ASFIKAR
09320200072
MAKASSAR
2023
PRAKTIKUM PERENCANAAN TAMBANG TERBUKA
LABORATORIUM PERENCANAAN TAMBANG TERBUKA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
dasar. Surpac merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
membuat pemodelan geologi dan lain sebagainya (Dina, 2023).
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari praktikum ini yaitu mengetahui pembuatan block model dan
perhitungan sumberdaya menggunakan Surpac 6.6.2.
1.2.2 Tujuan
a. Mampu membuat dan memahami domain dan statistik dasar;
b. Mampu membuat dan memahami konsep variogram dan modelling
variogram.
1.3.1 Alat
a. Laptop;
b. Mouse;
c. Stop kontak;
d. Software Surpac 6.6.2;
e. Alat tulis menulis.
1.3.2 Bahan
a. Kertas HVS A4;
b. Tugas Pendahuluan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Hubungan antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan
bijih
Secara umum, penentuan volume deposit pada kawasan yang telah dilakukan
pemboran dapat dilakukan proses estimasi. Kadar dan atribut yang lain perlu
diperhatikan saat proses estimasi berlangsung. Keadaan geologi yang bervariasi
mengakibatkan estimasi sulit untuk dilakukan. Sehingga, perlu digunakan beberapa
jenis dari metode estimasi yang dirancang untuk tujuan yang berbeda-beda.
Estimasi sumberdaya membutuhkan pertimbangan detail sejumlah masalah
kritis. Secara keseluruhan masalah terkait sedemikian rupa sehingga kualitas sumber
dapat merepresentasekan daya standar perkiraan dari suatu perusahaan. Ketika salah
satu faktornya tidak diperhatikan maka akan mempengaruhi hasil perkiraan
Istilah laterit yang berasal dari Bahasa latin, later (batu bata), pertama kali di
definisikan oleh Buchanan (1807) untuk mendeskripsikan lempung yang mengeras di
India. Saat itu informasi bahwa lempung yang mengeras tersebut mengandung
konsentrasi besi yang tinggi. Laterit juga dikenal sebagai tanah yang kaya akan
sesquixide, tanah merah yang dekat permukaan ataupun berada di permukaan tanah
dan beberapa definisi lain secara mineralogi (Schellman, 1986). Endapan nikel
sekunder atau biasa disebut endapan nikel laterit merupakan suatu endapan yang
terbentuk karena adanya proses konsentrasi mineral-mineral berharga yang
mengandung nikel yang berasal dari pelapukan batuan asal (host rock) oleh gaya-
gaya eksogen, seperti pelapukan (weathering) akibat sinar matahari, curah hujan dan
lain-lain. Hasil pelapukan tersebut mengalami transportasi, pemisahan (sorting) dan
akhirnya endapan ini mengalami proses laterisasi yang umumnya terjadi di daerah
beriklim tropis. Oleh karena itu tipe endapan nikel laterit cukup berlimpah di
Indonesia.
2.3.1 Proses pembentukan endapan nikel
Nikel laterit sangat bergantung pada proses pelapukan, baik secara fisik
maupun kimiawi. Pelapukan kimiawi dari batuan induk yang berupa batuan ultrabasa
terjadi dengan melepaskan unsur-unsur yang sangat mudah terlarut, seperti
magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan silika (Si) serta konsentrat-konsentrat dari
unsur-unsur yang paling sedikit terlarut seperti Besi (Fe), Nikel (Ni), Mangan (Mn),
Kobal (Co), Zeng (Zn), Yodium (Y), Krom (Cr), Aluminium (Al), dan lainnya.
Sementara pelapukan mekanik/fisik dari batuan induk terjadi akibat adanya
mekanisme rekahan dan patahan yang meningkatkan wilayah yang terdedah ke
permukaan sehingga mendukung terjadinya pelapukan kimiawi.
Transportasi mineral atau unsur terjadi melalui proses pelindian (leaching).
Proses pelindian unsur-unsur hasil pelapukan dari tubuh batuan atau bijih melalui
media air. Proses ini sangat dipengaruhi oleh pH, reaksi reduksi oksidasi, material
organik yang terlarut, dan aktivitas mikrobiologi di lingkungannya.
Sumber utama air ialah air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah atau air
rebesan dari sumber air dan air tanah. Air tersebut kemudian meresap hingga zona
batas antara limonit dan saprolite, kemudian transportasi larutan terjadi secara lateral.
Proses ini melepaskan unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam larutan dan
silika (Si) yang cenderung membentuk system koloid dari partikel-partikel silika
yang sangat halus sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan mineral-mineral
baru. Unsur-unsur Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat terbawa ke bawah
sampai batas pelapukan dan mengendap sebagai dolomit (CaMg (CO3)2) dan
magnesit (MgCO3) yang mengisi rekahan-rekahan pada batuan induk. Urat-urat
tersebut dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dan zona batuan segar
yang disebut dengan istilah akar pelapukan (root of weathering).
Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan
unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zona
saprolit sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini
zona saprolit semakin bertambah dalam, demikian pula dengan ikatan-ikatan yang
mengandung oksida MgO sekitar 30-50% berat dan SiO2 antara 35-40% berat yang
masih terkandung pada bongkah-bongkah dalam zona saprolit akan ikut terlindih
bersama-sama dengan aliran air tanah. Dengan demikian, zona saprolit mengalami
perubahan pada bagian atas menjadi zona limonit.
Sebagian unsur tinggal pada tempatnya dan sebagian lain turun bersama
larutan. Hal ini terjadi akibat mobilitas setiap unsur yang berbeda-beda. Unsur-
sunsur Fe, Ni dan Co membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona
saprolite. Batuan asal ultrabasa pada daerah tersebut di impregnasi oleh Ni melalui
larutan yang mengandung Ni sehingga kadar Ni dapat mengikat mencapai 7% berat.
Fe yang terkandung dalam larutan teroksidasi dan mengendap sebagai ferrihidroksida
(Fe(OH)3 membentuk mineral-mineral seperti goetit dan hematit yang berada dekat
dengan permukaan. Bersama mineral-mineral tersebut unsur Co ikut serta dalam
jumlah yang relatif kecil. Secara vertikal, semakin ke bawah menuju bed rock, unsur
Fe dan Co mengalami penurunan kadar. Sementara itu, unsur Ni terakumulasi dan
terkonsentrasi pada zona saprolit dalam mineral garnierit. Proses konsentrasi ini
dapat berbentuk residual maupun supergen enrichment.
2.3.2 Profil endapan nikel laterit
Profil endapan nikel laterit secara umum dapat dibedakan dengan analisis
profil dari atas ke bawah yaitu:
a. Iron cap (Ferric Crust)
Iron cap merupakan lapisan teratas dalam profil endapan nikel laterit dan
berfungsi untuk melindungi lapisan di bawahnya dari bahaya erosi. Lapisan
ini dikenal pula sebagai zona tudung besi (ferriginous duricrust) karena
mengandung konsentrasi besi yang tinggi.
b. Limonit
Bagian ini dibagi menjadi dua lapisan karena terdapat perbedaan kandungan
lebih tinggi.
2.4 Geostatistik
Geostatistik adalah cabang statistik yang berfokus pada kumpulan data spasial
atau spasial. Awalnya dikembangkan untuk memprediksi distribusi probabilitas nilai
bijih untuk operasi penambangan, saat ini diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu
termasuk geologi perminyakan, hidrogeologi, hidrologi, meteorologi, oseanografi,
geokimia, geometris, geografi, kehutanan, pengendalian lingkungan, ekologi lanskap,
sains, dan pertanian.
Geostatistik juga merupakan salah satu metode statistik yang dalam
implikasinya di dunia pertambangan digunakan untuk menentukan parameter-
parameter dalam melakukan proses estimasi sumberdaya. Sifat khusus dari data
spasial ini adalah ketakbebasan dan keheterogenan. Ketakbebasan disebabkan oleh
adanya perhitungan galat pengamatan dan hasil yang diteliti dalam satu titik
ditentukan oleh titik yang lainnya dalam sistem dan keheterogenan disebabkan
adanya perbedaan wilayah.
memerlukan 100 sampai 150 data, sedangkan metode IDW memerlukan minimal 14
data bila sebaran data cukup mewakili (Yasrebi dkk, 2009).
Beberapa penelitian mengenai hubungan antara parameter statistik dengan
performa suatu metode interpolasi menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Kravchenko dan Bullock (1999), Robinson dan Metternicht (2006) melaporkan
bahwa hasil interpolasi pada data soil properties dengan nilai skewness tinggi (>2,5)
lebih akurat menggunakan metode IDW dengan power 4 dan data dengan nilai
skewness rendah (1) hasil interpolasi IDW power 1 akan lebih baik. Sementara
Kravchenco dan Bullock (1999) melaporkan bahwa tidak ada korelasi yang
signifikan antara nilai CV dengan nilai power yang digunakan pada metode IDW.
Metode IDW secara langsung mengimplementasikan asumsi bahwa sesuatu
yang saling berdekatan akan lebih serupa dibandingkan dengan yang saling
beijauhan. Untuk menaksir sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak di ukur, IDW
akan menggunakan nilai-nilai ukuran yang mengitari lokasi yang akan ditaksir
tersebut. Pada metode IDW, diasumsikan bahwa tingkat korelasi dan kemiripan
antara titik yang ditaksir dengan data penaksir adalah proporsional terhadap jarak.
Bobot akan berubah secara linier, sebagai fungsi seper jarak, sesuai dengan jaraknya
terhadap data penaksir (Almasi dkk., 2014).
Bobot ini tidak dipengaruhi oleh posisi atau letak dari data penaksir dengan
data penaksir yang lain. Faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil penaksiran
antara lain adalah actor power dan radius disekitar (neighboring radius) atau jumlah
data penaksir (Almasi dkk, 2014). Menurut Isaak dan Srivastava (1989) actor utama
yang mempengaruhi keakuratan hasil penaksiran adalah nilai parameter power. Nilai
parameter power yang umum digunakan adalah: 1, 2, 3, 4 dan 5 (Yasrebi dkk, 2009).
Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai
yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi
disebut sebagi isotropic. Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-rata
dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih
besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat
ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson & Philip, 1985). Untuk
mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus rapat yang
berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata,
hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diinginkan.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3. Klik kanan pada file sample extract di navigator lalu pilih edit, akan muncul
kotak dialog data sample extract.
7. Setelah itu, pilih Display point description values, maka akan muncul kotak
dialog drawing lalu apply. Kemudian reset graphics.
8. Kemudian pilih database, lalu analysis. Setelah itu, pilih basic statistics
window. Secara otomatis akan muncul kotak dialog basic statistics window.
15. Setelah data komposit cut dibuat, maka kembali ke kotak dialog basic
statistics. Kemudian pilih file lalu klik load data from string files.
1. Setelah data komposit cut di report, kemudian kembali ke halaman kerja awal
pada surpac. Lalu pilih Database kemudian Analysis, lalu Variogram
modelling window maka otomatis akan muncul tampilan kotak dialog
Variogram modelling.
2. Setelah muncul tampilan variogram modelling, pilih variogram map lalu new
variogram map.
3. Setelah muncul variogram map, maka klik kanan pada grafik lalu pilih tile
windows. Kemudian cari grafik yang paling hampir mirip dengan model
grafik pada umumnya.
6. Setelah itu pilih file lalu save, kemudian klik experimental variogram and
model.
8. Lalu pilih variogram map. Kemudian klik select direction of maximum continuity.
9. Setelah itu, pilih variogram map. Kemudian klik secondary variogram map.
Lalu klik kanan pada grafik dan tile windows.
11. Setelah tab windows maka akan muncul grafik yang dipilih, lalu klik file
kemudian open dan pilih variogram model.
15. Kemudian pilih file lalu open. Setelah itu, variogram model.
2. Setelah apply, pilih kembali block model, lalu klik block model dan pilih
new/open.
3. Setelah itu, klik gambar block model di navigasi bawah, lalu display.
3.4 Estimasi
2. Kemudian klik block model lalu constraints. Setelah itu klik new graphical
constraint.
2. Setelah itu, klik block model lalu pilih constraints. Kemudian new graphical
constraints.
3. Kemudian klik block model. Lalu block model, setelah itu report.
4. Setelah itu, klik block model. Lalu block model dan report.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Almasi, A., Jalalia, A., Toomanian, N., 2014, Using OK and IDW Methods For
Prediction The Spatial Variability Of A Horizon Depth and OM in Soils of
Shahrekord, Iran. Journal of Environment and Earth Science, Vol.4, No 15.
Batawen U, 2021. Estimasi Sumberdaya Terukur Endapan Bijih Nikel Laterit
Menggunakan Metode Geostatistik (Ordinary Co-Kriging). Program Studi
Teknik Pertambangan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Dina Zulkarnaen, 2023. Laboratorium Perencanaan Tambang Terbuka. Fakultas
Teknologi Industri Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Muslim
Indonesia. Makassar.
Gatot H, 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging Untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi. Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 97 – 110.
Peneliti SIG di Bakosurtanal
Purnomo H, 2018. Aplikasi Metode Interpolasi Inverse Distance Weighting Dalam
Penaksiran Sumberdaya Laterit Nikel. Jurnal Ilmiah Bidang Teknologi,
ANGKASA. Volume X, Nomor 1, Mei 2018. Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional. Yogyakarta.
Yasrebi, J., Saffari, M., Fathi, H., Karimian, N., Moazallahi, M and Gazni, R., 2009,
Evaluation and Comparison Of Ordinary Kriging and Inverse Distance
Weighting Method For Prediction Of Spatial Variability Of Some Soil
Chemical Parameters. Research Journal of Biological Science 4(1): 93-102.