Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH INTRUMEN HERNIOTOMI

MAKUL : PERIOPERATIF SKIL

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK :

1. AMELDA SRIYANTI (221121005)


2. ALDY PRASETYA (221121004)

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kami panjatkan kehadiran tuhan Yang Maha Esa, karna atas
rahmat dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan Makalah Perioperatif Skill yang berjudul
“Instrumen Herniotomi.”

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepeda semua pihak yang sudah
terkait dalam penyusunan tugas Makalah Intrumrn Herniotomi pada Makalah Perioperatif Skill
karna telah memberikan kesempatan untuk menyusun makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penampilan maupun dari segi
penulisan.Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun jika terdapat
kesalahan, kekurangan, dan kata-kata yang kurang berkenan dalam makalah ini, dan tentu saja
dengan kebaikan Bersama dan untuk bersama.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihaj dan pembaca.

Pontianak, 20 April 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................................................

BAB I ..............................................................................................................................................

PENDAHULUAN .............................................................................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................

BAB II .............................................................................................................................................

PEMBAHASAN ...............................................................................................................................

A. Hernia ...............................................................................................................................
1. Definisi .......................................................................................................................
2. Klafikasi Hernia............................................................................................................
3. Etiologi Hernia.............................................................................................................
4. Patofisiologi Hernia.....................................................................................................
5. Manifestasi Klinis Hernia.............................................................................................
6. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................
7. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................................
8. Komplikasi...................................................................................................................
9. Penatalaksanaan ........................................................................................................
10. Penatalaksanaan Post Operasi Herniotomi.................................................................
B. Proses Tindakan Herniotomi.............................................................................................
C. Persiapan Alat ...................................................................................................................
1. Alat Tidak Steril...........................................................................................................
2. Bahan Medis Abis Pakai .............................................................................................
3. Set Yang Dipakai ( Intrument yang Digunakan )..........................................................
D. Pelaksanaan Asisten Atau Intrument.................................................................................

BAB III.............................................................................................................................................

PENUTUP........................................................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hernia adalah penonjolan isi rongga dari bagian lemah dari dinding rongga yan
bersangkutan.Hernia inguinalis adalah hernia abdominalis yang dibagi menjadi hernia inguinalis
lateralis dan hernia inguinalis medialis.Hernia inguinalis lateralis ditemukan lebih banyak dua per tiga
dari hernia inguinalis medialis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010 ; Claudia G, dkk, 2015).

Tindakan pembedahan merupakan pengobatan hernia yang rasional. Indikasi operasi sudah ada
begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari Herniotomi dan
Hernioplasti.Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong
dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-
ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada Hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis (De Jong & Sjamsuhidajat,
2010).

Hampir semua pembedahan menyebabkan rasa nyeri.Nyeri yang paling lazim adalah nyeri insisi.
Nyeri terjadi akibat luka, penarikan, dan manipulasi jaringan serta organ (Baradero, 2009). Nyeri
adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi
dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya, dan
mengubah kehidupan orang tersebut. Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan
memengaruhi pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Apabila nyeri dibiarkan tanpa penanganan atau tidak berkurang intensitasnya, hal tersebut akan
mengubah kehidupan seseorang secara signifikan (Potter & Perry, 2010).

Nyeri dapat mengubah kualitas hidup seseorang dan mengancam kesejahteraan seseorang baik
secara fisik maupun psikologis. Dampak psikologis dari nyeri dapat berupa kecemasan. Hubungan
antara nyeri dan kecemasan bersifat kompleks. Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi
terhadap nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan perasaan cemas (Potter dan Perry, 2010). Pernyataan
ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishak (2015) yang menyatakan bahwa pasien
yang mengalami nyeri post operasi sebanyak 60% mengalami kecemasan sedang. Hal ini dikarenakan
saat individu merasakan nyeri dari jaringan yang luka, ambang batas nyeri tercapai. Nyeri yang tidak
teratasi dengan baik akan menimbulkan perasaan cemas.

Dampak fisiologis nyeri dapat berupa perubahan tekanan darah dan gangguan tidur. Hal ini
diperjelas dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2016) yang meneliti tentang
“Hubungan Nyeri Akut dengan Tekanan Darah” yang menyatakan bahwa ada hubungan intensitas
nyeri akut dengan tekanan darah, dengan arah hubungan positif yang berarti semakin tinggi
intensitas nyeri akan diikuti dengan naiknya tekanan darah. Nyeri dapat menyebabkan gangguan
tidur, pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2014) yang
meneliti tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur
Pasien” yang menyatakan ada hubungan antara nyeri dengan gangguan tidur dikarenakan
ketidaknyamanan responden terhadap nyeri yang dirasakan. Selain itu nyeri juga dapat mengancam
proses pemulihan seseorang yang berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan risiko
komplikasi karena imobilisasi, dan tertundanya proses rehabilitasi. Seseorang dengan nyeri yang
secara menetap dapat memicu terjadinya depresi secara psikologis, ketidakmampuan fisik dan
psikologis, disfungsi seksual, dan isolasi sosial dari keluarga serta teman-teman (Potter & Perry
2010).

Di Jawa Tengah, mayoritas penderita selama bulan Januari – Desember 2007 diperkirakan 425
penderita. Peningkatan angka kejadian penyakit Hernia Inguinalis Lateralis di Indonesia khususnya
Provinsi Jawa Tengah bisa disebabkan karena ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang
dengan pesat (Sugeng dan Wen, 2010).

Berdasarkan data dari bagian sistem Informasi dan Rekam Medis RSUD Tidar Kota Magelang,
penderita penyakit Hernia Inguinalis selama bulan Januari- November 2017 sebanyak 214 orang
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 197 kasus dan perempuan sebanyak 17 kasus. Penderita penyakit
Hernia terbanyak berumur 45-65 tahun sebanyak 73 pasien, 60 pasien berumur lebih dari 65 tahun,
25 pasien berumur 25-44 tahun, 10 pasien berumur 1-4 tahun, 17 pasien berumur 28 hari->1 tahun,
10 pasien berumur 15-24 tahun dan 1 pasien berumur 7-28 hari. Rata-rata pasien dirawat inap
selama 3-4 hari di RSUD Tidar Kota Magelang (Data Primer RSUD Tidar Kota Magelang).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hernia
2. Intrumen Apa sajakah Yang Digunakan Untuk Operasi Hernia
3. Apa saja kompliksai dalam hernia
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apai itu hernia
2. Untuk mengetahui instrument apa saja yang dipakai dalam operasi hernia
3. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang ada dalam hernia
BAB II
PEMBAHASAN
A. HERNIA
1. Definisi

Hernia ialah penonjolan dari struktur/bentuk, viscus atau organ dari tempat yang
seharusnya (Widjaja,2008). Hampir 75% dari hernia abdominalis merupakan hernia
inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi hernia inguinalis lateralis dan hernia
inguinalis medialis. Hernia inguinalis lateralis ditemukan lebih banyak dua per tiga
dari hernia inguinalis medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu
hernia indirect karena keluar- nya tidak langsung menembus dinding abdomen.
Hernia inguinalis lateralis adalah suatu penonjolan dinding perut yang terjadi di
daerah inguinal sebelah lateral pembuluh epigastrika inferior (Claudia G, dkk, 2015).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan isi rongga dari bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan sedangkan hernia inguinalis adalah
hernia abdominalis yang dibagi menjadi hernia inguinalis lateralis dan hernia
inguinalis medialis.

2. Klafikasi Hernia
Menurut De Jong & Sjamsuhidajat (2010), hernia dapat diklasifikasikan
menurut letak dan menurut sifatnya.
a. Klasifikasi Hernia berdasarkan letaknya
1. Hernia Inguinalis
Hernia Iguinalisdibagi menjadi:
a). Hernia Inguinalis medialis atau direk
Hernia Inguinalis medialis atau hernia direk menonjol langsung ke depan
melalui segitiga Hsselbach,hampir selalu disebabkan oleh peninggian
tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach.
b). Hernia Inguinalis lateralis atau indirek
Hernia disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior, dan disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis, berbeda dengan hernia medialis
yang langsung menonjol melalui segitiga Hasselbach dan disebut dengan
hernia direk. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum,
hernia disebut hernia skrotalis.Hernia labialis adalah hernia inguinalis
lateralis yang mencapai labium mayus.Secara klinis, tampak benjolan pada
labium mayus yang jelas pada waktu berdiri dan mengedan, dan hilang pada
waktu berbaring.
2. HerniaFemoralis
Hernia Femoralis umumnya dijumpai pada perempuan tua.Insidensnya pada
perempuan kira-kira 4 kali lelaki. Pintu masuk hernia femoralis adalah
annulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis
yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang
lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.
3. HerniaUmbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilicus yang hanya
tertutup oleh peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplit dan
tidak adanya fasia umbilikalis. Hernia umbilikalis merupakan penonjolan
yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus,
paling sering berisi omentum, bisa juga berisi usus halus atau usus besar,
akibat peninggian tekanan intraabdomen.
4. Hernia ventralis ( Insisional)
Hernia insisional merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka
operasi yang baru maupun lama.Sekitar 10% luka operasi abdomen
menimbulkan hernia insisional. Hal yang mempengaruhi terjadinya hernia
insisional adalah luka infeksi, teknik penutupan luka operasi yang kurang
baik, jenis insisi, obesitas, peninggian tekanan intraabdomen seperti pada
asites, distensi usus pasca bedah atau batuk karena kelainan paru dan
lubang fasia akibat trokar pada laparoskopi yang tidak terjahit.
b. Klarifikasi Hernia menurut sifatnya:
1. HerniaReponible
Hernia disebut hernia reponible apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus
keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau
bila didorong masuk perut.
2. HerniaIreponible
Hernia ireponible adalah bila isi kantong hernia tidak bisa direposisi kembali
ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong
terhadap peritoneum kantong hernia.
3. HerniaStrangulata
Hernia disebut hernia inkaserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi.

3.Etiologi Hernia

Hernia Inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau didapat. Hernia dapat
dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan perempuan. Beberapa
faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di annulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu (De Jong & Sjamsuhidajat,
2010).

4.Patofisiologi Hernia

Hernia Inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Beberapa faktor
penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia. Beberpa faktor yang berperan dan menyebabkan
hernia adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut
dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Umumnya disimpulkan bahwa prosesus vaginalis
paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti annulus
inguinalis yang cukup besar, tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti batuk
kronik, hipertrofi. prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia inguinalis. Hernia inguinalis
lateralis akan keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus kemudian masuk
kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang menonjol keluar dari annulus inguinalis eksternus.
Pada hernia inguinalis medialis atau hernia direk hampir disebabkan karena peningkatan tekanan
intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Dasar segitiga Hesselbach
dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis otot tranversus abdominis
yang kadang tidak sempurna sehingga daerah ini berpotesi melemah (De Jong & Sjamsuhidajat
2010).

Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) peningkatan tekanan intra abdominal terjadi
karena mengangkat benda berat, mengejan saat defekasi dan mengejan pada saat miksi, menjadi
akibat dari hipertrofi prostat. Hernia bisa terjadi karena hasil dari adanya difek lubang dan kelainan
congenital. Hernia bisa juga terjadi karena kegagalan penurunan procesus vaginalis (kantong hernia)
dan karena kelemahan otot pada dinding abdomen.

5.Menifestasi Klinis Hernia

Menurut De Jong & Sjamsuhidajat (2010) manifestasi hernia yang ditemui antara lain:

a. Pada hernia inguinalis lateralis, keluhan pada orang dewasa berupa


benjolan dilipat paha yang timbul pada saat mengedan, batuk, atau mengangkat beban
berat dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak biasanya benjolan
diketahui oleh orang tuanya dan apabila hernia mengganggu, anak atau bayi sering gelisah,
banyak menangis, dan kadang perut kembung.
b. Pada hernia femoralis, keluhan biasanya berupa benjolan dilipat paha yang muncul terutama
pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen, seperti
mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring.
c. Pada hernia umbilikalis, penonjolan mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin
umbilikus paling sering berisi omentum, bisa juga berisi usus halus atau besar, akibat
peningkatan tekanan intraabdomen.

Menurut Grace & Borley (2007) manifestasi pada hernia insisional, biasanya tonjolan
berleher-leher, sulit dikontrol oleh tekanan dan diperjelas dengan menegangkan rectum. Hernia
insisional yang besar dan kronis dapat berisi sejumlah besar usus halus dan dapat irreducible
atau tidak dapat diperbaiki. Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), manifestasi klinis
pada Hernia Reponible yaitu, pasien merasa tidak enak disalah satu lokasi abdomen, ada
penonjolan di salah satu lokasi abdomen, misalnya inguinal, femoralis, dan lain-lain. Terkadang
pasien mengeluh perut kembung dan apabila terjadi perlekatan pada kantung hernia dan isi
hernia maka tidak dapat dimasukkan lagi.
6.Pemeriksaan Fisik

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia:

a. Inspeksi
Pada saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis yang muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus dengan cara menggesek dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi
umumnya tanda ini sukar ditentukan. Pada inspeksi, pasien diminta mengedan atau
batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Perhatikan keadaan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).
b. Palpasi
Kalau kantong hernia berisi organ, bergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba
usus, omentum, atau ovarium. Dengan jari telunjuk, atau jari kelingking pada pasien
anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Jika hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus
eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti
hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian bagian sisi jari yang menyentuhnya,
berarti hernia inguinalis medialis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).

7. Pemeriksaan Diagnostik

a.Pemeriksaan darah lengkap


b. Pemeriksaan urine
c. Sinar X abdomen menunjukan abnormalnya kadar darah dalam usus/obtruksi
urine
d. USG (Ultrasonografi)
(De Jong & Sjamsuhidajat, 2010)

8. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia :


a. Obtruksi usus
b. Pada hernia ireponible, isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia
apabila isi hernia terlalu besar. Isi hernia dapat juga tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia inkarserata (hernia ireponible yang disertai gangguan pasase) yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).
c. Hernia berulang
d. Hematoma

9. Penatalaksanaan

Menurut De Jong & Sjamsuhidajat(2010), penatalaksanaan hernia terdiri dari pengobatan


konservatif, pengobatan operatif seperti herniotomi dan hernioplasti. Pada pengobatan konservatif,
terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulate, kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Jika reposisi hernia tidak
berhasil, operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam. Pemakaian bantalan penyangga
hanya bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan
sehingga harus dipakai seumur hidup.

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.


Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas
herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi.
Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan


memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti, seperti
memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan otot transversa, dan menjahitkan pertemuan otot
transversus internus abdominis dan otot oblikus internus abdominis, yang dikenal dengan nama
contjoin tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut metode bassini.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa dilaporkan
berkisar 0,6-3%. Pada hernia inguinalis lateralis, penyebab residif yang paling sering ialah penutupan
annulus inguinalis internus yang tidak memadai, karena diseksi kantong yang kurang memadai. Pada
hernia inguinalis medialis umumnya disebabkan karena regangan yang berlebihan pada jahitan
plastik atau akibat relaxing incision pada sarung rektus (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010). Hampir
semua pembedahan menyebabkan rasa nyeri. Nyeri yang paling lazim adalah nyeri insisi. Nyeri
terjadi akibat luka, penarikan, dan manipulasi jaringan serta organ (Baradero, 2009).

10. Penatalaksanaan post Operasi Herniotomi

Menurut Ignatavicius dan Workman (2013) pasien yang baru saja menjalani operasi
herniotomi dan baru saja keluar dari ruang operasi, harus beristirahat selama beberapa hari sebelum
kembali bekerja. Beritahu pasien untuk mengobservasi luka operasi apabila ada kemerahan,
pembengkakan, rasa panas, kering, dan nyeri yang meningkat pada luka untuk segera melaporkan
pada perawat. Ingatkan pasien bahwa rasa sakit dan ketidaknyamanan adalah nyeri akut yang biasa
muncul setelah tindakan operasi herniotomi.

Pasien post herniotomi harus menghindari batuk, untuk meningkatkan ekspansi paru, nafas
dalam dan ambulasi. Dokter mungkin menyarankan untuk meninggikan skrotum dan
mengaplikasikan kompres dingin pada skrotum untuk mencegah pembengkakan yang biasanya
menyebabkan nyeri. Peninggian skrotum dengan bantal yang empuk dapat membantu mencegah
dan mengontrol pembengkakan.

Segera setelah operasi herniotomi pasien mungkin mengalami kesulitan untuk defekasi. Beri
dorongan pada pasien wanita untuk mengambil posisi yang alami pada saat ingin mengosongkan isi
perut agar gravitasi mendorong defekasi dan miksi. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 mL per jam
harus dilaporkan pada perawat. Teknik untuk mendorong pengosongan dapat dilakukan dengan
konsumsi air putih. Cairan yang masuk kurang lebih 1500 sampai 2500 mL per hari untuk mencegah
dehidrasi dan untuk mempertahankan fungsi perkemihan. Apabila klien sulit untuk berkemih perlu
dilakukan kateterisasi .

Dokter biasanya mengizinkan pasien untuk kembali beraktivias setelah operasi, dengan
menghindari tegangan dan mengangkat beban berat selama 8 sampai 12 minggu karena jaringan
subkutan masih dalam proses pemulihan dan pengokohan. Berikan instruksi secara lisan dan tertulis
dari gejala seperti demam, kedinginan, luka drainase, kemerahan atau insisi yang lepas dan
peningkatan skala nyeri insisi. Ajarkan pasien untuk menjaga luka agar tetap kering dan bersihkan
luka dengan sabun antibakteri dan air.

B. Proses Tindakan Heriatomi

Membuat sayatan miring dua jari diatas sias, kemudian Kanalis inguinalis dibuka,
memisahkan funikulus, dan kantong hernia dilepaskan dari dalam tali sperma, dilakukan duplikasi
(pembuatan kantong hernia), kemudian isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

C. Persiapan Alat
1. Alat tidak steril
a. Meja opersai
b. Mesin cuter
c. Lampu
d. Tempat sampah medis
e. Tempat sampah baju, duk operasi
f. Mesin anastesi
g. Tiang infuse
2. Bahan Medis Habis Pakai
a. Kassa steril 100
b. Betadin 1
c. Alkohol 1
d. Polisorb no. 1 1
e. Plain no 2/0 1
f. Surgipro no 2/0 1
g. Handscoen 4
h. Set infus 1
3. Set yang dipakai (instrument yang digunakan)
a. Intrument steril ( set dasar )
1). Mess 24 1
2). Scapel mess 4 1
3). Pinset anatomi 2
4). Pinset cirurgis 2
5). Gunting Jaringan 2
6). Needle Holder 3
7). Gunting benang 1
8). Hemostatic Forcep Kelly 6
9). Hemostatic Forcep Kocher 6
10). Hemostatic Forcep Rochester-Pean 9
11). Sponge Holding Forcep 2
12). Pengait Langenbeck 2

D. Pelaksanaan Asisten Atau Intrument

1. Disinfeksi daerah operasi


2. Alkohol, klem panjang, betadin, kom 2 buah
3. Penutupan area operasi (draping) Duk besar(2), duk lubang(1), duk sedang (2), duk klem 4
4. Insisi lokasi operasi
5. Skapel dan bisturi, pinset anatomis, kasa kering
6. Mengkater pembuluh darah Cutter, klem arteri
7. Mengedep perdarahan Kasa kering, klem arteri
8. Memisahkan jaringan Ohak dan hak kecil
9. Pengangkatan fasia
10. Koker dan klem
11. Pengangkatan kantong hernia Pinset sirurgis, pinset anatomi, klem, gunting
12. Mengikat kantong hernia dengan kas
13. Penjahitan bassinia gulung Kasa gulung
14. Side 2/0, neckholder, jarum dalam kecil, gunting
15. Heating peritoneum Cooker, neckholder, jarum, plan (2/0), gunting, klem arteri, kasa
16. Heating otot Cooker, neckholder, jarum, plan (2/0), gunting, klem arteri, kasa
17. Heating fasia Cooker, neckholder, jarum, polysorb, gunting, klem arteri. Kasa
18. Heating subcutis Cooker, neckholder, jarum, plan (2/0), gunting, klem, kasa
19. Heting kulit Cooker, neckholder, jarum, cide (2/0). Gunting, klem, kasa
20. Disinfeksi araea jahitan Betadine, kasa, kom
21. Penutupan area operasi Kasa kering 2, kasa+betadine 2, hepafix
22. Merapihkan alat dan melepas duk
23. Memindahkan pasien Duk sedang, bed
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Operasi herniotomi adalah prosedur operasi untuk mengatasi hernia. Operasi ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya hernia inkarserata dan strangulasi di kemudian hari. Pada operasi
herniotomi, organ yang menonjol keluar didorong agar kembali ke tempatnya. Jaringan otot yang
lemah juga akan ditambal dan diperkuat. Dengan penambalan, dinding otot dapat menahan organ
dalam tubuh dengan lebih baik sehingga risiko hernia untuk kambuh berkurang.

B. Saran

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. besar harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, R. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.91

Anita Damayanti, E. K., H. Ismail. (2014). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Kebutuhan Tidur Pasien yang Dirawat di Ruang Baji Kamase RSUD Labuang Baji Makassar. 5.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
Jakarta: Salemba Medika.

Craven, R., & Hirnle, C. (2013). Fundamentals Of Nursing : Human Health and Function.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem


Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Friska M. Muhammad, L. K., Iddo Posangi. (2015). Perbandingan Nyeri yang Terjadi 24 Jam
Pasca Operasi Pada Penderita yang Diberikan Anestesia Umum dan Anestesia Spinal

Herdman, H., & Kamitsuri, S. (2015). Nanda International Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Hermawan, & Rahayuningsih. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai