Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERADABAN MASA DINASTI FATIMIYAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Dr. Ibi Satibi, S.H.I., M.Si

Disusun oleh :

Nabila Auliani (22108040018)

Zakaria Iqbal (22108040039)

Fitriyana (22108040040)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Peradaban Masa Dinasti Fatimiyah” ini. Tujuan penulis menulis dan
menyusun makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Peradaban
Islam dari Bapak Ibi Satibi.
Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ibi Satibi, S.H.I., M.Si. selaku dosen pengampu
mata kuliah ini.
2. Selaku teman-teman penulis yang telah membantu dalam
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
Dalam menulis makalah ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan, baik dalam penyusunan, isi, tata bahasa, dan juga lainnya. Oleh
karena itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi dari
sebelumnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan juga wawasan baru bagi para pembaca.

Yogyakarta, 30 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah.........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Sejarah Dinasti Fatimiyah.........................................................................2
2.1.1 Pembentukan Dinasti Fatimiyah........................................................2
2.1.2 Khalifah yang Berkuasa Pada Dinasti Fatimiyyah............................3
2.1.3 Sistem Pemerintahan dan Administrasi..............................................5
2.1.4 Perkembangan Dinasti Fatimiyah......................................................7
2.2 Masa Kejayaan Disnati Fatimiyah............................................................8
2.2.1 Bidang Politik dan Pemerintahan.......................................................8
2.2.2 Pemikiran dan Filsafat.......................................................................9
2.2.3 Keilmuan dan kesusastraan..............................................................10
2.2.4 Ekonomi dan Perdagangan...............................................................10
2.2.5 Sosial Kemasyarakatan....................................................................12
2.2.6 Pemahaman Agama..........................................................................12
2.3 Kemunduran dan keruntuhan Dinasti Fatimyyah....................................13
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................19
3.2 Saran........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dinasti Fatimiyah berdiri karena terdapat kekecewaan yang
terjadi pada kaum Syiah terhadap pemerintahan Abbasiyah. Para
penguasa Dinasti Abbasiyah tidak menginginkan adanya kekuatan
lain dalam pemerintahannya. Oleh sebab itu, muncullah upaya-upaya
untuk menyingkirkan kekuatan lain, kekuatan tersebut salah satunya
adalah kaun Syiah yang pada awalnya menjadi pendukung utama
Dinasti Abbasiyah. Hal tersebut tentu membuat kaum Syiah kecewa
dan merasa mendapat penghianatan dari kaum Dinasti Abbasiyah.
Dasri kejadian tersebut, maka kaum Syiah berusaha mendirikan
sebuah negara yang nantinya akan menjadi pesaing terberat untuk
Dinasti Abbasiyah.

Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu Dinasti Syi’ah


dalam sejarah Islam. Dinasti Fatimiyah berdiri di Tunisia pada tahun
909 M yang didirikan oleh Sa’id bin Husain. Dinasti ini mengalami
masa kejayaan pada masa kekuasaan Al-Aziz. Perkembangan paling
pesat ditandai dengan didirikannya Masjid Al-Azhar yang
difungsikan untuk pusat kajian islam dan ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana awal mula berdirinya Dinasti Fatimiyah?
2. Bagaimana masa kejayaan pada Dinasti Fatimiyah?
3. Bagaimana kemunduran pada Dinasti Fatimiyah?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui apa itu Dinasti Fatimiyah, awal mula Dinasti
Fatimiyah serta khalifah pada Dinasti Fatimiyah.
2. Untuk mengetahui bagaimana masa kejayaan pada Dinasti
Fatimiyah.
3. Untuk mengetahui alasan kemunduran pada Dinasti Fatimiyah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Dinasti Fatimiyah

2.1.1 Pembentukan Dinasti Fatimiyah


Dinasti Fathimiyyah didirikan pada tahun 297 H/910 M dan
berakhir pada tahun 567 H/171 M yang pada awalnya hanya
merupakan gerakan keagamaan yang berada di Afrika Utara yang
selanjutnya pindah ke mesir.1 Pada tahun 909 M, di Tunisia, Said
bin Husein yang memiliki laqob Ubaidaullah al-Mahdi Billah
memproklamirkan diri sebagai khalifah Dinasti Fatimiyyah.
Ubaidaullah al-Mahdi Billah.2 Dengan demikian, berdirilah
pemerintahan dinasti Fatimiyyah pertama di Afrika dan al-Mahdi
menjadi khalifah pertama. Nama Fatimiyyah pada dinasti ini
berasal dari Nama Fatimah al-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW,
yang menjadi istri Ali bin Abi thalib. Ubaidaullah al-Mahdi Billah
menuntut seluruh pengikutnya untuk taat kepadanya karena dirinya
mengklaim sebagai imam dalam sekte syiah ismailiyah yang masih
memiliki hubungan darah dengan Rasulullah SAW melalui Ismail,
putra Ja’far al-Sadiq. Namun, masalah nasab keturunan Fathimiyah
ini masih dan terus menjadi perdebatan antara para sejarawan. Dari
dulu hingga saat ini para sejarawan belum menyepakati untuk
masalah nasab keturunan ini. Hal itu dikarenakan, pergolakan
politik dan mazhab yang sangat kuat sejak Rasulullah SAW telah
wafat dan adanya rasa takut dan enggan pada keturunan
Fathimiyyah untuk mengiklankan nasab mereka, karena merasa
takut kepada penguasa, dan didukung oleh disembunyikannya
nama-nama para pemimpin sejak Muhammad ibn Islamil hingga
Ubaidillah Al-Mahdi.
1
Fuji Rahmadi, Dinasti Fathimiyah di Mesir Analisa Pertumbuhan, Perkembangan, dan
Pengaruhnya, 2017, Vol II, 425-231
2
Rofiqoh, Maulidatur. "Dinasti Fatimiyyah: Sejarah dan Perkembangan Peradaban Islam
Di Mesir." COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 1.9 (2022): 565-
576.
Ubaidillah Al-Mahdi berpindah dari Suria ke Afrika Utara
untuk mencari dukungan dan melakukan propaganda, kemudian Ian
berhasil melaksanakan misinya karena telah memperoleh dukungan
dari suku barbar kitama karena pidato nya. Dengan didapatkanya
dukungan dari suku barbar ini, Ubaidillah Al-Mahdi telah
menumbangkan gubernur Aghlabiyah di Afrika, Rustamiyah
Kharaij di Thart dan Idrisiyah Fez dijadikan bawahan.

Kekuasaan Dinasti Fatimiyyah berlangsung selama 262


tahun (296-567 H/909-1171 M). Wilayah kekuasaan Fatimiyah
mencakup Tunisia, Libya, dan al-Jazair. Ubaidillah Al-Mahdi dan
para penganutnya menyebarluaskan ajaran syiah Ismailiyah dan
menjadikan ajaran ini menjadi ajaran yang resmi dalam
kenegaraan. Pada awalnya, syi’ah Ismailiyah tidak
menyebarluaskan ajarannya secara jelas, tetapi secara sembunyi-
sembunyi, kemudian barulah pada masa Abdullah ibn Maimun
yang mentransformasikan sebuah gerakan keagamaan yang
bertujuan menegakkan kekuasaan Fathimiyah. Gerakan sembunyi-
sembunyi itu mereka lakukan dengan mengirimkan misonaris ke
segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran syi’ah
ismailiyah. Kegiatan inilah yang melatarbelakangi berdirinya
dinasti Fathimiyah ini.

2.1.2 Khalifah yang Berkuasa Pada Dinasti Fatimiyyah


Dinasti Fatimiyyah adalah Dinasti Syiah yang dipimpin oleh
14 khalifah atau imam di Maghrib dan Mesir tahun 909-1171,
kekuasaan dinasti ini kurang lebih berlangsung selama 262 tahun.
Para khalifah yang pernah berkuasa pada masa dinasti fatimiyyah
adalah sebagai berikut :

1. ‘Ubaidillah al-Mahdi (909-924 M)


2. Al-Qa’im (924-946 M)
3. Al-Mansur (946-953 M)
4. Al-Mu’izz (953-975 M)
5. Al-“Aziz (975-996 M)
6. Al-Hakim (996-1021 M)
7. Az-Zahir (1021-1036 M)
8. Al-Mustansir (1036-1094 M)
9. Al-Musta’li (1094-1101 M)
10. Al-Amir (1101-1131 M)
11. Al-Hafiz (1131-1149 M)
12. Az-Zafir (1149-1154 M)
13. Al-Faiz (1154-1160 M)
14. Al-Adid (1160-1171 M)

Kepemimpinan beberapa khalifah tersebut mengalami


kemajuan dari periode pertama hingga periode ketujuah, dan dari
periode ketujuh (akhir) hingga ke empat belas kepemimpinannya
telah mengalami kemunduran.

Syi’ah Ismailiyah mulai memperlihatkan kekuatannya setalah


pemerintahannya dijabat oleh Sa’id ibn Husain Al-Ismailiyah yang
menggantikan Abdullah al-Husein. Dibawah kekuasannya tersebut,
Syi’ah Ismailiyah berhasil menaklukkan Tunisia sebagai puasat
kekuasaan daulah Aghlabiyah pada tahun 909 M. Kemudian , Sa’id
memproklamasikan dirinya menjadi imam Syi’ah Ismailiyah
dengan gelar Ubaidillah Al-Mahdi.

Ubaidillah Al-Mahdi adalah khalifah pertama daulah


Fatimiyyah yang memerintah selama kurang lebih 25 tahun (904-
934 M). Selama kepemimpinan ini, Al-Mahdi memperluas
kekuasaannya ke seluruh Afrika, meliputi Maroko, mesir, Multa,
Alexandria, Sardania, Corsica, dan Balerick. Di Afrika Utara
kekuasaan Al-Mahdi menjadi semakin membesar, yang mana pada
tahun 909 M dapat menguasai dinasti Rustamiyah dan Tahert serta
menyerang Bani Idris di Maroko. Kegiatan mereka yang paling
utama adalah mengambil kepercayaan umat Islam bahwa mereka
adalah keturunan Fatimah binti Rasulullah dan istri Ali bin Abi
Thalib.

2.1.3 Sistem Pemerintahan dan Administrasi


1. Ideologi Dinasti Fatimiyyah
Setelah mereka meresmikan diri sebagai dinasti baru, dinasti
fatimiyah memulai kegiatannya dan mereka memeluk
keyakinan ajaran Muslim bahwa mereka adalah keturunan dari
Fatimmah az-Zahra sebagai putri Rasulullah sekaligus istri Ali
bin Abi Thalib. Dinasti Fatimiyyah mengaku dirinya sebagai
pemimpin islam yang sebenarnya. Dinasti Fatimiyah
melambangkan Abbasiyah, Bizantium, otoritas filosofis dan
politik Ismail. Pemikiran mengenai imamah merupakan
pemikiran dasar mengenai sistem pemerintahan dalam dinasti
Fatimiyyah. Imamah merupakan rukun agama dan kaidah
Islam. Menurut keyakinan Syi’ah, seseorang yang tidak
mempunyai imam, maka dia sesat dan orang yang mati dalam
kondisi ini termasuk kategori kafir dan nifaq.
Imamah adalah doktrin yang menekankan bahwa anggota
tertentu dari garis keturunan Nabi Muhammad berasal dari
Tuhan sebagai pemimpin spiritual dan politik dan pemandu
umat islam setelah kematian Nabi Muhammad SAW. 3Imamah
dinggap tidak sah kecuali dengan Nash, yaitu berupa penetapan
atau wasiat. Dengan begitu, diartikan bahwa kepemimpinan
para khalifah Nabi berlangsung sejak Nabi Muhammad
menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai imam di Ghadir Khum.
Apabila seorang imam keluar dari kaidah ini, maka akan terjadi
perpecahan aliran dan politik yang dapat membuat goyah sendi-
sendi negara.

2. Kementrian
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Imamah, diakses pada tanggal 02 April 2023 pada pukul
09.35
Dinasti Fatimiyah tidak menggunakan istilah al-
Wizaroh (kementrian) sebagai nama untuk tugas-tugas
menteri kecuali pada masa al-Aziz Billah (975 M-996
M/365 H-386 H). Tetapi, sebelumnya dinasti inii
menggunakan kata al-Wasit dan al-Wisatah (perantara atau
penengah) sesuai dengan makna katanya.
Fatimiyyah membagi kementrian menjadi dua
kelompok. Pertama, kelompok pada bidang militer yang
memiliki tugas pada urusan tentara, perang, pengawal rumah
tangga khaligah dan semua permasalahan mengenai
keamanan. Kelompok ini terdiri atas tiga jabatan pokok : (1)
Para Amir (al-Umara al-Kibar), yang terdiri atas para
perwira tertinggi dan para pengawal khalifah; (2) para
perwira istana (Umara’ al Qaddab); (3) Para amir dibawah
a;l-Umara al-Kibar dan Umara’ al-Qaddhab. Kelompok ini
memiliki tingkatan yang berbeda, seperti al-Hafizah, al-
Amiriyah, al-Waziriyah, al-Juyushiyah, dan al-Rukkabiyah.
Kedua, kelompom sipil, yaitu Qadu al-Qudat, juru tulis,
bendaharawan negara, para pegawai kantor dan diwan, da’i
al-du’at yang memimpin Dar al-Hikmah, Inspektur pasar (al-
Muhtasib), dll.
Untuk menjadi seorang menteri diberikan bebarapa
syarat yang harus dipenuhi yaitu memiliki kemampuan
menulis dan mumpuni serta tulus dalam memperjuangkan
ideologi negara. Pada masa al-Aziz, semua posisi diberbagai
bidang politik, agama, dan militer dijabat oleh kaum syiah.
Karena hal tersebut, beberapa pejabat Sunni Fatimiyah
beralih ke Syiah untuk meningkatkan status mereka.4

4
Rofiqoh, Maulidatur. "Dinasti Fatimiyyah: Sejarah dan Perkembangan Peradaban Islam
Di Mesir." COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 1.9 (2022): hlm
565-576.
2.1.4 Perkembangan Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah mengalami masa kejayaan pada
masa pemerintahan Abu Tamin Ma’abu Daud yang memiliki
gelar Al-Mu’iz (953-997) dimana Ia berhadil menaklukkan
Mesir dan memindahkan kekuasaan pemerintah ke Mesir.
Pada masa ini banyak bangunan fisik seperti Masjid, Rumah
Sakit, penginapan, jalan utama yang dilengkapi lampu-lampu
dan pusat pembelanjaan, hal ini membuat rakyat hidup
dengan makmur dan sejahtera.
Terdapat tiga hal yang dapat disoroti mengenai
kemajuan dan perkembangan yang terjadi pada masa Dinasti
Fathimiyah, yaitu :
1. Penyebaran paham syi’ah
Agama yang disebarkan oleh Fathimiyah adalah ajaran
agama Islam, menurut paham Syi’ah Ismailiyah yang
telah ditetapkan sebagai mazhab negara. Oleh sebab itu,
daulah Fathimiyah sangat gencar dalam
menyebarluaskan paham syi’ah Ismailiyah dan telah
berhasil mendapatkan pengikut yang sangat banyak
sehingga dinasti fathiiyah dipandang sebagai era
kebangkitan dan kemajuan mazhab Ismailiyah.
2. Manajemen Administrasi Pemerintahan
Pada masa dinasti Fathimiyah dalam bidang
administrasi pemerintahan tidak mengalami banyak
perubahan. Sistem administrasi yang dikembangkan oleh
Khalifah Abbasiyah masih terus dipraktekkan. Khalifah
dianggap sebagai seseorang yang menjabat sebagai
kepala negara baik dalam urusan keduniaan maupun
urusan spiritual. Khalifah memiliki wewenang untuk
mengangkat dan memberhentikan jabatan yang berada
dibawahnya. Gelar yang disandang para khalifah di masa
pemerintahan Abbasiyah masih terus digunakan dan
disandang oleh para khalifah Fathimiyah seperti Mu’iz
dinillah, Al-Aziz billah, Al-Hakim anrullah, dan
sebagainya.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dinasti Fathimiyah merupakan dinasti yang
memperhatikan ilmu pengetahuan. Pada dinasti ini telah
membangun Masjid Al-Azhar yang pada akhirnya
didalam masjid tersebut diselenggarakan kegiatan-
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga
dapat berdirinya Universitas Al-Azhar yang menjadi
salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan oleh
ulama sunni.5

2.2 Masa Kejayaan Disnati Fatimiyah


Dinasti Fatimiyyah sangat penting dalam perradaban islam,
sumbangan Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban islam sangatlah besar,
baik dalam bidang keilmuan maupun pemerintahan. Masa keemasan
Dinasti Fatimiyah dimulai pada masa al-Muiz dan memuncak pada masa
al-Aziz. Kemajuan yang dicapai Dinasti Fatimiyyah pada masa khalifah
al-Aziz di antaranya :

2.2.1 Bidang Politik dan Pemerintahan


Pada Dinasti Fatimiyyah sistem politik yang berlaku
dianggap berbeda, karena menggunakan pola baru yaitu,
pengangkatan dan pemecatan pejabat tinggi berada dibawah
kekuasaan khalifah. Dinasti Fatimiyyah membagi dua
kelompok mentri yaitu kemompok militer dan kelompok
sipil. Yang dibidangi oleh kelompok militer di antaranya:
urusan tentara perang, pengawal rumah tangga khalifah dan
semua permasalahan yang menyangkut keamanan dan yang
termasuk kelompok sipil di antaranya:
1. Qadi’ yang berfungsi sebagai hakim dan direktur
percetakan uang
5
Fuji Rahmadi, Dinasti Fathimiyah di Mesir Analisa Pertumbuhan, Perkembangan, dan
Pengaruhnya, 2017, Vol II, 425-231
2. Ketua dakwah, yang memimpin Darul Hikam (bidang
keilmuan)
3. Inspektur pasar, yang membidangi bazar, jalan dan
pengawasan timbangan dan ukuran
4. Bendaharawan negara, yaitu membidangi baitul mal
5. Wakil kepala urusan rumah tangga khalifah
6. Qori’ yang membacakan Al-Quran bagi khalifah kapan
saja dibutuhkan6

Sedangkan ketentaraan pada masa ini dibagi tiga


kelompok. Pertama, amir-amir yang terdiri dari pejabat-
pejabat tinggi serta pengawal khalifah. Kedua, para officer of
the guard (pegawai biasa termasuk ilmuan). Ketiga, berbagai
resimen yang bertugas sebagai hafidzah, sudaniyah, dan
sebagainya.7

2.2.2 Pemikiran dan Filsafat


Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang menganut
paham atau ajaran Syi’ah. Dalam menyebarkan ke-Syi’ah-
annya, Dinasti Fatimiyah banyak menggunakan filsafat
Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat
Plato, Aristoteles, dan ahli filsuf lainnya.8
Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal pada
masa Dinasti Fatimiyah adalah ikhwanu sofa. Kelompok ini
lebih condong kepada Syi’ah Isma’iliyah dan
mengembangkan pemikiran-pemikiran yang berhubungan
dengan ilmu agama, pengembangan syariahdan filsafat
6
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 115.
7
Zainal Arifin, Dinasti Fatimiah di Mesir (Studi tentang Perkembangan, Kemajuan dan
Kemundurannya), no. 20 (Juli, 2008), hlm. 11-12.
8
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Kairo: Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr, t.th.), h. 188; dikutip
dalam Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-
akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm.
116.
Yunani. Tokoh Filsuf yang muncul pada masa Dinasti
Fatimiyah diantaranya: Abu Hatim ar-Rozi, Abu Abdillah
an-Nasafi, Abu Ya’kub as-Sajazi, dan lainnya.

2.2.3 Keilmuan dan kesusastraan


Seorang ilmuan yang paling terkenal pada masa
Fatimiyah adalah Yakub ibnu Killis. Ia berhasil membangun
akademi-akademi keilmuan yang menghabiskan ribuan dinar
perbulannya. Pada masanya ia berhasil membesarkan seorang
ahli fisika bernama Muhammad at-Tamimi, ahli sejarah
bernama Muhammad ibnu Yusuf alKindi, seorang ahli sastra
adalah al-Aziz yang berhasil membangun masjid al-Azhar
yang nantinya berfungsi sebagai universitas, dan dari situ
disebarkan pula para dai ke luar Mesir.9
Kemajuan keilmuan yang paling fundamenetal pada masa
ini adalah keberhasilannya membangun sebuah lembaga
keilmuan yang disebut Darul Hikam atau Darul Ilmi yang
dibangun oleh al-Hakim pada 1005 M. Bangunan ini
dibangun khusus untuk propoganda doktrin ke-Syi’ah-an.
Pada masa ini al-Hakim mengeluarkan dana 257 dinar untuk
menggandakan manuskrip dan perbaikan bukubuku.
Kurikulum yang dikembangkan pada masa ini lebih banyak
pada masalah keislaman, astronomi dan kedokteran. Pada
masa al-Mustansir, terdapat perpustakaan yang di dalamnya
berisi 200.000 buku dan 2400 illuminated Al-Qur’an.

2.2.4 Ekonomi dan Perdagangan


Pada masa Dinasti Fatimiyah, ekonomi mesir
mengakamu kemakmuran yang dapat mengungguli Irak dan
daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang Dinasti Fatimiyah
dengan non-Islam dilakukan dengan baik termasuk dengan
india dan negeri-negeri Medeterania yang beragama kristen.

9
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I; Jakarta: Logos, 1997), hlm. 117
Pada suatu festival, khalifah al-Mustanshir keliatan
sangat cerah dan berpakaian indah. Istana khalifah yang
dihuni 30.000 orang terdiri 12000 pelayan dan pengawal dan
10000 orang pengurus kuda.10 Juga masjid-masjid, perguruan
tinggi, rumah sakit dan pemondokan khalifah yang berukuran
sangat besar yang menghiasi kota Kairo Baru. Pemandian
umum yang dibangun dengan baik terlihat sangat banyak di
setiap tempat di kota itu. Pasar yang mempunyai 20.000 toko
luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari
seluruh dunia. Keadaan ini menunjukkan sisi kemakmuran
yang begitu berlimpah dan kemajuan ekonomi yang begitu
hebat pada masa Dinasti Fatimiyah. Walaupun Dinasti
Fatimiyah ini bersungguh-sungguh dalam men-Syi’ah-kan
orang Mesir, tapi mereka tidak melakukan pemaksaan kepada
orang Sunni untuk mengikuti aliran Syi’ah, itulah salah satu
kebijakan pemerintahan yang dilakukan Dinasti Fatimiyah
yang imbasnya sangat besar terhadap kemakmuran dan
kehidupan sosial yang aman dan tentram.
Di segi pertanian Dinasti Fatimiyah juga mengalami
peningkatan, keberhasilan pertanian di Mesir pada masa ini
bisa dikelompokkan kepada dua sektor:
1. Daerah pinggiran-pinggiran sungai Nil
2. Tempat-tempat yang telah ditentukan pemerintah
untuk dijadikan lahan peranian.

Dinasti Fatimiyah juga membagi waktu untuk bercocok


tanam dalam dua musim:

1. Musim dingin, (Bulan Desember sam-pai Bulan


Maret) dengan aliran-aliran dari selokan Sungai Nil,
pada musim ini mereka biasa menanam gandum,
kapas, dan pohon rami.
10
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, History of The Arabs, hlm. 798.
2. Musim panas, (Bulan April sampai Bulan Juli) karena
air Sungai Nil mulaisurut, maka mereka mengairi
sawah ladang dengan mengangkat air dengan alat.
Pada musim ini mereka menanam padi, tebu,
semangka, anggur, jeruk, dan lain-lain.11

2.2.5 Sosial Kemasyarakatan


Pada waktu orang-orang Fatimiyah memasuki Mesir,
penduduk setempat ada yang beragama Kristen Qibty dan
Ahlu Sunnah. Mereka hidup dalam kedamaian, saling
menghormati antara satu dengan yang lain. Boleh dikatakan
tidak terjadi pertengkaran antara suku, maupun agama.
Masyarakatnya mempunyai sosialitas yang tinggi sesama
mereka.12

2.2.6 Pemahaman Agama


Sesuai dengan asal usul Dinasti Fatimiyah ini adalah
sebuah gerakan yang berasal dari sekte syi’ah Ismailiyah,
maka secara tidak lansung dinasti ini sebenarnya ingin
mengembangkan doktrin-doktrin syi’ah di tengah-tengah
masyarakat, namun dengan berbagai pertimbangan mereka
tidak terlalu memaksa pemahaman ini harus di ikuti oleh para
penduduk, mereka bebas beragama sesuai dengan apa yang
mereka yakini. Hal ini dilakukan supaya mereka selalu
mendapat dukungan dari rakyat demi berdirinya Dinasti
Fatimiyah di negeri para Nabi ini.13

2.3 Kemunduran dan keruntuhan Dinasti Fatimyyah


Setelah masa kejayaan Dinasti Fatimiyyah, terdapat kemunduran dan
tanda-tanda keruntuhan. Setelah khalifah Dinasti Fatimiyah yang ke-5
11
Munir Amin Samsul, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), hlm 254, 255,
265.
12
Adabiya, Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan
Perkembangannya, Volume 19 No. 2 Agustus 2017, hal 135
13
Ibid, hal 135
meninggal yaitu khalifah Al-Aziz Billah. Dengan tatanan pemerintahan pada
zaman dinasti yang masih bersifat turun-temurun. Menggantikan ayahnya
Al-Aziz, Abu Al-Mansur atau sering juga disebut dengan Al-Hakim menjadi
khalifah yang ke-6. Pada saat memimpin ia baru berusia 11 tahun. Orang-
orang yang dekat dengan ayahnya menjadi mentornya dalam memimpin
kerajaan. Namun karena mentornya tersebut ikut campur dalam
pemerintahanya ia lalu membunuhnya. Dan Al-Hakim pun bebas
menentukan kebijakan dalam menjalankan pemerintahan kerajaannya. Gelar
al-Hakim biamrillah yang mempunyai arti memerintah dengan perintah
Allah. Al-Hakim juga mengaku memiliki kemampuan untuk mengatur alam
semesta dengan kemampuan rububiah yang diakui olehnya. Tingkah laku
Al-Hakim tersebut membuat sebagian rakyatnya tidak tahan akan
kezalimannya.

Al-Hakim memiliki kepribadian gandayang tampak pada perkataan,


perbuatan, dan kebijakan yang ia tetapkan. Ia memerintahkan rakyatnya
untuk bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Tahun 1005 M, ia
memerintahkan pemasangan –yang zaman sekarang kita sebut- poster dan
baliho di area publik yang isinya menyerukan masyarakat untuk memusuhi
Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah karena menolak Ali sebagai
pemimpin setelah Rasulullah ‫ ﷺ‬wafat. Pada tahun 1010 M, ia
mengganti kata “ash-shalatu khoriun minan naum” yang menurutnya adalah
tradisi Sunni, menjadi “hayya ‘ala khoiril amal”14.

Kezalimannya tidak hanya menindas muslim Sunni saja, ia juga


melakukan hal yang tidak kalah jahat terhadap ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani). Ia memaksa umat Kristen dan Yahudi mengenakan jubah hitam
dan hanya diperbolehkan menunggangi keledai sebagai kendaraan. Ia
memberikan maklumat untuk menghancurkan makam suci, yang diyakini
sebagai makam Yesus dalam keyakinan Nasrani. Tindakan ini merupakan
salah satu penyebab utama terjadinya Perang Salib.15
14
Dana, Nissim. 2003. The Druze in the Middle East: Their Faith, Leadership, Identity and
Status. Eastbourne: The Druze in the Middle East: Their Faith, Leadership, Identity and
Status
15
Hitti, Philip K. 2008. Terj: History of The Arabs. Jakarta: Serambi. Hal:92
Dalam masa pemerintahannya juga Al-Hakim juga dapat dikatakan
sebagai psikopat. Hal itu terjadi karena saat dia membangun sebuah
madrasah dan sekolah, lalu memerintahkan ahli fikih dan ulama mengajar di
sana. Setelah berada di sana, ia bunuh mereka semua, kemudian
menghancurkan madrasah, dan menjadikan puing-puingnya sebagai kuburan
mereka.

Ketika ia melihat orang-orang telah menaatinya dalam segala hal, ia


mulai menyeru rakyatnya untuk menyembahnya selain Allah Ta’ala.
Dakwah yang buruk dan keji ini berjalan dengan bantuan dua orang laki-laki
Persia: Muhammad bin Ismail ad-Druzi dan al-Hasan bin Haidarah al-
Farghani. Seruan sesat ini dimulai pada tahun 1017 M, dengan cara tertutup
terlebih dahulu. Ia mempersiapkan da’i-da’i Ismailiyah di sebuah madrasah
yang disebut Dar al-Hikmah. Setelah itu pemikiran ini disebarkan ke luar.
Apabila namanya disebut di mimbar, maka orang-orang yang mendengarnya
wajib berdiri sebagai bentuk pengagungan. Hal ini dilakukan di semua
wilayah kekuasaannya termasuk dua tanah haram, Mekah dan Madinah.
Untuk orang Mesir secara khusus –karena al-Hakim tinggal di sana- apabila
ia berdiri, maka mereka harus bersujud. Tidak peduli mereka menjumpai al-
Hakim di pasar atau tempat-tempat lainnya.16

Bagi Al-Hakim menghilangkan nyawa manusia bukanlah perbuatan


yang besar. Di bawah kepemimpinannya tersebut, rakyat mesir tidak dapat
tidur dengan nyenyak di negara mereka sendiri. tercactat bahwa Al-Hakim
telah membunuh180.000 orang17. Baik dari kalangan orang-orang
terdekatnya, dari kalangan pejabat maupun dari kalangan rakyat biasa.

Dengan sosok dan karakter yang sangat zalim ini, al-Hakim masih
memiliki sisi kebaikan. Ia mengharamkan khamr dan melarang wanita ber-
ikhtilath (campur-baur) dengan laki-laki di pasar. Tentu hal ini terkesan
aneh. Saat ia membiarkan kezaliman yang paling besar, yakni menggangkat
16
Sayid, Fuad Ayman. 1992. Al-Daulah al-Fathimiyah fi Misra Tafsirun Jadid. al-Dar al-
Masriah al-Lubnaniyah Hal: 112
17
Qishshatu al-Hakim Biamrillah oleh Raghib as-Sirjani
dirinya sebagai Tuhan selain Allah, bahkan ingin memindahkan ritual haji
ke Kairo.

Di tahun terakhir dalam hidupnya, al-Hakim terbiasa keluar,


menyendiri di malam hari. Pergi ke atas Gunung al-Mokattam di Kairo
menikmati indahnya malam di kota kuno itu. Mengetahui kebiasannya ini,
orang-orang yang sudah jengah dengan kezalimannya merencanakan
pembunuhannya. Di antara tokoh utama yang merencanakan pembunuhan
al-Hakim adalah Thalib bin Dawwas.

Thalib memerintahkan dua orang budaknya untuk mengintai al-


Hakim di malam hari. Di suatu malam, 27 Syawal 411 H bertepatan dengan
13 Febuari 1021, saat al-Hakim sedang menikmati indahnya bintang di
malam itu, dua orang budak segera mengeksekusinya. Mereka
menyembelihnya. Al-Hakim pun tewas.

Selama beberapa hari berikutnya, orang-orang mencarinya. Mereka


tidak tahu dimana ia berada dan bagaimana keadaannya. Kemudian
tersebarlah berita tentang kematiannya. Orang-orang pun bersuka cita
mendengar berita tersebut. Kematiannya adalah sebuah kabar gembira bagi
rakyatnya.

Sepeninggal Al-Hakim, anaknya Abu Al-Hasan Ali Adhahir (1021


M/411H-1035 M/427 H) menggantikan posisi ayahnya sebagai khalifah. Al-
Hasan naik tahta ketika masih berumur enam belas tahun. Sebagai seorang
yang cukup berbakat dan pintar berbicara ia berhasil menarik perhatian
kaum Dzmmi. Kepemimpinan Al-hasan tidak berlangsung lama karena
adanya kekurangan pasokan makanan yang dibebabkan oleh kegagalan
panen, yang berakibat pada kesehatannya sendiri. Al-Hasan kemudian jatuh
sakit dan meninggal dunia pada tahun 1035 M. Sepeninggal Abu Al-Hasan,
tahta kekhalifahan digantikan oleh Abu Tamim Ma‘ad Al-Musytansir (1035
M/427H-1094 M/487 H).

Pada 1083 M kekuasaannya Fathimiyah di Syiria mulai goyah.


Palestina selalu berontak dan kekuasaan Seljuk dari Timur pun mampu
menguasai Asia Barat. Provinsiprovinsi Fathimiyah yang di Afrika mulai
memboikot pembayaran pajak, ada yang menyatakan kemerdekaan atau
kembali bersatu dengan Abbasiyah. Pada 1052 M, suku Arab Bani Hilali
dan Sulaim bergerak ke Barat menguasai Tripoli dan Tumisia. Kemudian,
pada 1071 M sebagian besar daerah Sycilia dikuasai oleh bangsa
Normandia.

Pada 446-454 H, Mesir dilanda wabah penyakit, kemarau panjang


dan sungai Nil kering. Keadaan ini terulang kembali pada 459-464 H.
Dengan adanya kejadian ini telah menimbulkan kekacauan dan perang
saudara. Pada 462 H amir Makkah dan Madinah melepaskan diri dari
mazhab Ismailiyah dan Maroko menyatakan bebas dari kekuasaan
Fathimiyah. Di Yaman, nama khalifah tidak disebut-sebut lagi dalam
khotbah Jumat ini menandakan telah berkurangnya kekuasaan Fathimiyah di
Yaman.

Setelah Al-Mustansir meninggal, kekhalifahan diganti oleh


puteranya yang kedua bernama Abu Al-Qosim Ahmad Al-Musta‘li. Anak
yang pertama, Nizar melarikan diri ke Iskandariyah dan di sana
mengumandangkan diri sebagai khalifah dengan gelar Al-Mustafa li Din
Allah. Ketika Al-Musta‘li mengetahui kejadian ini Al-Afdhal yang
mengakat Al-Musta‘li membawa bala tentara untuk menangkap Nizar dan
memnjarakannya sampai meninggal.

Dengan kejadian ini rakyat terpecah menjadi dua. Yang pertama


kelompok Nizar dan kedua Musta‘li. Di luar Mesir, kaum Nizari Ismailiyah
asing sebagian berada di Syiria dan sebagiannya lagi di Pegunungan Persia
Barat di bawah pimpinan Hasan Assabah. Gerakan inilah yang kemudian
disebut Asasin berasal dari kata Hasyasyin “Paraganzais”. Kelompok ini
menentang pimpinan Fathimiyah pengikut Agakan, pemimpin kaum Khoja
di India. Pada masa Al-Musta‘li ini tentara Salib mulai bergerak menuju
pantai negeri Syam dan menguasai Antokia sampai Bait Al-Maqdish.
Setelah Al-Musta‘li wafat, ia digantikan anak Abu Ali AlMansur Al-Amir
berusia lima tahun (1101 M/495 H-1130 M/524 H). kemudian, Al-Amir
dibunuh kelompok Bathiniah. Al-Amir digantikan Abu Al-Maemun Abdu
Al-Majid Al-Hafiz (524-544 M). Al-Hafiz meninggal digantikan Abu
Mansur Ismail, anaknya berusia 17 tahun dengan gelar Al-Dhafir. Ia seorang
pemuda tampan dan lebih senang memikirkan para gadis dan nyanyian
daripada urusan militer dan politik. Sebenarnya dalam kekhalifahannya dia
hanyalah seorang boneka sebab kekuasaannya semuanya di bawah pengaruh
Wazir Abul Hasari bin Assalar. Pada tahun 1054 M, Al-Adhafir dibunuh
anaknya Abbas, kemudian digantikan anak laki-lakinya masih bayi bernama
Abul Qosim Isa bergelar Al-Faiz. Al-Faiz meninggal sebelum dewasa dan
digantikan sepupunya berusia Sembilan tahun bernama Abu Muhammad
Abdullah Al-Adhid. Belum lagi Al-Adhid memantapkan dirinya ke tahta
kerajaan, Raja Yerussalem menyerbu Mesir sampai ke pintu gerbang kota
Kairo. Perebutan kekuasaan terus terjadi sampai munculnya Salahuddin
yang menggantikan pamannya sebagai Wazir.18

Pada periode akhir Dinasti Fathimiyah persaingan memperebutkan


jabatan perdana menteri semakin luas. Orang-orang yang berambisi
mendudukinya tidak hanya berkonflik satu sama lain. Mereka juga meminta
bantuan penguasa negeri tetangga. Syawar, misalnya, menteri Fathimiyah
yang dilengserkan petinggi militer bernama Dhargam pada tahun 558 H,
meminta bantuan Nuruddin Mahmud, penguasa Damaskus untuk
membantunya merebut kembali kekuasaannya dari tangan Dhargam. Jika
berhasil, Syawar berjanji memberi Nuruddin sepertiga pendapatan pajak
Mesir. 19

Interfensi Nuruddin, orang Turkoman, dimanifestasikan dengan tiga


ekspedisi militer ke Mesir di bawah pimpinan Shirkuh dan
penganugerahannya sebuah kedudukan sebagai menteri tahun 564 H/1169
M. Saladin ditunjukkan untuk menggantikan pamannya setelah pamannya
meninggal dunia.20

18
Ajid , Perkembangan Peradaban di Kawasan . hlm. 119-121.
19
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah. hlm 566
20
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang,
hlm 283
Langkah pertama Salahuddin mengirim ekspedisi militer melawan
tentara Salib di Karak dan Subik, dan ia mendapat kemenangan. Rakyat
Mesir Syi‘ah maupun orang Turki dan Sunni sama-sama menganggap
sebagai pelindung mereka menghadapi tentara Salib di Syam. Al-Adhid,
khalifah Fathimiyah paling akhir meninggal dunia 10 Muharram 567
H/1171 M. Pada saat itulah Dinasti Fathimiyah hancur setelah berkuasa
sekitar 280 tahun lamanya, kemudian Salahuddin memegang kekhalifahan.
Dengan munculnya Salahuddin sebagai khalifah, sekte Ismailiyah telah
kehilangan pamornya. Sinkron dengan telah dijadikannya pahan
Ahlussunnah wal Jamaah sebagai dasar dalam kehidupan keagamaan, maka
berakhirlah kekuasaan Syi‘ah Ismailiyah, Dinasti Fathimiyah dari kawasan
Mesir.21

21
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan .hlm 122
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dinasti Fatimiyah berkuasa pada tahun 297-567 H/909-1171
M di Afrika Utara tepatnya di Mesir dan Syiria. Dinasti ini
dinamakan Dinasti Fatimiyah karena dianggap masih memiliki
garis keturunan Nabi Muhammad dari Ismail anak Ja’far..
Ideologi keagamaan yang berkembang diantara berkembangnya
empat madzhab fikih, Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambal. Selain
itu ada juga yang menganut faham Syi’ah dan Sunni. Kemajuan
Dinasti Fatimiyah meliputi berbagai bidang yaitu administrasi,
sosial, ekonomi, dan perdagangan, ilmu pengetahuan dan
kesustraan, politik, kebudayaan, arsitektur, seni, dan pemikiran
filsafat. Kemunduran Dinasti Fatimiyah disebabkan karena
beberapa faktor yaitu figur khalifah yang lemah, perebutan
kekuasaan di tingkat istana, konflik di dalam militer, keterlibatan
non-islam dalam mengisi pemerintahan. Kemudian, pada tahun
1171 M dengan meninggalnya khalifah al-Adhid dan di khutbah-
khutbah jum’at tidak disebut khalifah Fatimiyah melainkan
disebut nama khalifah Abbasiyah, maka dengan demikian hancur
kekuasaan khalifah Fatimiyah.22

3.2 Saran
Kami sadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak
terdapat salah baik dari penulisan maupun kata atau kalimat.
Kami mohon agar bapak Dr. Ibi Satibi, S.H.I., M.Si, teman-
teman dan pembaca sekalian agar bisa memberikan saran yang
membangun untuk kami agar kami bisa berkembang menjadi
lebih baik lagi. Sekian.

22
https://www.academia.edu/20089315/
Makalah_Sejarah_and_Peradaban_Dinasti_Fathimiyah diakses pada tanggal 02 April 2023
pada pukul 20.05
DAFTAR PUSTAKA

Rahmadi, Fuji, Dinasti Fathimiyah di Mesir Analisa Pertumbuhan,


Perkembangan, dan Pengaruhnya, 2017, Vol II.
Rofiqoh, Maulidatur. "Dinasti Fatimiyyah: Sejarah dan
Perkembangan Peradaban Islam Di Mesir." COMSERVA: Jurnal Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat 1.9 (2022).
https://id.wikipedia.org/wiki/Imamah, diakses pada tanggal 02 April
2023 pada pukul 09.35.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam:
Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
Arifin, Zainal, Dinasti Fatimiah di Mesir (Studi tentang
Perkembangan, Kemajuan dan Kemundurannya), no. 20 (Juli, 2008).
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam (Kairo: Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr,
t.th.), dikutip dalam Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat
Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I; Jakarta:
Logos, 1997).
Hitti, Philip K., History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs.
Samsul, Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah,
2009).
Adabiya, Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian
Pembentukan dan Perkembangannya, Volume 19 No. 2 Agustus 2017.
Ibid, hal 135
Dana, Nissim. 2003. The Druze in the Middle East: Their Faith,
Leadership, Identity and Status. Eastbourne.
Hitti, Philip K. 2008. Terj: History of The Arabs. Jakarta: Serambi.
Sayid, Fuad Ayman. 1992. Al-Daulah al-Fathimiyah fi Misra Tafsirun

Jadid. al-Dar al-Masriah al-Lubnaniyah.

Qishshatu al-Hakim Biamrillah oleh Raghib as-Sirjani.

Ajid , Perkembangan Peradaban di Kawasan.


Ibrahim, Qasim A.dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah.
Hassan, Ib rahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota
Kembang.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan .
https://www.academia.edu/20089315/
Makalah_Sejarah_and_Peradaban_Dinasti_Fathimiyah diakses pada tanggal
02 April 2023 pada pukul 20.05.

Anda mungkin juga menyukai