Buku Ajar Primer
Buku Ajar Primer
Oleh :
Istianah
012023143059
2023
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………. ii
Bab 1 Toraks ............................................................................................................................ 1
1.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 1
1.2 Anatomi Bedah Dan Fisiologi Pernafasan ................................................................. 1
1.3 Trauma Toraks ............................................................................................................ 4
1.4 Penyakit Infeksi Paru ................................................................................................. 8
1.5 Tumor Organ Toraks .................................................................................................. 9
1.6 Kelainan – Kelainan Organ Intratoraks .................................................................... 12
1.7 Teknik Dasar Torakotomi ......................................................................................... 17
1.8 Terapi Sel Dan Kedokteran Regeneratif Untuk Penyakit Paru ................................ 20
Bab 2 Jantung ......................................................................................................................... 21
2.1 Anatomi Bedah .......................................................................................................... 21
2.2 Patofisiologi Kelainan Jantung .................................................................................. 21
2.3 Sirkulasi Ekstra-Korporeal Pintas Jantung Paru ....................................................... 25
2.4 Teknik Bedah Dasar Jantung .................................................................................... 25
2.5 Bedah Katub Jantung ................................................................................................ 25
2.6 Bedah Penyakit Jantung Bawaan .............................................................................. 26
2.7 Bedah Jantung Koroner ............................................................................................. 27
2.8 Transplantasi Jantung – Paru .................................................................................... 27
2.9 Pemacuan Jantung Dan Bantuan Mekanik Jantung .................................................. 27
2.10 Aplikasi Stem-Cell (Sel Punca) Untuk Bedah Kardiovaskular .............................. 28
Bab 3 Vaskular ...................................................................................................................... 29
3.1 Anatomi, Fisiologi, Rheologi Dan Patofisiologi Kelainan Pembuluh Darah ........... 29
3.2 Teknik Dasar Anastomosis Dan Penjahitan Vaskular ............................................... 30
3.3 Penyakit Arteria ......................................................................................................... 30
3.4 Penyakit Aorta ........................................................................................................... 35
3.5 Angiopati Diabetik – Bedah Vaskular Diabetik ........................................................ 36
3.6 Bedah Flebologi ........................................................................................................ 38
3.7 Bedah Limfatik – Limfaedema ................................................................................. 38
3.8 Bedah Shunt Arterio – Venosa .................................................................................. 38
3.9 Hemangioma Dan Kelainan Vaskular Bawaan ......................................................... 39
ii
3.10 Rekayasa Jaringan Dan Terapi Sel Punca (Stem Cell) Pada Penyakit Vaskular
Perifer ............................................................................................................................. 39
iii
BAB I
TORAKS
1.1 Pendahuluan
Aspek pada pembedahan toraks
Aspek-aspek pada pembedahan toraks antara lain:
- Aspek diagnostik
Diagnosis diperlukan untuk penentuan indikasi pembedahan dan untuk
mengetahui kelainan organik yang ada, kemampuan penderita menerima
pembedahan toraks, standarisasi nilai-nilai parameter klinis untuk perawatan
pascabedah, dan penentuan prognosis. Untuk penentuan kelainan organik, perlu
pemeriksaan berikut: radiografis, endoskopi, patologi dan sitologi, faal paru dan
jantung, serta pemeriksaan laboratorium rutin.
- Aspek persiapan prabedah
Dasar dari persiapan prabedah adalah faal paru, Pasien diminta untuk melakukan
fisioterapi, baik dengan tindakan inhalasi dengan memakai bronkodilator ataupun
secara fisis dengan melakukan senam nafas secara baik.
- Aspek teknik pembedahan
Sarana kamar kamar bedah (O.K) dimana ruangan bedah toraks sesuai standart
internasional berukuran lebih besar dari O.K biasa (40 m2), untuk ruangan bedah
jantung atau khusus torakotomi paling kecil 56 m2. Ruangan bedah harus aseptik.
Meja operasi harus bisa digerakkan dan dilengkapi dengan lampu operasi yang
terang dan fleksibel.
Teknik pembedahan sederhana biasanya dengan pembuatan sayatan standar, tidak
membuat terlalu banyak variasi.
- Aspek intrabedah
- Aspek perawatan pascabedah
Masa Pascabedah dini mencakup waktu 4-5 hari pascabedah, meskipun umumnya
pada keadaan yang tidak ada komplikasi, maka masa gawat berlangsung hanya
sampai 48 jam. Perawatan pada pasien pascatorakotomi sebaiknya dilakukan di
ICU atau ROI.
- Aspek rehabilitasi
Prognosis jangka panjang pembedahan toraks tergantung pada jenis penyakit yang
diderita serta ada tidaknya komplikasi selama masa intraoperatif sampai
pascabedah. Penderita pascatrauma toraks, berhak mendapatkan rehabilitasi yang
sempurna, untuk nantinya dapat melakukan tugas sehari-hari seperti sedia kala.
1
Rongga toraks dibatasi oleh :
a. Inferior : Diafragma (memisahkan toraks dari rongga abdomen)
b. Suprior : Regio colli, batas atas insisura jugularis di tengah dan bahu di kanan kiri
Rongga toraks terdiri atas 2 bagian utama :
1. Paru - paru
● paru kanan : ada 3 lobus (superior, medius, inferior)
● paru kiri : ada 2 lobus (superior, inferior)
● sistem trakeobronkial terdiri dari 26 generasi percabangan dan berakhir pada
alveoli
● jumlah alveoli sekitar 200 - 600 juta, tergantung pada TB dan BB seseorang.
2. Mediastinum
● dibagi dalam 3 bagian anatomis bedah : superior - anterior, medius, posterior
● terletak diantara paru kanan dan kiri
● dan juga merupakan tempat organ penting toraks selain paru - paru (jantung,
aorta, arteri pulmonalis, vena kava, esofagus, trakea, dll)
● toraks dapat dibagi dari bagian depan dengan adanya sternum yang terdiri dari
manubrium, korpus, dan processus xyphoideus. titik paling atas yatiu incisura
jugularis
● angulus ludovici adalah tonjolan dari pertemuan dari korpus dan manubrium
sterni yang membentuk sudut. yang kemudian sebagai penanda tulang rusuk ke-2
dan VT IV-V
● Garis-garis imajiner yang penting ketika melakukan pembedahan toraks:
○ Toraks anterior: Garis tengah sternum
○ Toraks lateral: Garis axillaris anterior (sesuai sisi lateral M. Pectoralis
mayor), axilaris medius (sesuai puncak axilla), axillaris posterior (sesuai
dengan m. latissimus dorsi), garis parasternal dan searah garis tengah
klavikula.
Area prekordial adalah proyeksi jantung ke dinding dada anterior, yaitu daerah
dengan:
➢ Batas superior: Tulang rusuk II kiri
➢ Batas inferior: Pinggir bawah toraks kiri
➢ Batas kanan: garis parasternal kanan
➢ Batas kiri: garis midklavikula kiri
2
1.2.2 Dinding Toraks
a. Kosta (costae) terdiri dari 12 pasang dengan :
● V tulang rusuk pertama melekat pada vertebrae yang sesuai dan disebelah
anterior ke sternum.
● tulang rusuk VI-XI melekat di anterior ke rawan kartilago tulang rusuk di
atasnya.
● 1 costae terakhir merupakan tulang rusuk yang melayang karena tidak
berartikulasi di sebelah anterior
b. Otot - otot dinding toraks
● Ruang interkostalis ada 11 dan terisi oleh muskulus interkostalis eksternus dan
internus.
● Muskulus penting ketika torakotomi:
○ M. latissimus dorsi
○ M. seratus anterior
○ M. teres mayor
○ M. trapezius
○ M. pektoralis mayor
○ M. pektoralis minor
○ M. Oblique abdominis eksternus
○ M. rhomboideus mayor dan minor
○ M. paraspinosus atau M. erektor spina
1.2.3 Proses pernafasan
a. Inspirasi : proses yang aktif, kontraksi otot interkostal, rongga toraks mengembang,
tekanan negatif dan menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran nafas atas ke
dalam paru.
b. ekspirasi: proses yang pasif, relaksasi otot interkostal, menekan rongga toraks
hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan nafas.
Fungsi pernapasan: ventilasi, distribusi, diffusi, dan perfusi.
3
a. Pembuluh darah paru
- Arteri Pulmonalis membawa darah venous ke paru - paru bercabang yang
masing-masing mengikuti bronkusnya beserta percabangannya dan berakhir
sebagai jaringan kapiler pada dinding alveolus.
- Arteri bronkialis memberi darah ke bronkus, kelenjar bronkus dan dinding
bronkus, menembus bronkus memberi percabangan pleksus kapiler memberi
darah lapisan muskularis, berjalan membentuk pleksus memberi darah pada
lapisan mukosa.
- Vena bronkhialis bermuara di vena azygos atau vena interkostalis dan vena
hemiazygos aksesorius kiri.
b. Anatomi Segmetal Pleura
- Pleura viseralis menutup permukaan paru dan memanjang ke dalam fissura antara
lobus-lobusnya.
- Pleura parietalis menutup permukaan dalam dinding dada, diafragma dan area
mediastinum, dan membungkus semua struktur yang berada di hilus.
- Ruang potensial antara kedua struktur tersebut dinamakan rongga pleura.
- Arteri di pleura berasal dari arteri interkostal, mamaria interna, muskulofrenik,
timur, perikardium dan bronkhialis
- Cairan pleura dihasilkan dan direabsorpsi secara kontinu, sehingga jumlahnya
konstan (hanya sekitar 10ml). cairan pleura ini berasal dari sirkulasi sistemik,
reabsorpsi dilakukan di sistem limfatik. laju produksi dan reabsorpsi berkisar
antara 20 - 1000ml/24 jam.
1.2.5 Fisiologi Pernafasan
Rongga pleura dalam keadaan normal memiliki tekanan negatif. kemampuan paru
menampung udara untuk pernafasan disebut Kapasitas paru total. volume udara
yang mampu dihirup oleh paru setelah inspirasi disebut Kapasitas vital. sisa volume
udara yang ada di paru setelah ekspirasi disebut “volume sisa/Residual”. Alveolar-
Ventilation merupakan besar jumlahnya disebabkan karena udara mengandung hanya
21% oksigen dan tekanan udara di alveoli adalah 690mmHg. Besarnya kadar Hb
mempengaruhi transportasi oksigen ke jaringan tubuh. Faal pernafasaan pada keadaan
inspirasi dan ekspirasi terjadi tergantung pada kemampuan faal paru.
4
Pada trauma toraks seringkali disertai dengan penurunan kadar Hb. perfusi jaringan
pada seorang dengan trauma pada toraks dengan terdapatnya anemia karena
perdarahan yang hebat akan sangat mengganggu suplai oksigen ke jaringan.
pemberian transfusi merupakan salah satu terapi yang penting. Pada keadaan normal,
ventilasi pada distribusi yang baik akan selalu seimbang dengan perfusi. Bila
terdapatnya “dead space”, alveoli mendapatkan ventilasi tetapi tidak perfusi. “Dead
space” dapat dibagi kepada “anatomical dead space” dan “functional dead space”.
“Shunting” terjadi bila adanya campuran darah dengan kadar karbon dioksida dengan
darah dari arterial, yang disebabkan oleh beberapa alveolus yang kempis seperti pada
kasus ARDS ataupun atelektasis paru. Gejala “shunting” yang boleh terlihat pada
penderita iyalah tampak sesak dan terlihat sianotik. Patofisiologi trauma pada toraks :
a. Pneumothoraks
kondisi bila suatu trauma menyebabkan dinding toraks terbuka (pleura
parietalis robek) maka tekanan intrapleural (antara pleura parietalis dan pleura
viseralis) yang negatif akan menyedot udara masuk dan paru akan collaps.
selama luka dinding toraks terbuka udara bisa keluar masuk yang disebut
open pneumotoraks atau sering disebut dengan sucking wound. Bila luka
pada dinding toraks menyebabkan udara bisa tersedot/terhisap masuk, tetapi
keluarnya dihambat karena luka dan pelan-pelan akan timbul tekanan yang
makin positif pada sisi yang sakit serta menekan mediastinum kearah
kontalateral disebut “Pneumotoraks tensi”. Bila yang robek hanya pleura
viseralis, maka udara pernapasan akan masuk ke rongga intrapleural hingga
timbul pula keadaan pneumotoraks. Hal ini akan nampak lebih cepat bila
penderita menahan napas dan saat dinding toraks tertutup disebut
“Pneumotoraks tertutup”.
b. Emfisema mediastinum
Emfisema mediastinum dan emfisema kutis terjadi karena adanya robekan dari
bronkus atau cabangnya dapat menyebabkan udara dari dalam bronkus keluar
ke bawah daerah kulit, yang tersering daerah peribronkus ke mediastinum dan
kearah leher dan kepala.
c. Flail chest
Flail chest yaitu bergeraknya suatu segmen rongga dada berlawanan dengan
gerak napas (gerakan paradoksal). Hal ini disebabkan karena fraktur kosta
multiple, secara sirkumferensial/pada beberapa tempat. Gerakan paradoksal
yaitu waktu inspirasi bagian tersebut akan cekung ke dalam dan waktu
inspirasi menonjol keluar. Karena gerakan dada seperti itu maka akan terjadi
pula mediastinal flutter yaitu rogga mediastinal ikut bergerak sesuai dengan
gerakan segmen tersebut.
d. Hematotoraks - Hemotoraks
Hematoraks yaitu penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah dalam
cavum thoracis (arteri intercostalis sampa aorta). Karena hal itu paru akan
terdesak dan ekspansi terhambat yang disebut hematotoraks. Dan apabila
terdapat pneumotoraks maka akan terjadi hematopneumotoraks. Diagnostik
hematotoraks ditegakkan dengan pemeriksaan klinis pada trauma toraks yang
5
terdapat gangguan hemodinamik. Diagnostik dengan X-foto toraks sering
menunjukkan kesuraman tetapi jika ada penumpukan darah yang banyak yaitu
sekita 200-250 cc. Pemeriksaan CT scan dapat mengetahui lebih cepat adanya
hematotoraks dan dapat menduga volume darah dalam hemitoraks tersebut.
USG juga dapat digunakan tetapi perlu probe yang khusu dana keterampilan
yang khusus.
e. Tamponade perikardium / tamponade jantung
Terjadi karena terkumpulnya darah dalam rongga perikardium yang mendesak
jantung karena terbatasnya ruang mediastinum, sehingga venous return
terhambat dan kontraksi jantung terdesak. Gejala yang ditunjukan yaitu
kegagalan hemodinamik (BP menurun, naiknya tekanan vena sentral (CVP),
nadi yang cepat dan paradoks dengan pernapasan.
Mekanisme dan manajemen trauma toraks
- Arah dan asal trauma: langsung, tidak langsung, puntiran/spiral, genjetan,
barotrauma, spontan, dan iatrogenik.
- Diagnostik singkat:
Keadaan mendadak pada toraks sering ditandai dengan sesak napas. Langkah-
langkah umum prosedur diagnostik pada keadaan mendadak pada toraks dapat
digariskan sebagai berikut:
1. Keadaan umum penderita: sesak? anemis, shock, preshock? nilai nadi dan
bila perlu tensi.
2. Status lokalis: adakah trauma pada toraks? sisi yang mana? bagaimana
gerakan napas, simetris, terhambat?
trauma tajam maka tentukan arah dan lokasinya, sedangkan trauma tumpul
tentukan macamnya dan adakah flail chest?
3. Pemeriksaan fisis toraks: perkusi dan auskultasi
4. Pembuatan gambar rontgen: penderita terlentang maka diambil dalam
posisi AP, penderita duduk dilakukan dan berdiri diambil posisi PA.
CT dan USG: state of the art pada trauma thorax
Baca Chest-XRAY: foto toraks normal didapatkan costae lengkap, kedua paru
mengembang sempurna, letak diafragma baik, sudut frenico kostal keduanya tajam,
dan CTR < 50%. Yang perlu diperhatikan adalah jumlah iga yang patah, tempat
patahnya (posterior, lateral,atau anterior pada satu kosta), hanya satu tempat atau
kominutif. sekaligus dinilai adanya hemato/fluidotoraks, parenchymal bleeding,
mediastinum terdesak ke arah lain, trauma di daerah abdomen yang keras dengan
kemudian timbul gejala sesak nafas, menurunnya suara paru di salah satu sisi,
maka perlu dicurigai adanya ruptur diafragma traumatika.
1.3.2 Manajemen Kegawatdaruratan Kardiotorasik
- Jantung : Hipertensi, disaritmia/aritmia, gagal jantung, iskemia miokard
- Paru : ARDS dan problem respirasi, ventilasi, kegawatan toraks dan edema paru.
1.3.3 Trauma Jantung
a. Hipertensi
Penyebab:
● Sistem SSP: Edema papil
6
● Gagal jantung kiri: ECG, iskemia/infark miokard
● Faal ginjal: BUN/SK
● Aneurisma torakal/abdominal: Nyeri dada belakang/nyeri abdominal yang
tidak spesifik (bukan nyeri perut biasa)
Hipertensi sekunder dapat dilihat dari CT Scan kepala dan adanya tumor suprarenal.
Tindakan yang dilakukan antara lain:
● Pemeriksaan CT Scan kepala
● Observasi tanda vital, pupil, GCS
● Bantuan sistem pernafasan
● Obat intravena/parenteral
● Stabilisasi K.U.
Terapi: Oral nitropusida atau golongan nitrat dan infus tambahan.
Tekanan darah harus diturunkan pada :
● Kelainan SSP, iskemia jantung, gagal jantung kiri, insufisiensi faal ginjal
● Adanya eklamsia, trauma kepala
● Kombustio luas
● Pendarahan pascabedah
Pada keadaan kritis obat yang dianjurkan hidralazine, klonidin/nifedipin, fentolamin
(alfa drenergik bloker), diuretika ACE-Inhibitor
b. Sindrom koroner akut
- Gejala klinis: Nyeri dada akut (STEMI/NSTEMI)
- Adanya elevasi gelombang ST pada ECG
- Pemeriksaan laboratoriumL CKMB, troponin
Algoritma strategi pada keadaann gawat darurat nyeri dada / angina pectoris
7
- Sepsis
○ Umumnya dari sistem digestif
○ Berupa SIRS
○ Gangguan pembekuan darah: DIC
8
sputum, serologi khusus masih belum ada, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mencari infeksi yang lain.
9
Kanker paru dibagi dalam 3 kategori:
1. Non small cell lung cancer (NSCLC)
- Karsinoma sel skuamosa: morfologinya berupa sel yag memiliki
permukaan irreguler berwarna abu-putih, mempunyai spiculated-
shaped karena ada masa yang tersebar ke parenkim paru disekitarnya.
- Adenokarsinoma: Jenis tipe kanker terbesar di seluruh tubuh yang
memiliki permukaan putih-biru dengan bentuk sel berlobulasi
irreguler.
- Karsinoma sel besar tidak berdiferensiasi: bentuknya seperti massa
berlobulasi, penampang putih-abu, umumnya mempunyai bagian yang
nekrotik.
2. Small cell lung cancer (SCLC)
Penampakan mikroskopisnya adalah sebaran sel-sel kecil hiperkromatik
dengan atau tanpa sitoplasma, menyerupai oatlike-appearance sehingga
sering disebut oat cell carcinoma
3. Tumor neuroendokrin
- tumor karsinoid tipikal: secara morfologi, merupakan massa polipoid
dengan ukuran 2-4 cm dengan penampang coklat kemerahan tanpa
daerah nekrosis atau hemoragi.
- tumor karsinoid atipikal: tumor dengan sel-sel bernukleus
hiperkromatik, dengan massa tumor melebihi 3 cm, dan memiliki
daerah nekrotik atau perdarahan.
- karsinoma neuroendokrin sel besar: secara morfologi, merupakan sel-
sel besar dengan pola pertumbuhan organoid, palisade, daerah
nekrotik, dan ditemukan aktivitas mitosis tinggi dengan berbagai
variasi kromatin.
4. Karsinoma lainnya
- Karsinoma adenoskuamosa
- Karsinoma sarkomatoid, karsinosarkoma, dan bastoma paru.
B. Presentasi klinis kanker paru
Presentasi klinis dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu gejala pulmonal dan
gejala non pulmonal. Gejala pulmonal (batuk, dispnea, wheezing dan stridor,
hemoptisis, abses paru), sedangkan gejala non pulmonal (invasi dinding dada,
invasi diafragma, invasi mediastinum, sindroma paraneoplastik, dsb)
C. Pemeriksaan Diagnostik
- Foto rontgen: Standar pemeriksaan AP dan lateral dengan ditemukannya
gambaran massa besar dengan batas tidak jelas, spekulasi, tanda invasi iga
atau destruksi dan pelebaran mediastinum.
- CT Scan: standar baku kanker paru yaitu CT Scan dada dan abdomen atas. CT
Scan dapat menentukan lokasi , besar, dan bentuk dari tumor, serta dapat
memperlihatkan adanya invasi ke struktur yang berdekatan dengan tumor. CT
Abdomen atas untuk melihat metastasis pada hepar dan kelenjar adrenal.
- MRI: lebih baik daripada CT untuk menentukan metastasis tulang
10
- PET: untuk melihat rate metabolisme dari sel. Bisa melihat metastasis dan
respon terapi.
- Sitologi sputum: sudah mulai berkurang penggunaannya, tetapi sebenarnya
cara yang sederhana untuk mendapatkan sampel pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan diagnostik invasif
- FNAB: untuk lesi perifer yang tidak menempel pada pembuluh atau yang
tidak tepat dibalik iga.
- Bronkoskopi: prosedur pemeriksaan standar pada kecurigaan neoplasma paru,
yang dikerjakan setelah foto rontgen dan CT Scan. Pemeriksaan pada kanker
paru dilakukan pada bronkial tree.
- Mediastinoskopi: gold standard untuk pemeriksaan KGB mediastinum
- VATS: visualisasi lesi pada parenkim, dinding dada, diafragma, dan
mediastinum. Bisa sebagai diagnostik (massa tumor/KGB)/ terapetik (resesksi
paru/lobektomi)
- Torakotomi eksploratif: mulai jarang digunakan, untuk pilihan diagnostik dan
terapetik.
Staging dan pilihan terapi
Staging digunakan untuk memilah pasien menurut klasifikasi TNM dan
menentukan terapi maupun prognosis pasien.
11
Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan bedah pada kanker paru meliputi tindakan pneumonektomi,
lobektomi, dan reseksi terbatas. Reseksi paru yang secara anatomikal yang merupakan
tindakan pilihan untuk pengangkatan tumor in toto.
1.5.3 Tumor dinding toraks
a. Osteokondroma: jenis tersering tumor jinak. Kondroma berasal dari jaringan
kartilaginosa di daerah sendi internokosta.
b. Tumor desmoid: tumor jinak fibromastosis dan digolongkan tumor primer maligna
sehingga diperlukan reseksi dengan margin yang adekuat untuk mencegah rekurensi.
c. Kondrosarkoma: jenis sarkoma tulang dada terbanyak, biasanya berasal dari bagian
anterior iga dan dalam angka kejadian yang jarang dapat berasal dari sternum,
skapula, dan klavikula
Tindakan untuk tumor jinak adalah simple eksisi sedangkan untuk tumor ganas adalah
wide eksisi.
1.6 Kelainan-kelainan Organ Intratoraks
1.6.1 Kelainan pleura/dinding toraks
A. Pectus Excavatum: kelainan sternum kongenital yang paling sering yang terlihat
sejak kelahiran atau tahun pertama usia anak. defek terjadi karena deformitas pada
kartilago kosta sehingga berbentuk cekung dan mengakibatkan depresi sternum.
Indikasi pembedahan karena faktor kosmetik, ada gejala penekanan jantung. Bisa
dilakukan pada masa kanak (kalau keluhan sejak kecil)/remaja dengan teknik
ravich/nuss.
B. Pektus karinatum (Pigeon’s breast): kelainan dengan penonjolan sternum karena
malformasi bentuk di daerah kartilago kosta iga inferior. Sudah ada sejak lahir
tetapi akan bermanifestasi setelah usia pubertas. pembedahan dilakukan untuk
melakukan koreksi deformitas yang tekniknya hampir sama dengan pektus
ekskavatum hanya arahnya berlawanan.
C. Sindrom poland: absennya payudara atau papila mammae, hipoplasi dari jaringan
subkutan, hipoplasia dari otot-otot pektoralis mayor dan minor, dan kadangkala
disertai absennya kartilago kosta dan/atau iga 2,4,dan 4; atau iga 3,4, dan 5.
1.6.2 Trakea dan bronkus
a. Trakea
- Trauma trakea
Trauma laringotrakea merupakan trauma yang jarang ditemukan tetapi mengancam
jiwa yang disebabkan oleh trauma tumpul (hantaman langsung, trauma akibat
fleksi/ekstensi hebat, atau benturan pada dada), trauma tajam (akibat perkelahian di
daerah rawan kejahatan), trauma tembak, trauma inhalasi, aspirasi benda asing
maupun iatrogenik. Indikasi eksplorasi pembedahan: obstruksi (memerlukan
trakeostomi), emfisema subkutis tidak terkontrol, laserasi mukosa luas, paralisis
pita suara, deformitas yang jelas, fraktur laring multipel (dengan kartilago
tiroid/krikoid bergeser)
- Keganasan trakea
Tumor primer trakea mayoritas adalah tumor ganas, sedangkan tumor jinak sangat
jarang ditemukan. Tumor primer trakea berjenis karsinoma sel skuamosa (KSS)
12
atau karsinoma adenoid kistik (KAK). Tumor sekunder biasanya berasal dari
keganasan kelenjar tiroid. pembedahan dilakukan untuk reseksi tiroid beserta
trakea, dan kemudian rekonstruksi trakea.
13
1.6.4 Mediastinum dan perikardium
a. Mediastinum
Pembagian anatomis dasar mediastinum dibagi menjadi inferior dan superior.
Superior batasnya garis antara angulus sterni sampai spatium intervertebralis IV.
Inferior batasnya: 1) anterior: antara tepi belakang sternum sampai depan aorta
ascenden dan pericardium; 2) medial: di anterior dan posterior; 3) posterior: antara
perikardium dan vertebra. Kelainan pada mediastinum antara lain:
- Tumor mediastinum: semua massa yang ada di rongga mediastinum. Pada dewasa
biasanya di anterior, pada anak sering di posterior. Jenis tumor tergantung
letaknya: 1) anterior: kelainan thymus, lyphoma, sarkoma dan hemangioma,
timus/struma retrosternal; 2) medial: tumor limfoid; 3) posterior: tumor
neurogenik. Pemeriksaan diagnostik non invasif antara lain CXR dan CT scan
(modal diagnostim terpenting dan rutin dilakukan), MRI (baik untuk melihat
adanya invasi ke jaringan sekitar), dan marker biologi. Prosedur invasif antara lain
FNA dan mediastinoskopi. Pembedahan: jika batas jelas maka bisa diambil tanpa
biopsi, sedangkan jika batas tidak jelas maka harus biopsi dan bisa dikemo/radiasi
dulu. Teknik pembedahan tergantung lokasi tumor: anterior (strenotomi/torakotomi
anterior), posterior (torakotomi posterior), tengah (torakotomi eksplorasi luas).
- Massa kompartemen mediastinum anterior-superior
1. Timoma: neoplasma primer terbanyak yang berlokasi di kompartemen
mediastinum anterior-superior. Gejala yang sering dikeluhkan yaitu nyeri dada
yang tidak jelas, batuk, dan dispneu. Prinsip terapi adalah AchE inhibitor, terapi
immunomodulasi, dan plasmaparesis. Jika ada pembesaran kelenjar timus maka
dilakukan pembedahan.
2. Miastenia gravis: kelainan autoantibodi. Biasanya gejala pasien yaitu
kelemahan. Tatalaksana pada MG yaitu obat antikolonesterase, shorterm
immunoteraphy, plasma exchange, IVIG, dan long term immunoterapi.
3. Limfoma: dibagi menjadi beberapa yaitu Hodgkin/non-Hodgkin/Limfoblastik.
Pembedahan bukan terapi, tetapi untuk memastikan diagnosis yaitu dengan
biopsi, sternotomi, torakotomi, VATS, mediastinoskopi. Terapi pilihannya yaitu
kemoterapi.
4. Castleman’s Disease: Proliferasi lymph node tanpa etiologi yang jelas (giant
lymph node hyperplasia). Gejala klinis yang dikeluhkan antara lain demam,
fatigue, berat badan turun, dan anemia hemolitik. Terapi bisa dilakukan
terlokalisasi (eksisonal), multisentrik (kemoterapi).
- Tumor Sel Germinal
◆ Teratoma: tumor yang dapat berisinjaringan ikat, tulang kartilago, atau jaringan
neovaskular. Seering tampak pada pemeriksaan radiologis. Terapi utama
pembedahan.
◆ Seminoma: tumor yang lebih banyak terjadi pada pria. gejalanya nyeri, dispneu,
dan batuk. Pemeriksaan tumor marker penting. Kalau tidak ada metastasis
(pembedahan + radioterapi), ada metastasis (kemoterapi + pembedahan)
14
◆ Nonseminoma: tumbuh sangat cepat dengan gejala klinis nyeri dada, dispneu,
batuk, demam, malaise dan penurunan berat badan. tatalaksana pilihan yaitu
kemoterapi +- radioterapi, dan diikuti pembedahan.
15
menekan ventrikel. Gejala yang terjadi penekanan vena juguler, fatigue,
dyspnea, edema, ascites. Tatalaksana konservatif: tangani penyebab, diuretik,
analgesik, pembatasan natrium, sedangkan tatalaksana definitif:
perikardiektomi.
3. Kista dan lipoma perikaridum: Kantongan yang berisi cairan perikardium.
Keluhan penekanan jantung bila tidur miring atau berubah gerakan, dilakukan
tindakan eksterpasi.
1.6.5 Penyakit paru kongenital
a. Emfisema lobar kongenital: kelainan kongenital paru terbanyak. Terjadi karena
ekspansi berlebih rongga udara (udara tidak bisa balik karena adanya katup satu arah
pada bronkus). Lobus superior kiri adalah daerah tersering yang mengalami kelainan
ini. Gejala yang timbul biasanya sesak semenjak lahir, retraksi, dan wheezing. Untuk
memastika diagnostik bisa menggunakan foto rontgen. tatalaksana dengan internesi
bedah emergensi, jika penyebabnya kelainan kardivaskular maka ditangani terlebih
b. Kista paru kongenital: terjadi karena terperangkapnya sebagian jaringan paru dan
bronkus sejak pertumbuhan embrional. Unilateral, ukuran > 1 cm, ada hubungan
dengan struktur trakeobronkial. Kebanyakan berisi udara, tetapi bisa berisi cairan
dan menyebabkan obstruksi sehingga muncul tanda distress napas. Kalau pecah bisa
menyebabkan tension pneumothorax. Tidakan operasi: segera (apabila ada distress
napas), elektif (ditunggu sampai 1 tahun hingga kista mengecil), bisa lobektomi/
kistektomi
c. Congenital cyst adenommatoid malformation (CCAM): perkembangan sel
mesenkim abnormal, biasanya ada kelainan kongenital lain ataupun hypoplasia paru.
Gejala berupa distress napas akibat kompresi dan adanya mediastinal shifting. Kalau
kista berukuran kecil bisa tidak ada distress tapi adanya infeksi berulang.
Tatalaksana bedah: reseksi (walaupun cyst kecil), paling sering dilakukan lobektomi.
d. Sekuestrasi paru: Massa paru embrional yang tidak berfungsi, sering bersifat
unilobar tapi bisa juga mengenai seluruh paru. Paling sering keluhan batuk
kronis/pneumonia berulang. Terdapat 2 macam tipe SP yaitu intralobar dan
ekstralobar. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan: Intralobar (reseksi
segmental/lobar/pneumektomi), extralobar eksisi massa.
e. Kista bronkogenik: jaringan paru nonfungsional dengan percabangan bronkial
abnormal. Lokasi dimana saja, unilateral, tunggal, dan umumnya di lobus inferior.
Paling sering adanya tanda infeksi. Agak susah dibedakan dengan abses, tapi kalau
KB tidak apa-apa ketika diberikan antibiotik, dinding dari abses lebih tebal dan
inflamatorik. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan: reseksi (dengan torakotomi,
VATS, atau sternotomi).
1.6.6 Kelainan diafragma
- Hernia diafragmatika dibagi menjadi 2 yaitu hernia kongenital (Hernia Bochdalek,
Hernia Morgagni) dan hernia dapatan (Sliding hernia, Hernia paraesofageal) .
1. Hernia Bochdalek: hernia yang terjadi karena adanya lubang di bagian
posterolateral diafragma. Karena gagalnya kanal pleuroperitoneal untuk menutup.
Organ intestin masuk dan mengganggu perkembangan paru (berkurangnya
percabangan bronkus). Biasanya merupakan keadaan life threatening sehingga
16
perlu intubasi kemudian dimasukkan ke dalam ECMO dan apabila stabil baru
dikoreksi (torakotomi).
2. Hernia Morgagni: terjadi karena adanya defek pada retrosternal anterior,
merupakan true hernia (karena punya kantong). Umumnya yang herniasi biasanya
omentum, paling sering di sebelah kanan, karena kiri terlindung jantung.
tatalaksana pembedahan untuk mengembalikan isi hernia dan repair defek.
3. Sliding hernia: terjadi karena defek hiatus diafragmatikus. Hernia ini terjadi
karena Gastroesophageal junction masuk ke dalam mediastinum melalui hiatus
esofagus. Sliding: bisa bolak balik, kalau ada tekanan meningkat dia naik ke atas,
kemudian bisa balik lagi. gejala yang dikeluhkan retrosternal/ epigastrik
heartburn, regurgitasi postural, disfagia, mual, muntah. Tatalaksana secara
medikamentosa dengan pemberian antirefluks, sedangkan prosedur pembedahan:
fundoplikasi menurut nessen, belsey, atau toupe repair.
4. Hernia paraesofageal: terjadi karena kelemahan membran esofageal sehingga
terjadi herniasi organ yang dilapisi peritoneum dan membentuk true hernia (ada
sacnya). Jarang ada gejala dan tidak terdiagnosis (keseringan karena adanya
komplikasi: inkarserasi, volvulus, obstruksi, strangulasi). Tidak ada terapi
medikamentosa. Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan rekonstruktif.
17
Merupakan tindakan invasif dengan cara memasukkan selang/ tube ke dalam rongga
toraks melalui ICS. Indikasi pemasangan antara lain:
- Pneumotoraks >20% (daerah kolaps <60%)
- Semua pneumotoraks bila ada trauma toraks
- Hematotoraks moderate (300-800 cc) atau berat (>800 cc)
- Fluidotoraks dengan sesak
- Chylothorax
- Efusi pleura maligna
- Empyema setelah punksi tidak berhasil/terlalu kental
- Abses paru (pertolongan pertama)
- Pasca torakotomi
18
Indikasi: emfisema mediastinum, hemoperikardium, perikarditis exudatif, dan
pacsabedah organ-organ mediastinum. Tujuannya untuk membebaskan rongga
mediastinum. Dilakukan drainase terbuka dengan flap eloeser yang merupakan suatu
teknik untuk mendrenase efusi/ pus kronis yang tidak dapat di drainase dengan
efektif.
1.7.2 Torakotomi terbuka
- Torakotomi posterolateral: tindakan sayatan standar. Sayatan ini dapat mengakses
lebih banyak struktur. Sekarang Jarang digunakan karena lebih memilih teknik
dengan sayatan lebih minimal.
- Torakotomi anterolateral: digunakan sebagian ahli bedah untuk berbagai prosedur
bedah toraks. Memiliki akses lebih baik terhadap hilus anterior dan ICS, tidak
perlu memutar pasien ke arah lateral. Kelemahannya visualisasi area mediastinum
posterior yang buruk.
- Torakotomi lateral dengan muscle sparring memiliki keuntungan dapat mengakses
hampir seluruh struktur akan tetapi dengan exposure yang terbatas. Tindakan
torakotomi dengan teknik sayatan ini tidak diindikasikan untuk tindakan
emergensi.
- Sternotomi median: Utamanya untuk tindakan operasi perikardium, jantung,
pembuluh darah besar. Salah satu halangan penggunaan sternomi yaitu adanya
komplikasi sternal malunion yang biasanya didahului oleh infeksi pascabedah.
- Sternotomi parsial: digunakan secara terbatas pada operasi terhadap struktur
mediastinum anterosuperior. Sayatan dilakukan memanjang dari incisura jugularis
sampai sedikit di bawah batas manubrium.
1.7.3 Dibantu Video/Torakoskopi-VATS
Teknik bedah ini digunakan untuk diagnostik maupun tindakan pembedahan definitif
dengan minimal invasif. Indikasi pemakaian VATS antara lain:
- Penyakit pleura (pneumotoraks spontan, reseksi bulla, empiema akut, schwarte)
- Penyakit paru tumor dengan indikasi torakoskopi diagnostik
- Penyakit mediastinm (timoma, teratoma, limfadenektomi)
- Penyakit lain: hiperhidrosis (simpatektomi torakal)
Prosedurnya Dilakukan sayatan 1 cm pada ICS IV/V garis axillaris anterior (camera
port), ICS VI garis axillaris media (portal untuk instrumen besar), dan ICS VI axillaris
posterior (portal untuk instrumen yang kecil).
1.7.4 Reseksi paru
Merupakan tindakan untuk membuang atau memotong sebagiandari jaringan paru yang
sakit. Persiapan prabedah untuk reseksi paru sama seperti operasi pada umumnya yaitu
mulai dari foto x-ray, pemeriksaan faal paru, sitologi sputum, FNA, laboratorium darah
rutin, dan pemeriksaan fungsi paru. Indikasi reseksi paru yaitu:
- Tumor ganas paru
- Tumor metastasis ke paru (hindari lobektomi/pneumektomi)
- Kelainan non maligna: destroyed lung, infeksi persisten, malformasi arteriovenosa,
sekuestrasi paru, aneurisma arteri pulmonalis, sindrom middle lobe
Dapat dilakukan apabila resiko normal seperti:
- Kapasitas vital >60%
19
- Predicted FEV1 >800 ml atau >40% dari normal
- Predicted DLCO (diffusing capacity of the lung for CO2) pasca operasi >40%
normal
- VO2 max >15 ml/KgBB/menit
- Minute ventilatory volume >50% normal
Pasca bedah perlu monitoring saturasi, pembersihan sekret, mobilisasi dini, restriksi
cairan (mencegah edema), fisioterapi dada, pemberian nutrisi secara oral.
Teknik pembedahan dasar
a. Wedge resection/ reseksi baji (biopsi paru terbuka): tindakan diagnostik untuk
mendapatkan sampel jaringan, tindakan teraupetik pada lesi jinak.
b. Lobektomi dapat dilakukan lobektomi paru kanan atas, lobektomi paru kanan
medial, lobektomi paru kanan inferior, lobektomi paru kiri superior, lobektomi
paru kiri inferior. Teknik pembedahannya hampir sama hanya tempatnya yang
membedakan.
c. Pneumektomi dapat dilakukan pneumonektomi kanan dan pneumonektomi kiri.
20
BAB II
JANTUNG
21
Kelainan yang terdapat hubungan antara kedua atrium. Dibagi menjadi beberapa tipe
antara lain:
1. ASD I (defek pada septum primum): letak kelainan pada ostium primum dekat
dengan trikuspid.
2. ASD II (defek pada septum sekundum)
3. ASD III (defek sinus-venosus)
- Ventricular septal defect (VSD)
Satu hubungan antara kedua ventrikel melalui satu lubang pada septum ventrikel. Dibagi dalam 4 tipe
Oleh karena itu, kita harus mencegah terjadinya hipertensi pulmonal dengan prosedur
pembedahan Pulmonary-banding. Jika pembedahan dilakukan setelah terjadi
hipertensi pulmonal dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung kanan karena
beban yang besar.
- Patent ductus arteriosus (PDA)
Terjadinya hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis menyebabkan terjadinya shunt kiri ke kanan (
- Stenosis Pulmonal
Ditandai dengan obstruksi dari outflow tract kanan berupa stenosis dari katup
pulmonalis atau stenosis dari infudibulum pulmonalis. Stenosis katub pulmonal
lambat laun dapat menyebabkan fibrosis dan penebalan katub, penebalan
infundibulum, dan fibrosis myokard.
Hambatan outflow tract kanan beban ventrikel kanan hipertrofi dan tekanan ventrikel kanan
. Jika dilakukan pembedahan saat tekanan ventrikel kanan sudah
meningkat, maka dapat membawa kenaikan tekanan pulmonal.
- Stenosis Aorta
Dibagi 3 bentuk, yaitu stenosis valvular, subvalvular, dan supravalvular. Akibat
kesalahan rotasi dari bulbus cordis sehingga penyempitan eksentris antara layar katub
koroner kiri dan yang nonkoroner, biasanya layar katub ini menebal. Pada
22
pemeriksaan kateterisasi jantung didapatkan kenaikan tekanan ventrikel kiri disertai
gradient tekanan pada aorta.
Penyempitan outflow tract kiri CO HR tekanan ventrikel kiri
hipertrofi ventrikel
insufisiensi koroner
- Koarktasi aorta
Kelainan penyempitan segmen aorta di daerah istmus aorta thoracalis, maka
peredaran darah dari orang orang yang dirawat oleh cabang supraaortal tetap terjamin,
sedangkan organ distal stenosis tidak. Kompensasi tubuh dengan membentuk
kolateral kolateral secara masif, terutama melalui cabang interkostal, a mamaria
interna (kolateral ini dapat menimbulkan erosi pada costa) hingga besarnya aorta
distal dari stenosis umumnya lebih kecil daripada normal, serta perawatan peredaran
darah organ ubuh distal dari stenosis terjadi dalam jumlah sedikit sehingga terjadi
kemunduran fungsi dari organ ekstremitas bawah.
Diagnosis dapat dibantu dengan EKG, kateterisasi jantung dan angiografi aorta.
Terdapat pula kriteria diagnosis menurut Wernicke 1875 untuk stenosis istmus aorta:
1. Sirkulasi kolateral
2. Pulsasi infraskapular
3. Dilatasi arteri interkostalis
4. Bunyi murmur di atas stenosis
5. Perbedaan tekanan darah pada ekstremitas atas dan bawah
Bedah dapat diberikan semua usia, beban ventrikel dapat menyebabka gagal jantung
kiri.
- Tetralogi of Fallot – TOF
Sianotik karena RL shunt. Kelainan jantung bawaan kompleks, terdiri dari:
1. VSD
2. Overriding aorta: aorta yang bergeser ke kanan – dextroposisi aorta
3. Stenosis pulmonal/infundibular/valvular
4. Hipertrofi ventrikel kanan
Dextroposisi aorta VSD tepat di bawah lubang aorta tekanan ventrikel kanan
dan stenosis pulmonal darah venous ke sirkulasi sistemik (RL shunt) Hipoksemia
. Sebagai kompensasi maka terjadi polisitemia, hematokrorit , dan
gangguan faal pembekuan darah. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan fisik
(clubbing finger, excertional dyspnea, squatting, murmur sistolik katub pulmonal),
CXR (boot shape), EKG (hipertrofi kanan), kateterisasi jantung dan angiografi
(cairan kontras dari ventrikel kanan ke aorta).
- Transposisi pembuluh darah besar biasa (Simple-TGA)
Ditandai dengan hubungan antero-posterior antara aorta dan a pulmonalis, aorta di
anterior a.pulmonalis. Dengan mengalirnya darah venous ke aorta, biasanya disertai
ASD/VSD.
- Darah vena cava atrium kanan ventrikel kanan aorta sirkulasi besar.
- Darah arterial paru ventrikel kiri a. Pulmonalis paru
23
-
Agar bayi mendapatkan darah arterial pada sirkulasi besar, maka harus ada hubungan antara kedu
Terapi dengan penggantian katub aorta, percutaneus balloon valvotomy, atau TAVI.
b. Penyakit Katub Mitral
Dapat didasari dengan keradangan endokard akibat demam reuma. Keradangan
Streptococcus yang biasanya menyerang tonsil, dapat menyebabkan keradangan
kronis pada endokardium yang menyebabkan kelainan jaringan ikat katub mitral.
Terapi dengan penggantian katub.
●
Mitral stenosis: menyebabkan stasis darah di atrium kiri terhambat ke paru hipertensi pulmonal
hipertrofi ventrikel kiri tanpa dilatasi
● Mitral regurgitasi: bisa akibat robeknya layar katub pada endokarditis, lepasnya
muskulus papilaris pada demam reuma, atau molornya jaringan katub pada
fibroelastosis.
c. Penyakit Katub Tricuspidal
●
Tricuspid regurgitasi: kebocoran aliran darah dari ventrikel hipertrofi dan dilatasi atrium kanan
● Tricuspid stenosis: jarang.
Pembedahan pada kelainan katub tricuspid umumnya bersama katub lain
(mitral/aorta).
2.2.3 Penyakit Jantung Koroner
Nyeri dada tipikal yaitu rasa nyeri hebat pada daerah prekordial yang menjalar ke
lengan kiri disertai rasa tertekan benda berat di seluruh toraks, serasa akan mati.
Mekanisme angina pectoris
Pembuluh koronaria pada epikardium memberi suplai darah ke miokardium sampai
menembus lapisan subendokardium sehingga miokardium dan sel miokard otot polos
berkontaksi. Dasarnya adalah adanya hipoksemia miokard, bisa akibat sumbatan
seperti arteriosklerosis, anemia berat, atau keracunan CO2.
Penyebab: aterosklerosis, arteritis, trauma, penyakit metabolik, spasma arteri koroner,
emboli arteri koronaria, kelainan arteria kongenital (anomali a.koronia kiri dari
a.pulmonalis, fistula arterio-venosa, dan anomali muara koroner aorta), atau kelainan
katup aorta.
24
Diagnosis dan Manajemen
Diagnosis dapat dilakukan dengan bantuan EKG istirahat, EKG dengan beban, CXR,
echocardiografi, thalium scan, koronarangiogram, noninvasif (MSCT)
Disebut infark miokard, bila terdapat minimal 2 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. Nyeri dada/angina > 30 menit
2. ECG – gelombang Q/elevasi segmen ST/inverse T
3. Peningkatan enzim kardiak : CK dan Troponin T
Terapi dilakukan dengan pembedahan yang bertujuan untuk revaskularisasi.
2.2.4 Kardiomiopati
Adalah penyakit miokardium yang disebabkan mutasi satu gen. Didiagnosis dengan
bantuan ekokardiografi, ekg, kateterisasi, atau CXR.
1. Kardiomiopati dilatasi: pembesaran bilik jantung dan terdapatnya fungsi sistolik
dari salah satu atau kedua bilik, terdapat ketebalan dinding ventrikel kiri yang
normal dan tidak terkait hipertensi. Terapi dengan restriksi garam, obat
antihipertensi, pemasangan ICD, atau pembedahan cangkok jantung (left ventricular
reduction procedures, myocardioplasty).
2. Kardiomiopati hipertropik: penebalan septum bilik jantung sehingga left ventricle
outflow tracr menyempit hingga darah kurang dapat mengalir ke seluruh tubuh
dengan lancar. Terdapat gangguan fungsi elektrikal dan ventricular. Terapi dengan
obat betabloker, pemasangan ICD, cathether septal ablation, pembedahan (reseksi).
3. Kardiomiopati restriktif: infiltratif, pengisian ventrikel tidak normal disertai
disfungsi diastolik. Tidak ada pengobatan yang optimal, hati-hati pemberian
medikamentosa.
2.3 Sirkulasi Ekstrakorporeal Pintas Jantung Paru
Merupakan sistem luar tubuh yang memungkinkan melakukan pintas sistem
kardiopulmoner hingga untuk sementara fungsi jantung dan paru dapat dihentikan. Mesin
jantung-paru terdiri atas oxygenator (pengganti fungsi paru-paru) dan pompa (pengganti
fungsi jantung). Pada saat operasi, diberikan kardioplegia dan setelah operasi jantung
dibangunkan dengan rangsangan DC shock apabila kontraksi tidak muncul spontan.
2.4 Teknik Dasar Bedah Jantung
2.4.1 Bedah Jantung Terbuka
Untuk menjalankan sirkulasi ekstrakorporeal dilakukan kanulasi. Kanulasi untuk
aliran arteri dilakukan di aorta dan kanulasi aliran vena dilakukan di vena cava
superior et inferior. Kanulasi dapat dilakukan dibeberapa tempat antara lain: kanulasi
aorta, kanulasi femoralis, kanulasi venous, kanulasi femoral venous, dan kanulasi
untuk kardioplegia.
2.4.2 Bedah Jantung Tertutup
Pembedahan yang dilakukan tanpa menjalankan sirkulasi ekstrakorporeal. Beberapa
pembedahan dengan jantung tertutup yaitu
- PJB: PDA, PSt, beberapa pembedahan paliatif
25
- Penyakit jantung bawaan: pacemaker, bedah katup mitral, bedah jantung
invasif minimal, nedah koroner OPCAB, bedah koroner laser
- Penyakit perikardium: perikarditis konstriktiva, perikardiotomi
2.4.3 Bedah Jantung Invasif Minimal
Merupakan Pembedahan yang hanya melalui sayatan kecil. Risiko perdarahan kecil,
nyeri minimal, trauma bedah minimal, mengurangi durasi ranap, rekonstruksi
pembedahan lebih rinci. Pembedahan ASD, VSD, mitral, orta, dan bypass koroner.
2.5 Bedah Katup Jantung
2.5.1 Mitral
Paling baik dengan sirkulasi ekstrakorporeal. pelaksanaa bedah katub mitral dapat
dilakukan dengan: melakukan reparasi katub, melakukan penggantian katub dengan
melakukan preservasi dan membuang seluruh atau sebagian katub mitral. Indikasi
operasi: stenosis (NYHA III-IV), regurgitasi.
2.5.2 Aorta
Indikasi penggantian katub aorta adalah bila katub stenosis dan katub regurgitas.
Teknik dasar pembedahan katub aorta yaitu penggantian katub dengan homograft dan
teknik pembedahan von der Emde. Pembedahan: eksisi in toto pada annulus
(Stenosis), penggantian katup.
2.5.3 Trikuspid
Prosedur pembedahan indikasinya lebih ketat karena biasanya dilakukan karena ada
kelainan pada katup lain (mitral/aorta). Biasanya dilakukan reparasi dengan cara
bikuspidalisasi/penggantian katup. Katup mekanikal (terutama pasien laki-laki muda),
kalau tua lbh dipilih bioprotesa.
2.5.4 Pulmonal
Indikasi dilakukan penggantian maupun reparasi katub pulmonal antara lain: stenosis
katub pulmonal, regurgitasi pulmonal, dan insufisiensi katub pulmonal. Biasanya
pembedahan dilakukan karena ada kaitan pembedahan lain.
26
- Menutup VSD yang mengalami dislokasi karena dekstroposisi aorta
- Membuang stenosis infudibulum pulmonal/valvular pulmonal
- Melebarkan RVOT
2.6.5 Paliatif
Pembedahan paliatif dilakukan pada kelainan jantung bawaan yang kompleks/sianotik
dan belum bisa dilakukan koreksi total.
2.6.6 Kompleks
a. Total anomalous venous drainage/return (TAPVD/TAPVR)
V. pulmonalis harusnya ke atrium kiri tetapi menjadi ke v. cava superior, atrium
kanan, v. cava inferior, atau v. hepatica (R to L). teknik pembedahan dengan
pembebasan dulu vena yang alirannya salah, kemudian dilakukan end to end
anastomose.
b. Transposisi pembuluh darah besar
Aorta dan A. pulmonalis nyambungnya berkebalikan (dengan ventrikel) sehingga
terjadi sianosis. Bayi bisa bertahan dengan adanya PDA/ASD/VSD. Pembedahan:
dengan adanya R to L shunt (biarin PDA terbuka/ASD buatan)/ koreksi total
27
Fibrosis pascaradioterapi/ kemoteraoi, bronkiektasis idiopatik. Hasil trasplantasi:
ketahanan 1 tahun (70%), ketahanan 5 tahun (43%)
Indikasi transplantasi jantung paru
- Gagal jantung dengan penyakit paru vaskular/parenkim
- PJB sindrom eisenmenger
28
o infus intravena: ada kemungkinan sel nyasar tidak langsung ke miokardium
o penyuntikan langsung ke target: pada miokardium yang iskemik, saat bedah
jantung terbuka
o perkutan: melalui kateter
o perkutaneus transendokardial: penyuntikan langsung epi/miokardium
29
BAB III
VASKULAR
30
3.2 Teknik Dasar Anastomosis dan Penjahitan Vaskular
Pada pembedahan kasus ini, diperlukn tambahan instrument. Alat yang perlu disiapkan
terdiri atas sejumlah klem atraumatik, protesis pembuluh darah, dan benang atraumatik
dengan kode ‘round’ atau ‘cardiovaskular’ pada jarumnya tebal 2.0 sampai 6.0.
1. Dasar teknik jahitan vaskular
Jahitan benang yang dipakai adalah benang yang tidak diserap yaitu nylon karena
licin dan mempererat jahitan.
Cara rekonstruksi vaskular
● PATCH: menjahit tembelan dari segmen yang mengalami kerusakan
● INTERPOSISI: mengganti segmen yang rusak/defek dengan vena atau protesis
● BYPASS: melakukan pintas atau bypass dari segmen yang rusak tersebut hingga
aliran darah dapat dilangsungkan kembali.
31
5. Semua tindakan bedah vaskular harus ditutup dengan otot yang viable.
6. Bila terdapat laserasi kulit dan jaringan lunak yang dalam, maka tindakan bedah
harus seminimal mungkin.
7. Bila ada lesi memar yang luas, perlu dilakukan tindakan fasciotomi dan
penyembuhan luka ‘ad secundam’.
Trauma Arteria Pada Eksremitas
Setiap trauma ekstermitas perlu dipikiran kemungkinan trauma vaskular. Luka
tembak menimbulkan kemungkinan trauma vaskular lebih banyak dibanding luka
tusuk karena terjadi efek ledakan yang menyertai penetrasi tembakan. Trauma pelvis
juga dapat mengakibatkan trauma pada arteri besar (femoralis). Pada ekstremitas
bawah, trauma arteria juga dapat disebabkan oleh kausa iatrogenik, misalnya tusukan
sekrup pada pemasangan pelat femur karena terlalu panjang dan menembus
a.femoralis. Diagnosis dapat dibantu dengan arteriografi, doppler usg, atau pulse
oxymetry akral ekstremitas.
Gejala :
● Hilangnya pulsasi perifer
● Rasa dingin sampai rasa nyeri di kulit ekstremitas
● Berkurangnya kekuatan otot tungkai
● Hilang rasa/sensasi
● Perubahan warna kulit
● Mungkin terasa massa
a. Hard sign
■ Defisit pulsasi distal trauma
■ Iskemia jaringan distal trauma
■ Auskultasi bising/bruit
■ Pendarahan aktif/deras
■ Hematoma yang makin membesar dan berdenyut
b. Soft sign
➢ Terlihat senjata tajam atau luka tembak dan diduga mengenai
arteri/pembuluh darah
➢ Perlukaan dan gejala trauma saraf
➢ Syok hemoragik yang tidak tahu sebabnya
➢ Pembengkakan yang signifikan
➢ Hematoma yang besarnya sedang dan hemodinamik stabil
Indikasi intervensi bedah segera
a. Kerusakan intima berupa flap-intima atau hematoma subintima (derajat II)
b. Trauma vaskular derajat III (ruptur total arteri besar)
c. Iskemia tungkai lebih dari 4-5 jam (golden period 6 jam) dan tidak dapat ditunda
32
Proses reperfusi dengan melakukan tindakan rekonstruksi vaskular harus dilakukan
sebelum dan setelah melakukan tindakan ortopedik.
Sindroma kompartemen
Ketegangan dalam suatu kompartemen tungkai melebihi tekanan vena yang ada di
tungkai sehingga dapat mengakibatkan iskemia otot dan saraf yang progresiif dan
dapat mionekrosis dan kerusakan saraf. Diagnosis dapatdilakukan dengan pengukuran
tekanan vena tungkan dan pemeriksaan biolivertional doppler atau duplex scan.
Gejala klinis berupa: berkurangnya sensasi pada daerah dorsum pedis, nyeri daerah
betis pada dorsofleksi sendi pergelangan kaki, otot betis yang mengeras/kenyal dan
nyeri tekan, dan hilang atau turunnya pulsasi daerah arteri distal.
33
Terapi dengan fasciotomi dengan macam sayatan, yaitu membuka semua fascia
kompartemen melalui sayatan anterolateral dan sayatan posteromedial.
34
arteriosclerosis/linder doerr (arteriosklerosis pada usia muda belia), dan penyakit
raynaud.
Diagnostik
● Penyakit arteria kronis mengikuti kronologi 4 stadia yaitu (1) gejala tidak spesifik, (2)
claudicatio intermittens, (3) restpain, (4) nekrosis akral/gangren. Diagnosis dapat
dibantu dengan arteriografi perifer.
● Bedah vaskular arteria perifer tungkai dapat dilakukan dengan bypass,
endarteriektomi, patching, interposisi graft. Bedah endovaskular untuk stenosis arteri.
● Terapi pembedahan paliatif dilakukan jika metode rekonstruksi bedah vaskular tidak
dapat dilakukan. Terapi ini dengan simpatektomi.
Sistema subklavia
Indikasi tindakan intervensi adalah bila terjadi insufisiensi pada sirkulasi
vertebrobasilar dan iskemia pada ekstremitas atas. Tindakan untuk sumbatan a.
subclavia antara lain
● Bypass Karotis-subclavia: dengan graft vena autogen atau sintetik di sebelah
distal letak lesi. Jika lesi memanjang, ujung distal graft dapat disambung ke
a.aksilaris.
35
● Transposisi karotis: alternatif bypass karena tidak menggunakan graft, tapi diseksi
jaringan lebih ekstensif.
● Crossover graft subklavia-subklavia atau aksiloaksiler.
36
Terapi dilakukan dengan embolektomi, dapat dengan menurut Fogarty.
37
Varises adalah pemanjangan, pelebaran disertai berkelok-keloknya sistem vena dan
terdapatnya gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Faktor yang dapat dikaitkan dengan
timbulnya varises
a. Faktor tekanan: tekanan hidrostatik, berat badan
b. Faktor aliran: aliran balik vena dan katub yang terganggu oleh atrofi otot, turunnya
elastisitas, serta defek katub dapat menimbulkan stasis aliran vena.
Etiologi
a. Varises primer
● Kelemahan primer yang progresif dari katub-katub communicans
● Varises kehamilan: produksi progesteron menghambat aktomyosin pada
dinding vena hingga daya kontraktilitas dan tonusnya berkurang
● Kelainan biokimia dari dinding vena saphena magna yaitu kekurangan
kolagen, elastin, dan hexosamin
● Kongenital
b. Varises sekunder
● Obesitas, berdiri lama, hormonal, kehamilan, obat kontrasepsi, hubungan
keluarga.
Cara diagnosis yaitu:
a. Test Trendelenburg: penentuan derajat insufisiensi katub vena communicans
b. Test Perthes: penentuan sistem vena profunda
c. Venous-phlethysmography: penentuan aliran vena secara kuantitatif
d. Flebografi: visualisasi anatomis
e. Duplex scan USG: mencari lokasi refluks
Terapi pada varises tungkai yaitu sebagai berikut
a. Pembedahan: stripping, flebektomi.
Teknik dasar bedah varises
○ Ablasi refluks safenous
○ Ligasi vena perforator
○ Koreksi refluks vena profunda
○ Terapi obstruksi vena profunda
○ Bedah endoluminal/endovaskular
b. Non bedah: obat-obatan, skleroterapi, bebat kompresi, fisioterapi, hidroterapi,
ultrasonik, terapi laser.
38
doppler, foto pletismografi, PO2 transkutan. Penyebab patofisiologi mikrosirkulasi
yang dapat menimbulkan ulkus kronik pada insufisiensi venosa kronik
1. Teori mangkokan fibrin: oksigen yang melakukan difusi pada jaringan kulit
berkurang
2. Teori penangkapan sel darah putih: kenaikan tekanan vena, terjadilah perubahan
rasio leukosit. Leukosit menghilang dari mikrosirkulasi.
39
Terjadi karena adanya hubungan antara arteri dan vena tanpa adanya jejaring kapiler
secara langsung. Diagnosis dapat dibantu dengan CT-Scan (konvolut pembuluh darah)
atau angiografi kontras. Indikasi pembedahan adalah bila terdapat pecahnya konvolut
pembuluh darah, adanya iskemia ekstremitas distal, tanda penekanan saraf, perubahan
warna kulit, aneurisma, dan nyeri.
3.10 Rekayasan Jaringan dan Terapi Sel Punca (Stem Cell) pada Penyakit Vaskular
Perifer
Terapi stem cell merupakan upaya pengobatan dalam ilmu kedokeran kardiovaskular
regenerative. Transplantasi sel mononuklir dengan memberdayakan sel punca
sumsum tulang dapat memperbaiki perfusi jaringan pada tungkai iskemik kritis dan
mengurangi gejala nyeri pada penderita. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk
terapi PAPO diabetik atau PAPO arterioskleroti
40