Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA HASIL PERIKANAN

Dalam rangka pemenuhan tugas praktikum dan syarat mengikuti Ujian Akhir
Semester (UAS) Genap

Dosen Mata kuliah : Yuliati H. Sipahutar, S.Pi.,M.M

OLEH :

IDWAR HAKIM KAUSAR

58223114302

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum kimia yang

berjudul “Pengujian Proksimat Pada Ikan Layang” dengan tepat pada waktunya.

Dengan terselesaikannya laporan praktikum ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan

terimakasih kepada Ibu Dr. Yuliati Sipahuntar,S.Pi.M.M., selaku dosen pengampu dalam

mata kuliah kimia hasil perikanan yang telah banyak memberikan sarandan masukan dalam

penyusunan laporan ini.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi, M.Si., selaku Direktur

PoliteknikAhli Usaha Perikanan.

2. Bapak I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Ibu Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.S.T.Pi., selaku Sekretaris Program Studi

Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian Praktikum ini.

Dalam penyusunan laporan kimia mengenai “Pengujian Proksimat Pada Ikan Layang”,

penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis tetap memerlukan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

menyempurnakan laporan ini. Namun demikian, penulis juga berharap agar laporan ini dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak. Jakarta, Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………i Formatted: Font: Times New Roman

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..iii

1. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………..1

1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………...……………….1

1.2 TUJUAN…………………………………………………………………………………1

2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………………….2

2.1 BAHAN ATAU SAMPEL……………………………………………………………….3

2.2 PENGUJIAN…………………………………………………………………………….3

2.2.1 PENGENALAN ALAT DAN BAHAN KIMIA……………………………………3

2.2.2 UJI TITRASI ASIDI-ALKALIMETRI……………………………………………..4

2.2.3 UJI KADAR AIR…………………………………………………………………..5

2.2.4 UJI KADAR ABU…………………………………………………………………5

2.2.5 UJI KADAR PROTEIN……………………………………………………………7 Formatted: Font: Times New Roman

2.2.6 UJI KADAR LEMAK………………………………………………………………7 Formatted: Font: Times New Roman

2.2.7 UJI KADAR SERAT KASAR………………………………………………..…….8 Formatted: Font: Times New Roman

3. METODE PRAKTIK…………………………………………………………………………….9 Formatted: Font: Times New Roman

4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………………………16

5. KESIMPULAN………………………………………………………………………………….22

6. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………………23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai Negara bahari dengan wilayah lautnya mencakup


tiga per empat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya 1,9 km2 . Wilayah laut yang
sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam (perikanan) yang sangat
berlimpah dan memiliki banyak sekali jenis ikan (sekitar 3000 jenis ikan), salah
satunya adalah ikan layang (Bahar, 2006).

Ikan layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komunitas perikanan


pelagis kecil yang penting di Indonesia.“Ikan layang di perairan Indonesia
terdapat lima jenis layang yang umum yakniDecapterus kurroides,Decapterus
russelli, Decapterus macrosoma,Decapterus layang, danDecapterus maruadsi,
Penyebaran ikan layang ini sangat menyebar di daerah Perairan Indonesia, yaitu
dari Pulau Seribu, PulauBawean, Pulau Masalembo, Selat Makassar, Selat
Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali, dan Perairan Selatan
Pulau Jawa. Decapterus kurroides termasuk jenis ikan layang yang agak langka
yang terdapat di perairan Pelabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh”
(Ade, 2011).

Ikan merupakan sumber bahan pangan hewani yang mempunyai berbagai


keunggulan karena dapat diterima semua agama dan tidak memerlukan cara
pemeliharaan secara khusus. Dari aspek nutrisi, ikan juga unggul karena
merupakan sumber alami asam lemak omega 3 tertinggi. Namun demikian ikan
bersifat mudah rusak sehingga perlu penanganan yang cermat, baik, benar serta
cepat agar kualitas ikan dapat dipertahankan selama mungkin sehingga dapat
memberikan manfaat optimal. Hanya ikan yang berkualitas baik yang
memberikan manfaat kesehatan secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil
Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).
Ikan segar secara umum memiliki kelemahan, yaitu mudah mengalami
kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Penurunan mutu
pada ikan disebabkan karena adanya akitivitas enzim, bakteri, dan kimiawi.
Penurunan mutu yang dialami ikan dapat terlihat jelas secara fisik dimana ikan
akan menimbulkan bau, tekstur, warna, lendir, dan kenampakan yang tidak
menarik. Berdasarkan pada penelitian Sukarno et al (2004), perubahan mutu
yang dialami ikan air tawar berbeda-beda tergantung dari faktor yang dimiliki.
Penurunan mutu pada ikan akan mempengaruhi nilai kandungan gizi hal ini
akan menyebabkan terjadinya penguraian senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana selama proses kemunduran mutu terjadi (Lemae& Lasmi,
2019).
Kandungan gizi ikan segar yaitu air 60,0 – 84,0 %; protein 18,0 – 30,0 %;
lemak 0,1 – 2,2 %; karbohidrat 0,0 – 1,0 % sisanya pada vitamin dan mineral
(Afrianto dan Livianwaty 1989). Menurut FAO (1995), perubahan setelah ikan
mati pada suhu ruang akan cepat mengalami fase rigor mortis dan tahap ini
berlangsung dengan singkat. Jika fase rigor tidak dipertahankan lebih lama
maka proses pembusukan yang disebabkan aktivitas enzim dan bakteri akan
berlangsung cepat. Aktivitas enzimatis dapat membongkar komponen daging
menjadi lebih sederhana. Menurut Hadiwiyoto (1993), perubahan komponen-
komponen tersebut ialah perubahan terhadap karbohidrat, protein, dan lemak.
Protein mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim autolitik menjadi peptide-
peptida dan asam- asam amino bebas kemudian dibongkar menjadi metabolit-
metabolit sederhana yang menyebabkan ikan berbau busuk. Perubahan lemak
disebabkan oleh aktivitas enzim lipolitik yang memecah asam lemak menjadi
senyawa keton dan aldehida sehingga ikan mengalami ketengikan. Berdasarkan
uraian tersebut maka penulis akan membuat laporan hasil pengujian terkait
kemunduran mutu ikan segar yaitu uji proksimat yang mencakup uji titrasi
asidi-alkalimetri, kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak, kadar serat.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui alat dan bahan kimia di laboratorium
2. mengetahui metode pengujian titrasi asidi-alkalimetri
3. mengetahui metode pengujian kadar air
4. mengetahui metode pengujian kadar abu
5. mengetahui metode pengujian kadar protein
6. mengetahui metode pengujian kadar lemak
7. mengetahui metode pengujian kadar serat kasar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan atau Sample

2.1.1 Ikan Layang

Ikan layang (Decapterus spp.) termasuk komponen perikanan pelagis


yang penting di Indonesia dan biasanya hidup bergerombol dengan ikan lain
seperti lemuru, lembang, kembung, selar dan ekor kuning. Nama ilmiah ikan
layang adalah Decapterus spp. Yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Deca berarti
sepuluh dan pteron bermakna sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang
mempunyai sepuluh sayap, yang berarti ikan layang merupakan jenis ikan yang
mampu bergerak sangat cepat di air laut.

Taksonomi Ikan layang sebagai berikut :

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlamydomonadales

Famili : Haematococcaceae

Genus : Haematococcus

Spesies : H. Pluvialis

Gambar 1. Ikan Layang


Secara morfologi, ikan layang memiliki bagian punggung yang berwarna
biru kehijauan dan bagian perutnya berwarna putih perak, sedangkan sirip -
siripnya berwarna kuning kemerahan. Bentuk tubuhnya memanjang dan dapat
mencapai 30 cm. Ikan layang memiliki dua sirip punggung, dua sirip tambahan
di belakang sirip punggung kedua dan satu sirip tambahan di belakang sirip
dubur.

2.2 Pengujian
2.2.1 Pengenalan alat dan bahan kimia di laboratorium
Pengetahuan sifat bahan menjadi suatu keharusan sebelum bekerja di
laboratorium. Sifatsifat bahan secara rinci dan lengkap dapat dibaca pada Material
Safety Data Sheet (MSDS) di dalam buku, CD, atau melalui internet. Berikut disajikan
sifat bahaya bahan berdasarkan kode gambar yang ada pada kemasan bahan kimia.
Peraturan pada pengepakan dan pelabelan bahan kimia diwajibkan mencantumkan
informasi bahaya berdasarkan tingkat bahaya bahan kimia khususnya untuk bahan
yang tergolong pada bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan berdasarkan fasa :
1. Padat,
2. Cair,s
3. gas
Bahan berdasarkan kualitas :
1. teknis
2. special grade : pro analyses (pa)
3. special grade : material referrence
Pengenalan Simbol bahaya (Hazard symbol)
Simbol bahaya digunakan untuk pelabelan bahan-bahan berbahaya menurut
Peraturan tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances). Peraturan
tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances) adalah suatu aturan
untuk melindungi/menjaga bahan-bahan berbahaya dan terutama terdiri dari bidang
keselamatan kerja. Arah Peraturan tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on
Hazardeous Substances) untuk klasifikasi, pengepakan dan pelabelan bahan kimia
adalah valid untuk semua bidang, area dan aplikasi, dan tentu saja, juga untuk
lingkungan, perlindungan konsumer dan kesehatan manusia. Simbol bahaya adalah
piktogram dengan tanda hitam pada latar belakang oranye, kategori bahaya untuk
bahan dan formulasi ditandai dengan simbol bahaya, yang terbagi dalam :
1. Resiko kebakaran dan ledakan (sifat fisika-kimia)
2. Resiko kesehatan (sifat toksikologi) atau
3. Kombinasi dari keduanya.

2.2.2 Uji Titrasi Asidi- Alkalimetri

Titrasi adalah suatu jenis volumetri. Dalam titrasi, analit direaksikan dengan
suatu bahan lain yang diketahui/dapat diketahui jumlah mol-nya dengan tepat. Bila
bahan tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui dengan teliti; larutan
demikian dinamakan “larutan baku“. Dalam titrasi, konsentrasi larutan baku harus
diketahui sampai empat desimal.
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret
sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu
sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka penambahan titran
harus dihentikan; pada saat demikian dinamakan “titik akhir“ titrasi. Larutan yang
ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan yang ditambah titran disebut
titrat.
Dengan jalan ini, volume titran dapat diukur dengan teliti; bila juga diketahui
konsentrasi titran, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen
dengan titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula, berdasarkan persamaan
reaksi dan koefisiennya.
Pada titrasi asidi alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Asidimetri Titrasi dengan menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa adalah : asam-asam yang biasanya dipergunakan HCl, asam cuka,
asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimetri Titrasi ini merupakan kebalikan dari asidimetri, karena larutan standar
yang dipergunakan untuk menetapkan asam disini adalah basa.
Jadi asidimetri alkalimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun
pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa dan garam) yang menyangkut :
1. Asam kuat - basa kuat
2. Asam kuat - basa lemah
3. Asam lemah - basa kuat
4. Asam kuat - garam dari asam lemah
5. Basa kuat - garam basa lemah
2.2.3 Uji Kadar Air

Ikan selain memiliki kadar protein yang tinggi juga memiliki kadar air yang
tinggi. Sehingga mikroba akan sangat mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan
mutu terhadap ikan tersebut. Kadar air merupakan komponen penting dalam suatu
bahan makanan, karena kadar air mempengaruhi penampakan, tekstur, serta rasa
dari bahan pangan tersebut bahkan dalam makanan kering sekalipun. Kadar air pada
suatu bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan
bahan pangan tersebut.

Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan
berdasarkan bobot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA
= (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988).

Terdapat beberapa macam metode untuk menentukan kadar air dalam bahan
makanan, tergantung pada sifat bahan yang akan di analisis. Penentuan kadar air
bahan pangan. Penetapan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa
cara tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuankadar air dilakukan
dengan mengeringkan sejumlah sample dalam oven pada suhu 105-110oC selama
3 jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.

2.2.4 Uji Kadar Abu


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan makanan olahan. Bahan pangan terdiri dari 96%
bahan organic dan air, sedangkan sisa nya merupakan unsur-unsur mineral, unsur-
unsur tersebut juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Kadar abudapat
menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organicdalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena
itulah disebut sebagai kadar abu.

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk menentukan baik atau
tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan-bahan yang digunakan,
menentukan parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Kandungan abu dapat
digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara
kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC
kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Kemudian zat yang
tertinggal setetah proses pembakaran ditimbang. Cawan porselen dioven terlebih
dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menitdalam
desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu bahan uji
dimasukan sebanyak 5 gram kedalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai b gram.
Pangabuan dilakukan dalam 2 tahap ,yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar
kandungan bahan volatile dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang.
Pamanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu
bertahap hingga 600 oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan
cawan menjadi pecah. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu,
abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu
pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara
mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.

Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu


pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.
Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral yaitu cawan
porselen dioventer lebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan
selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram.
Setelah itu bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram kedalam cawan, ditimbang dan
dicatat sebagai b gram. Gliserol alcohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml
dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang
terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Penimbangan cawan setelah
pengabuan dicatat sebagai berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan unsure abu
yang volatile seperti Na, S, Cl, K, dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan
dekomposisi tertentu, seperti K2CO3dan CaCO3. Waktu pengabuan relatif cepat,
suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah
sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi
terhadap reagen yang digunakan.

2.2.5 Uji Kadar Protein

Protein berasal dari Bahasa Yunani yaitu “proteios” yang memiliki arti
pertama atau utama. Disebut demikian karena protein merupakan protein merupakan zat
didalam tubuh yang menyusun separuh bagian dari struktur sel berdasarkan bobot
keringnya.
Analisa atau uji protein dapat dilakukan berdasarkan 2 jenis yaitu uji
kualitatif atau kuantitatif. Pada praktikum ini uji protein akan dilakukan dengan metode
kjedhal. Metode ini disebut cara kasar dan memiliki kelemahan karena masih terdapat
senyawa N bukan protein yang ikut terhitung.

2.2.6 Uji Kadar Lemak

Lipid (dari kata yunani Lipos. Lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau
hewan yang dicirikan oleh sifat kelarutannya. Terutama lipid tidak bisa larut dalam
air, tetapi larut dalam larutan non polar seperti eter (Hart, 2003). Lemak merupakan
sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang
larut di dalam lemak monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid) dan
lain-lain.

Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni.
Hal itu disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti
phospholipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh
karena itu, hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar.

Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu sampel, yaitu
metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah. Selain
itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode
weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut
nonpolar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan
lemak yang terikat (Harper et.al, 1979). Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan
pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadiekstraksi kontiyu dengan
jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.

Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggikarena


pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak.
Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil
ekstrak yang lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan
tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi (Whitaker 1915).

2.2.7 Uji Kadar Serat Kasar

Serat merupakan salah satu komponen penting makanan yang sebaiknya ada
dalam susunan makanan sehari-hari. Serat diketahui memiliki banyak manfaat untuk tubuh
terutama dalam mencegah beberapa penyakit. Pati dari serat tergolong kedalam karbohidrat,
sedangkan karbohidrat terdiri dari karbon, glikogen, dan oksigen. Karbohidrat
dikelompokan menjadi 3 yaitu : monosokarida,s disakorida, dan polisokarida.
Rumput laut (Eucheuma Cottonii) adalah algae yang hidup di perairan dan merupakan
produk hasil laut yang dibudidayakan hampir diseluruh perairan di Indonesia. Rumput laut
ini dimanfaatkan dalam pembuatan karagenan. Rumput laut (Eucheuma Cottonii)
mengandung kadar serat yang tinggi,
BAB III

METODE PRAKTIK

3.1 Metode Uji Titrasi


Asidi-Alkalimetri

Alat Bahan
Pipet ukur HCL 0,1N
Cawan Porselin Na2CO3
Labu ukur 250 Ml NaOH 0,1N
Batang pengaduk CH3COOH
Neraca Aquadest
Erlemeyer
Buret
Gelas ukur
• Metode Praktik

➢ Penentuan larutan baku HCL 0,1N (asam kuat) :

(1) Pipet 2,1 ml HCl p.a (12 N) masukkan dalam labu ukur 250 ml
(2) Larutkan dengan akuades hingga larutan menjadi 250 ml
(3) Larutan yang didapat adalah larutan 0,1 N

➢ Penentuan larutan baku HCL 0,1N dengan Na2CO3 :

1. Timbang 5 gram Na2CO3 murni dengan menggunakan cawan porselin yang sudah
ditimbang lebih dahulu
2. Panaskan dalam pemanas oven pada suhu 260ºC - 270ºC selama 1-1,5 jam.
3. Dinginkan dan masukkan dalam desikator
4. Timbang dengan teliti Na2CO3 yang telah didinginkan sebanyak 2,5 gram
5. Pindahkan dalam gelas kimiar larutkan dengan akuades sebanyak 50 ml
6. Aduk baik-baik dengan menggunakan pengaduk kaca hingga larutan homogen
7. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur encerkan dengan air suling sambil di kocok
hingga volume menjadi 250 ml. Kocok dengan baik hingga larutan homogen
8. Pipet 25 ml dari larutan pindahkan erlenmeyer.
9. Beri indikator Metil Orange (MO) 2 tetes
10. Masukkan larutan baku HCl yang akan ditentukan normalitetnya ke dalam buret
11. Titrasi 25 ml larutan Na2CO3 yang berada dalam erlenmyer dengan larutan baku HCl
yang berada dalam buret. Lakukan perlahan-lahan sambil dikocok sampai larutan yang
berada dalam erlenmeyer berubah dari orange menjadi merah muda.
12. Tambahkan 0,5 – 1 ml larutan HCl secara perlahan-lahan. Bila warna tetap merah muda
berarti titrasi telah selesai.
13. Jumlah larutan HCl yang dipergunakan dikurangi dengan jumlah yang dipakai setelah
terjadi perubahan menjadi merah muda
14. Ulangi titrasi 2 kali dengan jumlah larutan Na2CO3 yang sama (25ml)
15. Jumlah larutan HCl yang dipergunakan untuk 3 kali titrasi di rata-ratakan

➢ Pembuatan larutan Baku NaOH 0,1 N (basa kuat) :

1. Timbang dengan teliti 2,3 gram NaOH kristal yang murni dalam cawan porselin
yang telah ditimbang
2. Masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, dan bilas cawan porselin dengan akuades
yang telah dididihkan dalam keadaan dingin
3. Aduk secara merata, sehingga semua endapan larut
4. Tambahkan akuades yang telah dididihkan sehingga volume larutan 250 m l (sampai
tanda batas). Sambil dikocok hingga homogen
5. Simpan larutan dalam tempat tertutup.

➢ Penentuan Larutan baku NaOH 0,1 N dengan HCl (asam kuat):

1. Pipet 2,1 ml HCl p.a (12 N) masukkan dalam labu ukur 250 ml
2. Larutkan dengan akuades hingga larutan menjadi 250 ml
3. Pipet 25 ml dari larutan HCl dan masukkan dalam erlenmeyer. Beri indikator
phenolphtalin (PP) atau timol biru 2 tetes
4. Larutan baku NaOH yang akan ditentukan normalitetnya dimasukkan ke dalam buret.
5. Titrasi 25 ml larutan HCl yang berada dalam erlenmyer dengan larutan baku NaOH yang
berada dalam buret. Lakukan perlahan-lahan sambil dikocok sampai larutan yang berada
dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda.
6.Tambahkan 0,5 – 1 ml larutan NaOH secara perlahan-lahan. Bila warna tetap merah muda
berarti titrasi telah selesai.
7. Catat berapa ml larutan NaOH dalam buret yang dititrasi ke dalam larutan asam oksalat
dalam erlenmeyer hingga warna menjadi merah muda.
8. Ulangi titrasi 2 kali dengan jumlah larutan HCl yang sama (25ml)
9. Hasil dari 3 titrasi tersebut Jumlah larutan NaOH yang digunakan di rata-ratakan

3.2 Metode Uji Kadar Air

Alat Bahan
Timbangan analitik Sampel (1) 2,00 g
Sampel (2) 2,00 g
Cawan porselin
Desikator
Oven
Sendok Stainles
Gegep/alat penjepit
Blender

• Metode Kerja
- Persiapkan sampel sebanyak 2gr
- Panaskan cawan porselin didalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam
- Timbang cawan porselin lalu beri kode
- Masukan sampel kedalam cawan porselin
- Masukan kembali cawan porselin kedalam oven denga suhu 105oC dan
panaskan selama 24 jam.
- Setelah 24 jam, keluarkan sampel dari oven lalu masukan kedalam
desikator selama 30 menit
- Lalu timbang cawan porselin

3.3 Metode Uji Kadar Abu

Alat Bahan
Timbangan analitik Sampel (1) 2,00 g
Sampel (2) 2,00 g
Cawan Abu porselin
Desikator
Tanur
Sendok Stainles
Gegep
Blender

• Metode Kerja
- Siapkan sampel lalu potong kecil-kecil
- Masukan cawan porselin kedalam tanur selama 1 jam dengan suhu 650oC
hingga cawan berwarna kemerahan.
- Setelah mencapai suhu 650o C, suhu tanur diturunkan hingga 100oC lalu
cawan porselin dikeluarkan dari tanur
- Masukan sampel yang sudah dihaluskan kedalam cawan porselin, lalu
masukan Kembali kedalam tanur.
- Naikan suhu tanur secara bertahap hingga mencapai suhu 650oC mulllau
dari suhu (150-350-650) selama 4 jam.
- Setelah itu turunkan Kembali suhu tanur menjadi 100oC lalu ambil cawan
porselin dan masukan kedalam desikator
- Setelah dingin, timbang berat cawan dan sampel yang ada didalamnya
3.4 Metode Uji Kadar Protein

Alat Bahan
1 Set Kjeltec TM 2100 H2SO4 pekat Green
Tabung Protein Campuran katalis k2SO4 dan CuSO4
(3:1)
Buret NaOH 4 %
Labu Ukur Indikator metil red
Neraca Indikator blue cresol
Gelas Ukur Larutan Boraks 0,1 N
Pipet gondok HCl 0,1 N
Botol semprot Indikator sampuran bromocresol green
dan metil red
Tissue Sampel (1) 2,024 g
Corong Sampel (2) 2,029 g
Beaker glass

• Metode Kerja
A. Pembakuan larutan HCl dengan larutan boraks 0,1 N
- Siapkan buret 50 ml yang bersih dan bilaslah dangan sedikit larutan HCl
yang akan dibakukan. Isilah buret tersebut dengan larutan HCl.
- Pipet 20 ml larutan boraks 0,1 N dengan mengunakan pipet gondok dan
pindahkan ke dalam erlenmeyer yang bersih.
- Tambahkan 2 atau 3 tetes indikator metil red.
- Titrasi larutan ini dengan larutan HCl dari buret sampai larutan berubah
warna menjadi merah muda.
- Ulangi titrasi sekali lagi dan hitung normalitas HCl.
B. Penyetingan Alat
- Untuk alat destruksi temperatur pemanasannya 410 oC, jika temperatur
berubah maka perlu di set ulang. Tekan tombol SET, pada monitor akan
muncul temperatur awal. Ubah temperatur dengan menekan tombol ↑ dan
↓, setelah itu lepas tombol SET.
- Untuk destilasi dibutuhkan 60 ml NaOH selama 5 menit. Cara
penyetingannya dengan tekan tombol kuning(jangan dilepas), nyalakan alat
destilasi. Setelah itu, setting alat dengan menekan tombol NaOH dan
≈, angka pada monitor akan naik. Tekan sampai menunjukan angka 60dan
5, kemudian lepaskan tombol kuning.
- Sebelum digunakan, pastikan semua selang dan kabel terpasang, dan
keran air dalam keadaan menyala.
C. Destruksi
- Panaskan alat destruksi.
- Timbang sampel yang telah dihomogenkan 1,00 – 0,50 gram (catat bobot
sampel) ke dalam tabung protein sebanyak 5 sampel dan 1 blanko (tanpa
sampel).
- Timbang 3 gr Campuran Katalis, masukkan secara merata ke masing-
masing labu.
- Masukan H2SO4 pekat sebanyak 12 ml ke dalam masing-masing tabung
protein, secara perlahan melalui dinding labu.
- Buka kran air yang terhubung pada tutup alat destruksi.
- Masukkan ke alat destruksi lalu ditutup, biarkan selama 1 jam, atau hingga
warna larutan menjadi transparan (tidak keruh).
- Dinginkan larutan, tambahkan 70 ml aquadest secara perlahan melalui
dinding labu.
D. Destilasi
- Buka kran air, pastikan pemanas telah terisi.
- Masukkan tabung protein ke dalam alat destilasi satu persatu.
- Nyalakan alat dan setel 60 ml NaOH 40 % selama 5 menit.
- Isi erlenmeyer 250 / 300 ml dengan asam borak 4% sebanyak 25 ml,
ditambah 20 tetes ind protein (metil merah (MM) : Brom Kresol Green
(BCG) ; 2 : 3).
- Pastikan air pada pemanas mendidih, lalu tekan tombol kuning.
- Tunggu hingga alat berhenti bekerja, dan hasil berubah warna pada
erlenmeyer menjadi hijau dan ada letupan-letupan kecil.
- Buang larutan di tabung protein pada aliran air. Dan titrasi larutan hasil
destilasi dengan HCl 0,1 N.
3.5 Metode Uji Kadar Lemak

Alat Bahan
Soxtec system Sampel (1) 2,0842 g
Sampel (2) 2,0051 g
Neraca digital N-Hexana
Oven
Desikator
Selubung lemak
Lumpang

• Metode Kerja
A. Persiapan Alat dan Sampel
- Cuci ectraction cup, keringkan dengan oven dan dinginkan dalam desikator,
kemudian timbang beratnya. Untuk selonsong lemak keringkandidalam oven.
- Sampel ikan dihancurkan dengan lumpang. Kemudian timbang diatas kertas
saring sebanyak ± 2 gram (catat beratnya). Bungkus sampel dengan kertas
saring, lalu masukkan kedalam selonsong lemak, dan tempelkan besi
selonsong dengan magnet yang ada di dalam alat ekstraksi (dalam posisi
boiling)
- Isi masing-masing ectraction cup dengan 50 ml N-Hexana. Masukkan
ectraction cup dengan menurunkan pemanas (hot plate) dengan menekantuas.
B. Proses Ekstraksi
- Rubah posisi alat dalam keadaan boiling, dan buka kran dengan posisi vertikal.
Masukkan selongsong lemak dan nyalakan alat. Dalam proses boiling
membutuhkan waktu 25 menit.
- Setelah proses boiling selesai, dan ubah posisi alat dalam keadan rinsing.
Dalam proses rinsing membutuhkan waktu 40 menit.
- Setelah rinsing selesai, tutup kran pelarut (horizontal), proses recovery solvent
akan berlangsung selama 10 menit.
- Setelah selesai alumunium cup dinginkan dalam desikator selama 15 menit,
jika masih terdapat N-Hexana diovenkan terlebih dahulu selama 30menit.
- Ambil selonsong lemak, buang sampelnya. Siapkan beaker glass untuk
menampung sisa N-hexana, buka kran pelarut untuk mengalirkan sisa N-
hexana.
3.6 Metode Uji Kadar Serat Kasar

Alat Bahan
Timbangan digital E.cottoni kering 0,508 g
Gelas ukur H2SO4
Pipet tetes NAOH
Erlemeyer Aquadest
Hotplate Etanol
Penjepit krus
Kertas saring

Gelas kimia
Oven

• Metode kerja :

- Siapkan sampel rumput laut e.cottonii kering 0,508 g

- Kertas saring dimasukkan terlebih dahulu kedalam oven selama 1 jam dan
setelah selesai kemudian ditimbang

- Masukkan sampel kedalam erlemeyer ukuran 200 ml

- Lalu ditambahkan larutan H2S04 1,25% 50 ml dan Na0H 3,35 50 ml

- Kemudian diletakkan di atas hotplate dengan suhu 300° C, didihkan selama


30 menit

- Selanjutnya diangkat untuk disaring dengan ditambahkan larutan H2S04 50


ml didih, NaOH 50 ml didih dan etanol 50ml

- Setelah proses penyaringan selesai , kertas saring dimasukkan ke oven dengan


suhu 50°c proses ini berlangsung selama 1 jam dan kemudian kertas saring
ditimbang , lalu dimasukkan ke oven Kembali selama 30 menit lalu
ditimbang, dimasukkan Kembali selama 30 menit lalu ditimbang hingga
mendapatkan hasil yang konstan

- Dari proses tadi maka didapatkan hasil akhir kadar serat


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Titrasi Asidi – Alkalimetri

4.1.1 Lembar kerja


Penentuan larutan baku HCl 0,1 N dengan Na2B407.10H20

Volume HCl Percobaan 1 Percobaan 2


Akhir Titrasi 29,5 ml 25,5 ml
Awal Titrasi 50 ml 50 ml
Terpakai HCl 20,5 ml 24,5 ml

Pembahasan :

BM dari Na2B407.10H2O = 382 gram/mol


Be = 382 =191 gram
2
Normalitas dari larutan NA2B4O7.10H2O = 0,1 N untuk 100 ml
0,1 N = gr × 1000 = 0,1 N = gr × 1000 = 1,91 × 1000 = 0,1 N
Be 100 Be 100 191 100
Normalitas larutan baru HCl
N1×V1 = 12×2,08 = 25 = 0,1 N
V HCl 250 250

Reaksi : Na2CO3 + 2 HCl → 2 NaCl + H2O + CO3

Reaksi : Na2CO3.10H20 + 2HCL → 4H3BO3 + 2Nacl + 5H2O

4.1.2 Lembar kerja

Penentuan larutan baku NaOH 0,1 N dengan HCl

Volume NaOH Percobaan 1 Percobaan 2


Akhir Titrasi 36 ml 37,2 ml
Awal Titrasi 50 ml 50 ml
Terpakai NaOH 14 ml 12,8 ml

Berat Mi NaOH = 40 gram

Normalitas dari larutan NaOH = gr × 1000 = 0,4 × 1000 = 0,1 N


Be v 40 100
V NaOH = N HCl × V HCl
V NaOH
= 0,064 × 14
20
= 0,044 N
Normalitas larutan baku HCl = V1×N1 = 2,08×12 = 25 = 0,1 N
250 250 250
V HCl = Nb × Vb
V HCl
= 0,1 × 20
14
= 0,14 N

4.2 Perhitungan Kadar Air

➢ Hasil

Sampel Berat Cawan Berat Sampel Berat akhir


Kode 18 14,59 g 2,00 g 15,22 g
15,00 g
Kode 82 12,81 g 2,00 g 13,31g
13,27 g

Perhitungan :
( 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑛+𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)−𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
Kadar Air : x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Perhitungan sampel 18
( 14,59 + 2,00)−15,22)
- Kadar air : x 100%
2,00

: 68,5 %

( 14,59 + 2,00)−15,00)
- Kadar air : x 100%
2,00

: 79,5 %

Perhitungan sampel 82

(12,81 + 2,00 ) – 13,31)


-Kadar air : x 100%
2,00

: 75 %

( 12,81 + 2,00)−13,27)
-Kadar air : x 100%
2,00

: 77 %
Standar kadar air pada ikan segar berada diantara 60-80%, dari hasil yang didapat
bahwa kadar air pada ikan layang yang diuji secara duplo menunjukkan kadar air ikan
standart.

4.3 Perhitungan Kadar Abu

➢ Hasil

Sampel Berat Cawan Berat Sampel Berat Akhir


Kode 14 32,73 g 2,00 g 27,33 g
Kode 4 32,73 g 2,00 g 26,68 g

Perhitungan

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛


Kadar Abu : x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚pel

➢ Perhitungan Sampel 14

Kadar Abu : 27,33−32,73 x 100%


2,00

: 2,5 %

➢ Perhitungan Sampel 4

Kadar Abu : 26,68−32,73 x 100%


2,00

: 3,02 %

Kandungan kadar abu yang diperoleh pada praktikum ini berada pada angka
2,5 – 3,02 %. Data ini diperoleh dari perhitungan hasil pengabuan duplo atau
dilakukan dengan menggunakan 2 cawan untuk menguji satu sampel yang sama.
Berdasarkan data dilakukan perbandingan dengan standar kadar abu yang sesuai
dengan materi jurnal perkuliahan yaitu antara 0,6-1,5% dan dinyatakan tidak akan
lebih dari 10%. Kandungan kadar abu pada daging dalam keadaan segar sebesar
1,3% sedangkan standar mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-2006 adalah
memiliki kadar abu kurang dari 2%.
4.4 Perhitungan Kadar Protein
➢ Hasil

Nama sampel Mg contoh Ml HCl contoh Ml HCl blangko


Ikan layang 2,024 50 0,3
Ikan layang 2,029 43 0,4
➢ Perhitungan :
N boraks = gr boraks × 1000 = 1,9073 × 1000 = 0,1 N
N boraks 100 190,72 100
N HCl = 20 × N boraks = 20 × 0,1 = 0,04 N
V HCl 43
X-bar = 0,04 + 0,04 = 0,04

2
➢ Rumus :

% Kadar protein (A) %N = ml HCl (sampel – blanko) × 100%

2,024 × 1000
= 50 (2,024-0,3) × 100%
2.024
= 4,25 %

% Kadar protein (B) %N =43 (2,029-0,4)× 100%


2.029
= 3,45 %

Rata – rata kadar protein = 4,25%+3,45 % = 3,85 %


2

Hasil pengujian protein pada praktikum diperoleh kadar protein 3,85%.


Jika dibandingkan dengan standar kadar protein pada ikan segar yakni 18 -22%
berarti hasil praktikum terlalu rendah atau dibawah standar. Hal ini bisa
dikarenakan pengujian yang mengalami kelalaian dan tidak sempurna seperti
kebersihan alat dan perhitungan/penimbangan/titrasi. Namun, jika data yang
diperoleh telah sesuai maka kadar protein sampel memang tergolong rendah yang
disebabkan oleh beberapa factor seperti jenis ikan, usia ikan, atau lingkungan
tempat hidup ikan sampel.
4.5 Perhitungan Kadar Lemak

➢ Hasil

Nama sampel Berat sampel (X) Berat labu lemak (A) Berat labu lemak + sampel (B)
Ikan layang 1 2,0842 21,5667 21,6100
Ikan layang 2 2,0052 21,5790 21,6089

➢ Perhitungan :

Kadar lemak sampel 1 = (B-A) × 100%


X
= 21,6100-21,5667 × 100%
2,0842
=2%

Kadar lemak sampel 2 = (B-A) × 100%


X
= 21,6089-21,5790 × 100%
2,0051
= 5,4 %

Pada percobaan ke 1 diperoleh hasil pengujian kadar lemak sebesar 2% dan


pada percobaan 2 sebesar 5,4%. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan metode
Soxhlet yang merupakan metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan
perendaman sampel.
4.6 Perhitungan Kadar Serat Kasar

➢ Hasil

Nama sampel Berat sampel (m) Berat kertas saring Berat akhir
(gr)
e. Cottoni 0,508 gram 1,045 gram 1,287 gram
kering

➢ Perhitungan:

Berat akhir = (Berat sampet + kertas saring) – berat kertas saring


= (0,508 +1,287) – 1,045
= 1,795 – 1,045
= 0,75 gram

Dari hasil uji praktikum kadar serat kasar dengan menggunakan sampel rumput laut
e.cottonii kering dengan berat sampel 0,508 gram didapatkan hasil berat akhirnya 0,75 gram.
Sehingga dari hasil perhitungan berat residu atau berat serat kasar pada pengujian kali ini
yaitu 1,2087 gram.
BAB V
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan praktikum ini adalah


sebagai berikut.

1. Uji proksimat merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui


mutu ikan dari mulai kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar dilengkapi
dengan pengenalan bahan kimia dan juga alat- alat laboratorium.

2. Ikan layang sebagai sampel pengujian memiliki kadar air 77-79,5%, kadar
abu 3,02%, kadar protein 3,85%, kadar lemak 5,4%, dan kadar serat 0,75
gram.
Formatted: Font: Times New Roman

Anda mungkin juga menyukai