Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang pasien datang ke rumah sakit untuk memeriksakan keluhan yang
dirasakannya yang berupa nyeri kepala hebat di salah satu sisi kepala. Nyeri yang
dirasakan nyeri berdenyut yang makin terasa ketika bergerak, melihat cahaya
terang, atau mendengar suara bising. Pasien tersebut kemudian bertemu dengan
dokter dan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apa yang sebenarnya dialami
oleh pasien. Setelah dilakukannya pemeriksaan dokter mendiagnosa bahwa pasien
mengalami migrain. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dokter kemudian
meresepkan obat yang sesuai dengan gangguan yang diderita pasien. Sepulangnya
dari dokter pasien pun datang ke apotek untuk menebus resep yang diberikan oleh
dokter yang dilayani oleh seorang apoteker yang bertanggung jawab penuh dalam
pelayanan farmasi.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, menganalisis, serta menstandarkan
obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan
penggunaanya secara aman. Dalam farmasi juga mempelajari berbagai ilmu
terapan, diantaranya matematika, ilmu biologi, ilmu kimia, dan ilmu fisika.
Ilmu fisika merupakan salah satu ilmu yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia. Ilmu fisika akan berguna bagi manusia apabila sudah
diwujudkan dalam bentuk hasil teknologi. Dengan ilmu fisika semua pekerjaan
menjadi ringan karena adanya penerapan ilmu fisika yang di implikasikan dalam
teknologi yang canggih. Beberapa konsep fisika dapat tergabung dalam satu
bentuk peralatan sebagai hasil teknologi. Dalam arti ada peralatan yang hanya
menggunakan satu konsep fisika dan ada yang lebih dari satu konsep fisika.
Farmasi Fisika adalah kajian atau cabang ilmu hubungan antara fisika
(sifat- sifat Fisika) dengan kefarmasian (sediaan Farmasi, farmakokinetik, serta
farmakodinamiknya) yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif
senyawa organik dan anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya serta
menganalisis pembuatan dan pengujian hasil akhir dari suatu sediaan.

1
Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan suatu senyawa terdistribusi
ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini bergantung pada
interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa teralarut. Kelarutan suatu zat
dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu
dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat
melarutkan suatu gram zat, pelepasan dari bentuk sediaannya sangat dipengaruh
oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya (Martin,1990).
Kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari, salah satunya pada suatu sediaan obat. Untuk menentukan suatu jenis pelarut,
harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut tersebut. Dalam farmasi fisika,
ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah ini adalah
suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang
menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang
tidak saling bercampur. Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur,
dapat berlaku hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam
sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka
senyawa ini akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut. Hukum ini
digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu
monomer atau molekul sederhana dari zat.
Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui dalam
pembuatan sediaan farmasi. Sediaan farmasi cairan seperti sirup, eliksir, obat tetes
mata, injeksi dan lain-lain dibuat dengan menggunakan pembawa air. Bahkan
untuk sediaan obat lainnya seperti suspensi, tablet atau kapsul yang diberikan
secara oral, data ini tetap diperlukan karena didalam saluran cerna obat harus
dapat melarut dalam cairan saluran cerna yang komponen utamanya adalah air
agar dapat diabsorpsi.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum farmasi fisika
dengan percobaan kelarutan karena dinilai penting bagi seorang farmasis dan dapat
menjadi salah satu acuan dalam penentuan atau pengukuran absorbsi obat dalam
tubuh secara farmakologi.

2
1.1 Maksud Percobaan
1. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaruh suhu terhadap
kelarutan bodrex didalam duapelarut dengan suhu berbeda
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami hasil yang diperoleh dari residu,
zatterlarut, serta konsentrasi dalam perhitungan kelarutan bodrex.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengaruh suhu
terhadap kelarutan bodrex didalam dua pelarut dengan suhu berbeda
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hasil yang diperoleh
dari residu, zat terlarut, serta konsentrasi dalam perhitungan kelarutan
bodrex.
1.3 Prinsip Percobaan
Adapun prisip percobaan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah
pengaruh suhu dalam kelarutan dengan menggunakan satu sampel yaitu Bodrex
dan melarutkannya pada pelarut dengan suhu berbeda yaitu suhu nomal dan suhu
panas.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Larutan Dan Kelarutan Obat
Larutan adalah suatu sistem homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat
yang masing-masing komponennya tidak bisa dibedakan secara fisik.Larutan
terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya
berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Komponen dari larutan terdiri
dari dua jenis yaitu, pelarut dan zat terlarut, yang dapat dipertukarkan tergantung
jumlahnya. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutandinyatakan dalam
konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut
membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi (Wibawa, 2015).
Kelarutan merupakan parameter penting bagi suatu obat dalam mencapai
konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan respon farmakologi. Banyak
obat memiliki kelarutan yang buruk di dalam air, padahal obat harus berada dalam
bentuk terlarut ketika akan diabsorpsi. Banyak teknik yang telah dikembangkan
untuk peningkatan kelarutan obat meliputi modifikasi fisik, modifikasi kimia,
ataupun teknik lain (Willybrordus, 2014)
Secara kuantitatif, kelarutan zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan juga
didefinisikan sebagai interaksi spontan antara dua atau lebih zat membentuk
dispersi molekular yang homogen. Kelarutan merupakan sifat intrinsik suatu zat
yang hanya bisa diubah dengan adanya modifikasi kimia molekul tersebut.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan suatu
gram zat (Rakhmawati dkk, 2016).
Kelarutan obat merupakan salah satu tahapan penting dalam absorpsi obat
didalam saluran pencernaan. Berbagai teknik yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan obat. Dapat digunakan satu metode atau kombinasi
metode (metode fisika , kimia ataupun teknik lain) agar mencapai tujuan

4
formulasi yang lebih baik, bioavaibilitas obat yang lebih, mampu untuk
mengurangi dosis bahkan mengurangi biaya produksi (Willybrordus, 2014).
2.1.2 Penggolongan Larutan
Menurut Syamsuni (2006), Berdasarkan Cara Penggunaannya, Larutan
terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
a). Larutan Oral
Larutan Oral adalah Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis
atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air (Dirjen POM,
1995).
b). Larutan Topikal
Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi
sering kali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan
pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topikal. Contohnya seperti lotio dan
larutan otik.
Menurut Syamsuni (2006), Berdasarkan Sistem Pelarut dan Zat Terlarut,
larutan terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Tingtur
Tingtur adalah Larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang
dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
2. Air Aromatik
Air Aromatik adalah Larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak,
mudah menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap
lainnya.
Menurut Syamsuni (2006), Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan
dalam air atau pelarut lain terbagi menjadi empat yaitu sebagai berikut :
1. Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang
terlarut.
2. Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A
yang dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.

5
4. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang
terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
2.1 Proses – Proses Kelarutan
Menurut Martin dkk (1993), Proses pelarutan suatu bahan dapat
digambarkan terjadi dalam 3 tahap, tahap-tahap tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut
atau pelepasan satu molekul dari kristal solut pada temperatur tertentu.
Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut
sehingga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar
molekul-molekul berdekatan. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari
fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkan tertutup dan setengah dari
energi diterima kembali.
2. Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup
besar untuk menerima molekul zat terlarut.
3. Tahap ketiga molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang
pelarut. Lubang dalam pelarut 2 yang terbentuk, sekarang tertutup. Pada
keadaan ini, terjadi penurunan energi, selanjutnya akan terjadi penutupan
rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi potensial.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi kelarutan
Menurut Agoes (2008), Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kelarutan yairu sebagai berikut :
1. Sifat dari solute (zat terlarut) dan solvent (pelarut)
Zat terlarut yang sifatnya polar akan mudah larut dalam solvent yang polar
pula, Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air. Sedangkan zat terlarut
yang non polar larut dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya, alkaloid basa
(umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
2. Cosolvensi (zat penambah kelarutan)
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut, Misalnya luminal tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit.

6
3. Kelarutan zat
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang
sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan
dalam farmasi umumnya adalah:
a) Dapat larut dalam air, Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2,
Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam sulfat
larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
b) Tidak larut dalam air, Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3,
Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH,
BaO, Ba(OH)2. Semua garam phosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.
4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat
tersebut dikatakan bersifat endoterm karena pada proses kelarutannya
membutuhkan panas. Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur
menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada
proses kelarutannya menghasilkan panas.
5. Salting Out
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan
kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contohnya: kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut
ditambahkan larutan NaCl jenuh.
6. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan
zat utama dalam zat terlarut menjadi lebih besar. Contohnya: Riboflavin tidak
larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida.
7. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara
senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
Contohnya: Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.

7
2.1.4 Istilah Kelarutan
Menurut farmakope Indonesia (1995), istilah-istilah dalam kelarutan
adalah sebagai berikut :
Istilah Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk 1
Bagian Zat Terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut lebih dari 10.000 bagian
2.1.6 Koefisien Distribusi
Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan
karbontertra klorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah.
Jika ke dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut,
seperti iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4 maka zat terlarut akan
terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda fase) tersebut, sampai tercapai
keadaan kesetimbangan.
2.1.7 Hukum distribusi
Hukum distribusi dilakukan dalam proses ekstraksi. Distribusi digunakan
untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut larutan dengan pelarut air
yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, benzene. Jika zat
terlarut terdistribusi diantar dua pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat
terlarut tersebut tidak mengalami asosiasi, diasosiasi atau reaksi dengan pelarut
maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah terlarut yang dapat diambil atau
diekstraksi melalui sekian kali ekstraksi (Sri Mulyani, 2014).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentarsi zat terlarut dalam dua
fase pada kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang
jelas mengenai hukum distribusi ketika pada tahun 1891 ia menujukkan bahwa

8
suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat dicampur
sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu (Underwood, 2002).
Hukum distribusi Nernst adalah suatu hukum yang memberikan generalisasi
yang mengatur distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak larut. Undang-
undang ini pertama kali diberikan oleh 'Nernst' yang mempelajari distribusi
beberapa zat terlarut di antara pasangan yang sesuai yang berbeda dari pelarut.
Hukum Distribusi Nernts hanya berlaku untuk spesi molekul yang sama di kedua
larutan: jika terlarut terisolasi mejadi ion-ionnya atau molekul yang lebih
sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka
hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada konsentrasi totalnya di kedua fase
melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua fasa
(Sri Mulyani, 2014).
2.8.1 Faktor - Faktor Yang Mempenaruhi Kelarutan
Menurut Sinko (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu
zatpadat dalam cairan antara lain :
a. Intensitas Pengadukan
Ada pengadukan yang rendah aliran bersifat pasif. Zat padat tidak bergerak
dan kecepatan pelarutan bergantung pada bagaimana karakter zat padat tersebut
menghambur dari dasar wadah. Zat padat dan larutannya tidak berpindah ke atas
sistem sehingga mempunyai perbedaan konsentrasi.
b. pH (keasaman atau kebasaan)
Kebanyakan obat adalah elektrolit lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan
kelompok asam dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada pada bentuk ion
yang biasanya larut dalam air, sehingga jelaslah bahwa kelarutan elektrolit lemah
sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
c. Suhu Perubahan
Kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya
dengan panas pelarutan dari zat tersebut. Panas pelarutan didefinisikan sebagai
banyaknya panas yang dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut
dilarutkan dalam dalam suatu pelarut untuk menghasilkan satu larutan jenuh.

9
d. Komposisi Cairan Pelarut
Seringkali zat pelarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam
satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (kosolvensi) dan
kombinasipelarut menaikkan kelarutan dari zat terlarut disebut kosolven.
e. Ukuran Partikel
Ukuran dan bentuk partikel juga berpengaruh terhadap ukuran partikel.
Semakin kecil ukuran partikel semakin besar kelarutan suatu bahan obat.
f. Pengaruh Surfaktan
Obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah yang sukar larut, dapat dilarutkan
dengan bantuan kerja dari zat aktif permukaan dengan menurunkan tegangan
permukaan antara zat terlarut dengan mediumnya.
g. Pembentukan Kompleks
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van
der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen
koordinat penting dalam beberapa kompleks logam. Salah satu faktor yang penting
dalam pembentukan kompleks molekular adalah persyaratan ruang.
h. Tekanan
Pada umumnya perubahan volume larutan yang dikarenakan perubahan tekanan
kecil, sehingga diperlukan tekanan yang sangat besar untuk dapat mengubah
kelarutan suatu zat.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1995; Pubchem,2022)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, Etanol, Etil Alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Struktur :

10
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,
mudah bergerak, bau khas dan rasa panas
Kelarutan : Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan kental
dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol
(90%) P
Khasiat : Sebagai antiseptik, untuk membersihkan akat-alat
penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindungi dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api
2.2.2 Aqua destilata (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai


rasa, tidak berbau
Kelarutan : Tercampur dengan pelarut yang paling polar
Khasiat : Dapat melarutkan berbagai zat
penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.3 Ibuprofen (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : ACETOMINOPHENUM
Nama Lain : Asetominofen, parasetamol
Rumus Molekul : C13H18O₂
Berat Molekul : 206,3 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Berupa serbuk hablur putih hingga hampir putih

11
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan
dalam kloroform serta sukar larut dalam etil asetat
Khasiat : Antiradang dan analgesik yang tinggi
penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.4 Kafein (Dirjen POM, 1995; Pubchem, 2022)
Nama Resmi : COFFEINUM
Nama Lain : Kafeina
Rumus Molekul : C8H10N4O2
Berat Molekul : 151,16 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk atau hablur berbentuk jarum mengkilat


biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa
pahit.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol (95%), larut dalam kloroform ρ dan dalam
eter ρ.

12
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmasi Fisika ini dilaksanakan pada hari Rabu, 12 Oktober
2022, pukul 16.00 – 19.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi,
Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Batang
pengaduk, corong kaca, gelas ukur, pipet volume, dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali in yaitu Alkohol
70%,. aluminium foil, aquadest, chlorpeniramine maleat, kertas saring, dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penentuan kelarutan
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3. Digerus sampel obat bodrex sampai halus
4. Diukur pelarut yang akan digunakan sebanyak masing - masing 30 ml
5. Dipanaskan pelarut, lalu diukur sebanyak 30 mL
6. Dimasukkan sampel yang telah ditimbang ke dalam masing-masing gelas
bening
7. Dimasukkan pelarut dengan suhu yang berbeda ke dalam masing-masing
gelas, aduk ad homogen
8. Ditimbang kertas saring kosong, lalu dijenuhkan
9. Disaring masing-masing larutan
10. Dipisahkan antara residu dan filtratnya
11. Dioven residu yang dihasilkan
12. Ditimbang residu yang telah di oven

13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4. 1 Hasil Pengamatan
Berat
Sampel Volume Gambar Keterangan
Sampel

bodrex (suhu Berwarna


0, 4221 g 30 mL
normal) orange pekat

bodrex ( suhu Berwarna


0,3567 g 30 mL
panas) orange

4.2 Perhitungan
4.3 4.2.1 Suhu normal

Diketahui :
a. Kertas saring kosong = 0,607 g
b. Kertas saring isi residu = 1,029 g
c. Berat sampel =1g
d. Volume
= 30 mLDitanya :
a. Berat residu ?
b. Zat terlarut ?
c. Konentrasi ?

14
Penyelesaian :
a. Berat residu = kertas saring isi residu – kertas saring kosong

= 1,029 g – 0,607 g
= 0,422 g

b. Zat terlarut = berat sampel – residu

= 1 g – 0,422 g
= 0,578 g
Zat terlarut
c. Konsentrasi =
volum
= e0,578
g

30 mL
= 0,019 g/mL
4.2.2 Air panas
Diketahui :
e. Kertas saring kosong = 0,607 g
f. Kertas saring isi residu = 0,972 g
g. Berat sampel =1g
h. Volume = 30 mL
Ditanya :
a. Berat residu ?
b. Zat terlarut ?
c. Konsentrasi ?
Penyelesaian :
a. Berat residu = kertas saring isi residu – kertas saring kosong

= 0,972 g – 0,607 g
= 0,365 g
b. Zat terlarut = berat sampel – residu

= 1 g – 0,657 g
= 0,6343 g
Zat terlarut
c. Konsentrasi =

15
volume

16
0,6343 g
=
30 mL

= 0,021 g

17
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut
dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi (Roni dan Netty,
2020).
Secara kuantitatif, kelarutan zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan juga
didefinisikan sebagai interaksi spontan antara dua atau lebih zat membentuk
dispersi molekular yang homogen. Kelarutan merupakan sifat intrinsik suatu zat
yang hanya bisa diubah dengan adanya modifikasi kimia molekul tersebut.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan suatu
gram zat (Rakhmawati dkk, 2016).
Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan kelarutan dengan tujuan,
agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu kelarutan, agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan dan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahmai perbedaan
kelarutan bodrex pada pelarut dengan perbedaan temperatur.
Dalam percobaan farmasi fisika percobaan kelarutan obat dilakukan
dengan menggunakan obat bodrex. Menurut Shaheed, et al. (2021), Bodrex
adalah obat yang bermanfaat untuk meringankan sakit kepala, sakit gigi, dan
demam. Selain itu, obat ini juga memiliki varian yang ditujukan untuk meredakan
gejala flu, seperti bersin, hidung tersumbat, batuk berdahak, atau batuk kering.
Salah satu kandungan utama Bodrex adalah bodrex. Obat ini bekerja
dengan cara memengaruhi pusat pengontrol suhu tubuh di otak dan mengurangi
produksi prostaglandin, sehingga bisa menurunkan suhu tubuh saat demam dan
meredakan nyeri.

18
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu alat
antara lain batang pengaduk, corong kaca, gelas ukur, pipet volume, dan
timbangan analitik. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain Alkohol 70%,
aluminium foil, aquadest, chlorpeniramine maleat, kertas saring, dan tisu.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, kemudian dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Digunakannya
alkohol 70% saat pembersihan karena alkohol 70% efektif untuk menghilangkan
kuman serta mencegah penyebaran mikroba pada alat yang digunakan. Menurut
Rowe (2009), alkohol 70% memiliki khasiat sebagai antibakteri. Selain itu
ffmenurut Mubarok M. (2017), Alkohol 70% dapat membunuh mikororganisme
seperti bakteri dengan merusak dinding plasma bakteri sehingga bakteri akan mati.
Selanjutnya diambil sampel obat bodrex sebanyak 4 biji, lalu digerus
sampai homogen. Penggerusan dilakukan agar sampel lebih mudah larut dalam
pelarut. Proses penggerusan dilakukan seacara konstan, agar bahan obat dapat
tercampur rata. Menurut Prasetiyo, Agung (2010), Proses penggerusan bertujuan
untuk memperkecil ukuran zat padat yang selanjutnya akan mempengaruhi luas
permukaan, tingkat homogenitas dan juga tingkat kerja optimal dari zat aktif.
Selanjutnya ditimbang sampel yang telah digerus menggunakan timbangan
analitik. Penimbangan dilakukan untuk dapat mengetahui berat dari sampel yang
digunakan, agar proses penimbangan menjadi lebih mudah maka diperlukan alat
penimbang yaitu neraca analitik. Menurut Andaru P. (2019), neraca analitik
memiliki tingkat akurasi atau ketelitian yang sangat baik, bahkan hingga 0,0001
gram. Neraca analitik digital mudah dalam penggunaan, karena lebih praktis, dan
efektif, tidak membutuhkan waktu yang lama.
Selanjunya diukur pelarut (aquadest) menggunakan gelas ukur. Tujuan
penggunaan gelas ukur untuk mengukur pelarut yaitu agar dapat memberikan
volume pelarut yang diinginkan. Menurut Damyati (2017), gelas ukur digunakan
untuk mengukur volume zat cair. Pelarut yang digunakan ada dua jenis yaitu
pertama pelarut air dengan suhu normal. Penggunaan pelarut air dengan suhu
normal yaitu untuk mengetahui waktu yang diperlukan dari obat bodrex untuk

19
dapat larut pada suhu tersebut. Menurut Husin (2012), air dengan suhu normal
sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia.
Dan pelarut kedua yaitu pelarut dengan suhu panas, Digunakannya pelarut
dengan suhu panas bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat obat bodrex dapat
melarut pada suhu tersebut dibandingkan dengan pelarut dengan suhu normal.
Menurut Hardi (2018), semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kelarutan dalam
suatu pelarut. Dengan naiknya suhu larutan maka jarak antar molekul zat padat
menjadi renggang. Hal ini menyebabkan ikatan antar zat padat mudah terlepas
oleh gaya tarik molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut.
Digunakannya dua pelarut dengan suhu berbeda bertujuan untuk mengetahui
kelarutan obat bodrex apakah dapat larut dalam kedua pelarut tersebut dan
seberapa cepat obat tersebut melarut pada suhu tersebut.
Kemudian dimasukkan pelarut kedalam masing-masing gelas kaca dan
diberi label. Selanjutnya dimasukan sampel obat kedalam masing-masing pelarut,
lalu aduk hingga homogen. Tujuan pengadukan dilakukan untuk mempercepat
proses melarutnya obat. Menurut Husnah (2019), Pengadukan dilakukan untuk
menghomogenisasikan cairan campuran tersebut dan menghancurkan partikel-
partikel padat didalam cairan.
Dari hasil pengadukan yang dilakukan, Obat bodrex lebih mudah larut pada
suhu panas dibandingkan pada suhu normal. Air dengan suhu panas akan lebih
cepat melarutkan obat dari pada air dengan suhu normal. Menurut Fahmi (2018),
Pemanasan pelarut dapat mempercepat larutnya zat terlarut. Pelarut dengan suhu
yang lebih tinggi akan lebih cepat melarutkan zat terlarut dibandingkan pelarut
dengan suhu lebih rendah. Ketika pemanasan dilakukan, partikel pada suhu tinggi
bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya, kontak antara zat
terlarut dengan zat pelarut menjadi lebih efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut
menjadi lebih mudah larut pada suhu tinggi.
Selanjutnya ditimbang kertas saring kosong lalu dijenuhkan. Penjenuhan
kertas saring dilakukan untuk memepercepat proses penyaringan sampel. Menurut
Dewi, dkk. (2018), tujuan penjenuhan dilakukan untuk mengoptimalkan proses
pemisahan zat, mengecilkan pori-pori kertas agar kotoran tidak larut tersaring dan

20
memungkinkan bagian dari larutan dapat terpisahkan melalui pori-pori kertas
yang lebih kecil sehingga mendapatkan hasil yang efektif.
Selanjutnya hasil residu yang didapatkan dioven. Pengovenan dilakukan
untuk mengurangi kadar air dari sampel yang dioven. Menurut Agres T. (2015),
Tujuan pengovenan yaitu untuk mengeluarkan dan menghilangkan sebagian air
yang terkandung dalam suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut.
Hasil perhitungan diperoleh untuk suhu panas, residu diperoleh 0,365 g,
zat terlarut 0,6343 g dan konsentrasi 0,021 g/mL sedangkan pada suhu normal,
residu diperoleh 0,422 g, zat terlarut 0,578 g, dan konsentrasi diperoleh 0,019
g/mL. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa bodrex lebih arut
dalam air panas dibandingan dengan suhu normal hal ini ditandai dengan nilai
konsentrasi pada suhu panas yaitu 0,021 g/mL yang lebih besar dari suhu normal
yaitu 0,0083 g/mL. Menurut Dirjen POM (2020), hal ini sesuai karena kelarutan
bodrex yaitu Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah
larut dalam etanol. Dapat diartikan bahwa kenaikan suhu berpengaruh terhadap
kelarutan bodrex.
Adapun kemungkinan keslahan pada praktikum kali ini yaitu pada saat
pengovenan yang masih kurang optimal sehingganya berat sampel yang
didapatkan masih mengandung berat dari sisa – sisa zat cair serta kurangnya
ketelitian dalam proses penimbangan bahan.

21
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas satu atau lebih zat
terlarut dalam pelarut yang sesuai membentuk sistem termodinamika yang
stabil secara fisika dan kimia dimana zat terlarut terdispersi dalam
sejumlah pelarut tersebut. Kelarutan merupakan keadaan suatu senyawa
baik padat, cair, ataupun gas yang terlarut dalam padatan, cairan, atau gas
yang akan membentuk larutan homogen. Kelarutan tersebut bergantung
pada pelarut yang digunakan serta suhu dan tekanan.
2. Hasil perhitungan diperoleh untuk suhu panas, residu diperoleh 0,365 g,
zat terlarut 0,6343 g dan konsentrasi 0,021 g/mL sedangkan pada suhu
normal, residu diperoleh 0,422 g, zat terlarut 0,578 g, dan konsentrasi
diperoleh 0,019 g/mL. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan
bahwa bodrex lebih arut dalam air panas dibandingan dengan suhu normal
hal ini ditandai dengan nilai konsentrasi pada suhu panas yaitu 0,021 g/mL
yang lebih besar dari suhu normal yaitu 0,0019 g/mL. Dapat diartikan
bahwa kenaikan suhu berpengaruh terhadap kelarutan bodrex.
6.2 Saran
6.2.1 Saran untuk jurusan
Diharapkan agar fasilitas lebih menunjang pada saat kegiatan pratikum
farmasi fisika agar pratikum berjalan dengan maksimal.
6.2.2. Saran untuk asisten
Diharapkan agar asisten dan pratikan tidak ada missed communication
selama pratikum berjalan agar hubungan asisten dan pratikan terjalin
dengan baik untuk terciptannya suatu keberhasilan dalam mengikuti
pratikum farmasi fisika ini.
6.2.3. Saran untuk pratikan
Diharapkan agar pratikan senantiasa belajar dengan baik untuk
mempersiapkan pratikum yang akan dilaksanakan, dapat mengikuti
pratikum dengan baik dan senantiasa selalu mengikuti arahan dan aturan

22
yang sudah ditetapkan. Selain itu, pratikan juga diharapkan agar fokus dan
serius mengikuti pratikum.

23
24

Anda mungkin juga menyukai