Anda di halaman 1dari 43

RANGKUMAN BUKU AJAR PRIMER

ILMU BEDAH TORAKS, KARDIAK, dan VASKULAR

Prof. Dr. MED. Puruhito, dr., Sp.B, Sp. BTKV (K)

Oleh :

Istianah

012023143059

DEPARTEMEN ILMU BEDAH TORAKS, KARDIAK DAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………. ii
Bab 1 Toraks ............................................................................................................................ 1
1.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 1
1.2 Anatomi Bedah Dan Fisiologi Pernafasan ................................................................. 1
1.3 Trauma Toraks ............................................................................................................ 4
1.4 Penyakit Infeksi Paru ................................................................................................. 8
1.5 Tumor Organ Toraks .................................................................................................. 9
1.6 Kelainan – Kelainan Organ Intratoraks .................................................................... 12
1.7 Teknik Dasar Torakotomi ......................................................................................... 17
1.8 Terapi Sel Dan Kedokteran Regeneratif Untuk Penyakit Paru ................................ 20
Bab 2 Jantung ......................................................................................................................... 21
2.1 Anatomi Bedah .......................................................................................................... 21
2.2 Patofisiologi Kelainan Jantung .................................................................................. 21
2.3 Sirkulasi Ekstra-Korporeal Pintas Jantung Paru ....................................................... 25
2.4 Teknik Bedah Dasar Jantung .................................................................................... 25
2.5 Bedah Katub Jantung ................................................................................................ 25
2.6 Bedah Penyakit Jantung Bawaan .............................................................................. 26
2.7 Bedah Jantung Koroner ............................................................................................. 27
2.8 Transplantasi Jantung – Paru .................................................................................... 27
2.9 Pemacuan Jantung Dan Bantuan Mekanik Jantung .................................................. 27
2.10 Aplikasi Stem-Cell (Sel Punca) Untuk Bedah Kardiovaskular .............................. 28
Bab 3 Vaskular ...................................................................................................................... 29
3.1 Anatomi, Fisiologi, Rheologi Dan Patofisiologi Kelainan Pembuluh Darah ........... 29
3.2 Teknik Dasar Anastomosis Dan Penjahitan Vaskular ............................................... 30
3.3 Penyakit Arteria ......................................................................................................... 30
3.4 Penyakit Aorta ........................................................................................................... 35
3.5 Angiopati Diabetik – Bedah Vaskular Diabetik ........................................................ 36
3.6 Bedah Flebologi ........................................................................................................ 38
3.7 Bedah Limfatik – Limfaedema ................................................................................. 38
3.8 Bedah Shunt Arterio – Venosa .................................................................................. 38
3.9 Hemangioma Dan Kelainan Vaskular Bawaan ......................................................... 39

ii
3.10 Rekayasa Jaringan Dan Terapi Sel Punca (Stem Cell) Pada Penyakit Vaskular
Perifer ............................................................................................................................. 39

iii
BAB I

TORAKS

1.1 Pendahuluan
Aspek pada pembedahan toraks
Aspek-aspek pada pembedahan toraks antara lain:
- Aspek diagnostik
Diagnosis diperlukan untuk penentuan indikasi pembedahan dan untuk
mengetahui kelainan organik yang ada, kemampuan penderita menerima
pembedahan toraks, standarisasi nilai-nilai parameter klinis untuk perawatan
pascabedah, dan penentuan prognosis. Untuk penentuan kelainan organik, perlu
pemeriksaan berikut: radiografis, endoskopi, patologi dan sitologi, faal paru dan
jantung, serta pemeriksaan laboratorium rutin.
- Aspek persiapan prabedah
Dasar dari persiapan prabedah adalah faal paru, Pasien diminta untuk melakukan
fisioterapi, baik dengan tindakan inhalasi dengan memakai bronkodilator ataupun
secara fisis dengan melakukan senam nafas secara baik.
- Aspek teknik pembedahan
Sarana kamar kamar bedah (O.K) dimana ruangan bedah toraks sesuai standart
internasional berukuran lebih besar dari O.K biasa (40 m2), untuk ruangan bedah
jantung atau khusus torakotomi paling kecil 56 m2. Ruangan bedah harus aseptik.
Meja operasi harus bisa digerakkan dan dilengkapi dengan lampu operasi yang
terang dan fleksibel.
Teknik pembedahan sederhana biasanya dengan pembuatan sayatan standar, tidak
membuat terlalu banyak variasi.
- Aspek intrabedah
- Aspek perawatan pascabedah
Masa Pascabedah dini mencakup waktu 4-5 hari pascabedah, meskipun umumnya
pada keadaan yang tidak ada komplikasi, maka masa gawat berlangsung hanya
sampai 48 jam. Perawatan pada pasien pascatorakotomi sebaiknya dilakukan di
ICU atau ROI.
- Aspek rehabilitasi
Prognosis jangka panjang pembedahan toraks tergantung pada jenis penyakit yang
diderita serta ada tidaknya komplikasi selama masa intraoperatif sampai
pascabedah. Penderita pascatrauma toraks, berhak mendapatkan rehabilitasi yang
sempurna, untuk nantinya dapat melakukan tugas sehari-hari seperti sedia kala.

1.2 Anatomi Bedah dan Fisiologi Pernafasan


1.2.1 Anatomi toraks
Toraks terdiri dari kulit regio torakalis dengan muskulus yang mengelilingi rongga
toraks dengan vertebra torakal, tulang rusuk, sternum dan jaringan ikat serta semua
organ tubuh di dalamnya termasuk AVN, jantung paru dan pembuluh limfe.

1
Rongga toraks dibatasi oleh :
a. Inferior : Diafragma (memisahkan toraks dari rongga abdomen)
b. Suprior : Regio colli, batas atas insisura jugularis di tengah dan bahu di kanan kiri
Rongga toraks terdiri atas 2 bagian utama :
1. Paru - paru
● paru kanan : ada 3 lobus (superior, medius, inferior)
● paru kiri : ada 2 lobus (superior, inferior)
● sistem trakeobronkial terdiri dari 26 generasi percabangan dan berakhir pada
alveoli
● jumlah alveoli sekitar 200 - 600 juta, tergantung pada TB dan BB seseorang.
2. Mediastinum
● dibagi dalam 3 bagian anatomis bedah : superior - anterior, medius, posterior
● terletak diantara paru kanan dan kiri
● dan juga merupakan tempat organ penting toraks selain paru - paru (jantung,
aorta, arteri pulmonalis, vena kava, esofagus, trakea, dll)
● toraks dapat dibagi dari bagian depan dengan adanya sternum yang terdiri dari
manubrium, korpus, dan processus xyphoideus. titik paling atas yatiu incisura
jugularis
● angulus ludovici adalah tonjolan dari pertemuan dari korpus dan manubrium
sterni yang membentuk sudut. yang kemudian sebagai penanda tulang rusuk ke-2
dan VT IV-V
● Garis-garis imajiner yang penting ketika melakukan pembedahan toraks:
○ Toraks anterior: Garis tengah sternum
○ Toraks lateral: Garis axillaris anterior (sesuai sisi lateral M. Pectoralis
mayor), axilaris medius (sesuai puncak axilla), axillaris posterior (sesuai
dengan m. latissimus dorsi), garis parasternal dan searah garis tengah
klavikula.
Area prekordial adalah proyeksi jantung ke dinding dada anterior, yaitu daerah
dengan:
➢ Batas superior: Tulang rusuk II kiri
➢ Batas inferior: Pinggir bawah toraks kiri
➢ Batas kanan: garis parasternal kanan
➢ Batas kiri: garis midklavikula kiri

2
1.2.2 Dinding Toraks
a. Kosta (costae) terdiri dari 12 pasang dengan :
● V tulang rusuk pertama melekat pada vertebrae yang sesuai dan disebelah
anterior ke sternum.
● tulang rusuk VI-XI melekat di anterior ke rawan kartilago tulang rusuk di
atasnya.
● 1 costae terakhir merupakan tulang rusuk yang melayang karena tidak
berartikulasi di sebelah anterior
b. Otot - otot dinding toraks
● Ruang interkostalis ada 11 dan terisi oleh muskulus interkostalis eksternus dan
internus.
● Muskulus penting ketika torakotomi:
○ M. latissimus dorsi
○ M. seratus anterior
○ M. teres mayor
○ M. trapezius
○ M. pektoralis mayor
○ M. pektoralis minor
○ M. Oblique abdominis eksternus
○ M. rhomboideus mayor dan minor
○ M. paraspinosus atau M. erektor spina
1.2.3 Proses pernafasan
a. Inspirasi : proses yang aktif, kontraksi otot interkostal, rongga toraks mengembang,
tekanan negatif dan menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran nafas atas ke
dalam paru.
b. ekspirasi: proses yang pasif, relaksasi otot interkostal, menekan rongga toraks
hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan nafas.
Fungsi pernapasan: ventilasi, distribusi, diffusi, dan perfusi.

1.2.4 Anatomi paru dan pleura


Paru-paru terdiri dari pleura viseral, jaringan sub areolar, dan parenkim paru.Paru
kanan terbagi menjadi 3 lobus (superior medial, dan inferior) oleh 2 fisura interloba
(mayor dan minor). Sedangkan paru kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior)
yang dipisahkan melalui fisura interlobaris.

3
a. Pembuluh darah paru
- Arteri Pulmonalis membawa darah venous ke paru - paru bercabang yang
masing-masing mengikuti bronkusnya beserta percabangannya dan berakhir
sebagai jaringan kapiler pada dinding alveolus.
- Arteri bronkialis memberi darah ke bronkus, kelenjar bronkus dan dinding
bronkus, menembus bronkus memberi percabangan pleksus kapiler memberi
darah lapisan muskularis, berjalan membentuk pleksus memberi darah pada
lapisan mukosa.
- Vena bronkhialis bermuara di vena azygos atau vena interkostalis dan vena
hemiazygos aksesorius kiri.
b. Anatomi Segmetal Pleura
- Pleura viseralis menutup permukaan paru dan memanjang ke dalam fissura antara
lobus-lobusnya.
- Pleura parietalis menutup permukaan dalam dinding dada, diafragma dan area
mediastinum, dan membungkus semua struktur yang berada di hilus.
- Ruang potensial antara kedua struktur tersebut dinamakan rongga pleura.
- Arteri di pleura berasal dari arteri interkostal, mamaria interna, muskulofrenik,
timur, perikardium dan bronkhialis
- Cairan pleura dihasilkan dan direabsorpsi secara kontinu, sehingga jumlahnya
konstan (hanya sekitar 10ml). cairan pleura ini berasal dari sirkulasi sistemik,
reabsorpsi dilakukan di sistem limfatik. laju produksi dan reabsorpsi berkisar
antara 20 - 1000ml/24 jam.
1.2.5 Fisiologi Pernafasan
Rongga pleura dalam keadaan normal memiliki tekanan negatif. kemampuan paru
menampung udara untuk pernafasan disebut Kapasitas paru total. volume udara
yang mampu dihirup oleh paru setelah inspirasi disebut Kapasitas vital. sisa volume
udara yang ada di paru setelah ekspirasi disebut “volume sisa/Residual”. Alveolar-
Ventilation merupakan besar jumlahnya disebabkan karena udara mengandung hanya
21% oksigen dan tekanan udara di alveoli adalah 690mmHg. Besarnya kadar Hb
mempengaruhi transportasi oksigen ke jaringan tubuh. Faal pernafasaan pada keadaan
inspirasi dan ekspirasi terjadi tergantung pada kemampuan faal paru.

1.3 Trauma Toraks


1.3.1 Patofisiologi, mekanisme dan manajemen trauma pada toraks

4
Pada trauma toraks seringkali disertai dengan penurunan kadar Hb. perfusi jaringan
pada seorang dengan trauma pada toraks dengan terdapatnya anemia karena
perdarahan yang hebat akan sangat mengganggu suplai oksigen ke jaringan.
pemberian transfusi merupakan salah satu terapi yang penting. Pada keadaan normal,
ventilasi pada distribusi yang baik akan selalu seimbang dengan perfusi. Bila
terdapatnya “dead space”, alveoli mendapatkan ventilasi tetapi tidak perfusi. “Dead
space” dapat dibagi kepada “anatomical dead space” dan “functional dead space”.
“Shunting” terjadi bila adanya campuran darah dengan kadar karbon dioksida dengan
darah dari arterial, yang disebabkan oleh beberapa alveolus yang kempis seperti pada
kasus ARDS ataupun atelektasis paru. Gejala “shunting” yang boleh terlihat pada
penderita iyalah tampak sesak dan terlihat sianotik. Patofisiologi trauma pada toraks :
a. Pneumothoraks
kondisi bila suatu trauma menyebabkan dinding toraks terbuka (pleura
parietalis robek) maka tekanan intrapleural (antara pleura parietalis dan pleura
viseralis) yang negatif akan menyedot udara masuk dan paru akan collaps.
selama luka dinding toraks terbuka udara bisa keluar masuk yang disebut
open pneumotoraks atau sering disebut dengan sucking wound. Bila luka
pada dinding toraks menyebabkan udara bisa tersedot/terhisap masuk, tetapi
keluarnya dihambat karena luka dan pelan-pelan akan timbul tekanan yang
makin positif pada sisi yang sakit serta menekan mediastinum kearah
kontalateral disebut “Pneumotoraks tensi”. Bila yang robek hanya pleura
viseralis, maka udara pernapasan akan masuk ke rongga intrapleural hingga
timbul pula keadaan pneumotoraks. Hal ini akan nampak lebih cepat bila
penderita menahan napas dan saat dinding toraks tertutup disebut
“Pneumotoraks tertutup”.
b. Emfisema mediastinum
Emfisema mediastinum dan emfisema kutis terjadi karena adanya robekan dari
bronkus atau cabangnya dapat menyebabkan udara dari dalam bronkus keluar
ke bawah daerah kulit, yang tersering daerah peribronkus ke mediastinum dan
kearah leher dan kepala.
c. Flail chest
Flail chest yaitu bergeraknya suatu segmen rongga dada berlawanan dengan
gerak napas (gerakan paradoksal). Hal ini disebabkan karena fraktur kosta
multiple, secara sirkumferensial/pada beberapa tempat. Gerakan paradoksal
yaitu waktu inspirasi bagian tersebut akan cekung ke dalam dan waktu
inspirasi menonjol keluar. Karena gerakan dada seperti itu maka akan terjadi
pula mediastinal flutter yaitu rogga mediastinal ikut bergerak sesuai dengan
gerakan segmen tersebut.
d. Hematotoraks - Hemotoraks
Hematoraks yaitu penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah dalam
cavum thoracis (arteri intercostalis sampa aorta). Karena hal itu paru akan
terdesak dan ekspansi terhambat yang disebut hematotoraks. Dan apabila
terdapat pneumotoraks maka akan terjadi hematopneumotoraks. Diagnostik
hematotoraks ditegakkan dengan pemeriksaan klinis pada trauma toraks yang

5
terdapat gangguan hemodinamik. Diagnostik dengan X-foto toraks sering
menunjukkan kesuraman tetapi jika ada penumpukan darah yang banyak yaitu
sekita 200-250 cc. Pemeriksaan CT scan dapat mengetahui lebih cepat adanya
hematotoraks dan dapat menduga volume darah dalam hemitoraks tersebut.
USG juga dapat digunakan tetapi perlu probe yang khusu dana keterampilan
yang khusus.
e. Tamponade perikardium / tamponade jantung
Terjadi karena terkumpulnya darah dalam rongga perikardium yang mendesak
jantung karena terbatasnya ruang mediastinum, sehingga venous return
terhambat dan kontraksi jantung terdesak. Gejala yang ditunjukan yaitu
kegagalan hemodinamik (BP menurun, naiknya tekanan vena sentral (CVP),
nadi yang cepat dan paradoks dengan pernapasan.
Mekanisme dan manajemen trauma toraks
- Arah dan asal trauma: langsung, tidak langsung, puntiran/spiral, genjetan,
barotrauma, spontan, dan iatrogenik.
- Diagnostik singkat:
Keadaan mendadak pada toraks sering ditandai dengan sesak napas. Langkah-
langkah umum prosedur diagnostik pada keadaan mendadak pada toraks dapat
digariskan sebagai berikut:
1. Keadaan umum penderita: sesak? anemis, shock, preshock? nilai nadi dan
bila perlu tensi.
2. Status lokalis: adakah trauma pada toraks? sisi yang mana? bagaimana
gerakan napas, simetris, terhambat?
trauma tajam maka tentukan arah dan lokasinya, sedangkan trauma tumpul
tentukan macamnya dan adakah flail chest?
3. Pemeriksaan fisis toraks: perkusi dan auskultasi
4. Pembuatan gambar rontgen: penderita terlentang maka diambil dalam
posisi AP, penderita duduk dilakukan dan berdiri diambil posisi PA.
CT dan USG: state of the art pada trauma thorax
Baca Chest-XRAY: foto toraks normal didapatkan costae lengkap, kedua paru
mengembang sempurna, letak diafragma baik, sudut frenico kostal keduanya tajam,
dan CTR < 50%. Yang perlu diperhatikan adalah jumlah iga yang patah, tempat
patahnya (posterior, lateral,atau anterior pada satu kosta), hanya satu tempat atau
kominutif. sekaligus dinilai adanya hemato/fluidotoraks, parenchymal bleeding,
mediastinum terdesak ke arah lain, trauma di daerah abdomen yang keras dengan
kemudian timbul gejala sesak nafas, menurunnya suara paru di salah satu sisi,
maka perlu dicurigai adanya ruptur diafragma traumatika.
1.3.2 Manajemen Kegawatdaruratan Kardiotorasik
- Jantung : Hipertensi, disaritmia/aritmia, gagal jantung, iskemia miokard
- Paru : ARDS dan problem respirasi, ventilasi, kegawatan toraks dan edema paru.
1.3.3 Trauma Jantung
a. Hipertensi
Penyebab:
● Sistem SSP: Edema papil

6
● Gagal jantung kiri: ECG, iskemia/infark miokard
● Faal ginjal: BUN/SK
● Aneurisma torakal/abdominal: Nyeri dada belakang/nyeri abdominal yang
tidak spesifik (bukan nyeri perut biasa)
Hipertensi sekunder dapat dilihat dari CT Scan kepala dan adanya tumor suprarenal.
Tindakan yang dilakukan antara lain:
● Pemeriksaan CT Scan kepala
● Observasi tanda vital, pupil, GCS
● Bantuan sistem pernafasan
● Obat intravena/parenteral
● Stabilisasi K.U.
Terapi: Oral nitropusida atau golongan nitrat dan infus tambahan.
Tekanan darah harus diturunkan pada :
● Kelainan SSP, iskemia jantung, gagal jantung kiri, insufisiensi faal ginjal
● Adanya eklamsia, trauma kepala
● Kombustio luas
● Pendarahan pascabedah
Pada keadaan kritis obat yang dianjurkan hidralazine, klonidin/nifedipin, fentolamin
(alfa drenergik bloker), diuretika ACE-Inhibitor
b. Sindrom koroner akut
- Gejala klinis: Nyeri dada akut (STEMI/NSTEMI)
- Adanya elevasi gelombang ST pada ECG
- Pemeriksaan laboratoriumL CKMB, troponin

Algoritma strategi pada keadaann gawat darurat nyeri dada / angina pectoris

1.3.4 Trauma Paru


Penyebab distress respirasi akut
- Trauma paru:
○ Tajam: Pneumohemato-pneumotoraks
○ Tumpul: Pneumotoraks tensi, flail chest, patah tulang iga
○ Terbuka: Sucking wound, mediastinal shift
Pengobatan: WSD, stabilisasi costae dengan “costafix” atau plester lebar, dukungan
respirasi, obat - obatan : antibiotik, bronkodilator, nebulizer, infus sesuai protokol
trauma

7
- Sepsis
○ Umumnya dari sistem digestif
○ Berupa SIRS
○ Gangguan pembekuan darah: DIC

1.4 Penyakit Infeksi Paru


1.4.1 Abses paru & empiema dan infeksi jamur
a. Abses Paru
Abses paru adalah jaringan paru yang mengalami nekrosis dengan pembentukan
nanah/pus yang disebabkan infeksi mikroba dan membentuk kavitas yang
mengandung debris atau cairan. Sedangkan empiema yaitu pembentukan nanah/pus
pada rongga tubuh yang normal ada. Etiologi abses paru yaitu riwayat aspirasi dari
materi infeksius yang sering terjadi saat penurunan kesadaran dan kelainan esofagus.
Faktor resikonya yaitu higiene buruk dan immunocompromized. organisme
penyebabnya yaitu Bacteroides, S. pneumonia., Mycobacterium, Klebsiella
pneumonia, H. influenza, Aspergillus sp.
Presentasi klinis: gejala awal berupa menyerupai pneumonia-malaise, anoreksia,
batuk sputum, dan demam. dari pemeriksaan fisik didapatkan area dengan perkusi
tumpul yang menunjukkan adanya konsolidasi, bila kavitas besar maka bunyi perkusi
timpani.
pemeriksaan diagnostik: pemeriksaan kultur sputum dan foto rontgen.
b. Empiema toraksis
Empiema toraksis adalah adanya nanh dalam rongga pleura. Etiologinya antara lain:
pneumonia, TBC erinfeksi viral atau mikosis, abses paru yang pecah ke rongga
pleura, trauma, pascabedah, pneumotoraks spontan, dan sepsis.
Patofisiologi empiema dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: fase eksudatif (akumulasi
cairan pada rongga pleura), fase fibrinopurulen (cairan yang terakumulasi terisi sel-sel
leukosit, debris, fibroblas, dan mulai terbentuk jaringan fibrin), dan fase organisasi
(terbentuknya pleural peel dan schwarte).
c. Infeksi jamur
Mikosis adalah terjadinya infeksi oleh jamur yang oportunistik pada bagian tubuh
manusia. Klasifikasi infeksi jamur pada manusia sebagai berikut:
1. Infeksi pattogenik: histoplasmosis, koksidiodomikosis, blastomikosis.
2. Infeksi oportunisktik: aspergillosis, kandidiasis, mukormikosis, dan
kriptokokkosis.
Infeksi jamur biasanya terjadi pada pasien dengan malnutrisi, higiene buruk, dan
immunocompromised.
- Aspergillosis
terdapat 3 subtipe aspergillosis paru antara lain: aspergiloma, invasive pulmonary
aspergillosis, dan non invasive bronchial allergic disease.
Aspergilloma (Fungus ball) merupakan penampakan makroskopis infeksi yang
disertai kavitas dan abses. terdapat 2 macam aspergilloma yaitu aspergilloma simple
dan kompleks. presentasi klinis aspergilloma yaitu asimptomatis, hemoptisis (70%),
batuk, wheezing, dispnea. Pemeriksaan diagnostik bisa dengan rontgen toraks, kultur

8
sputum, serologi khusus masih belum ada, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mencari infeksi yang lain.

1.4.2 Bedah tuberkulosis paru


TBC adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycrobacterium sp. yang disebarkan melalui
droplet atau penularan langsung melalui batuk. Presentasi klinis pasien yang menderita
TBC antara lain batuk (utama), demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan. kadang-kadang ada gejala hemoptisis. Gambaran X-fototoraks merupakan
presentasi yang paling baik untuk diagnosis TBC.
Pemeriksaan diagnostik persiapan pra bedah digunakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi saat pembiusan yang memerlukan intubasi dan ventilasi. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain: pemeriksaan sputum, tes gafky, pemeriksaan tuberkulin,
dan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan prabedah terdiri dari:
1. Medikamentosa
Dapat diberikan OAT atau injeksi anti TBC
2. Bedah
Indikasi pembedahan pada pasien TBC yaitu: pembedahan untuk tujuan diagnostik,
M. tuberculosis yang resisten yang resisten terhadap pengobatan, Kavitas paru,
sputum positif persisten, destroyed lobe atau destroyed lung, hemoptisis masif,
fistula bronkopleural yang persisten pasca drainase toraks, stenosis bronkus, TBC
dengan infeksi sekunder Aspergillosis, terjadi komplikasi terhadap pembedahan
TBC sebelumnya.
Beberapa teknik pembedahan TBC paru:
1. Dekortikasi: Suatu tindakan operasi untuk menghilangkan/mengelupas
jaringan fibrosis tebal (pleural peel, schwarte) sehingga paru bisa
mengembang dan terjadi obliterasi rongga pleura..
2. Torakoplasti: Salah satu tindakan collapse therapy yang bertujuan untuk
obliterasi rongga pleura.

1.5 Tumor Organ Toraks


1.5.1 Keganasan pada paru: Karsinoma bronkogenik
Kanker paru adalah salah satu jenis kanker yang terjadi pada laki-laki. Rokok
merupakan stimulant untuk terjadinya perubahan neoplastik dari epitel bronkus.
Faktor resiko kanker paru: Merokok (mekanisme masih belum diketahui, diet
(buah-buahan, sayur, dan vitamin A memiliki efek protektif kanker paru), Ras (ras
kulit hitam lebih tinggi), Lingkungan kerja (paparan zat karsinogenik dalam waktu
yang lama bisa menyebabkan kanker paru), polusi udara (paparan terhadap udara
yang berpolusi dapat meningkatkan resiko), gender (jenis kelamin laki-laki lebih
banyak), dan riwayat keluarga (riwayat kanker paru pada keluarga, meningkatkan
resiko kanker paru).
1.5.2 Patologi, patofisiologi, dan patogenesis karsinoma bronkogenik
A. Patologi

9
Kanker paru dibagi dalam 3 kategori:
1. Non small cell lung cancer (NSCLC)
- Karsinoma sel skuamosa: morfologinya berupa sel yag memiliki
permukaan irreguler berwarna abu-putih, mempunyai spiculated-
shaped karena ada masa yang tersebar ke parenkim paru disekitarnya.
- Adenokarsinoma: Jenis tipe kanker terbesar di seluruh tubuh yang
memiliki permukaan putih-biru dengan bentuk sel berlobulasi
irreguler.
- Karsinoma sel besar tidak berdiferensiasi: bentuknya seperti massa
berlobulasi, penampang putih-abu, umumnya mempunyai bagian yang
nekrotik.
2. Small cell lung cancer (SCLC)
Penampakan mikroskopisnya adalah sebaran sel-sel kecil hiperkromatik
dengan atau tanpa sitoplasma, menyerupai oatlike-appearance sehingga
sering disebut oat cell carcinoma
3. Tumor neuroendokrin
- tumor karsinoid tipikal: secara morfologi, merupakan massa polipoid
dengan ukuran 2-4 cm dengan penampang coklat kemerahan tanpa
daerah nekrosis atau hemoragi.
- tumor karsinoid atipikal: tumor dengan sel-sel bernukleus
hiperkromatik, dengan massa tumor melebihi 3 cm, dan memiliki
daerah nekrotik atau perdarahan.
- karsinoma neuroendokrin sel besar: secara morfologi, merupakan sel-
sel besar dengan pola pertumbuhan organoid, palisade, daerah
nekrotik, dan ditemukan aktivitas mitosis tinggi dengan berbagai
variasi kromatin.
4. Karsinoma lainnya
- Karsinoma adenoskuamosa
- Karsinoma sarkomatoid, karsinosarkoma, dan bastoma paru.
B. Presentasi klinis kanker paru
Presentasi klinis dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu gejala pulmonal dan
gejala non pulmonal. Gejala pulmonal (batuk, dispnea, wheezing dan stridor,
hemoptisis, abses paru), sedangkan gejala non pulmonal (invasi dinding dada,
invasi diafragma, invasi mediastinum, sindroma paraneoplastik, dsb)
C. Pemeriksaan Diagnostik
- Foto rontgen: Standar pemeriksaan AP dan lateral dengan ditemukannya
gambaran massa besar dengan batas tidak jelas, spekulasi, tanda invasi iga
atau destruksi dan pelebaran mediastinum.
- CT Scan: standar baku kanker paru yaitu CT Scan dada dan abdomen atas. CT
Scan dapat menentukan lokasi , besar, dan bentuk dari tumor, serta dapat
memperlihatkan adanya invasi ke struktur yang berdekatan dengan tumor. CT
Abdomen atas untuk melihat metastasis pada hepar dan kelenjar adrenal.
- MRI: lebih baik daripada CT untuk menentukan metastasis tulang

10
- PET: untuk melihat rate metabolisme dari sel. Bisa melihat metastasis dan
respon terapi.
- Sitologi sputum: sudah mulai berkurang penggunaannya, tetapi sebenarnya
cara yang sederhana untuk mendapatkan sampel pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan diagnostik invasif
- FNAB: untuk lesi perifer yang tidak menempel pada pembuluh atau yang
tidak tepat dibalik iga.
- Bronkoskopi: prosedur pemeriksaan standar pada kecurigaan neoplasma paru,
yang dikerjakan setelah foto rontgen dan CT Scan. Pemeriksaan pada kanker
paru dilakukan pada bronkial tree.
- Mediastinoskopi: gold standard untuk pemeriksaan KGB mediastinum
- VATS: visualisasi lesi pada parenkim, dinding dada, diafragma, dan
mediastinum. Bisa sebagai diagnostik (massa tumor/KGB)/ terapetik (resesksi
paru/lobektomi)
- Torakotomi eksploratif: mulai jarang digunakan, untuk pilihan diagnostik dan
terapetik.
Staging dan pilihan terapi
Staging digunakan untuk memilah pasien menurut klasifikasi TNM dan
menentukan terapi maupun prognosis pasien.

11
Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan bedah pada kanker paru meliputi tindakan pneumonektomi,
lobektomi, dan reseksi terbatas. Reseksi paru yang secara anatomikal yang merupakan
tindakan pilihan untuk pengangkatan tumor in toto.
1.5.3 Tumor dinding toraks
a. Osteokondroma: jenis tersering tumor jinak. Kondroma berasal dari jaringan
kartilaginosa di daerah sendi internokosta.
b. Tumor desmoid: tumor jinak fibromastosis dan digolongkan tumor primer maligna
sehingga diperlukan reseksi dengan margin yang adekuat untuk mencegah rekurensi.
c. Kondrosarkoma: jenis sarkoma tulang dada terbanyak, biasanya berasal dari bagian
anterior iga dan dalam angka kejadian yang jarang dapat berasal dari sternum,
skapula, dan klavikula
Tindakan untuk tumor jinak adalah simple eksisi sedangkan untuk tumor ganas adalah
wide eksisi.
1.6 Kelainan-kelainan Organ Intratoraks
1.6.1 Kelainan pleura/dinding toraks
A. Pectus Excavatum: kelainan sternum kongenital yang paling sering yang terlihat
sejak kelahiran atau tahun pertama usia anak. defek terjadi karena deformitas pada
kartilago kosta sehingga berbentuk cekung dan mengakibatkan depresi sternum.
Indikasi pembedahan karena faktor kosmetik, ada gejala penekanan jantung. Bisa
dilakukan pada masa kanak (kalau keluhan sejak kecil)/remaja dengan teknik
ravich/nuss.
B. Pektus karinatum (Pigeon’s breast): kelainan dengan penonjolan sternum karena
malformasi bentuk di daerah kartilago kosta iga inferior. Sudah ada sejak lahir
tetapi akan bermanifestasi setelah usia pubertas. pembedahan dilakukan untuk
melakukan koreksi deformitas yang tekniknya hampir sama dengan pektus
ekskavatum hanya arahnya berlawanan.
C. Sindrom poland: absennya payudara atau papila mammae, hipoplasi dari jaringan
subkutan, hipoplasia dari otot-otot pektoralis mayor dan minor, dan kadangkala
disertai absennya kartilago kosta dan/atau iga 2,4,dan 4; atau iga 3,4, dan 5.
1.6.2 Trakea dan bronkus
a. Trakea
- Trauma trakea
Trauma laringotrakea merupakan trauma yang jarang ditemukan tetapi mengancam
jiwa yang disebabkan oleh trauma tumpul (hantaman langsung, trauma akibat
fleksi/ekstensi hebat, atau benturan pada dada), trauma tajam (akibat perkelahian di
daerah rawan kejahatan), trauma tembak, trauma inhalasi, aspirasi benda asing
maupun iatrogenik. Indikasi eksplorasi pembedahan: obstruksi (memerlukan
trakeostomi), emfisema subkutis tidak terkontrol, laserasi mukosa luas, paralisis
pita suara, deformitas yang jelas, fraktur laring multipel (dengan kartilago
tiroid/krikoid bergeser)
- Keganasan trakea
Tumor primer trakea mayoritas adalah tumor ganas, sedangkan tumor jinak sangat
jarang ditemukan. Tumor primer trakea berjenis karsinoma sel skuamosa (KSS)

12
atau karsinoma adenoid kistik (KAK). Tumor sekunder biasanya berasal dari
keganasan kelenjar tiroid. pembedahan dilakukan untuk reseksi tiroid beserta
trakea, dan kemudian rekonstruksi trakea.

Kelainan trakea kongenital


- Stenosis kongenital: terjadi penyempitan lumen pada trakea. Biasanya terjadi
penyempitan pada bagian bawah trakea. tindakan pembedahan definitif dapat
berbahaya. Penatalaksanaan secara bertahap awal trakeostomi baru kalau sudah
mulai besar bisa tindakan definitif. Kalau ditemukan saat dewasa: dilakukan
torakotomi eksploratif.
- Cincin vaskular: pembuluh darah membentuk lingkaran penuh/ lengkuangan di
sekitar trakea sehingga menyebabkan kompresi dan stenosis. Pembedahan
dilakukan berdasarkan penyakit dasar dengan melepaskan jeratan dengan
torakotomi.
Kelainan trakea dapatan:
Fistula trakheo-esofageal: jarang terdai dan etiologinya bermacam (neoplasma,
trauma, infeksi, iatrogenik). gejalanya berupa adanya makanan pada saluran nafas
atau saat batuk, serta dapat terkjadi pneumonia berulang.
1.6.3 Esofagus
Kelainan jinak esofagus antara lain:
- GERD: keadaan terjadinya refluks makanan/minuma yang sudah ditelan dan
refluks kembali ke mulut hingga bisa dirasakan kembali makanan tersebut sedikit
asam. GERD sebagai faktor resiko Barrett Esophagus. Indikasi operasi: gagal
upaya pengobatan dengan obat obatan antirefluks. Bedah: vagotomi selektif dan
fundoplikasi.
- Barrett Esophagus: keadaan dimana jaringan esofague digantikan dengan jaringan
yang mirip jaringan usus kecil/intestinum. BE dengan displasia berat maka dapat
dilakukan esofagektomi (torakotomi/bedah invasif minimal). Indikasi pembedahan
antara lain disfagia dan masih dapat menerima pembedahan.
- Divertikulum zenker
Divertikel esofagus --> disfagia + muntah --> malnutrisi dan pneumonia aspirasi.
Tindakan bedah: miotomi sfingter seofagus dan otot cricopharyngeal dan
diverticulopexy/diverikulektomi (kalau ukuran divertikel > 2 cm)
- Ca esofagus
Terapi pembedahan merupakan pilihan utama karena lapisan serosa yang sedikit,
jadi kalau udh nembus otot bisa menyebar dengan cepat. CT untuk melihat
penyebaran (sulit untuk evaluasi T), endoskopi ultrasonogafi (lebih akurat untuk
staging T-N), bisa juga melihat dengan torakoskopi, laparoskopi, atau PET.
Kebanyakan udh malnutrisi sehingga harus perbaiki status gizi terlebih dahulu.
- Perforasi esofagus
Paling sering karena iatrogenik. Prognosis buruk krn bisa terjadi mediastinitis.
Tanda awal: emfisema, bisa disertai pneumotoraks dan efusi pleura. Pembedahan:
Torakotomi eksploratif, pembukaan lapisan mukosa dan muskularis, dan dilakukan
penjahitan pada ujung-ujung perforasi.

13
1.6.4 Mediastinum dan perikardium
a. Mediastinum
Pembagian anatomis dasar mediastinum dibagi menjadi inferior dan superior.
Superior batasnya garis antara angulus sterni sampai spatium intervertebralis IV.
Inferior batasnya: 1) anterior: antara tepi belakang sternum sampai depan aorta
ascenden dan pericardium; 2) medial: di anterior dan posterior; 3) posterior: antara
perikardium dan vertebra. Kelainan pada mediastinum antara lain:
- Tumor mediastinum: semua massa yang ada di rongga mediastinum. Pada dewasa
biasanya di anterior, pada anak sering di posterior. Jenis tumor tergantung
letaknya: 1) anterior: kelainan thymus, lyphoma, sarkoma dan hemangioma,
timus/struma retrosternal; 2) medial: tumor limfoid; 3) posterior: tumor
neurogenik. Pemeriksaan diagnostik non invasif antara lain CXR dan CT scan
(modal diagnostim terpenting dan rutin dilakukan), MRI (baik untuk melihat
adanya invasi ke jaringan sekitar), dan marker biologi. Prosedur invasif antara lain
FNA dan mediastinoskopi. Pembedahan: jika batas jelas maka bisa diambil tanpa
biopsi, sedangkan jika batas tidak jelas maka harus biopsi dan bisa dikemo/radiasi
dulu. Teknik pembedahan tergantung lokasi tumor: anterior (strenotomi/torakotomi
anterior), posterior (torakotomi posterior), tengah (torakotomi eksplorasi luas).
- Massa kompartemen mediastinum anterior-superior
1. Timoma: neoplasma primer terbanyak yang berlokasi di kompartemen
mediastinum anterior-superior. Gejala yang sering dikeluhkan yaitu nyeri dada
yang tidak jelas, batuk, dan dispneu. Prinsip terapi adalah AchE inhibitor, terapi
immunomodulasi, dan plasmaparesis. Jika ada pembesaran kelenjar timus maka
dilakukan pembedahan.
2. Miastenia gravis: kelainan autoantibodi. Biasanya gejala pasien yaitu
kelemahan. Tatalaksana pada MG yaitu obat antikolonesterase, shorterm
immunoteraphy, plasma exchange, IVIG, dan long term immunoterapi.
3. Limfoma: dibagi menjadi beberapa yaitu Hodgkin/non-Hodgkin/Limfoblastik.
Pembedahan bukan terapi, tetapi untuk memastikan diagnosis yaitu dengan
biopsi, sternotomi, torakotomi, VATS, mediastinoskopi. Terapi pilihannya yaitu
kemoterapi.
4. Castleman’s Disease: Proliferasi lymph node tanpa etiologi yang jelas (giant
lymph node hyperplasia). Gejala klinis yang dikeluhkan antara lain demam,
fatigue, berat badan turun, dan anemia hemolitik. Terapi bisa dilakukan
terlokalisasi (eksisonal), multisentrik (kemoterapi).
- Tumor Sel Germinal
◆ Teratoma: tumor yang dapat berisinjaringan ikat, tulang kartilago, atau jaringan
neovaskular. Seering tampak pada pemeriksaan radiologis. Terapi utama
pembedahan.
◆ Seminoma: tumor yang lebih banyak terjadi pada pria. gejalanya nyeri, dispneu,
dan batuk. Pemeriksaan tumor marker penting. Kalau tidak ada metastasis
(pembedahan + radioterapi), ada metastasis (kemoterapi + pembedahan)

14
◆ Nonseminoma: tumbuh sangat cepat dengan gejala klinis nyeri dada, dispneu,
batuk, demam, malaise dan penurunan berat badan. tatalaksana pilihan yaitu
kemoterapi +- radioterapi, dan diikuti pembedahan.

- Massa Kompartemen media


● Kista bronkogenik: pada umumnya jinak, terapi utama pembedahan reseksi
dengan indikasi.
● Kista esofageal: lesio kistik yang tumbuh diijaringan para esofagus. Terapi
utama pembedahan reseksi.
● Kista neuroenterik: Terapi utama adalah tindakan pembedahan reseksi
- Lesi Kompartemen posterior
◆ Tumor neurogenik: berasal dari jaringan embrional sel kista yang ditemukan
pada sekeliling ganglia spinalis. Gejala nyeri dada, batuk, atau suara serak
karena adanya penekanan massa tumor
◆ Neurofibroma: tumor selubung saraf (neurofibroma dan neurilemoma. Terapi
utama berupa tindakan operasi reseksi dan radioterapi.
- Lesi mediastinum lain
● Feokromositoma: jarang terjadi gejala penekanan, sksn tetapi sering
meninmbulkan gejala HT, DM, hipermetabolisme. Terapi pembedahan disertai
B blocker dan A blocker.
● Tiroid substernal: perpanjangan massa tiroid yang berada di leher. Tersering
pasien mengeluhkan benjolan di leher bawah tanpa adanya gejala. Terapi
pembedahan reseksi/eksterpasi.
● Mediastinitis: infeksi yang terjadi pada mediastinum. Etiologi berasal dari
descending infection, infeksi pascaoperasi/ pascatrauma. terapi dilakukan
debridemant dan closure, penutupan dengan flap, dan pemberian antibiotik (6-
8 w)’
● Sindrom vena cava superior: tanda dan gejala obstruksi pada vena kava
superior karena penekanan (malignansi). Tanda: edema, sianotik, venektasi,
memberat saat berbaring, dan gejala lain (batuk, dyspnea, ortopnea). Terapi
tergantung penyebab antara lain konservatif, radioterapi, kemoterapi,
pembedahan (kalo benign), intervensi endovaskuler.
b. Perikardium
1. Efusi Perikardium : Penumpukan cairan dalam rongga perikardium. Utamanya
karena malignansi. Terjadi penekanan menyebabkan venous return menurun
dan penurunan CO, sehingga terjadi hipotensi (jika sampai mengganggu
hemodinamik dinamakan tamponade jantung). Tamponade jantung (Trias beck):
hipotensi, distensi vena jugular, suara jantung menjauh. Mayoritas pasien
sembuh sendiri, tetapi tindakan terbanyak berupa sub-xypoi pericardial window.
2. Perikarditis Konstriktiva: penyakit yang disebabkan karena proses inflamasi
kedua perikardium hingga menyebabkan penebalan perikardium yang akan

15
menekan ventrikel. Gejala yang terjadi penekanan vena juguler, fatigue,
dyspnea, edema, ascites. Tatalaksana konservatif: tangani penyebab, diuretik,
analgesik, pembatasan natrium, sedangkan tatalaksana definitif:
perikardiektomi.
3. Kista dan lipoma perikaridum: Kantongan yang berisi cairan perikardium.
Keluhan penekanan jantung bila tidur miring atau berubah gerakan, dilakukan
tindakan eksterpasi.
1.6.5 Penyakit paru kongenital
a. Emfisema lobar kongenital: kelainan kongenital paru terbanyak. Terjadi karena
ekspansi berlebih rongga udara (udara tidak bisa balik karena adanya katup satu arah
pada bronkus). Lobus superior kiri adalah daerah tersering yang mengalami kelainan
ini. Gejala yang timbul biasanya sesak semenjak lahir, retraksi, dan wheezing. Untuk
memastika diagnostik bisa menggunakan foto rontgen. tatalaksana dengan internesi
bedah emergensi, jika penyebabnya kelainan kardivaskular maka ditangani terlebih
b. Kista paru kongenital: terjadi karena terperangkapnya sebagian jaringan paru dan
bronkus sejak pertumbuhan embrional. Unilateral, ukuran > 1 cm, ada hubungan
dengan struktur trakeobronkial. Kebanyakan berisi udara, tetapi bisa berisi cairan
dan menyebabkan obstruksi sehingga muncul tanda distress napas. Kalau pecah bisa
menyebabkan tension pneumothorax. Tidakan operasi: segera (apabila ada distress
napas), elektif (ditunggu sampai 1 tahun hingga kista mengecil), bisa lobektomi/
kistektomi
c. Congenital cyst adenommatoid malformation (CCAM): perkembangan sel
mesenkim abnormal, biasanya ada kelainan kongenital lain ataupun hypoplasia paru.
Gejala berupa distress napas akibat kompresi dan adanya mediastinal shifting. Kalau
kista berukuran kecil bisa tidak ada distress tapi adanya infeksi berulang.
Tatalaksana bedah: reseksi (walaupun cyst kecil), paling sering dilakukan lobektomi.
d. Sekuestrasi paru: Massa paru embrional yang tidak berfungsi, sering bersifat
unilobar tapi bisa juga mengenai seluruh paru. Paling sering keluhan batuk
kronis/pneumonia berulang. Terdapat 2 macam tipe SP yaitu intralobar dan
ekstralobar. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan: Intralobar (reseksi
segmental/lobar/pneumektomi), extralobar eksisi massa.
e. Kista bronkogenik: jaringan paru nonfungsional dengan percabangan bronkial
abnormal. Lokasi dimana saja, unilateral, tunggal, dan umumnya di lobus inferior.
Paling sering adanya tanda infeksi. Agak susah dibedakan dengan abses, tapi kalau
KB tidak apa-apa ketika diberikan antibiotik, dinding dari abses lebih tebal dan
inflamatorik. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan: reseksi (dengan torakotomi,
VATS, atau sternotomi).
1.6.6 Kelainan diafragma
- Hernia diafragmatika dibagi menjadi 2 yaitu hernia kongenital (Hernia Bochdalek,
Hernia Morgagni) dan hernia dapatan (Sliding hernia, Hernia paraesofageal) .
1. Hernia Bochdalek: hernia yang terjadi karena adanya lubang di bagian
posterolateral diafragma. Karena gagalnya kanal pleuroperitoneal untuk menutup.
Organ intestin masuk dan mengganggu perkembangan paru (berkurangnya
percabangan bronkus). Biasanya merupakan keadaan life threatening sehingga

16
perlu intubasi kemudian dimasukkan ke dalam ECMO dan apabila stabil baru
dikoreksi (torakotomi).
2. Hernia Morgagni: terjadi karena adanya defek pada retrosternal anterior,
merupakan true hernia (karena punya kantong). Umumnya yang herniasi biasanya
omentum, paling sering di sebelah kanan, karena kiri terlindung jantung.
tatalaksana pembedahan untuk mengembalikan isi hernia dan repair defek.
3. Sliding hernia: terjadi karena defek hiatus diafragmatikus. Hernia ini terjadi
karena Gastroesophageal junction masuk ke dalam mediastinum melalui hiatus
esofagus. Sliding: bisa bolak balik, kalau ada tekanan meningkat dia naik ke atas,
kemudian bisa balik lagi. gejala yang dikeluhkan retrosternal/ epigastrik
heartburn, regurgitasi postural, disfagia, mual, muntah. Tatalaksana secara
medikamentosa dengan pemberian antirefluks, sedangkan prosedur pembedahan:
fundoplikasi menurut nessen, belsey, atau toupe repair.
4. Hernia paraesofageal: terjadi karena kelemahan membran esofageal sehingga
terjadi herniasi organ yang dilapisi peritoneum dan membentuk true hernia (ada
sacnya). Jarang ada gejala dan tidak terdiagnosis (keseringan karena adanya
komplikasi: inkarserasi, volvulus, obstruksi, strangulasi). Tidak ada terapi
medikamentosa. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan rekonstruktif.

- Paralisis diafragma terutama disebabkan tindakan pembedahan jantung/toraks


(karena trauma n. frenikus), bisa juga trauma saat lahir. Pada dewasa normal tidak
menyebabkan gangguan fungsi pernapasan tetapi tetap akan meningkatkan otot-otot
aksesori paru, sedangkan pada anak-anak berbahaya karena diafragma dan rongga
abdomen terhisap saat inspirasi. Tatalaksana secara konservatif dan pembatasan
aktifitas diberikan pada dewasa atau pembedahan karena distress napas terutama
anak-anak dengan dilakukan plikasi diafragma.
- Eventarasio diafragma; kelainan yang berupa penipisan serabut diafragma
(terganggu/tidak adanya pertumbuhan otot) dimana sebagian/seluruh diafragma
masuk. Kebanyakan asimptomatis/ dapat timbul gejala distress apabila eventarasio
luas. Tatalaksana secara konservatif dan pembedahan dilakukan pada semua pasien
dengan gejala dan tanda klinis.
- Tumor diafragma: merupakan kasus jarang, paling sering tumor primer yang bersifat
jinak berjenis mesotelial. Gejala klinis yang ditimbulkan yaitu nyeri saat respirasi,
kadang disertai batuk dan sesak. Tindakan pilihan yaitu wide excision dilanjutkan
dengan penutupan defek.
- Ruptur diafragma: biasanya terjadi pada perlukaan tumpul hebat/ tajam, jarang pada
sebelah kiri karena terdapat hepar. Dapat terjadi distress pernapasan, suara napas
melemah, masuknya organ intraabdomen, terdengar bising usus saat auskultasi dada,
dan gerakan paradoksal abdomen saat bernapas. Tatalaksana dilakukan pembedahan
tergantung ada tidaknya perlukaan organ intraabdominal, dan masih intak/tidak
diafragma.

1.7 Teknik dasar torakotomi


1.7.1 Drenase kavum toraks

17
Merupakan tindakan invasif dengan cara memasukkan selang/ tube ke dalam rongga
toraks melalui ICS. Indikasi pemasangan antara lain:
- Pneumotoraks >20% (daerah kolaps <60%)
- Semua pneumotoraks bila ada trauma toraks
- Hematotoraks moderate (300-800 cc) atau berat (>800 cc)
- Fluidotoraks dengan sesak
- Chylothorax
- Efusi pleura maligna
- Empyema setelah punksi tidak berhasil/terlalu kental
- Abses paru (pertolongan pertama)
- Pasca torakotomi

Tempat yang akan dipasang dren adalah sebagai berikut


- Drainase buelau: linea axillaris depan pada ruang antar iga IV-V-VI. Dapat lebih
peoksimal kalau perlu.
- Drainase monaldi: ICS II-III MCL.
Sistem Drainase toraks yang dipakai terdapat 4 macam yaitu:
- Drainase satu botol: sangat mudah dan murah, tetapi botol harus diganti setiap
hari sekaligus mengganti sekret 24 jam.
- Sistem 2 botol: botol darinase dengan hisapan kontinu (continous suction).
Penghisapan dapat dilakukan secara pasif. Tekanan negatif pada dewasa 15-25
cmH2O, sedangkan pada anak 8-10 cmH2O (dapat disesuaikam sampai 70 cm
H2O).
- Sistem 3 botol: gabungan sistem water seal 2 botol dan sistem hisapan kontinus.
Sistem ini lebih sempurna dibandingkan sistem sebelumnya.
- Sistem dissposable: seluruh sistem dijual dalam 1 kemasan yang siap pakai.
Pencabutan drain torak dapat dilakukan apabila:
- Sekret serous (tidak hemorrhagis), dengan volume sekresi 24 jam <100 cc
(dewasa) dan <25-50 cc (anak)
- Paru sudah mengembang sempurna (x-ray, klinis suara paru)
Catatan tindakan alternatif
- Kalau tidak mengembang bisa dinaikkan sampai -70 cmH2O (kalau tidak berhasil
maka 2 minggu bisa dilakukan dekortikasi)
- Sekret >200 cc dan keruh: kemungkinan chylothorax
- Sekret >200 cc dan serous: kemungkinan malignansi
- Sekret mendadak sedikit: evaluasi dengan x ray untuk mengevaluasi.
Drenase pungsi rongga toraks
Indikasi drenase pungsi: Diagnostik, hematotoraks ringan (<300 cc), fluidotorax,
empyema encer. Tempat pungsi di linea axillaris belakang ICS VI-VII, pasien dengan
posisi duduk merangkul lutut depan. Sedangkan Kalau pasien sambil tidur pada linea
axillaris depan. Setelah penghisapan, pasien harus dimonitoring, dan setelah pungsi
perlu dievaluasi menggunakan x-foto.
Drenase mediastinum

18
Indikasi: emfisema mediastinum, hemoperikardium, perikarditis exudatif, dan
pacsabedah organ-organ mediastinum. Tujuannya untuk membebaskan rongga
mediastinum. Dilakukan drainase terbuka dengan flap eloeser yang merupakan suatu
teknik untuk mendrenase efusi/ pus kronis yang tidak dapat di drainase dengan
efektif.
1.7.2 Torakotomi terbuka
- Torakotomi posterolateral: tindakan sayatan standar. Sayatan ini dapat mengakses
lebih banyak struktur. Sekarang Jarang digunakan karena lebih memilih teknik
dengan sayatan lebih minimal.
- Torakotomi anterolateral: digunakan sebagian ahli bedah untuk berbagai prosedur
bedah toraks. Memiliki akses lebih baik terhadap hilus anterior dan ICS, tidak
perlu memutar pasien ke arah lateral. Kelemahannya visualisasi area mediastinum
posterior yang buruk.
- Torakotomi lateral dengan muscle sparring memiliki keuntungan dapat mengakses
hampir seluruh struktur akan tetapi dengan exposure yang terbatas. Tindakan
torakotomi dengan teknik sayatan ini tidak diindikasikan untuk tindakan
emergensi.
- Sternotomi median: Utamanya untuk tindakan operasi perikardium, jantung,
pembuluh darah besar. Salah satu halangan penggunaan sternomi yaitu adanya
komplikasi sternal malunion yang biasanya didahului oleh infeksi pascabedah.
- Sternotomi parsial: digunakan secara terbatas pada operasi terhadap struktur
mediastinum anterosuperior. Sayatan dilakukan memanjang dari incisura jugularis
sampai sedikit di bawah batas manubrium.
1.7.3 Dibantu Video/Torakoskopi-VATS
Teknik bedah ini digunakan untuk diagnostik maupun tindakan pembedahan definitif
dengan minimal invasif. Indikasi pemakaian VATS antara lain:
- Penyakit pleura (pneumotoraks spontan, reseksi bulla, empiema akut, schwarte)
- Penyakit paru tumor dengan indikasi torakoskopi diagnostik
- Penyakit mediastinm (timoma, teratoma, limfadenektomi)
- Penyakit lain: hiperhidrosis (simpatektomi torakal)
Prosedurnya Dilakukan sayatan 1 cm pada ICS IV/V garis axillaris anterior (camera
port), ICS VI garis axillaris media (portal untuk instrumen besar), dan ICS VI axillaris
posterior (portal untuk instrumen yang kecil).
1.7.4 Reseksi paru
Merupakan tindakan untuk membuang atau memotong sebagiandari jaringan paru yang
sakit. Persiapan prabedah untuk reseksi paru sama seperti operasi pada umumnya yaitu
mulai dari foto x-ray, pemeriksaan faal paru, sitologi sputum, FNA, laboratorium darah
rutin, dan pemeriksaan fungsi paru. Indikasi reseksi paru yaitu:
- Tumor ganas paru
- Tumor metastasis ke paru (hindari lobektomi/pneumektomi)
- Kelainan non maligna: destroyed lung, infeksi persisten, malformasi arteriovenosa,
sekuestrasi paru, aneurisma arteri pulmonalis, sindrom middle lobe
Dapat dilakukan apabila resiko normal seperti:
- Kapasitas vital >60%

19
- Predicted FEV1 >800 ml atau >40% dari normal
- Predicted DLCO (diffusing capacity of the lung for CO2) pasca operasi >40%
normal
- VO2 max >15 ml/KgBB/menit
- Minute ventilatory volume >50% normal
Pasca bedah perlu monitoring saturasi, pembersihan sekret, mobilisasi dini, restriksi
cairan (mencegah edema), fisioterapi dada, pemberian nutrisi secara oral.
Teknik pembedahan dasar
a. Wedge resection/ reseksi baji (biopsi paru terbuka): tindakan diagnostik untuk
mendapatkan sampel jaringan, tindakan teraupetik pada lesi jinak.
b. Lobektomi dapat dilakukan lobektomi paru kanan atas, lobektomi paru kanan
medial, lobektomi paru kanan inferior, lobektomi paru kiri superior, lobektomi
paru kiri inferior. Teknik pembedahannya hampir sama hanya tempatnya yang
membedakan.
c. Pneumektomi dapat dilakukan pneumonektomi kanan dan pneumonektomi kiri.

1.8 Terapi sel dan kedokteran regeneratif untuk penyakit paru


Pengertian tentang mekanisme pertumbuhan jaringan paru pada fase embrional dan masa
tumbuh telah memberikan pengetahuan tentang mekanisme kontrol molekuler. Hal ini
membawa kemungkinan pengobatan dari jaringan paru yang rusak atau tidak tumbuh/
displasia dimasa yang akan datang. Rekayasa jaringan dan rekayasa stem cell akan
menjadi perkembangan terapi kedokteran yang baru.

20
BAB II

JANTUNG

2.1 Anatomi Bedah


2.1.1 Umum
Sistem kardiovaskuler terdiri atas komponen jantung, pembuluh darah, dan darah itu
sendiri. Jantung terdiri atas 4 ruangan yaitu 2 ventrikel dan 2 atrium beserta katup
yang membatasi. Struktur luar jantung terdiri dari aurikel, sulkus koronarius, sulkus
interventrikularis anterior dan posterior. Jantung dan pembuluh darah besar berada
pada rongga mediastinum, sehingga pembedahan dapat dilakukan melalui prosedur
sternotomi/torakotomi lateral. Konduksi elektrik jantung terdiri dari SA node, AV
node, Bundel his, bundle cabang kanan dan kiri, serta serabut purkinje.
2.1.2 Sirkulasi Fetal
Di Dalam kandungan, janin mendapat pasokan darah ibu melalui plasenta, melalui V.
umbilicalis. Fungsi paru-paru belum ada sehingga memompa darah terutama ke
kepala sedangkan ke paru-paru hanya sedikit. peredaran darah pada janin berbeda
dengan dewasa. Pada janin, Darah dari kepala --> V. cava sup --> ventrikel kanan -->
A. pulmonalis (tahanan masih besar) --> masuk lewat dictus arteriosus ke aorta.
Beban ventrikel kanan lebih besar pada bayi sehingga biasanya terjadi
hipertrofi/ukurannya hampir sama dengan ventrikel kiri. Hal ini akan berubah saat
bayi dilahirkan. Saat lahir, paru berkembang spontan dan tahanan menurun sehingga
darah yang mengalir melalui foramen ovale tidak ada. Kemudian dari V. pulmonalis
mengalir darah ke atrium kiri menyebabkan tekanan atrium kiri naik dan foramen
ovale tertutup. Karena tahanan paru sudah sangat turun, darah tidak mengalir
langsung ke ductus arteriosus. Tahanan ventrikel kiri lebih besar dan ukuran ventrikel
kiri menjadi lebih tebal.
2.2 Patofisiologi kelainan jantung
2.2.1 Penyakit jantung bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 yaitu penyakit jantung sianotik dan
asianotik. Yang tergolong kelainan jantung bawaan asianotik (L to R) antara lain:
ASD, VSD, dan PDA. Sedangkan kelainan jantung bawaan yang sianotik (R to L)
antara lain: TOF, TGA, TA, TAPVR, HLH, PA, dan DORV.
- Atrial septal defect (ASD)

21
Kelainan yang terdapat hubungan antara kedua atrium. Dibagi menjadi beberapa tipe
antara lain:
1. ASD I (defek pada septum primum): letak kelainan pada ostium primum dekat
dengan trikuspid.
2. ASD II (defek pada septum sekundum)
3. ASD III (defek sinus-venosus)
- Ventricular septal defect (VSD)

Satu hubungan antara kedua ventrikel melalui satu lubang pada septum ventrikel. Dibagi dalam 4 tipe

aliran banyak ke pembuluh pulmonal tah


tekanan pembuluh pulmonal
perubahan pembuluh darah pulmonal (hipertrofi/penebalan tunika media/pulmonal sklere

hipertensi pulmonal dan tekanan ventrikel kanan


tekanan ventrikel kanan dan kiri sama tekanan ventrikel kanan
>
ventrikel kiri shunt terbalik (RL shunt) irreversibel.

Oleh karena itu, kita harus mencegah terjadinya hipertensi pulmonal dengan prosedur
pembedahan Pulmonary-banding. Jika pembedahan dilakukan setelah terjadi
hipertensi pulmonal dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung kanan karena
beban yang besar.
- Patent ductus arteriosus (PDA)

Terjadinya hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis menyebabkan terjadinya shunt kiri ke kanan (

aliran ke atrium kiri


katub mitral stenotik aliran kembali ke sirkulasi p
hipertensi pulmonal Eisenmenger syndome.

- Stenosis Pulmonal
Ditandai dengan obstruksi dari outflow tract kanan berupa stenosis dari katup
pulmonalis atau stenosis dari infudibulum pulmonalis. Stenosis katub pulmonal
lambat laun dapat menyebabkan fibrosis dan penebalan katub, penebalan
infundibulum, dan fibrosis myokard.

Hambatan outflow tract kanan beban ventrikel kanan hipertrofi dan tekanan ventrikel kanan
. Jika dilakukan pembedahan saat tekanan ventrikel kanan sudah
meningkat, maka dapat membawa kenaikan tekanan pulmonal.
- Stenosis Aorta
Dibagi 3 bentuk, yaitu stenosis valvular, subvalvular, dan supravalvular. Akibat
kesalahan rotasi dari bulbus cordis sehingga penyempitan eksentris antara layar katub
koroner kiri dan yang nonkoroner, biasanya layar katub ini menebal. Pada

22
pemeriksaan kateterisasi jantung didapatkan kenaikan tekanan ventrikel kiri disertai
gradient tekanan pada aorta.
Penyempitan outflow tract kiri CO HR tekanan ventrikel kiri
hipertrofi ventrikel
insufisiensi koroner

- Koarktasi aorta
Kelainan penyempitan segmen aorta di daerah istmus aorta thoracalis, maka
peredaran darah dari orang orang yang dirawat oleh cabang supraaortal tetap terjamin,
sedangkan organ distal stenosis tidak. Kompensasi tubuh dengan membentuk
kolateral kolateral secara masif, terutama melalui cabang interkostal, a mamaria
interna (kolateral ini dapat menimbulkan erosi pada costa) hingga besarnya aorta
distal dari stenosis umumnya lebih kecil daripada normal, serta perawatan peredaran
darah organ ubuh distal dari stenosis terjadi dalam jumlah sedikit sehingga terjadi
kemunduran fungsi dari organ ekstremitas bawah.
Diagnosis dapat dibantu dengan EKG, kateterisasi jantung dan angiografi aorta.
Terdapat pula kriteria diagnosis menurut Wernicke 1875 untuk stenosis istmus aorta:
1. Sirkulasi kolateral
2. Pulsasi infraskapular
3. Dilatasi arteri interkostalis
4. Bunyi murmur di atas stenosis
5. Perbedaan tekanan darah pada ekstremitas atas dan bawah
Bedah dapat diberikan semua usia, beban ventrikel dapat menyebabka gagal jantung
kiri.
- Tetralogi of Fallot – TOF
Sianotik karena RL shunt. Kelainan jantung bawaan kompleks, terdiri dari:
1. VSD
2. Overriding aorta: aorta yang bergeser ke kanan – dextroposisi aorta
3. Stenosis pulmonal/infundibular/valvular
4. Hipertrofi ventrikel kanan
Dextroposisi aorta VSD tepat di bawah lubang aorta tekanan ventrikel kanan
dan stenosis pulmonal darah venous ke sirkulasi sistemik (RL shunt) Hipoksemia
. Sebagai kompensasi maka terjadi polisitemia, hematokrorit , dan
gangguan faal pembekuan darah. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan fisik
(clubbing finger, excertional dyspnea, squatting, murmur sistolik katub pulmonal),
CXR (boot shape), EKG (hipertrofi kanan), kateterisasi jantung dan angiografi
(cairan kontras dari ventrikel kanan ke aorta).
- Transposisi pembuluh darah besar biasa (Simple-TGA)
Ditandai dengan hubungan antero-posterior antara aorta dan a pulmonalis, aorta di
anterior a.pulmonalis. Dengan mengalirnya darah venous ke aorta, biasanya disertai
ASD/VSD.
- Darah vena cava atrium kanan ventrikel kanan aorta sirkulasi besar.
- Darah arterial paru ventrikel kiri a. Pulmonalis paru

23
-
Agar bayi mendapatkan darah arterial pada sirkulasi besar, maka harus ada hubungan antara kedu

2.2.2 Penyakit Katup Jantung


Stenosis : katub tidak dapat membuka sempurna
Regurgitasi/insufisiensi : katub tidak dapat menutup sempurna
a. Penyakit Katub Aorta
○ Aorta stenosis: afterload kerja ventrikel kiri
hipertrofi ventrikel disfungsi ventrikel

Aorta regurgitasi: darah secara retrograde melalui katub pada diastol recoil katub aorta. Pada dia
dilatasi ventrikel kiri hiper
gagal kompensasi disfungsi sistolik gagal jan

Terapi dengan penggantian katub aorta, percutaneus balloon valvotomy, atau TAVI.
b. Penyakit Katub Mitral
Dapat didasari dengan keradangan endokard akibat demam reuma. Keradangan
Streptococcus yang biasanya menyerang tonsil, dapat menyebabkan keradangan
kronis pada endokardium yang menyebabkan kelainan jaringan ikat katub mitral.
Terapi dengan penggantian katub.

Mitral stenosis: menyebabkan stasis darah di atrium kiri terhambat ke paru hipertensi pulmonal
hipertrofi ventrikel kiri tanpa dilatasi
● Mitral regurgitasi: bisa akibat robeknya layar katub pada endokarditis, lepasnya
muskulus papilaris pada demam reuma, atau molornya jaringan katub pada
fibroelastosis.
c. Penyakit Katub Tricuspidal

Tricuspid regurgitasi: kebocoran aliran darah dari ventrikel hipertrofi dan dilatasi atrium kanan
● Tricuspid stenosis: jarang.
Pembedahan pada kelainan katub tricuspid umumnya bersama katub lain
(mitral/aorta).
2.2.3 Penyakit Jantung Koroner
Nyeri dada tipikal yaitu rasa nyeri hebat pada daerah prekordial yang menjalar ke
lengan kiri disertai rasa tertekan benda berat di seluruh toraks, serasa akan mati.
Mekanisme angina pectoris
Pembuluh koronaria pada epikardium memberi suplai darah ke miokardium sampai
menembus lapisan subendokardium sehingga miokardium dan sel miokard otot polos
berkontaksi. Dasarnya adalah adanya hipoksemia miokard, bisa akibat sumbatan
seperti arteriosklerosis, anemia berat, atau keracunan CO2.
Penyebab: aterosklerosis, arteritis, trauma, penyakit metabolik, spasma arteri koroner,
emboli arteri koronaria, kelainan arteria kongenital (anomali a.koronia kiri dari
a.pulmonalis, fistula arterio-venosa, dan anomali muara koroner aorta), atau kelainan
katup aorta.

24
Diagnosis dan Manajemen
Diagnosis dapat dilakukan dengan bantuan EKG istirahat, EKG dengan beban, CXR,
echocardiografi, thalium scan, koronarangiogram, noninvasif (MSCT)
Disebut infark miokard, bila terdapat minimal 2 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. Nyeri dada/angina > 30 menit
2. ECG – gelombang Q/elevasi segmen ST/inverse T
3. Peningkatan enzim kardiak : CK dan Troponin T
Terapi dilakukan dengan pembedahan yang bertujuan untuk revaskularisasi.

2.2.4 Kardiomiopati
Adalah penyakit miokardium yang disebabkan mutasi satu gen. Didiagnosis dengan
bantuan ekokardiografi, ekg, kateterisasi, atau CXR.
1. Kardiomiopati dilatasi: pembesaran bilik jantung dan terdapatnya fungsi sistolik
dari salah satu atau kedua bilik, terdapat ketebalan dinding ventrikel kiri yang
normal dan tidak terkait hipertensi. Terapi dengan restriksi garam, obat
antihipertensi, pemasangan ICD, atau pembedahan cangkok jantung (left ventricular
reduction procedures, myocardioplasty).
2. Kardiomiopati hipertropik: penebalan septum bilik jantung sehingga left ventricle
outflow tracr menyempit hingga darah kurang dapat mengalir ke seluruh tubuh
dengan lancar. Terdapat gangguan fungsi elektrikal dan ventricular. Terapi dengan
obat betabloker, pemasangan ICD, cathether septal ablation, pembedahan (reseksi).
3. Kardiomiopati restriktif: infiltratif, pengisian ventrikel tidak normal disertai
disfungsi diastolik. Tidak ada pengobatan yang optimal, hati-hati pemberian
medikamentosa.
2.3 Sirkulasi Ekstrakorporeal Pintas Jantung Paru
Merupakan sistem luar tubuh yang memungkinkan melakukan pintas sistem
kardiopulmoner hingga untuk sementara fungsi jantung dan paru dapat dihentikan. Mesin
jantung-paru terdiri atas oxygenator (pengganti fungsi paru-paru) dan pompa (pengganti
fungsi jantung). Pada saat operasi, diberikan kardioplegia dan setelah operasi jantung
dibangunkan dengan rangsangan DC shock apabila kontraksi tidak muncul spontan.
2.4 Teknik Dasar Bedah Jantung
2.4.1 Bedah Jantung Terbuka
Untuk menjalankan sirkulasi ekstrakorporeal dilakukan kanulasi. Kanulasi untuk
aliran arteri dilakukan di aorta dan kanulasi aliran vena dilakukan di vena cava
superior et inferior. Kanulasi dapat dilakukan dibeberapa tempat antara lain: kanulasi
aorta, kanulasi femoralis, kanulasi venous, kanulasi femoral venous, dan kanulasi
untuk kardioplegia.
2.4.2 Bedah Jantung Tertutup
Pembedahan yang dilakukan tanpa menjalankan sirkulasi ekstrakorporeal. Beberapa
pembedahan dengan jantung tertutup yaitu
- PJB: PDA, PSt, beberapa pembedahan paliatif

25
- Penyakit jantung bawaan: pacemaker, bedah katup mitral, bedah jantung
invasif minimal, nedah koroner OPCAB, bedah koroner laser
- Penyakit perikardium: perikarditis konstriktiva, perikardiotomi
2.4.3 Bedah Jantung Invasif Minimal
Merupakan Pembedahan yang hanya melalui sayatan kecil. Risiko perdarahan kecil,
nyeri minimal, trauma bedah minimal, mengurangi durasi ranap, rekonstruksi
pembedahan lebih rinci. Pembedahan ASD, VSD, mitral, orta, dan bypass koroner.
2.5 Bedah Katup Jantung
2.5.1 Mitral
Paling baik dengan sirkulasi ekstrakorporeal. pelaksanaa bedah katub mitral dapat
dilakukan dengan: melakukan reparasi katub, melakukan penggantian katub dengan
melakukan preservasi dan membuang seluruh atau sebagian katub mitral. Indikasi
operasi: stenosis (NYHA III-IV), regurgitasi.
2.5.2 Aorta
Indikasi penggantian katub aorta adalah bila katub stenosis dan katub regurgitas.
Teknik dasar pembedahan katub aorta yaitu penggantian katub dengan homograft dan
teknik pembedahan von der Emde. Pembedahan: eksisi in toto pada annulus
(Stenosis), penggantian katup.
2.5.3 Trikuspid
Prosedur pembedahan indikasinya lebih ketat karena biasanya dilakukan karena ada
kelainan pada katup lain (mitral/aorta). Biasanya dilakukan reparasi dengan cara
bikuspidalisasi/penggantian katup. Katup mekanikal (terutama pasien laki-laki muda),
kalau tua lbh dipilih bioprotesa.
2.5.4 Pulmonal
Indikasi dilakukan penggantian maupun reparasi katub pulmonal antara lain: stenosis
katub pulmonal, regurgitasi pulmonal, dan insufisiensi katub pulmonal. Biasanya
pembedahan dilakukan karena ada kaitan pembedahan lain.

2.6 Bedah Penyakit Jantung Bawaan


2.6.1 PDA
Pembedahan melalui torakostomi posterolateral dengan pembebasan dan pemotongan
duktus. Kalau dilakukan pada pasien dewasa harus berhati2 karena biasanya rapuh.
2.6.2 ASD
Teknik pembedahan dengan sternotomi medial dengan sirkulasi ekstrakorporeal,
dilakukan penjahitan pada defek/kalau luas dipasang patch. Kalau defek septum
primum (sejajar VSD) hati2 aritmia (AV block)
2.6.3 VSD
Teknik penutupan pada VSD dapat dilakukan melalui ancangan transatrial dan
ancangan transventrikular,
2.6.4 TOF
Teknik pembedahan yang bisa dilakukan antara lain: Anastomosis blalock taussig,
Modified blalock taussig shunt, Anastomosis POTTS, dan Anastomosis Waterston.
Pada beberapa kasus TOF perlu dilakukan total koreksi. Prinsip dasar koreksi total
sebagai berikut:

26
- Menutup VSD yang mengalami dislokasi karena dekstroposisi aorta
- Membuang stenosis infudibulum pulmonal/valvular pulmonal
- Melebarkan RVOT
2.6.5 Paliatif
Pembedahan paliatif dilakukan pada kelainan jantung bawaan yang kompleks/sianotik
dan belum bisa dilakukan koreksi total.

2.6.6 Kompleks
a. Total anomalous venous drainage/return (TAPVD/TAPVR)
V. pulmonalis harusnya ke atrium kiri tetapi menjadi ke v. cava superior, atrium
kanan, v. cava inferior, atau v. hepatica (R to L). teknik pembedahan dengan
pembebasan dulu vena yang alirannya salah, kemudian dilakukan end to end
anastomose.
b. Transposisi pembuluh darah besar
Aorta dan A. pulmonalis nyambungnya berkebalikan (dengan ventrikel) sehingga
terjadi sianosis. Bayi bisa bertahan dengan adanya PDA/ASD/VSD. Pembedahan:
dengan adanya R to L shunt (biarin PDA terbuka/ASD buatan)/ koreksi total

2.7 Bedah Jantung Koroner


Metode bedah dari penyakit pembuluh darah koroner:
- Rekonstruksi langsung melalui bypass vena aorta-koroner tunggal, ganda, atau
multipel, atau dengan anastomosis A. mammaria dengan A. koroner dipakan
pada A. desc anterior/ramsu intervenkularis anterior
- Konduit selain V. saphena magna juga bisa dari A. radialis, A.
gastroepiploika. Atau dari A. torasika interna
- Reseksi aneurisma ventrikel setelah terjadinya infark/penyulit komplikasi
- Pembedahan tambahan penggantian katup
Teknik pembedahan jantug koroner antara lain:
- Pintas koroner (CABG)
- Plastik koroner/plastik ostium koroner

2.8 Transplantasi Jantung


Indikasi: Gagal jantung terminal, EF rendah (<20%), Vo2 max rendah (<10
ml/kg/min), Na <135 mEq/dL, PCWP >25 mmHg, Norepinephrine plasma >600
pg/ml, CTR yang besar. Resipien dan donor: donor dari cadaver dengan MBO,
resipien penderita dengan gangguan jantung terminal (dengan bbrp kriteria eksklusi
seperti usia tua >70 tahun, dan adanya penyakit penyerta dengan prognosis buruk).
Teknik pembedahan dibagi menjadi 2 yaitu dengan 2 tim (tim pengambil donor dan
transplantasi ke resipien); serta Jantung diambil dan akan ditransport dengan alat
khusus dengan ventilator dan pompa mesin agar jantungnya teta berdetak
Transplantasi paru
Indikasi: Penyakit paru obstruktif (PPOK dan emfisema karena defisiensi a-1
antitripsin), Cystic fibrosis, Penyakit paru restriktif, Hipertensi pulmonal (hipertensi
pulmonal primer/sindrom eisenmenger), Sarkoidosis, lymphangiomyomatosis,

27
Fibrosis pascaradioterapi/ kemoteraoi, bronkiektasis idiopatik. Hasil trasplantasi:
ketahanan 1 tahun (70%), ketahanan 5 tahun (43%)
Indikasi transplantasi jantung paru
- Gagal jantung dengan penyakit paru vaskular/parenkim
- PJB sindrom eisenmenger

2.9 Pemacuan Jantung dan Bantuan Mekanik Jantung


2.9.1 Pemacuan Jantung (Cardiac pacing)
Awalnya digunakan untuk mengatasi gangguan irama jantung, terdiri dari generator
pulsa dan lead. Indikasi pemacuan jantung: 2 nd degree heart block, 3rd degree heart
block, bifasicular atau transfasicular bundle brach blocks, sick sinus syndrome, dan
profilaksis. Fungsi: pacing, sensing, capture (menangkap impuls listrik), stimulasi
(penampakan gelombang spike pada EKG). Teknik pembedahan: dapat dilakukan
implantasi secara transvena, transtorakal (torakotomi, ekstrapleural-transdiafragmal-
ekstraperitoneal, miokardial). Pengawasan pascabedah dikontrol pada tahun pertama
tiap 6 bulan, kemudian setiap 1-5 tahun (menurut keluhan penderita)
2.9.2 Bantuan Mekanik Jantung (Ventricular assist device/VAD)
Merupakan alat/pompa yang diimplantasikan sebagian/seluruhnya,
sementara/menetap, ke dalam tubuh untuk membantu sirkulasi . VAD digerakkan oleh
tenaga penggerak luar tubuh. Indikasi pemasangan VAD:
- Bridging pasien saat menunggu donor transplantasi
- Jembatan menuju kesembuhan: beban jantung dikurangi hingga terjadi
remodelling jantung dan bisa juga VAD jangka panjang
- Destination therapy: sebagai tujuan akhir pengobatan (alat pengganti jantung,
bukan transplantasi
VAD Ada yang berbentuk pulsatil dan nonpulsatil
2.10 Aplikasi Stem Cell untuk Bedah Kardiovaskular
Dapat dikembangkan dari sel punca mesenkimal (sumsum, lemak, darah umbilikus)
karena bersifat multipoten. SPM dapat digunakan seperti apabila terjadi iskemik
miokard, penanaman SPM dapat berpotensi menjadi miosit (tapi hasilnya beda-beda).
Yang dapat dipakau untuk terapi regeneratif
○ Sel punca embrionik: sel pluripoten, bisa diferensiasi secara ekstensif
○ Sel progenitor dewasa: sel multipoten yang kemampuan difernsiasinya lebih
sedikit dibandingkan SPE
○ Sel punca mesenkimal: selpluripoten yang dapat berdiferensiasi menjadi
osteoblas, adiposit, dan kondroblas secara in vitro
○ Sel progenitor endotelial: kemampuan kecil diferensiasi menjadi
kardiomiosit
○ sel punca sel jantung sendiri: kadarnya eningkat pasca kerusakan cryo pada
miokard, punya kemampuan memperbarui diri sendiri, kloning, dan
diferensiasi menjadi garis sel miogen, endotelial, otot polos, dan regenerasi
miokardium yang iskemik
Cara pemberian terapi sel

28
o infus intravena: ada kemungkinan sel nyasar tidak langsung ke miokardium
o penyuntikan langsung ke target: pada miokardium yang iskemik, saat bedah
jantung terbuka
o perkutan: melalui kateter
o perkutaneus transendokardial: penyuntikan langsung epi/miokardium

29
BAB III

VASKULAR

3.1 Anatomi, Fisiologi, Rheologi, dan Patofisiologi Kelainan Pembuluh Darah


3.1.1 Anatomi Dasar Pembuluh Darah
Pembuluh darah arteri terbesar adalah aorta yang keluar dari jantung, dan vena
terbesar adalah vena cava inferior. Tiga lapisan pembuluh darah yaitu :
a. Tunika intima: langsung ke lumen pembuluh darah, dilapisi endotel
b. Tunika media: otot polos
c. Tunika adventitia: tempat serabut simpatis
Perbedaan arteri dan vena yaitu bahwa dalam vena terdapat katub-katub yang
mencegah aliran balik darah venous.
3.1.2 Mekanika aliran darah
Aliran didasarkan pada hukum fisika Bernoulli yang dipengaruhi oleh energi
tekanan (tekanan darah penderita), energi gravitasi (posisi penderita), energi
hambatan/friksi (kelainan pembuluh darah), dan energi kinetik (dipengaruhi densitas
dan massa darah). Bila ada daerah yang menyempit, maka kecepatan aliran darah
akan meningkat sebanding pangkat dua beda radius pembuluh darah tersebut.
Tekanan darah juga dapat meningkat. Jika terjadi pelebaran, maka terjadi
sebaliknya.
Pemeriksaan bentuk pulsa pembuluh darah arteri, yaitu sifat pulsa yang trifasis
(normal), bifasis (pulsa berkurang karena penyempitan s.d. 50%), atau monofasis
(satu fase, penyempitan hampir total). Pulsasi tergantung pada elastisitas dinding
arteri, yang pada arteriosklerosis (proses penuaan) akan turun, apalagi jika terjadi
aterosklerosis (penumpukan aterom di darah).
3.1.3 Prinsip pengobatan hemorheologi (rheologi darah)
a. Menaikkan fleksibelitas eritrosit (deformitas), kemampuan eritrosit untuk lebih
lentur hingga mudah mengalir dalam pembuluh darah yang diameternya kecil.
b. Menurunkan viskositas plasma
c. Menurunkan viskositas umum dari darah
d. Menurunkan agregasi dari trombosit karena sifat adhesinya.
3.1.4 Obat hemorheologi
a. Antiplatelet
b. Antioksidan dan terapi khelasi (pencegah kerusakan oksidatif, mengurangi
reperfusion- injury)
c. Inositol nicotinate (vasodilator, fibrinolitik dan mengurangi kadar lemak)
d. Cinnarizine (antagonis vasokonstriktor endogen, angiotensin dan norepinefrin)
e. Lebocarnitine (pencegah kerusakan mitokondria penyebab metabolisme oksidatif)
f. Prostaglandine (vasodilator, pencegah rasa nyeri klaudikasio)
g. Immunomodulator (perbaikan kemampuan jarak jalan dengan autotransfusi darah
yang diekspose dengan termal, ultraviolet, dan stress oksidatif)

30
3.2 Teknik Dasar Anastomosis dan Penjahitan Vaskular
Pada pembedahan kasus ini, diperlukn tambahan instrument. Alat yang perlu disiapkan
terdiri atas sejumlah klem atraumatik, protesis pembuluh darah, dan benang atraumatik
dengan kode ‘round’ atau ‘cardiovaskular’ pada jarumnya tebal 2.0 sampai 6.0.
1. Dasar teknik jahitan vaskular

Carrel mengatakan jahitan delujur kontinu.

Jahitan benang yang dipakai adalah benang yang tidak diserap yaitu nylon karena
licin dan mempererat jahitan.
Cara rekonstruksi vaskular
● PATCH: menjahit tembelan dari segmen yang mengalami kerusakan
● INTERPOSISI: mengganti segmen yang rusak/defek dengan vena atau protesis
● BYPASS: melakukan pintas atau bypass dari segmen yang rusak tersebut hingga
aliran darah dapat dilangsungkan kembali.

3.3 Penyakit Arteria


3.3.1 Trauma Arteria
Langkah pertama yang harus dilakukan pada trauma vaskular adalah menghentikan
pendarahan atau hemostasis. Cara mudah untuk melakukannya yaitu bebat tekan.
Setelah dilakukan penghentian pendarahan, barulah dilakukan penilaian dari jenis
trauma dan rencana tindakan bedah. Evaluasi atau penilaian saat terdapat trauma
vascular antara lain:
1. Bagaimana trauma tersebut terjadi
2. Waktu terjadinya trauma sampai ketempat penanganan/IRD/IGD
3. Dan adanya trauma di organ lain pada tubuh penderita.
Terapi awal trauma arteri ditujukan untuk mengatasi syok, gagal jantung, gangguan
aliran darah arteri, maupun mencegah terjadinya emboli.
Prinsip tindakan bedah trauma vaskular
1. Bebaskan ruas vaskular proksimal, heparinisasi, dan pembuluh darah diteugel.
2. Dilakukan pengekleman arteri dan dilakukan inspeksi lesi vaskular yang ada
3. Dicari puntung arteri distalnya, dan dilakukan tindakan bedah yang sesuai.
4. Pada trauma vena, maka dapat dilakukan ligasi atau bila pada vena profunda,
dilakukan patch vena.

31
5. Semua tindakan bedah vaskular harus ditutup dengan otot yang viable.
6. Bila terdapat laserasi kulit dan jaringan lunak yang dalam, maka tindakan bedah
harus seminimal mungkin.
7. Bila ada lesi memar yang luas, perlu dilakukan tindakan fasciotomi dan
penyembuhan luka ‘ad secundam’.
Trauma Arteria Pada Eksremitas
Setiap trauma ekstermitas perlu dipikiran kemungkinan trauma vaskular. Luka
tembak menimbulkan kemungkinan trauma vaskular lebih banyak dibanding luka
tusuk karena terjadi efek ledakan yang menyertai penetrasi tembakan. Trauma pelvis
juga dapat mengakibatkan trauma pada arteri besar (femoralis). Pada ekstremitas
bawah, trauma arteria juga dapat disebabkan oleh kausa iatrogenik, misalnya tusukan
sekrup pada pemasangan pelat femur karena terlalu panjang dan menembus
a.femoralis. Diagnosis dapat dibantu dengan arteriografi, doppler usg, atau pulse
oxymetry akral ekstremitas.
Gejala :
● Hilangnya pulsasi perifer
● Rasa dingin sampai rasa nyeri di kulit ekstremitas
● Berkurangnya kekuatan otot tungkai
● Hilang rasa/sensasi
● Perubahan warna kulit
● Mungkin terasa massa
a. Hard sign
■ Defisit pulsasi distal trauma
■ Iskemia jaringan distal trauma
■ Auskultasi bising/bruit
■ Pendarahan aktif/deras
■ Hematoma yang makin membesar dan berdenyut
b. Soft sign
➢ Terlihat senjata tajam atau luka tembak dan diduga mengenai
arteri/pembuluh darah
➢ Perlukaan dan gejala trauma saraf
➢ Syok hemoragik yang tidak tahu sebabnya
➢ Pembengkakan yang signifikan
➢ Hematoma yang besarnya sedang dan hemodinamik stabil
Indikasi intervensi bedah segera
a. Kerusakan intima berupa flap-intima atau hematoma subintima (derajat II)
b. Trauma vaskular derajat III (ruptur total arteri besar)
c. Iskemia tungkai lebih dari 4-5 jam (golden period 6 jam) dan tidak dapat ditunda

Trauma vaskular disertai dengan trauma saraf dan tulang

32
Proses reperfusi dengan melakukan tindakan rekonstruksi vaskular harus dilakukan
sebelum dan setelah melakukan tindakan ortopedik.

Trauma darah besar pembuluh


Trauma pada aorta dan a.subclavia atau a.innominata umumnya fatal karena
eksanguinasi dan syok hemoragik yang irreversibel. Jika hal tersebut terjadi, tetapi
penderita tidak letal, maka segera lakukan CXR dan ditemukan gejala:
● Pelebaran mediastinum anterior
● Arcus aorta kabur/tidak jelas bayangan lengkung aorta
● Bila diintubasi, ada deviasi trakea ke kanan karena desakan hematoma dari
robeknya kedua arteri besar tersebut
● Cabang utama bronkus akan tampak lebih turun
● Daerah apeks paru tampak gambaran ‘topi’
● Hematothorax kiri
● Atau gambaran aorta melebar
Sedangkan pada ruptur a.carotis akan menunjukkan hematoma yang melebar pada
leher, yang terasa mencekik penderita, atau pendarahan profus dan gejala penurunan
neurologik. Evaluasi dibantu dengan arteriografi carotis, bronkoskopi, esofagoskopi
serta esofagogram dengan kontras.

Trauma daerah pinggul dan pendarahan/hematoma retroperitoneal


Pendarahan masif misal akibat fraktur pelvis sering diakibatkan oleh robekan plexus
venosa presakral dan vena pelvis. Perlu dilakukan resusitasi cairan dan transfusi serta
jika masif berikan fiksasi eksternal dengan C-clamp. Jika setelah diberi C-clamp
masih terjadi pendarahan, kemungkinan ada robekan arteria. Perlu dilakukan
arteriografi dan embolisasi secara intervensional dari pembuluh darah yang robek.
Rekonstruksi dapat dilakukan bedah laparotomi, kecuali terdapat hematoma
retroperitoneal.

Trauma vena besar


Trauma pada vena kecil dapat diligasi atau dijahit/direkonstruksi. Tetapi pada vena
cava dan vena iliaca, harus dilakukan rekonstruksi primer, baik penjahitan langsung,
atau dengan interposisi alograft.

Sindroma kompartemen
Ketegangan dalam suatu kompartemen tungkai melebihi tekanan vena yang ada di
tungkai sehingga dapat mengakibatkan iskemia otot dan saraf yang progresiif dan
dapat mionekrosis dan kerusakan saraf. Diagnosis dapatdilakukan dengan pengukuran
tekanan vena tungkan dan pemeriksaan biolivertional doppler atau duplex scan.
Gejala klinis berupa: berkurangnya sensasi pada daerah dorsum pedis, nyeri daerah
betis pada dorsofleksi sendi pergelangan kaki, otot betis yang mengeras/kenyal dan
nyeri tekan, dan hilang atau turunnya pulsasi daerah arteri distal.

33
Terapi dengan fasciotomi dengan macam sayatan, yaitu membuka semua fascia
kompartemen melalui sayatan anterolateral dan sayatan posteromedial.

Tindakan keperawatan umum pada trauma vaskular


1. Upaya pengawasan adanya gejala pendarahan di tempat organ terkait (monitoring
tensi, anemia, hematoma, pendarahan aktif, nyeri, penderita gelisah)
2. Penyiapan transfusi darah dan komponen darah
3. Tanda vital
4. Penghentian pendarahan akut dengan penekanan/bebat tekan/turniket
5. Pemeriksaan faal hemostasis umum

3.3.2 Penyakit-penyakit Arteria Perifer Oklusif (PAPO)

Secara umum disebabkan karena arterosklerosis dan atherosclerosis. Sebagian besar


tidak menunjukkan gejala, tetapi pada beberapa kasus bisa sampai iskemia akut/
nekrosis perifer.
Etiologi dan Pathogenesis
1. Arteriosklerosis
Penyebab tersering penyakit arteria kronis, termasuk golongan penyakit
degeneratif. Ditandai dengan penyempitan lumen dan pengerasan dinding arteria.
Berhubungan dengan metabolisme lemak, yaitu metabolisme kolesterol (HDL
dan LDL), trigliserida serta kadar lemak total dalam darah. Sekresi estrogen, yang
mengurangi perbandian beta dan alfa lipoprotein mengakibatkan menurunnya
daya tahan dinding arteria terhadap pembentukan ateroma. Dengan alasan ini
diduga laki-laki lebih berisiko. Pada diabetes mellitus juga berisiko karena
rendahnya insulin menyebabkan kenaikan trigliserida dan kadar lemak total.
Jaringan ikat mengalami degenerasi, dan timbul pembentukan ateroma.
2. Arteritis
Adalah proses keradangan dinding arteria yang menyebabkan penebalan dinding
dan memberi sumbatan arteria yang kronis. Merupakan proses keradangan
obliteratif, yang umumnya menyerang usia muda. Bentuk klasik yaitu penyakit
‘Winiwarter-burger’ atau trombendangitis-obliterans. Faktor risikonya yaitu
merokok karena toksik terhadap endotel, katekolamin yang menyebabkan
konstriksi, pemisahan O2 dengan Hb, pada penyakit Burger ada peningkatan
HLA-Ag dan HLA-BS rentan tembakau, dll. Arteritis/vaskulitis secara umum
mengenai arteri sedang atau kecil, misal pada ekstremitas atas (a.radialis,
a.ulnaris, dan a.jari) atau lebih sering pada ekstremitas bawah (percabangan
a.poplitea, a.dorsalis pedis, dan digitalis). Atau pada penyakit kolagen (giant cell
arteriitis, periarteriitis nodosa, lupus eritematous disseminatus). Bentuk lain dari
arteriitis yaitu menyerang pada arteria besar atau disebut arteriitis nonspesifik,
contohnya penyakit takayashu (sumbatan pada awal percabangan supraaortal),
eosinophil-arteriitis (menyerang aorta, a.iliaca, dll), inflammatory-

34
arteriosclerosis/linder doerr (arteriosklerosis pada usia muda belia), dan penyakit
raynaud.

3. Tromboemboli: Suatu proses stasis dan kenaikan viskositas darah maka


menyebabkan trombosis. Bila diteruskan, akan terjadi penyumbatan total dari
arteria yang bersangkutan.

Diagnostik
● Penyakit arteria kronis mengikuti kronologi 4 stadia yaitu (1) gejala tidak spesifik, (2)
claudicatio intermittens, (3) restpain, (4) nekrosis akral/gangren. Diagnosis dapat
dibantu dengan arteriografi perifer.
● Bedah vaskular arteria perifer tungkai dapat dilakukan dengan bypass,
endarteriektomi, patching, interposisi graft. Bedah endovaskular untuk stenosis arteri.
● Terapi pembedahan paliatif dilakukan jika metode rekonstruksi bedah vaskular tidak
dapat dilakukan. Terapi ini dengan simpatektomi.

3.3.3 Arteria Besar: Karotis dan Iliofemoral


Sistema supraaortik-karotis
Sekitar 80% penderita stroke adalah infark yang umumnya disebabkan oleh stenosis
karotis. Diagnosis dapat dibantu dengan angiografi, USG warna atau CTA/MRA.
Salah satu bentuk khusus dari sumbatan di daerah arteria subclavia atau a.truncus
brakiosefalika dikenal sebagai ‘Subclavian Steal-Syndrome’ yaitu penderita
mengalami rasa pusing pada kepala tiap kali melakukan pekerjaan berat pada
lengannya. Terapinya dapat dilakukan pembedahan endarteriektomi (CEA) arteria
karotis jika stenosisnya >60% dan atau ada stenosis arteria karotis kontralateral
>75%. Terapi juga dapat ditambah dengan dilakukan stenting dengan indikasi sebagai
alternatif untuk CEA bila terdapat gejala.

Sistema supraaortik – brakiosefalik


Kejadiannya jarang. Gejala iskemik dirasakan pada daerah ekstremitas atas, area
karotis, atau vertebrobasilar, namun dapat juga asimptomatik. Diagnosis dapat
ditemukan dengan bruit supraklavikula/servical, absennya pulsasi subklavia, dan
pemeriksaan penunjang duplex scanning, angiografi, atau CTA/MRA. Sebagian besar
oklusi ini memiliki kelainan di aorta.

Sistema subklavia
Indikasi tindakan intervensi adalah bila terjadi insufisiensi pada sirkulasi
vertebrobasilar dan iskemia pada ekstremitas atas. Tindakan untuk sumbatan a.
subclavia antara lain
● Bypass Karotis-subclavia: dengan graft vena autogen atau sintetik di sebelah
distal letak lesi. Jika lesi memanjang, ujung distal graft dapat disambung ke
a.aksilaris.

35
● Transposisi karotis: alternatif bypass karena tidak menggunakan graft, tapi diseksi
jaringan lebih ekstensif.
● Crossover graft subklavia-subklavia atau aksiloaksiler.

Sindrom gerbang atas toraks (Thoracic outlet compression syndrome – TCOS)


Adalah sekumpulan gejala oleh kompresi plexus brakhialis dan atau pembuluh
subklavia di daerah gerbang atas rongga thorax.
Penyebab TOCS antara lain: kompresi akibat low shoulder girdle atau kelemahan
tonus otot, congenital fibromuscular bands yang menyilang area gerbang thorax atas,
hipertrofi otot skalenus, dan kelainan tulang
Dapat dibagi 2 kelompok yaitu:
a. Kompresi neurogenik (NTOCS)
➢ Etiologi: stress berulang karena pekerjaan (juru ketik) atau olahraga
(perenang)
➢ Gejalanya sebagai berikut:
○ Nyeri supraklavikula dan paraestersia bila otot skalenus ditekan
○ Nyeri sebar pada lengan atas karena memutar kepala menjauhi daerah
yang terkena
○ Ross test positif: nyeri jika mengabduksi lengan 90 derajat pada posisi
eksorotasi dan saat jari dikepalkan berkali kali pada posisi tersebut
Diagnosis dapat dibantu dengan EMG (peningkatan konduksi), duplex scanning,
Xray cervical, atau MRI. Terapinya dapat konservatif (latihan fisik postural,
menghindari mengangkat beban berat atau mengangkat di atas bahu) maupun
pembedahan (dekompresi plexus brakialis).
b. Kompresi pembuluh darah (ATOCS): terjadi akibat kelainan pada tulang. Arteri
mengalami penebalan fibrotik dindin pembuluh pada area kompresi serta dilatasi
post stenotik, akhirnya membentuk aneurisma yang berisi trombus mural. Jika
lepas akan menimbulkan emboli pada arteri distal yang gejalanya mirip Raynaud
syndrome. Diagnosis dapat dibantu dengan angiografi (gambaran aneurisma).
Terapinya dengan pembedahan (mengangkat iga I dan rekonstruksi vaskular
dengan protesa atau reanastomosis end-to-end).
3.3.4 Ilio-femoral
Kelainan dapat berupa aneurisma, stenosis, atau emboli arteria akut. Pada stenosis
dapat dilakukan antara lain: Endarteriektomi, Patch graft, Bypass, Interposisi,
Iliofemoral crossover bypass, dan Aksilofemoral bypass.
Ancangan untuk akses pembedahan adalah ekstraperitoneal dengan sayatan lengkung
sebelah lateral muskulus rectus abdominis antara simfisis pubis dan umbilicus,
Emboli arteria akut
Letak emboli umumnya di a.femoralis atau a.aksilaris dan di distal ekstremitas
tersebut ada gejala 6P (Pain (nyeri), Pallor (pucat), Polar (dingin), Pulselessness (tidak
teraba pulsasi), Parasthesia (tidak merasa), dan Paralysis (sulit digerakkan)).

36
Terapi dilakukan dengan embolektomi, dapat dengan menurut Fogarty.

3.4 Penyakit Aorta


3.4.1 Aorta Abdominalis
Aneurisma aorta abdominalis: pelebaran aorta >3cm.
Gejalanya asimptomatik, massa pulsatil, nyeri perut kronis, emboli sentral. Dapat
diagnosis dengan USG, Ctscan kontras, atau aortografi. Terapinya jika <5,5cm
dikonservatif, jika >5,5cm operatif atau stent endovaskular atau EVAR.
3.4.2 Aorta Torakalis
Aneurisma aorta torakal dapat menyebabkan kematian mendadak karena ruptur atau
diseksi. AAT akan mengalami perjalanan progresif dengan makin membesar
dindingnya semakin tipis sehingga mudah ruptur. Terapinya yaitu pembedahan
reseksi terbuka dengan penggantian aneurisma dengan protesa/graft insitu atau bisa
juga dengan TEVAR.
3.4.3 Arteria Renalis/Hipertensi Renovaskular
Dapat disebabkan karena kelainan dinding fibromuskuler, kelainan dinding
arteriosklerotik, kelainan arteri kongenital, aneurisma, tromboemboli, dan kompresi
ekstraluminer yang menyebabkan stenosis. Kelainan tersebut menyebabkan gangguan
peredaran darah pada satu ginjal sehingga menyebabkan mekanisme Goldblatt yaitu
kenaikan Renin dalam darah.Indikasi bedah bila garis tengah a.renalis mengecil
hingga 60-75%.
Cara pembedahan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Bila terdapat suatu sumbatan akut a.renalis karena tromboemboli harus segera
diatasi dengan embolektomi dengan kateter balon intervensi.
b. Pembedahan terbuka dengan membebaskan a.renalis yang mengalami
penyumbatan dengan arteriotomi dan trombus dikeluarkan secara manual.
c. Pada stenosis a.renalis, dapat dengan interposisi vena, bypass vena, patch vena,
reimplantasi pada aorta, reimplantasi pada a.lienalis setelah splenektomi.
d. Bila kelainan sudah menyebabkan hipoplasia ginjal, maka
rekonstruksi/revaskularisasi sebaiknya dihindari dengan nefrektomi atau reseksi
sebagian.

3.5 Angiopati Diabetik – Bedah Vaskular Diabetik


Tujuan utama pembedahan adalah menjamin terjadinya penyembuhan luka yang segera
dan juga mencegah kekambuhan dari luka tersebut dan mencegah amputasi.
Bedah poliklinis terdiri dari
● Mutilasi jari gangrenous
● Bedah rekonstruktif (EISB atau CISB)

3.6 Bedah Flebologi


3.6.1 Bedah Varises Tungkai
Varises pada tungkai

37
Varises adalah pemanjangan, pelebaran disertai berkelok-keloknya sistem vena dan
terdapatnya gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Faktor yang dapat dikaitkan dengan
timbulnya varises
a. Faktor tekanan: tekanan hidrostatik, berat badan
b. Faktor aliran: aliran balik vena dan katub yang terganggu oleh atrofi otot, turunnya
elastisitas, serta defek katub dapat menimbulkan stasis aliran vena.

Etiologi
a. Varises primer
● Kelemahan primer yang progresif dari katub-katub communicans
● Varises kehamilan: produksi progesteron menghambat aktomyosin pada
dinding vena hingga daya kontraktilitas dan tonusnya berkurang
● Kelainan biokimia dari dinding vena saphena magna yaitu kekurangan
kolagen, elastin, dan hexosamin
● Kongenital
b. Varises sekunder
● Obesitas, berdiri lama, hormonal, kehamilan, obat kontrasepsi, hubungan
keluarga.
Cara diagnosis yaitu:
a. Test Trendelenburg: penentuan derajat insufisiensi katub vena communicans
b. Test Perthes: penentuan sistem vena profunda
c. Venous-phlethysmography: penentuan aliran vena secara kuantitatif
d. Flebografi: visualisasi anatomis
e. Duplex scan USG: mencari lokasi refluks
Terapi pada varises tungkai yaitu sebagai berikut
a. Pembedahan: stripping, flebektomi.
Teknik dasar bedah varises
○ Ablasi refluks safenous
○ Ligasi vena perforator
○ Koreksi refluks vena profunda
○ Terapi obstruksi vena profunda
○ Bedah endoluminal/endovaskular
b. Non bedah: obat-obatan, skleroterapi, bebat kompresi, fisioterapi, hidroterapi,
ultrasonik, terapi laser.

3.6.2 Insufisiensi Venosa Kronik


Berupa ulserasi menahun pada tungkai bawah daerah facies medialis supramalelolar,
merupakan pertanda klinis dari stadium akhir varises tungkai. Ulserasi kulit ini
menyebabkan nyeri hebat saat istirahat. Diagnosis dapat dibantu dengan flebografi
pletismografi doppler ditambah pemeriksaan khusus CVI: duplex scan usg, laser

38
doppler, foto pletismografi, PO2 transkutan. Penyebab patofisiologi mikrosirkulasi
yang dapat menimbulkan ulkus kronik pada insufisiensi venosa kronik
1. Teori mangkokan fibrin: oksigen yang melakukan difusi pada jaringan kulit
berkurang
2. Teori penangkapan sel darah putih: kenaikan tekanan vena, terjadilah perubahan
rasio leukosit. Leukosit menghilang dari mikrosirkulasi.

3.6.3 Bedah Vena Porta


Patogenesis oleh
a. Sirosis hepatis: hambatan aliran vena yang akan masuk ke hepar sehingga timbul
kenaikan tekanan pada jejaring bena pada sistem vena porta
b. Hipertensi prehepatal: proses obstruksi vena hepartica
c. Trombosis vena hepatika (sindroma Budd Chiari): terbendungnya vena cava
inferior mulai dari segmen I saampai segmen III, juga timbul kenaikan tekanan
vena porta.
Terapi dengan pembedahan (reseksi-reanastomosis, patch atau bedah endovaskular).

3.7 Bedah Limfatik - Limfedema


Pembuluh limfe memiliki katub seperti vena untuk mencegah aliran balik. Hubungan
dengan sistem vena terdapat pada duktus limfatik toraksikus. Terdapatnya suatu
hambaran drenase limfatik akan menimbulkan edema limfatik, yang dapat disebabkan
oleh desakan, pembedahan, maupun tersumbat parasit. Diagnosis dapat dibantu
dengan limfoscintigrafi, MRI/CT Scan. Terapi dengan pembedahan dengan
memotong nodul limfe dan melakukan anastomosis dengan vena didekatnya dengan
teknik bedah mikro (LNSV)

3.8 Bedah Shunt Arterio-Venosa


3.8.1 Akses Vaskular
Akses vaskular adalah
1. Teknik pembedahan untuk melakukan pungsi pembuluh darah secara mudah untuk
masuk ke sistem vena besar atau arteri untuk tujuan hemodialisis
2. Teknik kanulasi vena yang besar/sentral
3. Teknik implantasi alat/porrtal dibawah kulit yang dihubungkan dengan atrium
jantung/vena cava superior
AV shunt adalah akses vaskular dengan menghubungkan satu jalur arteria perifer
lengan dengan jalur vena pada lengan yang sama melalui pipa PBP di luar kulit.
Agar kanula AV dapat lebih awet bertahan sampai beberapa minggu atau bulan
sementara menunggu pemasangan Cimino Shunt dapat dipilih jenis kanula CVC yang
dibuat terowongan.

3.8.2 Shunt/pirau traumatik/AV Fistula

39
Terjadi karena adanya hubungan antara arteri dan vena tanpa adanya jejaring kapiler
secara langsung. Diagnosis dapat dibantu dengan CT-Scan (konvolut pembuluh darah)
atau angiografi kontras. Indikasi pembedahan adalah bila terdapat pecahnya konvolut
pembuluh darah, adanya iskemia ekstremitas distal, tanda penekanan saraf, perubahan
warna kulit, aneurisma, dan nyeri.

● Tempat terdapatnya shunt/pirau dilakukan pembukaan segmen arteri setelah


arteri kontrol proksimal diklem, juga bagian distal, dan lobang AV fistula
ditutup dengan jahitan delujur dengan benang nylon.
● Jika ada aneurisma, cukup memperkecil dengan membuang kelebihan dinding.
● Bila sulit, maka seluruh konvolut AV fistula dieksisi dan dilakukan
anastomosis kembali kedua ujung segmen arteri dengan sepotong konduit
vena atau memaki protesa/graft. Segmen vena dapat dilakukan ligasi.

3.9 Hemangioma dan Kelainan Vaskular Bawaan


Hemangioma adalah tumor benign pada bayi/anak. Terbagi atas hemangioma infantil,
kongenital involut cepat, noninvolut, intramuskular, dan kaposiform. Muncul sejak
minggu pertama kelahiran di daerah muka dan leher. Penampilan kemerahan bisa
menonjol atai rata dengan kulit (strawberry type hemangioma). Diagnosis dengan foto
polos, MRI (gold standart), angio-MRA-CT-angio, atau USG bidireksional. Terapi
dengan pembedahan (eksisi), radioterapi, embolisasi arterial, atau obat
(kortikosteroid).
Selanjutnya, malformasi vaskular adalah kelainan vaskular karena kesalahan
pembentukan struktur dinding pembuluh darah dan angiogenesisnya terbagi atas
aliran tinggi dan aliran rendah. Timbul di daerah serviko-fasial pada aliran rendah.
Terapi aliran rendah dengan pembedahan (eksisi) atau skleroterapi. Sedangkan terapi
pada aliran tinggi yaitu pembedahan atau embolisasi.

3.10 Rekayasan Jaringan dan Terapi Sel Punca (Stem Cell) pada Penyakit Vaskular
Perifer
Terapi stem cell merupakan upaya pengobatan dalam ilmu kedokeran kardiovaskular
regenerative. Transplantasi sel mononuklir dengan memberdayakan sel punca
sumsum tulang dapat memperbaiki perfusi jaringan pada tungkai iskemik kritis dan
mengurangi gejala nyeri pada penderita. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk
terapi PAPO diabetik atau PAPO arterioskleroti

40

Anda mungkin juga menyukai