yang menggigit endotracheal tube (ETT): oral airway dapat
menghalangi gigitan.
5. Korban yang tidak sadar selama tindakan suction, untuk menfasilitasi pengeluaran
sekret oral

KONTRAINDIKASI DAN KEMUNGKINAN YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Insersi oral airway pada korban koma atau semi koma menstimulasi reflek muntah
dan dapat menstimulasi spasme jalan napas atau menyebabkan korban muntah
2. Posisi oral airway yang tidak tepat dapatmenekan lidah ke posterior faring dan
menyebabkan obstruksi lebil lanjut
3. Oral airway yang terlalu kecil dapat mendorong lidah ke orofaring dan
menyebabkan obstruksi, dan oral airway yang terlalu besar dapat menyebabkan
obstruksi trakea.
4. ukuran oral airway yang sesuai dapat ditentukan dengan membentangkan oral
airway dari sudut mulut korban ke arah ujung dauntelinga atau dengan mengukur
dari tengah mulut korban ke arah sudut tulang rahang bawah.
5. Kegagalan membersihkan orofaring dari benda asing sebelum insersi oral airway,
dapat mengakibatkan aspirasi.
6. Untuk mencegah muntah dan aspirasi, oral airway harus dikeluarkan segera setelah
muncul reflek untah dari korban.

PERALATAN

1. Peralatan suction orofaringeal


2. Oral airway
3. Spatel lidah

19
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

PROSEDUR

1. Gunakan spatel lidah untuk menekan dan menarik lidah kedepan. Masukan oral
airway dengan arah kurva/lengkungan menghadap ke atas, setelah ujung oral
airway mencapai faring, putar oral airway 180° hingga kurva/lengkungan
menghadap kebawah. Pada anak, langsung masukan oral aiway denganarah
kurva/lengkungan menghadap ke bawah untuk mencegah cidera jaringan lunak
pada orofaring.
2. Bagian ujung oral airway harus berada diantara pangkal lidah dan dibelakang
tenggorokan
3. Kaji ulang kepatenan oral airway dan auskultasi kebersihan dan kesimetrisan suara
napas selama ventilasi
KOMPLIKASI

1. Trauma bibir, gigi, lidah dan mukosa mulut


2. Muntah dan aspirasi
3. Obstruksi jalan napas total
CHECK LIST
INSERSI ORAL AIRWAY
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
Persiapan alat-alat :
 Peralatan suction orofaringeal
1.  Oral airway
 Spatel lidah
2. Tempatkan korban pada posisi terlentang dan gunakan teknik head tilt – chin
lift/jaw trusth untuk mengamankan jalan napas secara manual
3. Ukur oral airway yang sesuai dengan korban dengan cara membentangkan pipa
dari sudut mulut korban ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang sama
4.
Masukan spatel lidah untuk menekan dan menarik lidah kedepan
Masukan oral airway dengan arah kurva/lengkungan menghadap ke atas,
5. setelah ujung oral airway mencapai faring, putar oral airway 180° hingga
kurva/lengkungan menghadap ke bawah
6. Pastikan bagian ujung oral airway berada di antara pangkal lidah dan belakang
tenggorokan
7. Periksa dan lihat respon korban setelah pipa terpasang. Jika pipa terlalu
panjang/pendek maka harus dilepas dan diganti dengan yang sesuai
8. Kaji ulang kepatenan oral airway dan auskultasi kebersihan dan kesimetrisan
suara napas selama ventilasi.
TOTAL NILAI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan
Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna

20
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…


Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai

………………………………………..
INSERSI NASAL AIRWAY (NASOPHARYNGEAL AIRWAY)

Nasal airway (NA) juga dikenal dengan istilah nasopharyngeal airway dan nasal
trumpets.

INDIKASI
Nasal airway diindikasikan untuk situasi di bawah ini:
1. Ada keraguan terhadap kepatenan nasofaring posterior, namun reflek jalan napas
atas masih baik
2. Ventilasi dengan Bag-valve-mask tidak efektif karena ada kesulitan dalam menjaga
kepatenan jalan napas; penggunaan nasal airway dapat memfasilitasi ventilasi.
Nasal airway dapat digunakan dengan oral airway dalam setting ini.
3. Insersi oral airway secara teknis akan sulit atau tidak mungkin jika korban
mengalami trauma berat di sekitar mulut
4. Untuk mengurangi trauma jaringan lunak ketika tindakan sucion nasotrakeal sering
dilakukan

KONTRAINDIKASI DAN HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Insersi NA dapat menstimulasi reflek muntah
2. Jika ukuran NA (tube) terlalu panjang, dapat masuk sampai ke esophagus dan
menyebabkan refluk gaster dan hipoventilasi
3. Epistaksis dapat terjadi dan dapat mengakibatkan aspirasi darah
4. NA seharusnya tidak digunakan pada korban yang mengalami trauma fasial
parah/luas atau fraktur basis kranii

PERALATAN
1. Suction
2. Jelly

21
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

3. Nasopharingeal airway

PERSIAPAN KORBAN/PASIEN
1. Posisikan korban terlentang atau duduk (high fowler)
2. Pilih lubang hidung yang paling besar dan paling terbuka. Kaji pasase hidung
(kelancaran aliran udara di hidung), cek adanya trauma, benda asing, polip,
kelainan septum
3. Siapkan peralatan suction

PROSEDUR
1. Pilih ukuran NA yang tepat. Gunakan NA yang paling besar yang masih apat
memasuki lubang hidung dengan mudah. Ukuran ditunjukkan dengan angka dalam
satuan millimeter yang menunjukkan ukuran diameter lubang dalam dan ukuran
tersedia untuk bayi sampai orang dewasa. Ukur panjang NA dari ujung hidung
sampai ke tragus telinga.
2. Oleskan jelly pada NA
3. Masukkan NA sepanjang lubang hidung dengan ujung yang melengkung menghadap
ke septum
4. Dorong NA ke belakang dan putar sedikit kea rah telinga sampai bagian pangkal
menyentuh lubang hidung. Catatan: setiap NA memiliki ujung yang melengkung
yang disetting untuk lubang hidung kanan. NA dapat digunakan di lubang hidung
kiri dengan cara bagian ujung yang melengkung menghadap ke septum hidung, dan
ketika ujungnya sudah mencapai posisi yang tepat, putar NA 1800.
5. Jika ada tahanan jangan memaksa untuk mendorong NA, karena mungkin ujung NA
mencapai hipofaring, untuk itu putar NA sedikit.
6. Kaji ulang kepatenan NA

KOMPLIKASI
1. Epistaksis
2. Aspirasi
3. Hipoksia sebagai efek sekunder dari aspirasi atau letak NA yang tidak tepat

22
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CHECK LIST
INSERSI NASAL AIRWAY
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Persiapan alat-alat :
 Suction NA
 Jelly/lubricant berbahan dasar air
 NA
2. Posisikan korban terlentang atau duduk (high fowler)

3. Pilih lubang hidung yang paling memungkinkan

4. Pilih ukuran NA yang tepat, gunakan NA yang paling besar yang masih dapat
memasuki lubang dengan mudah.
5. Oleskan jelly pada NA (tube)

6. Masukan NA sepanjang lubang hidung dengan ujung yang melengkung


menghadap ke septum
7. Dorong NA ke belakang dan putar sedikit kearah telinga sampai bagian pangkal
menyentuh lubang hidung
8. Jika ada tahanan jangan memaksa untuk mendorong NA, karena mungkin ujung
NA mencapai hipofaring, untuk itu putar NA sedikit
9. Kaji ulang kepatenan NA

TOTAL NILAI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan
Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna
NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…
Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai

………………………………………..

23
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

INTUBASI ENDOTRAKEAL
Intubasi endotrakeal adalah prosedur pemasangan tube langsung sampai ke trakea. ET
tube dapat dimasukkan melalui hidung atau mulut. Metode pemasangan meliputi cara
melihat dengan menggunakan laryngoscope, dan cara tidak melihat melalui hidung.

TUJUAN
Untuk menegakkan patensi jalan napas

INDIKASI
1. Kebutuhan akan ventilasi mekanik
2. Kebutuhan akan hiegine pulmoner
3. Kemungkinan aspirasi
4. Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
5. Pemberian anastesi

KONTRAINDIKASI
1. Tidak ada kontraindikasi yang mutlak, meskipun demikian, prosedur harus tetap
dilakukan dengan hati – hat untuk korban yang mengalami gangguan berikut:
a. Reflex muntah
b. Potensi atau actual mengalami cidera servikal
c. Trauma kepala, peningkatan tekanan intracranial, atau kedua – duanya
d. Fraktur fasial
2. Epiglottis dapat menghambat intubasi karena berpotensi terjadi spasme laring dan
obstruksi jalan napas total. Idealnya intubasi pada korban epiglottitis dilakukan
pada setting yang sangat terkontrol oleh orang yang sangat ahli.

KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
1. Memar, laserasi, dan abrasi
2. Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
3. Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
4. Sinusitis (dengan nasotrakeal tube)
5. Ruptur trakeal
24
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

6. Fistula trakeoesofageal.
7. Muntah dengan aspirasi, gigi copot atau rusak
8. Distrimia jantung.

PERALATAN
1. Endotrakeal (ET) tube dalam berbagai ukuran
2. Stylet (sejenis kawat yangdimasukkan kedalam kateter atau kanula dan menjaga
kanula tersebut agar tetap kaku/tegak)
3. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus
4. Jelly
5. Spuit 10 cc
6. Jalan napas orofaringeal
7. Bag-valve-mask yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flowmeter
8. Peralatan penghisap lendir
9. Kanul penghisap dengan sarung tangan
10. Plester
11. Ventilator atau set oksigen
12. Restrain
13. Mesin monitor jantung/ EKG
14. Peralatan henti jantung

25
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CHECK LIST
PEMASANGAN ENDOTRACHEAL TUBE
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Persiapan alat-alat :
 ET tube
 Styler
 Laryngoscope lengkap
 Spuit 10 cc untuk menggelembungkan balok pada ET tube
 Jelly
 Stetoskop
 Bag mask yang terhubung dengan oksigen dengan FiO2 100%
 Masker nno rebreathing
 Perlengkapan suction (kaku) jika diperlukan
 Plester hipafix dan gunting
 Alat perlindungan diri (APD); sarung tangan
2. Cek kesadaran korban

3. Panggil bantuan

4. Pakai APD

5. Bebaskan jalan napas dengan manuver Jaw-thrust atau heads-tilt/chin-lift,


letakan bantal penyangga atau gulungan handuk kecil setinggi 10cm di
oksipital dan pertahankan kepala sedikit ekstensi
6. Lihat adakan benda asing yang menutupi jalan napas, dengarkan dan
rasakan hembisan napas (look, listen and feel)
7. Lakukan tindakan suction jika ada caitan sambil melakukan teknik cross
finger untuk membuka jalan napas
8. Dengarkan dan rasakan hembusan napas (look, listen and feel)

9. Lakukan pre oksigenasi dengan bag mask minimal selama 30 detik

10. Ambil laryngoscope dengan tangan kiri dan masukan ke jalan napas korban
dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah kekiri
11. Masukan bilah laryngoscope sedikit demi sedikit sampai ujung
laryngoscope mencapai dasar lidah. Perhatikan agar lidah atau bibir tidak
terjepit diantara bilah dan gigi korban.
12. Angkat laryngoscope keatas dan kedepan dengan kemiringan 30-40 derajat
sejajar dengan aksis pegangan, jangan sampai menggunakan gigi sebagai
titik tumpu
13. Bila pilar suara sudah terlihat tahan tarikan/posisi laryngoscope dengan
menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan, masukan pipa ET
tube dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff
ET tube melewati pita suara ±1-2 cm atau pada orang dewasa kedalaman
pipa ET ±19-23 cm
14. Angkat laryngoscope dan stylet pipa ET, waktu intubasi tidak boleh lebih
dari 30 detik
15. Hubungkan ET tube dengan bag mask dan lakukan ventilasi Sambil
penolong lain melakukan auskultasi, pertama pada lambung kemudian
pada paru kanan kiri sambil memperhatikan perkembangan dada
16. Bila terdengar suara gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang,
lepaskan ET kemudian lakukan hiperventilasi kembali selama 30 detik
selanjutnya lakukan intubasi kembali

26
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

17. Setelah bunyi napas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan
menggunakan spuit 10cc
18. Lakukan fiksasi pipa dengn plester agar tidak terdorong/tercabut

19. Pasang orofaring untuk mencegah korban menggigit pipa ET jikakoran


mulai sadar
20. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100% (aliran 10-12 liter/menit)

21. Observasi kondisi dan pernapasan pasien

TOTAL NILAI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan
Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna
NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…
Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai

………………………………………..

27
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

RESUSITASI JANTUNG PARU


Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan serangkaian usaha penyelamatan hidup
pada kondisi henti jantung dan henti nafas. Hal ini dilakukan untuk mencegah suatu
episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Tanpa bantuan hidup dasar
(Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan korban untuk bertahan hidup berkurang antara
7-10%/menit, dengan bantuan hidup dasar (Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan
korban untuk bertahan hidup bertambah antara 3-4% /menit sampai dilakukan
defibrilasi.

INDIKASI
1. Henti napas (apnea)
Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama
beberapa menit, dan sisa O2 yang ada di dalam paru dan darah akan terus beredar
ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau
sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung.
2. Henti jantung (cardiac arrest)
Penyebabnya henti jantung yaitu (5H5T): Hypovolemi, Hypoxia, Hyidrogen ion
(asidosis), Hypo/Hyperkalemi, Hypothermia, Tension Pneuomothoraks,
Tamponade cardiac, Toxin, Thrombosis pulmonary, Thrombosis Coronary.

PROSEDUR

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) adalah prosedur pertolongan darurat untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung. Tiga hal utama yang
diperhatikan yaitu:
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat.
Langkah – langkah bantuan dasar hidup:
1. Pastikan keamanan
Sebelum melakukan pertolongan hal yang paling diutamakan adalah keamanan bagi
si penolong (3A: aman penolong, aman pasien, aman lingkungan)
2. Periksa Respons Pasien/korban
Periksa respons pasien dengan teknik AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive)
3. Jika pasien tidak memberikan respons, panggil bantuan/telpon ambulan

28
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

4. Memposisikan pasien
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RJP efektif.
Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan korban
terlentang. Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara
simultan saat merubah posisi korban.
5. Evaluasi Nadi / Tanda – Tanda Sirkulasi
Tekan dan raba dengan hati – hati nadi karotis kurang dari 10 detik yaitu 2-3 cm di
samping trakhea, dan perhatikan tanda-tanda sirkulasi (kesadaran, gerakan,
pernafasan, atau batuk). Jika nadi teraba beri ventilasi tiap 6 detik (10 kali/menit).
Jika denyut nadi korban tidak teraba mulailah kompresi dada.
6. Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)
Teknik RJP dimulai dengan mengkompresi dada sebelum memberikan bantuan
nafas (C-A-B daripada A-B-C). Kompresi dada dapat dimulai sesegera mungkin,
sedangkan tindakan mengatur posisi kepala, mendapatkan lapisan penutup untuk
bantuan nafas dari mulut ke mulut atau memasang masker akan memakan waktu.
Dengan memulai kompresi dada 30 kali dibandingkan ventilasi 2 kali akan
mempersingkat perlambatan kompresi pertama.
Kompresi dada yang adekuat memerlukan kompresi dengan kedalaman dan
kecepatan yang sesuai, dengan pengembangan dada yang komplit setelah setiap
kompresi dan penekanan dalam meminimalkan penghentian kompresi dan
menghindari ventilasi yang berlebihan. Penolong harus memastikan bahwa
kompresi dada dilakukan dengan benar. Kedalaman kompresi yang
direkomendasikan pada korban dewasa meningkat dari kedalaman 1,5-2 inci
menjadi setidaknya 2 inci.

29
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Langkah dalam melakukan kompresi dada luar yakni korban hendaknya terlentang
pada permukaan yang keras bila kompresi dada luar dilakukan. Penolong berlutut
di samping korban dan meletakkan pangkal sebelah tangannya di atas tengah
pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2
jari sefalad dari persambungan sifisternum. Tangan penolong yang lain diletakkan
di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu
tepat di atas sternum korban, penolong memberikan tekanan vertikal ke bawah
yang cukup untuk menekan sternum 5-6 cm. Setelah kompresi harus ada relaksasi.
Penderita dewasa baik terdiri dari satu atau dua penolong, dilakukan 30 kompresi
dada luar (laju : 80-100 kali/menit = 9-12 detik) harus diikuti dengan pemberian 2
kali ventilasi dalam (2-3 detik). Bila penderita anak-anak dan bayi, bila terdiri dari
satu penolong diberikan 30 kompresi dada luar dan 2 ventilasi dalam. Sedangkan
bila terdapat dua penolong, dilakukan 15 kompresi dada luar dan 2 ventilasi dalam.
Setiap 2 menit setelah dilakukan kompresi jantung + nafas buatan lakukan
penilaian terhadap penderita. Periksa apakah ada tanda – tanda sirkulasi seperti
bergerak, bernafas atau batuk.
7. Buka jalan nafas dan nilai pernafasan
Pastikan korban bernafas spontan dan normal. Jika tidak ada nafas spontan buka
jalan nafas penderita. Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding
posterior faring merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien tidak sadar
yang terlentang. Ada cara yang dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap
terbuka, yaitu dengan metode headtilt/chinlift atau jaw thrust.
8. Beri nafas buatan pertama 2x
Breathing support yang diberikan pertama kali adalah ventilasi buatan sebanyak 2x
setelah airway baik pada oksigenasi paru darurat. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
dari tubuh.
Bila pernafasan spontan tidak timbul, diperlukan ventilasi buatan. Nafas buatan
tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke
hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via
sungkup muka. Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya
mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah
30
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

disebutkan di atas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau menutup
lubang hidung pasien dengan pipi penolong. Selanjutnya diberikan 2 kali ventilasi
dalam (1 kali ventilasi = 1-1 ½ detik). Kemudian segera lanjutkan kompresi dada
hingga 5 siklus selesai dan kemudian lakukan evaluasi, jika nadi karotis tidak teraba
maka lanjutkan 5 siklus RJP, jika nadi karotis teraba dan napas tidak ada, lakukan
recue breathing sebanyak 10 kali/menit dan monitor nadi setiap 2 menit, jika nadi
teraba, napas ada maka berikan recovery position.
9. Jangan hentikan Kompresi jantung dan nafas buatan 30:2 sampai ada indikasi stop
BHD. Keadaan penderita yang tidak sadar, tidak ada pernafasan spontan, reflek
muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih merupakan
petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat
atau dalam anestesi umum. Akan tetapi, tidak adanya tanggapan jantung terhadap
tindakan resusitasi dibanding dengan tanda-tanda klinis kematian otak, adalah titik
akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi. Tidak
ada aktivitas listrik jantung (asistole) selama paling sedikit 30 menit walaupun
dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal, ini menandakan mati jantung.

INDIKASI STOP BHD


1. Kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan
2. Pasien dialihrawatkan kepada yang lebih berwenang
3. Baru diketahui telah ada tanda – tanda kematian yang irreversibel
4. Penolong lelah atau keselamatannya terancam
5. Jika 30’ setelah ACLS yang adekuat tidak didapatkan tanda-tanda kembalinya
sirkulasi spontan (asistole yang menetap), bukan intoksikasi obat atau hipotermia.

Seseorang dinyatakan mati jantung bila:


1. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau
irreversibel.
2. Telah terbukti terjadi kematian batang otak
Dalam keadaan darurat tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis mati batang otak.
Dalam resusitasi darurat, seseorang dapat dinyatakan mati jika:
1. Terdapat tanda – tanda mati jantung
31
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan
dan refleks muntah (“gag reflex”), serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau
lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau
anestesi umum.

Prinsip bantuan hidup dasar pada


bayi dan anak sama dengan pada orang
dewasa. Perbedaannya terjadi karena
ketidaksamaan ukuran sehingga
diperlukan modifikasi teknik.
Ekstensi kepala yang berlebihan dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas
pada bayi dan anak kecil. Kepala
sebaiknya dijaga dalam posisi netral
dengan tetap diusahakan membuka jalan
napas. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi
mulut ke mulut dan hidung, lebih sesuai
daripada ventilasi mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumenya, namun frekuensi
ventilasi harus ditingkatkan menjadi satu ventilasi tiap tiga detik untuk bayi dan satu
ventilasi tiap empat detik untuk anank-anak.
Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara
dua scapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong.
Hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala terletak di bawah melintang
terhadap paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat di
berikan dengan korban telungkup melintang diatas paha penolong dengan kepala lebih
rendah dari badan. Hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang di atas lantai.
Kompresi dada luar sebaiknya diberikan dengan dua jari pada satu jari di bawah
titik potong garis puting susu dengan sternum pada bayi dan pada pertengahan bawah
midsternum pada anak karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks.
Penekanan sternum 1,5 – 2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan
penekanan 2,5 – 4 cm. Pada anak yang lebih besar, sebaiknya digunakan pangkal
32
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

telapak tangan untuk kompresi dada luar. Selama henti jantung, pemberian kompresi
dada luar harus minimal 100 kali/menit pada bayi dan 80 kali/menit pada anak-anak.
Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 30 : 2 jika satu penolong, 15:2 jika dua
penolong.

33
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CHECK LIST
RESUSITASI JANTUNG PARU
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1. Pastikan keamanan: aman pasien, aman penolong, aman lingkungan

2. Cek kesadaran korban dengan cara menepuk dan menanyakan kesadaran korban
(dengan teknik AVPU: Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
3. Jika pasien tidak memberikan respon, panggil bantuan

4. Cek denyut nadi karotis pada orang dewasa, 2-3 cm di samping trakhea

5. Jika terdapat denyut nadi namun tidak ada pernapasan, lakukan bantuan
pernapasan (ventilasi) sebanyak 10 kali/menit (1 ventilasi tiap 6 detik)
6. Jika tidak terdapat nadi karotis segera lakukan kompresi

7. Jongkok disebelah dada korban, pada orang dewasa letakan satu tumit tangan
penolong sementara tangan yang lain menguncinya dipertengahan bawah
sternum
8. Luruskan lengan dan kunci siku agar tidak tertekuk pada saat melakukan
kompresi
9. Berikan kompresi sedalam 5-6 cm (2 inch) secara tegak lurus dengan kecepatan
100 - 200 kompres/menit
10. Buka dan bersihkan jalan napas kemudian berikan ventilasi sebanyak 2 kali

11. Lanjutkan RJP hingga 5 siklus selesai

12. Cek nadi karotis

13. Jika nadi tidak teraba, lakukan kembali kompresi 30:2 sebanyak 5 siklus

14. Jika nadi teraba dan napas tidak ada, berikan bantuan napas sebanyak 10
kali/menit dan monitor nadi setiap 2 menit
15. Jika nasi teraba dan napas ada, beri recovery position

16. Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti napas kembali, jika
terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan napas buatan kembali
TOTAL NILAI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan
Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna
NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…
Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai

………………………………………..

34
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

SECONDARY ASSESSMENT/SURVEY

INDIKASI
1. Untuk mengkaji/melakukan penilaian pada pasien yang mengalami injury secara
cepat dan sistematis dari kepala sampai kaki dan untuk mengidentifikasi semua
injury.
2. Untuk mengkaji/melakukan penilaian pada pasien yang mengalami kegawatan
secara cepat dan sistematis, dimana penyebab dan tanda gejalanya tidak
jelas/belum pasti.

KONTRADIKSI DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Jangan melakukan secondary assessment sebelum primary assessment selesai
dilakukan dan prosedur resusitasi telah dilakukan jika terdapat indikasi.
2. Lanjutkan monitoring airway, breathing, circulation dan status neurologis selama
penolong melakukan secondary assessment dan hentikan secondary assessment
untuk melakukan penyelamatan hidup jika terdapat indikasi untuk melakukannya.
3. Prioritaskan dan lakukan intervensi pada injury atau kondisi lain yang ditemukan
pada secondary assessment setelah pemeriksaan dari kepala hingga kaki telah
diselesaikan seluruhnya.

PERALATAN
1. Gunting trauma (untuk memotong pakaian jika diperlukan)
2. Stetoskop
3. Pulse oximetri
4. Thermometer
5. Selimut

PROSEDUR
1. Jaga agar tulang servikal tetap pada posisi lurus pada korban yang mengalami
trauma.
2. Ukur tekanan darah, nadi, dan respirasi. Pengukuran temperatur dapat ditunda
sampai secondary assessment selesai dilakukan, namun harus segera dilakukan
35
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

secepat mungkin pada korban dengan usia lanjut, anak kecil/bayi atau korban yang
berpotensi mengalami hipotermi.
3. Pasang pulse oximetri.
4. Jika korban sadar, kaji area nyeri dengan menginstruksikan korban untuk
mengungkapkan rasa peka/kelembutan saat penolong melakukan palpasi pada area
tubuh. Kaji data mengenai mekanisme terjadinya injury, perjalanan munculnya rasa
sakit, adakah penyakit kronik, alergi, pengobatan yang sedang dijalani (obat-obatan
yang dikonsumsi), penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.
5. Inspeksi bagian kepala dan wajah, identifikasi apakah terdapat luka, deformitas,
discolorasi atau keluarnya cairan serosa atau darah hidung. Palpasi seluruh kepala
dan wajah, identifikasi apakah terdapat luka, deformitas dan kelembutan. Pada
korban yang sadar dan kooperatif, evaluasi pergerakan ekstraokuler, penglihatan,
dan oklusi gigi. Catat jika terdapat bau mulut yang tidak biasa seperti aroma buah-
buahan, etanol dan gasoline.
6. Jika diperlukan, geser bagian depan dari collar neck sambil penolong yang lain
melakukan imobilisasi manual. Inspeksi bagian anterior leher dan identifikasi jika
terdapat luka, deformitas, distensi vena jugularis, atau diskilorisasi. Palpasi bagian
anterior leher, identifikasi adanya crepitus, kelembutan, dan
perubahan/pergeseran trakea (tempat palpasi terbaik adalah pada daerah jakun
diatas manubrium sterni). Palpasi dengan lembut bagian posterior leher dari bawah
ke atas, identifikasi adanya luka, deformitas, kelembutan/kekakuan, atau spasme
otot.
7. Inspeksi bagian anterior dada. Identifikasi jika terdapat luka, deformitas,
discolorisasi, peningkatan usaha bernapas, kesimetrisan dinding dada dan gerakan
paradoksisal. Palpasi bagian anterior dada, kaji adanya deformitas,
kelembutan/bagian yang lunak dan crepitus. Auskultasi bunyi napas, apakah bunyi
napas muncul dan seimbang antara kanan dan kiri, catat munulnya bunyi napas
yang abnormal seperti crakles atau wheezing. Auskultasi bunyi jantung dan
tentukan apakah bunyinya bersih atau seperti teredam.
8. Inspesi area abdomen, kaji adanya luka, discolorisasi, atau distensi. Auskultasi area
abdomen meliputi 4 kuadran, dan kaji apakah bunyi bising usus muncul atau tidak.
Palpasi dengan lembut abdomen untuk mengkaji adanya kekakuan, kelembutan,
36
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

gerakan melindungi atau terabanya massa (palpasi area yang paling nyeri diakhiri
pemeriksaan).
9. Inspeksi area genital dan pelvis untuk mengkaji adanya luka, deformitas,
diskolorisasi, atau adanya perdarahan dari meatus, vagina atau rectum. Palpasi
pelvis untuk mengkaji adanya krepitus, spasme otot, atau ketidakstabilan dengan
menekan secara lembut bagian bilateral puncak anterosuperior iliaka, dan menekan
ke bawah simphisis pubis. Palpasi apakah terdapat denyut nadi atau tidak serta
kualitas denyut nadi femoral.
10. Inspeksi seluruh ekstremitas untuk mengkaji adanya luka, deformitas, diskolorisasi.
Palpasi seluruh ekstremitas untuk mengkaji adanya deformitas, kelembutan,
spasme otot dan denyut nadi bagian distal. Jika pasien sadar, kaji fungsi
motorikkasar dan sensori dengan menggoyangkan jari kaki dan jari tangan dan
tanyakan apakah korban dapat merasakan sentuhan penolong.

PERTIMBANGAN USIA
1. Bayi dan anak-anak memiliki sistem termoregulasi yang imatur yang mudah
terserang iatrogenic hypotermia. Korban yang lanjut usia memiliki jaringan
subkutan/lemak yang lebih sedikit dan mudah kehilangan panas tubuh. Pada
korban seperti yang telah disebutkan di atas, jaga kondisi korban selalu hangat.
2. Rentang nilai normal tanda-tanda vital korban anak-anak bervariasi menurt
usianya. Denyut jantung dan respirasi mungkin terjadi perubahan yang dipengaruhi
oleh ketakutan nyeri, kecemasan disamping juga karena pengaruh fisiologis seperti
hipoksia dan hipovolukim. Pada anak-anak, tekanan darah harus dijaga
kestabilannya saat terjadi shock hipovoluki. Oleh karena itu, pengkajian yang
meliputi tekanan nadi/heart rate, capillary refill, warna kulit dan sebagainya harus
dimonitor secara akurat. Pada pasien dengan usia yang tua, penurunan sensitivitas
baroreseptor, penurunan respon terhadap stimulasi dan obat golongan beta, akan
menghambat kompensasi takikardi sebagai respon terhadap penurunan perfusi.
3. Jika korban adala anak-anak, harus segera ditimbang berat badannya, karena dosis
obat, resusitasi cairan dan intervensi lain sangat dipengaruhi oleh berat badan
korban. Jika pengukuran berat badan tidak dilakukan, maka length-based
resuscitation tape bisa digunakan untuk meng-estimasi berat badan.
37
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

KOMPLIKASI
1. Gagal dalam mengenali dan mengintervensi kondisi yang memburuk untuk
melakukan penyelamatan hidup selama secondary assessment, akan
menyebabkan kondisi yang fatal.
2. Jika pasien mengalami injury, kegagalan dalam imobilisasi dan menjaga tulang
belakang tetap lurus sepanjang secondary assessment, akan menyebabkan cidera
pada syaraf tulang belakang.
3. Kegagalan untuk melengkapi secondary assessment dan memprioritaskan
intervensi sebelum memulainya akan menyebabkan kondisi yang buruk pada
korban.
4. Melakukan intervensi untuk masalah-masalah yang tidak terlalu gawat seperti
fraktur, sebelum melakukan penyelamatan hidup akan menyebabkan kondisi
yang buruk/fatal pada korban.

38
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

IMOBILISASI SPINAL/TULANG BELAKANG


DENGAN TEKNIK LOG-ROLL

PENDAHULUAN
Spinal Column and Cord
Spinal Column adalah tulang yang berbentuk tabung yang terdiri dari 33 tulang
vertebra. Tulang ini menyokong tubuh supaya tetap tegak, memungkunkan tubuh untuk
menggerakkan ekstremitas, dan melindungi spinal cord/syaraf tulang belakang yang
halus dan fragil. Susunan tulang
vertebra yang berjumlah 33 buah
berbentuk lengkungan huruf S, tediri
dari 7 tulang servikal (C-spine), 12
tulang torakal (T-spine), 5 tulang
lumbal (L-spine) dan melebur di
bagian belakang pada pelvis (sacrum
dan coccyx). Masing-masing tulang
vertebra dipisahkan oleh jaringan
fibrosa yang berfungsi untuk
meredam goncangan/tekanan.
Sumbu/garis tulang belakang
disokong oleh ligament yang kuat
diantara tulang vertebra dan oleh otot
yang mengelilinginya di sepanjang
tulang belakang dari kepala sampai
pelvis. Daerah lengkung S dari tulang
belakang yang terletak menonjol pada
C5-6 dan T12-L1 adalah bagian paling rawan terkena injury.
Spinal Cord merupakan saluran listrik yang tersusun dari bungkusan serat
syaraf, merupakan perpanjangan dari batang otak yang turun kebawah vertebra ke
tingkat lumbal pertama. Spinal cord berdiameter 10-13 mm dan tergantung di tengah-
tengah rongga vertebra. Spinal cord ini lembut dan fleksibel, dan dikelilingi oleh cairan
serebro spinal/Cerebro Spinal Fluid (CSF). CSF ini berfungsi untuk melindungi Spinal
cord/syaraf tulang belakang dari injury.
Mekanisme Injury Tulang Belakang
Injury dapat terjadi pada tukang belakang tanpa merusak syarafnya, namun bisa
juga merusak syaraf tulang belakang. Mekanisme trauma yang sering terjadi adalah:
hiperekstensi, hiperfleksi, kompresi dan rotasi.

39
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Gerakan yang mendadak pada kepala atau batang tubuh akan menyebabkan
fleksi, ekstensi atau stress lateral yang akan melukai jaringan penghubung pada tulang
belakang. Injury pada tulang belakang dapat ditandai dengan nyeri punggung, rasa
sensitive/peka pada tulang belakang, nyeri saat tulang belakang digerakkan, deformitas
atau luka pada tulang belakang, paralisis dan parestesia (tingling atau rasa terbakar
pada kulit).
Cidera pada Spinal cord/syaraf tulang belakang akan mengakibatkan hilangnya
fungsi motorik, reflek, hilangnya sensasi atau sampai dengan neurogenic shock.
Kerusakan primer terjadi sesaat setelah injury, disebabkan oleh syaraf tulang belakang
terputus, robek atau pembuluh darah yang terputus. Kerusakan sekunder terjadi karena
hipotensi, hipoksia atau injury pembuluh darah atau kompresi syaraf karena
perdarahan.

PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dengan cidera tulang belakang meliputi:
1. Mekanisme injury :
 Trauma tumpul diatas cravicula
 Kecelakaan pada saat menyelam
 Terjatuh
 Tusukan pada tulang belakang
 Tertembak atau ledakan yang mengenai batang tubuh
 Semua injury yang mengenai tulang belakang
2. Keluhan pasien
 Nyeri punggung atau leher
 Mati rasa/kebal

40
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

 Kehilangan gerak
3. Temuan data saat pemeriksaan
 Nyeri saat tulang belakang digerakan atau dipalpasi
 Deformitas pada tulang belakang
 Gerakan melindingi saat punggung digerakan
 Hilangnya sensasi
 Kelemahan otot
 Hilangnya kontrol pada bladder dan bowel
 Ereksi penis
 Neurogenik shock

MANAJEMEN PASIEN
Langkah awal adalah dengan menempatkan kepala dan leher pada posisi yang
netral. Tulang belakang harus dijaga tetap stabil sampai pasien diikat di atas Long
Spinal Board (LSB). Tujuan imobilisasi tulang belakang adalah meminimalkan gerakan
untuk mencegah cidera tulang belakang yang lebih buruk. Stabilisasi tulang leher
merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Stabilisasi tulang leher dapat dilakukan
dengan menggunakan tangan penolong atau collar neck (jika tersedia). Tangan
penolong ditempatkan pada leher pasien dan posisikan leher lurus dengan tulang
belakang. Tangan penolong hanya boleh dipindahkan dari leher pasien jika pasien telah
berada di atas LSB. Prinsip imobilisasi adalah dengan tetap menjaga posisi kepala, C-
spine, tubuh, tulang belakang dan pelvis dijaga dalam 1 garis lurus.

TEKNIK LOG-ROLL
Teknik ini digunakan untuk memindahkan/menggerakan pasien ke atas LSB.
Teknik ini sering digunakan karena relatif mudah dilakukan dan memerlukan penolong
yang tidak terlalu banyak. Jika dilakukan dengan tepat, teknik ini akan meminimalkan
gerakan pada tulang belakang. Teknik log-roll berprinsip menggerakan/memindahkan
tulang belakang sebagai satu bagian utuh dengan kepala dan pelvis. Teknik ini dapat
dilakukan pada pasien yang terlentang atau tengkurap. Dengan memanfaatkan 3
penolong atau lebih, dimana penolong pengontrol (pemimpin) memegang kepala,
pasien diposisikan dengan lengan berada di samping, pasien kemudian digulingkan
dengan bertumpu di atas ekstremitas yang tidak mengalami injury, papandilekatan di
bawah pasien, dan pasien kemudian digulingkan dengan wajah menghadap ke atas.
Bagian tubuh yang dijadikan tumouan untuk berguling menyesuaikan dengan situasi
sesuai dengan posisi/letak LSB. Teknik ini tidak dianjurkan pada pasien yang
mengalami fraktur pelvis. Pada pasien dengan fraktur pelvis, dianjurkan dengan
menggunakan teknik scoop stretcher.

INDIKASI

41
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Bertujuan untuk imobilisasi tulang belakang saat injury diperirakan terjadi. Imobilisasi
harus dilakukan sebelum pasien dipindahkan. Injuri tulang belakang dicurigai terjadi
pada korban yang mengalami trauma yang disertai dengan gangguan kesadaran;
keluhan nyeri pada leher, punggung atau pinggang; terdapat bukti adanya trauma
kepala dan wajah; munculnya defisit neurologi; atau penurunan tekanan darah yang
belum diketahui penyebabnya secara pasti. Kecurigaan adanyainjuri tulang belakang
biasanya menyertai korban-korban dengan kondisi sebagai berikut:
1. Tabrakan kendaraan bermotor
2. Jatuh
3. Trauma wajah dan kepala
4. Trauma yang meliputi banyak organ
5. Trauma yang disertai hilangnya kesadaran korban atau korban mengalami
keracunan
6. Korban yang mengalami kebingungan setelah mengalami trauma dan tidak ada
yang menyaksikan bagaimana trauma terjadi.

KONTRAINDIKASI DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Evakuasi harus didahulukan sebelum melakukan imobilisasi pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa seperti bahaya gas beracun, dan kebakaran.
2. Deformitas tulang belakang yang sebelumnya telah muncul berkaitan dengan
penyakit arthritis, atau ankilosing spondylitis memerlukan modifikasi prosedur
untuk menjaga posisi kepala dan leher dalam posisi yang normal.
3. Jika maneuver untuk mengubah posisi menyebabkan nyeri dan spasme otot
bertambah atau justru membahayakan jalan napas, maneuver harus segera
dihentikan dan pasien dikembalikan ke posisi semula. Jika korban mengalami
kekakuan kepala atau tidak mampu meggerakan kepala, pengubahan posisi
merupakan kontraindikasi, dan korban harus didiamkan ke posisi semula.
4. Pemindahan korbanke LSB harus ditunda terlebih dahulu sampai masalah yang
mengancam jiwa (airway, breathing, circulation) diselesaikan dan pemeriksaan
sekunder (secondary assessment) telah selesai dilakukan. Stabilisasi manual pada
kepala dilakukan selama proses resusitasi.
5. Suction harus tersedia jika pasien mulai muntah pada saat dilakukan proses
imobilisasi.

PERALATAN
1. Collar neck yang kaku yang disesuaikan dengan ukuran pasien
2. Long Spinal Board (LSB)
3. Tali pengikat
4. 4 orang penolong

PROSEDUR

42
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

1. Penolong 1 berusaha menjaga tulang belakang dan leher tidak bergerak dalam
posisi yang netral. Jangan memakai traksi. Pegang tengkuk korban pada bagian
leher dan posisikan kepala pasien dengan hati-hati diantara lengan bawah
penolong. Letakan collar neck yang agak kaku, meskipun collar neck sudah diletakan
pada leher korban, penolong 1 tetap menjaga leher korbanpada posisi netral
hinggal progres log roll selesai dilakukan.
2. Posisikan kaki korban pada posisi normal dan lengan lurus disamping tubuh
korban. Korban akan digulingkan (rolled up), lengan korban berfungsi untuk
memberikan jarak dan sebagai tumpuan untuk menstabilkan tubuh.
3. Posisikan Long Spinal Board (LSB) disamping korban. Jika terdapat lengan yang
mengalami injury, letakan LSB di samping lengan yang terluka/injury, sehingga
pasien akan digulingkan dengan bertumpu pada lengan yang tidak terluka.
4. Penolong 2 dan 3 berjongkok di sisi yang berlawanan dengan letak LSB.
5. Penolong 2 berada di area pertengahan dada, dan penolong 3 di area tungkai (kaki
atas).
6. Dalam posisi berjongkok, penolong 2 memegang bagian bahu yang terjauh dengan
menggunakan satu tangan dan pinggul yang terjauh dengan tangan yang lain.
(Gambar)
7. Penolong 3 memegang korban dibagian pinggul bawah dengan menggunakan satu
tangan secara bersamaan, tangan yang lainnya memegang tungkai bagian atas.
8. Saat seluruh penolong sudah siap di posisi masing-masing, penolong 1 memberi
aba-aba untuk menggulingkan korban.
9. Penolong 1 menjaga supaya kepala tetap pada posisi netral selama proses berguling
(log roll).
10. Penolong 2 dan 3 menggulingkan korban kearahnya.lengan korban dijaga supaya
tetap terkunci disamping tubuh untuk menjaganya tetap stabil. Kepala, bahu, dan
pelvis dijaga tetap berada dalam sau garis lurus selama proses berguling (log roll).
(Gambar)
11. Saat korban telah berada dekat dengan posisi penolong, penolong 2 atau penolong 4
memeriksa punggung korban untuk mengidentifikasi adanya injury/trauma.
12. Penolong 4 kemudian memposisikan papan mendekati pasien dengan sudut
kemiringan 30-45°, namun jika pada kondisi tertentu hanya terdapat 3 penolong,
maka papan ditarik mendekat ke arah korban oleh penolong 3, namun dalam posisi
mendatar (tidak dimiringkan).
13. Saat seluruh penolong sudah siapdalam posisinya, penolong 1 kemudian
memberikan aba-aba untuk menggulingkan pasien ke atas papan LSB. Proses ini
harus dilakukan dengan menjaga kepala, bahu dan pinggul dalam posisi garis lurus.
14. Kunci posisi tubuh dan kaki pada papan dengan tali pengikat. Proteksi ini bertujuan
mencegah pergerakan tubuh ke berbagai arah (naik, turun, ke kanan, ke kiri), harus
dapat mencakupbahu dan dada, serta pelvis untuk mencegah kompresi dan

43
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

pergerakan lateral dari tulang vertebrata. Ikat juga bagian ketiak/aksila, meliwati
lengan atas, abdomen, pinggul, paha bagian distal, kaki bagian bawah.
15. Jika menggunakan pengikat model laba-laba, pastikan bagian “Y” diletakan di atas
bahu. Tali pengikat yang tersisa perlu dikaitkan melewati dada, pelvis, dan
ektermitas bawah dan dikuncikan ke pegangan papan dengan posisi pengait dan
putaran tertutup/terkunci. (Gambar)
16. Stabilisasi kepala korban secara bilateral dengan menggunakan busa atau gulungan
handuk, dan tempelkan 2-3 inchi selotip (jika ada) di atas kulit dahi dan di atas
papan. Jangan memasang selotip di atas rambut atau alis mata untuk mencegah rasa
tidak nyaman pada korban dan memaksimalkan imobilisasi. Memasang selotip
dengan posisi mengelilingi dagu tidak disarankan karena akan menghalangi
pembukaan mulut dan akan meningkatkan resiko aspirasi apabila korban muntah.
17. Saat korban telah berada di atas papan LSB, penolong 1 kemudian memberi aba-aba
untuk memulai mengangkat papan ke atas paha penolong (dalam posisi
berjongkok).
18. Penolong 1 memberi aba-aba untuk mengangkat papan LSB dan membawa LSB
kedalam ambulan.

KOMPLIKASI
1. Terjadi kerusakan yang lebih parah pada tulang belakang dan spinal cord karena
pergerakan dan ketidaktepatan pemasangan selotip/pengikat dapat menngkatkan
resiko tersebut.
2. Resiko terjadi gangguan respirasi yang ke dua karena tali pengikat dada yang
terlalu ketat, aspirasi dari muntahan, ketidaktepatan ukuran dan pemasangan neck
collar.
3. Kerusakan jaringan lebih lanjut yang terjadi disebabkan karena kontak antara
jaringan yang membungkus bagian tulang yang menonjol dengan papan (LSB) dan
44
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

bagian cervical/neck collar yang keras. Batasi waktu di atas papan LSB dan beri
bantalan yang empuk pada bagian tulang yang menonjol untuk mengurangi resiko.

45
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CHECK LIST
IMOBILISASI SPINAL DENGAN TEKNIK LOG ROLL
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1.
Pastikan lingkungan aman untuk korban dan untuk penolong
2.
Lakukan primary survey dan secondary survey
Siapkan persiapan alat-alat :
 Neck collar
3.  Long Spine Board (LSB)
 4 orang penolong
4.
Personil memposisikan diri sebagai penolong 1, 2, 3, 4
5.
Penolong 1 mengambil posisi di atas kepala korban
Penolong 1
6. Pegang tengkuk korban pada bagian leher dan posisikan kepala pasien dengan
hati – hati di antara lengan bawah penolong
7. Penolong 4
Letakkan neck collar dan jaga leher korban tetap pada posisi netral
Penolong 2 dan 3
8. Posisikan kaki korban pada posisi normal dan lengan lurus di samping tubuh
korban
9. Penolong 4
Posisikan LSB di samping korban
10. Penolong 2 dan 3
Mengambil posisi berjongkok di sisi yang berlawanan dengan letak LSB
Penolong 2
11.
Pegang bagian bahu korban yang terjauh dari penolong dengan menggunakan
satu tangan dan pinggul yang terjauh dengan tangan yang lain
Penolong 3
12.
Pegang korban di bagian pinggul bawah dengan menggunakan satu tangan dan
secara bersamaan tangan yang lainnya memegang tungkai/kaki bagian atas
13. Gulingkan (rolled up) korban, gunakan lengan korban sebagai tumpuan untuk
menstabilkan tubuh
14. Penolong 4
Periksa punggung korban untuk mengidentifikasi adanya injury/trauma
15. Penolong 4
Posisikan papan (LSB) mendekati pasien dengan sudut kemiringan 30-450
16. Gulingkan (rolled up) pasien ke atas papan LSB. Selama prose ini, pastikan selalu
menjaga kepala, bahu, dan pinggul dalam posisi garis lurus
Kunci posisi tubuh dan kaki pada papan dengan tali pengikat. Ikat juga bagian
17.
aksila, melewati lengan atas, abdomen, pinggul, paha bagian distal, kaki bagian
bawah
18. Stabilisasi kepala korban secara bilateral dengan menggunakan head
imobilisation
19.
Angkat papan LSB dan bawa korban ke ambulance
TOTAL NILAI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan bantuan

46
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna


NILAI: Ruteng, ……………………………, 20…
Jumlah nilai yang didapat
Nilai : x 100% Penguji
Jumlah total aspek yang dinilai
………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA

1. Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta.


2. Krisanty, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Trans Info Media:
Jakarta.
3. Morton, et al. 2011. Keperawatan Kritis. Volume 1. EGC: Jakarta.
4. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Volume 3. EGC: Jakarta.
5. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. FKUI: Jakarta.
6. Jacob, Annamma, et al. 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedures Edisi Kedua.
Bina Rupa Aksara: Jakarta.

47
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CATATAN:

48
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Pertanian
Unika Santu Paulus Ruteng

CATATAN:

49

Anda mungkin juga menyukai