Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MATA KULIAH PPAM

BENCANA BANJIR DI KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA

Dosen Pembimbing : M. Dalmanto, AKS, MPS, Sp

DI SUSUN OLEH
Dwi Estiani (PO71.241.230.589)

POLTEKKES KEMENKES JAMBI JURUSAN KEBIDANAN


PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KELAS MURATARA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT atas berkah rahmat dan hidayanyalah sehingga pada
kesempatan ini kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “BENCANA
BANJIR DI KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA” serta shalawat dan salan kami
curahkan atas junjungan kita nabillah Muhammad SAW sebagai suri taulan bagi
umatnya.
Selesainya tugas ini pastinya tidak lepas dari bantuan teman-teman dalam memberikan
partisipasinya berupa masukan dan inspirasi yang berguna dalam melengkapi
makalah ini, untuk itu kami mengucapkan banyak terimah kasih
Makalah ini dibuat untuk memudahkan pemahaman mata kuliah Teknologi Tepat
Guna.Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan yang dimiliki.Oleh karena ini kami mengharapkan kritik dan saran
kepada sema pihak sehingga makalah ini bias menjadi sempurna,Semoga makalah ini
dapat memberikan faedah dan manfaat untuk kita semua amiin.

Muratara, 2024

Dwi Estiani
DAFTAR ISI
Kata Pengatar…………………………………………………………………….
Daftar isi ………………………………………………………………………….
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………..
A. Latar Belakang ……………………………………………….……..…..
B. Rumusan Masalah ……………………………… ……………………..
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………..…

Bab II.Pembahasan.....................................................................................
A. Pengertian Banjir…………...........................………..........................
B. Jenis-jenis Banjir ..............................................................................
C. Gambaran Umum Wilayah…………………………............................
D. Fakta Terjadinya Bencana Banjir......................................................
E. Faktor Penyebab Banjir....................................................................
F. Dampak Negatif Dari Banjir..............................................................
G. Pengendalian Banjir ........................................................................
H. Upaya Yang Telah Di Lakukan Pemerintah.....................................
BAB III Penutup..........................................................................................
A. Kesimpulan …………………………………………………….……….
B. Saran …………………………………………………………….……...

Daftar Pustaka………………………………….............................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak
terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai
muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan
yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan
ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan
sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena
itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan
penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan
dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini.
Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti
terletak di dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya
51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran
banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di
Indonesia juga berada di dataran banjir.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir
juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya
ancaman berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan
bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir
maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami
peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah
yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas
kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.

1.2. Tujuan Makalah


Makalah yang kami susun dengan judul Banjir bertujuan untuk
mengetahui tentang :
a. Bagaimana proses terjadinya banjir
b. Untuk mengetahui penyebab banjir
c. Untuk mengetahui apa tindakan yang di lakukan saat bajir
d. Untuk mengetahui tentang apa yang harus di lakukan agar tidak ada jatuh
korban ketika bajir
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka masalah-masalah yang di
bahas dapat di rumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana proses terjadinya banjir ?
b. Apa penyebab banjir ?
c. Bagaimana cara menanggulangi banjir?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Banjir


Banjir adalahperistiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir
timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada
umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya
sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak
rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang
dapat menutupsegalanya setelah air surut. Banjir adalah hal yang rutin.
Setiap tahun pasti datang. Banjir, sebenarnya merupakan fenomena
kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh
negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk dalam
urutan bencana besar, karena meminta korban besar.
Berikut definisi dan pengertian banjir dari beberapa sumber buku dan
referensi:
Menurut Khotimah, dkk (2013), banjir adalah aliran atau genangan air yang
menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa,
sedangkan dalam istilah teknik diartikan sebagai aliran air sungai yang mengalir
melampaui kapasitas tampung sungai tersebut.
Menurut Rahayu (2009), banjir adalah tergenangnya suatu tempat akibat
meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan
menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi.
Menurut Ligal (2008), banjir adalah peristiwa dimana daratan yang
biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa
dataran rendah hingga cekung.
Menurut Yayasan IDEP (2007), banjir adalah ancaman musiman yang
terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi
wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan
paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi.
Sungai rawas merupakan merupakan salah satu anak sungai dari sungai
musi dan merupakan sungai yang paling besar yang ada di kabupaten Musi
Rawa Utara (Muratara), dimana sungai rawas ini merupakan sumber air utama
bagi masyarakat dalam menunjang kebutuhan dasar hidup sehari-hari seperti
mandi, mencuci, untuk di olah (dimasak) menjadi minum, dll, maka dari itu rata-
rata masyarakat Muratara mendirikan pemukiman di sepanjang aliran sungai
rawas. Namun belakangan iini sungai ini meluap dan membanjiri sebagian
besar rumah penduduk.

2.2 Jenis-jenis Banjir


Banjir dalam diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, antara lain yaitu
sebagai berikut:
1) Berdasarkan Asal Sumber Air
Menurut Ristya (2012), berdasarkan sumber asal limbahan air yang
menyebabkan banjir, terdapat dua jenis banjir, yaitu:
a. Banjir Lokal
Banjir lokal disebabkan oleh tingginya intensitas hujan dan belum
tersedianya sarana drainase memadai. Banjir lokal ini lebih semakin parah
apabila saluran drainase tidak berfungsi secara optimal, dimana saluran
tersebut tersumbat sampah, sehingga mengurangi kapasitas
penyalurannya.
b. Banjir Kiriman
Banjir kiriman ini disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang
mengalir. Banjir ini diperparah oleh kiriman dari daerah atas. Sebagian
besar sebagai akibat bertambah luasnya daerah terbangun dan mengubah
koefisien aliran di daerah tangkapan, sehingga semakin banyak air yang
menjadi aliran permukaan, sebaliknya semakin sedikit air meresap menjadi
air tanah. Seperti bencana banjir di Kabupaten Musi Rawas Utara
merupakan banjir kiriman dari kecematan Ulu Rawas yang menyebabkan 6
dari 7 kecamatan di Kabupaten Musi Rawas Utara yang terdampak banjir.

2) Berdasarkan Jenis Air

Menurut Kemenkes RI (2016), jenis-jenis banjir berdasarkan jenis air yang


menyebabkan terjadinya banjir, adalah sebagai berikut:

a. Banjir air. Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab
banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air
akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini
disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau
danau tidak mampu lagi menampung air.
b. Banjir Cileunang. Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air.
Namun banjir cileunang ini disebabkan oleh hujan yang sangat deras
dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air
hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau
selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu
yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung
terjadi saat hujan tiba).

2.3 Gambaran Umum Wilayah


Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan salah satu kabupaten di ujung barat
wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan UU
Nomor 16 tahun 2013 tentang pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara
Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Musi
Rawas Provinsi Sumatera Selatan, berikut batas wilayah administrasi dari
Kabupaten Musi Rawas Utara:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, Provinsi
Sumatera Selatan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.
Secara Geografis Kabupaten Musi Rawas Utara terletak:
 antara 102°4’0’’ - 103°22’13’’ Bujur Timur

 antara 2°19’15’’ - 3°6’30’’ Lintang Selatan


Secara Administratif Kabupaten Musi Rawas Utara terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan,
yang terbagi atas 82 Desa dan 7 (tujuh) Kelurahan, dengan Muara Rupit sebagai
ibukota Kabupaten.

Jika dilihat dari luas wilayahnya maka Kecamatan yang terluas di Kabupaten
Musi Rawas Utara adalah Kecamatan Ulu Rawas seluas 144.510,43 Ha dan disusul
oleh Kecamatan Karang Jaya seluas 140.925,05 Ha. Sedangkan luas wilayah
terkecil di Kabupaten Musi Rawas Utara adalah Kecamatan Rupit seluas 39.522 Ha
dan Kecamatan Rawas Ulu seluas 47.573,54 Ha.

Geografi Muratara yaitu terdapat Sungai Rawas adalah sungai terbesar di


kabupaten itu yang membentang dari Ulu Rawas sampai ke muara rawas
terhubung dengan laut Cina Selatan. Diketahui, setengah dari luas keseluruhan
wilayah yang ada di Kabupaten Musi Rawas Utara merupakan kawasan hutan yang
terdiri dari hutan suaka alam, hutan lindung dan hutan pengelolaan sedangkan
sebagian lainnya digunakan untuk pemukiman penduduk dan industri. Potensi
kekayaan tambang yang dimiliki kabupaten Musi Rawas Utara adalah batubara,
minyak dan gas bumi serta emas. Potensi lain yang ada di kabupaten Musi Rawas
Utara antara lain pertanian, perikanan, perkebunan dan agro industri.

2.4 Fakta Terjadinya Bencana Banjir

Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatra Selatan, belakangan ini


mengalami musibah banjir yang cukup besar. Sebagian besar rumah warga
terendam banjir dengan kedalaman banjir 1-3 meter. Tinggi muka air bagian hulu
sungai mengalami kenaikan. Keenam kecamatan terdampak yaitu Kecamatan Ulu
Rawas, Rawas Ulu, Karang Jaya, Rupit, Karang Dapo dan Rawas Ilir. Sedangkan
wilayah yang masih teridentifikasi adanya genangan berada di Kelurahan Karang
Dapo, Kecamatan Karang Dapo. Ketinggian air 1,5 meter. Sedangkan di
Kecamatan Rawas Ilir, genangan tertinggi mencapai 3 meter.

Badan Penanggulangan bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Musi Rawas Utara


mencatat tidak ada korban akibat peristiwa ini. Sebanyak 13.527 KK atau 54.108
jiwa di enam kecamatan terdampak banjir tersebut. Sementara itu kerugian tercatat
sebagai berikut 13.766 unit rumah terdampak, di antaranya rumah rusak berat 8
unit, 2 lainnya hanyut dan rusak ringan 229 unit. Kerugian infrastrutkur yang
terendam mencakup jalan, fasilitas pendidikan 36 unit, kesehatan 41, kantor 62 dan
irigasi 97. Ditambah lagi, jembatan gantung rusak berat 6 unit dan rusak ringan 1.

Selain infrastruktur, banjir juga menyasar kerugian aset warga pada sektor
perikanan dan peternakan. Pihak BPBD setempat masih terus melakukan
pemutakhiran data terdampak dan kerugian. Selama terjadinya banjir, ada warga
yang pindah ke pengungsian namun ada juga mereka yang tetap tinggal di rumah
karena rumah mereka rumah panggung.

2.5 Faktor Penyebab Banjir


Menurut Siswoko (2002), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya banjir, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di
sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.
2. Erosi dan sedimentasi
Erosi di DAS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena
tanah yang tererosi pada DAS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan
mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan
mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas
sungai dapat menyebabkan banjir.
3. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan
yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan karena
tidak adanya vegetasi penutup.
4. Pengaruh air pasang
Pengaruh air pasang air laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu
banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi, maka tinggi genangan/banjir
menjadi lebih tinggi karena terjadi aliran balik.
5. Pendangkalan sungai
Pendangkalan sungai bisa terjadi karena endapan lumpur yang terbawa dari
daerah yang lebih tinggi atau karena tumpukan sampah. Hal ini jelas mengurangi
kemampuan sungai menampung air, akhirnya air dari badan sungai meluap ke
daratan.
6. Hilangnya lahan terbuka
Ketika di atas tanah dibangun bangunan, dan keberadaan bangunan tidak
memperhatikan masalah bagaimana penyerapan air. Sehingga ketika hujan
turun air tidak dapat diserap karena hilangnya area untuk penyerapan dan
mengalir begitu saja terutama ke area pemukiman warga.
7. Sampah
Pembuangan sampah yang dilakukan secara sembarangan di alur sungai dan
jaringan drainase dapat meninggikan muka air dan menghalangi aliran air
sehingga menyebabkan terjadinya banjir dan genangan.
8. Bendungan dan bangunan air
Bendungan dan bangunan air lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan
elevasi muka air banjir karena meningkatkan elevasi muka air karena efek aliran
balik.
9. Kerusakan bangunan pengendali banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga
menimbulkan kerusakan dan tidak dapat berfungsi.
10. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan
akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan
selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul yang tinggi.
Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana
dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran
air menjadi sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan
banjir yang besar.
Selain faktor-faktor di atas, banjir juga sering terjadi di wilayah rawan banjir, yaitu
wilayah yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai
karakteristik penyebab banjir. Menurut Pratomo (2008), wilayah tersebut dapat
dikategorikan menjadi empat tipologi, yaitu sebagai berikut:
a. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanan kiri sungai yang
muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai
sangat lambat sehingga mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir
baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya
terbentuk dari endapan lumpur sangat subur sehingga merupakan daerah
pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, permukiman, dan
pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, dan industri. Daerah ini bila dilalui
sungai besar yang mempunyai daerah pengaliran sungai cukup besar, dan
mempunyai debit cukup besar maka akan menimbulkan bencana banjir di daerah
tersebut. Kondisi ini akan lebih parah apabila terjadi hujan cukup besar di daerah
hulu dan hujan lokal di daerah tersebut.
b. Daerah Sempadan Sungai
Daerah ini merupakan wilayah rawan banjir. Di daerah perkotaan yang padat
penduduknya, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia
sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan
menimbulkan dampak bencana dan dapat membahayakan jiwa dan harta benda.
c. Daerah Cekungan
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran
rendah maupun di dataran tinggi

2.6 Dampak Negatif Dari Banjir


Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:
1. Rusaknya areal pemukiman penduduk,
2. Sulitnya mendapatkan air bersih, dan
3. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
4. Rusaknya areal pertanian
5. Timbulnya penyakit-penyakit
6. Menghambat transportasi darat

2.7 Pengendalian Banjir


Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama,
memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum
tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua,
memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang
populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan
lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda
permukiman warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan
kehidupan sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan
membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.
Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode
struktur, yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu,
kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan,
pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan
penghalang aliran. Anggaran tak seimbang Dalam pertemuan-pertemuan
antarpemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah
ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir
secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan non-struktur
secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan
banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran
antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias
konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode
nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.
Menurut Grigg (1996), pengendalian banjir merupakan kegiatan perencanaan,
eksploitasi dan pemeliharaan, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan
mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir. Terdapat empat
strategi dalam pengendalian banjir, yaitu:
1) Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan
tata guna lahan).
2) Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan pengontrol
(waduk) atau normalisasi sungai.
3) Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknis mitigasi seperti asuransi,
penghindaran banjir (flood profing).
4) Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti
penghijauan.
Pengendalian banjir menggunakan metode struktur adalah pembuatan infrastruktur
untuk mengendalikan banjir, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Bendungan (dam). Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola
distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai
di sebelah hilir bendungan.
b. Kolam Penampungan (retention basin). Kolam penampungan (retention basin)
berfungsi untuk menyimpan sementara volume air banjir sehingga puncak banjir
dapat dikurangi dan dilepaskan kembali pada saat air surut. Wilayah yang
digunakan untuk kolam penampungan biasanya didaerah dataran rendah.

c. Tanggul Penahan Banjir. Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang


didesain untuk menahan banjir di palung sungai untuk melindungi daerah
sekitarnya.
d. Saluran By pass. Saluran bay pass adalah saluran yang digunakan untuk
mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi
debit banjir pada daerah yang dilindungi.
e. Sistem pengerukan sungai/normalisasi sungai. Sistem pengerukan atau
pengerukan saluran adalah bertujuan memperbesar kapasitas tampung sungai
dan memperlancar aliran. Normalisasi di antaranya mencakup kegiatan
melebarkan sungai, mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai
(pengerukan).

2.8 Upaya Yang Telah Di Lakukan Pemerintah


Upaya yang telah di lakukan pemerintah daerah Murata terkait banjir yaitu
memberikan bantuan langsung kepada masyarakat yang terdampak banjir berupa :
1. Bantuan sembako berupa beras, susu dan roti. Adapun bantuan sembako yang
di distribusikan beras sebanyak 1.270 Kg, Mie Instan sebanyak 2.540 Dus dan
Air Mineral 127 Dus.
2. Melakukan monitoring dan peninjauan wilayah banjir oleh Bupati Muratara
sebagai langkah antisipasi banjir yang mungkin berpotensi lebih besar, dan
memberikan himbauan kepada masyarakat agar mengungsi ke tempat yang
lebih aman.
3. Bantuan kesehatan langsung yang diberikan oleh Gubernur Sumatera Selatan
melalui kepala Dinas Provnsi Sumatera Selatan. Bantuan berupa obat-obatan,
pendamping makanan tambahan, dan logistik kesehatan, dan bantuan 1 unit
kendaraan Mobil Klinik disiapkan untuk membantu penanggulangan krisis
kesehatan akibat banjir. Distribusi bantuan ini dikoordinir oleh prajurit TNI AD
melalui Kodim 0406/Lubuk Linggau di wilayah Korem 044/Gapo
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi diberbagai daerah di
negeri kita.
Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan
manusia sendiri, misalnya saja adanya penebangan pohon secara liar dihutan,
maka terjadilah banjir, kemudian adanya pembuangan sampah sembarangan
sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka jadilah banjir.
Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap
atau prilaku menjaga kebersihan lingkungan hidup kita. Dan cara yang efektif untuk
menganggulangi ketika terjadinya banjir adalah membuat rumah akrab banjir.

3.2 SARAN

Diharapkan kepada pemerintah kabupaten Murata agar segera melakukan


implementasi penanggulangan banjir agar tidak terjadi banjir lagi di masa yang
akan datang. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan pembuatan sistem
pengendalian air hujan, memperbaiki saluran air dan membuat bendungan. Selain
itu juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manajemen bencana
banjir.
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, Harkunti P. 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Bandung: Promise


Indonesia.

Ligal, Sebastian. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal


Dinamika Teknik Sipil.

Yayasan IDEP. 2007. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Jakarta:


Yayasan IDEP.

Ristya, Wika. 2012. Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian Cekungan


Bandung. Jakarta: Universitas Indonesia.

Kemenkes RI. 2016. Sudah Siapkah Kita Menghadapi Banjir? Buku Penanggulangan
Pusat Krisis Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Siswoko. 2002. Banjir, Masalah Banjir dan Upaya Mengatasinya. Jakarta: Himpunan Ahli
Teknik Hidraulika Indonesia (HATHI).

Pratomo, A.J. 2008. Analisis Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai Sengkarang
Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dengan Bantuan Sistem Informasi
Geografis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Grigg, N.S. 1996. Water Resources Management: Principles, Regulations, and Cases.
New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai