Anda di halaman 1dari 8

TANTANGAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS SISTEM INFORMASI DI

ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Pendahuluan
Era Revolusi Industri 4.0 menandai era transformasi digital yang mendisrupsi
berbagai sektor, termasuk sektor publik. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang pesat membuka peluang besar bagi pemerintah untuk
meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik. Penerapan sistem informasi
berbasis pelayanan publik, seperti e-government dan smart city, memungkinkan
terciptanya layanan yang lebih mudah diakses, transparan, dan akuntabel. Namun, di
balik peluang yang menjanjikan, terdapat pula berbagai tantangan yang harus
dihadapi oleh pemerintah dalam mengimplementasikan sistem informasi berbasis
pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0. Tantangan-tantangan ini kompleks dan
beragam, mulai dari kesenjangan digital, keamanan data, hingga sumber daya
manusia yang kompeten. Analisis mendalam mengenai tantangan-tantangan ini
menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan implementasi sistem informasi
berbasis pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0. Dengan memahami dan
mengatasi berbagai hambatan yang ada, pemerintah dapat mewujudkan pelayanan
publik yang prima dan adaptif dengan kebutuhan masyarakat di era digital ini.
Dasar Teori
Good governance, atau tata kelola yang baik, menjadi landasan fundamental dalam
mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas di era Revolusi Industri 4.0. Era ini,
dengan segala transformasi digitalnya, menuntut pelayanan publik yang adaptif,
efisien, dan akuntabel. Prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas,
transparansi, responsivitas, partisipasi, dan supremasi hukum, menjadi panduan
penting dalam merancang dan mengimplementasikan sistem informasi berbasis
pelayanan publik.
Akuntabilitas, atau pertanggungjawaban, menuntut pemerintah untuk senantiasa
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Transparansi, atau
keterbukaan informasi, memastikan akses publik terhadap informasi publik yang
akurat dan mudah dipahami. Responsivitas, atau kepekaan terhadap kebutuhan
masyarakat, mendorong pemerintah untuk memberikan layanan yang cepat dan tepat
sasaran. Partisipasi, atau keterlibatan masyarakat, membuka ruang bagi masyarakat
untuk berkontribusi dalam proses pembuatan kebijakan dan pelaksanaan pelayanan

1
publik. Supremasi hukum, atau penegakan hukum secara adil dan konsisten,
menjamin terciptanya pelayanan publik yang adil dan bebas dari korupsi.
Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik di era Revolusi
Industri 4.0 dapat diwujudkan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang inovatif. E-government, smart city, dan platform digital
lainnya dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan akuntabilitas,
transparansi, responsivitas, partisipasi, dan supremasi hukum dalam pelayanan publik.
Namun, perlu diingat bahwa penerapan teknologi TIK saja tidak cukup. Diperlukan
komitmen yang kuat dari pemerintah, didukung oleh sumber daya manusia yang
kompeten dan infrastruktur yang memadai, untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip
good governance benar-benar terintegrasi dalam sistem informasi berbasis pelayanan
publik. Dengan demikian, pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0 dapat menjadi
lebih berkualitas, efisien, dan akuntabel, sehingga terwujudlah tata kelola yang baik
dan pemerintahan yang bersih. (Mardiasmo, 2016).
E-government, atau pemerintahan elektronik, menjadi jawaban atas tuntutan
transformasi pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0. Di tengah pesatnya
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), e-government hadir
sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan
publik. E-government memanfaatkan platform digital dan teknologi TIK untuk
menghadirkan berbagai layanan publik secara online, mudah diakses, dan transparan.
Masyarakat dapat mengakses berbagai layanan, seperti pengurusan dokumen,
pembayaran pajak, hingga pengaduan masyarakat, dengan mudah dan cepat melalui
internet. Hal ini tidak hanya menghemat waktu dan biaya bagi masyarakat, tetapi juga
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah dalam menjalankan
tugasnya.
Implementasi e-government membawa berbagai manfaat, baik bagi masyarakat
maupun pemerintah. Bagi masyarakat, e-government menawarkan kemudahan akses,
transparansi, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Masyarakat dapat mengakses
informasi dan layanan dengan mudah, tanpa harus antri panjang di kantor-kantor
pemerintahan. Selain itu, e-government juga meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Masyarakat dapat memantau
kinerja pemerintah dan memberikan masukan dengan mudah. Bagi pemerintah, e-
government membawa manfaat dalam hal efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
Pemerintah dapat menghemat waktu dan biaya dalam menjalankan tugasnya. Selain

2
itu, e-government juga meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan memberikan
layanan yang lebih cepat, akurat, dan transparan.
Namun, perlu diingat bahwa implementasi e-government membutuhkan komitmen
yang kuat dari pemerintah, dukungan infrastruktur yang memadai, dan sumber daya
manusia yang kompeten. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua masyarakat
memiliki akses terhadap internet dan teknologi TIK. Selain itu, pemerintah perlu
menyiapkan infrastruktur yang handal dan aman untuk mendukung platform digital e-
government. Dengan komitmen dan persiapan yang matang, e-government dapat
menjadi solusi transformatif untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas,
efisien, dan akuntabel di era Revolusi Industri 4.0. (Widjajanti, 2018).
Konsep smart city, atau kota cerdas, hadir sebagai jawaban atas berbagai tantangan
dan peluang yang dihadapi kota-kota di era Revolusi Industri 4.0. Smart city
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat di berbagai aspek, seperti transportasi, infrastruktur,
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Teknologi TIK diimplementasikan dalam
berbagai bidang untuk membangun kota yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan
berkelanjutan. Smart transportation, misalnya, memanfaatkan teknologi untuk
mengoptimalkan sistem transportasi publik, mengurangi kemacetan, dan
meningkatkan keamanan di jalan raya. Smart infrastructure, di sisi lain, menggunakan
teknologi untuk mengelola energi, air, dan sampah dengan lebih efisien.
Smart city juga mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan platform
digital untuk mendukung UMKM dan industri kreatif. Di bidang pendidikan, smart
city memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
memberikan akses pendidikan yang lebih luas kepada masyarakat. Penerapan konsep
smart city di Indonesia masih dalam tahap awal. Namun, berbagai kota di Indonesia
telah menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan konsep ini, seperti Bandung,
Jakarta, dan Surabaya. Pemerintah pusat juga mendorong pengembangan smart city
melalui berbagai program dan kebijakan.

Tantangan utama dalam implementasi smart city adalah kesenjangan digital,


keterbatasan infrastruktur, dan sumber daya manusia yang kompeten. Pemerintah
perlu mengatasi kesenjangan digital dengan menyediakan akses internet yang
terjangkau dan meningkatkan literasi digital masyarakat. Selain itu, pemerintah perlu
membangun infrastruktur yang memadai dan mengembangkan sumber daya manusia

3
yang kompeten di bidang TIK. Dengan komitmen dan strategi yang tepat, smart city
dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di era Revolusi
Industri 4.0. Kota-kota di Indonesia dapat menjadi lebih efisien, ramah lingkungan,
dan berkelanjutan, serta memberikan pelayanan publik yang lebih berkualitas kepada
masyarakat. (Sutopo, 2019).
Dasar Hukum
Era Revolusi Industri 4.0 menuntut transformasi dalam berbagai aspek, termasuk
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem informasi berbasis pelayanan publik
menjadi kunci untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, efisien, dan akuntabel.
Di Indonesia, terdapat beberapa landasan hukum yang mengatur tentang sistem
informasi dan pelayanan publik, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Informasi Nasional.
Undang-undang ini mengatur tentang penyelenggaraan sistem informasi
nasional, yang bertujuan untuk mewujudkan tercapainya tujuan nasional
dalam penyelenggaraan negara, meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan negara, serta melindungi hak setiap orang atas informasi.
Undang-undang ini menjadi landasan bagi pengembangan sistem informasi
nasional yang terpadu dan terintegrasi, termasuk sistem informasi yang
digunakan untuk penyelenggaraan pelayanan publik.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
Undang-undang ini mengatur tentang keterbukaan informasi publik, yang
bertujuan untuk menjamin hak publik untuk memperoleh informasi publik dan
mewujudkan keterbukaan informasi publik sebagai bagian dari
penyelenggaraan negara yang baik. Undang-undang ini menjadi landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel, dengan
memastikan masyarakat memiliki akses terhadap informasi publik yang terkait
dengan pelayanan publik.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan E-
Government
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang penyelenggaraan e-government,
yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan publik, dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Peraturan Pemerintah ini menjadi landasan bagi implementasi sistem

4
informasi berbasis pelayanan publik, dengan mengatur tentang standar,
pedoman, dan tata cara penyelenggaraan e-government.
Ketiga landasan hukum tersebut saling terkait dan melengkapi satu sama lain dalam
mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas, efisien, dan
akuntabel di era Revolusi Industri 4.0. Implementasi sistem informasi berbasis
pelayanan publik harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam landasan hukum
tersebut, sehingga tercipta sistem yang legal, akuntabel, dan transparan.

Analisis Kritikus
Kesenjangan digital, atau ketimpangan akses terhadap teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), menjadi salah satu tantangan utama dalam implementasi sistem
informasi berbasis pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0. Era digital ini
menuntut masyarakat untuk memanfaatkan TIK dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk dalam mengakses pelayanan publik. Namun, tidak semua masyarakat
memiliki akses yang sama terhadap TIK, sehingga menimbulkan kesenjangan digital
dan ketidakadilan dalam pelayanan publik. Masyarakat yang tidak memiliki akses
terhadap TIK tertinggal dalam memanfaatkan berbagai layanan publik digital, seperti
e-government dan smart city. Hal ini dapat mengakibatkan mereka kesulitan dalam
mengurus dokumen, membayar pajak, atau mendapatkan informasi publik lainnya.
Kesenjangan digital ini dapat memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi, serta
menghambat kemajuan bangsa.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan
digital dan memastikan bahwa semua masyarakat memiliki akses yang sama terhadap
TIK. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur TIK yang merata,
menyediakan perangkat TIK yang terjangkau, dan meningkatkan literasi digital
masyarakat. Selain itu, pemerintah perlu merancang sistem informasi berbasis
pelayanan publik yang inklusif dan mudah diakses oleh semua masyarakat, termasuk
mereka yang tidak memiliki akses terhadap TIK. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyediakan layanan offline, mengembangkan aplikasi mobile yang ramah
pengguna, dan menyediakan layanan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Dengan mengatasi kesenjangan digital, pemerintah dapat mewujudkan pelayanan
publik yang berkualitas, efisien, dan akuntabel di era Revolusi Industri 4.0. Semua
masyarakat dapat merasakan manfaat dari kemajuan teknologi dan mendapatkan
pelayanan publik yang optimal. (Kusumawardhani & Nugroho, 2020).

5
Era Revolusi Industri 4.0 menuntut transformasi digital dalam berbagai sektor,
termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem informasi berbasis
pelayanan publik menyimpan data pribadi masyarakat yang sensitif, sehingga
keamanan data menjadi aspek yang sangat krusial. Pelanggaran keamanan data dapat
berakibat fatal, seperti kebocoran data pribadi, pencurian identitas, dan
penyalahgunaan data. Pemerintah perlu memastikan bahwa sistem informasi berbasis
pelayanan publik memiliki keamanan data yang kuat dan komprehensif. Hal ini dapat
dilakukan dengan menerapkan berbagai langkah-langkah keamanan, seperti enkripsi
data, kontrol akses yang ketat, dan audit keamanan secara berkala.
Penting untuk membangun budaya sadar keamanan data di kalangan penyelenggara
pelayanan publik. Pegawai harus dilatih untuk memahami risiko keamanan data dan
menerapkan praktik terbaik dalam menangani data pribadi. Selain itu, pemerintah
perlu meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait untuk memerangi cybercrime
dan mencegah terjadinya pelanggaran keamanan data. Keamanan data bukan hanya
tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Masyarakat perlu menjaga
kerahasiaan data pribadi mereka dan berhati-hati dalam menggunakan layanan digital.
Masyarakat juga perlu melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan indikasi
penyalahgunaan data.
Dengan membangun sistem informasi berbasis pelayanan publik yang aman dan
terpercaya, pemerintah dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan
digital. Masyarakat akan merasa lebih aman dan nyaman dalam menggunakan
layanan publik digital, dan ini akan mendorong partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan good governance di era Revolusi Industri 4.0. (Haryanto, 2021)

Era Revolusi Industri 4.0 menuntut transformasi digital dalam berbagai sektor,
termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem informasi berbasis
pelayanan publik membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk
mengoperasikan dan memeliharanya. Keberhasilan sistem informasi berbasis
pelayanan publik sangat bergantung pada kualitas SDM yang terlibat. SDM yang
kompeten dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat dibutuhkan
untuk mengoperasikan sistem informasi berbasis pelayanan publik. Mereka harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola data,
menjaga keamanan sistem, dan menyelesaikan permasalahan teknis yang mungkin

6
terjadi. Selain itu, SDM yang terlibat dalam pelayanan publik juga perlu memiliki
kompetensi interpersonal yang baik. Mereka harus mampu berkomunikasi dengan
baik dengan masyarakat, memahami kebutuhan masyarakat, dan memberikan
pelayanan yang prima.
Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM yang
terlibat dalam sistem informasi berbasis pelayanan publik. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengadakan pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi bagi SDM yang terkait.
Pemerintah juga perlu membangun sistem manajemen SDM yang efektif untuk
memastikan bahwa SDM yang terlibat memiliki kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu, pemerintah perlu memberikan penghargaan dan insentif bagi
SDM yang berprestasi untuk meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Dengan
membangun SDM yang kompeten dan profesional, pemerintah dapat mewujudkan
sistem informasi berbasis pelayanan publik yang berkualitas, efisien, dan akuntabel di
era Revolusi Industri 4.0. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan publik yang lebih
baik dan optimal, sehingga tercipta tata kelola yang baik dan pemerintahan yang
bersih. (Sianturi, 2022).

Kesimpulan
Revolusi Industri 4.0 membuka peluang besar bagi transformasi pelayanan publik
menuju era digital. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat
meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan, sehingga tercipta pelayanan publik
yang lebih mudah diakses, cepat, dan transparan. Namun, di sisi lain, terdapat pula
berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam mengimplementasikan
sistem informasi berbasis pelayanan publik. Kesenjangan digital, keamanan data,
sumber daya manusia, budaya dan mentalitas, serta regulasi dan tata kelola menjadi
beberapa tantangan utama yang perlu diatasi. Untuk mengatasi tantangan-tantangan
tersebut, diperlukan komitmen dan upaya yang serius dari pemerintah, dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah perlu membangun
infrastruktur TIK yang merata, meningkatkan literasi digital masyarakat, dan
menerapkan standar keamanan data yang ketat. Selain itu, pemerintah perlu
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, membangun budaya sadar keamanan
data, dan menyusun regulasi serta tata kelola yang jelas dan komprehensif.

Referensi

7
Mardiasmo, I. (2016). Pelayanan publik yang berkualitas dalam perspektif
good governance. Jurnal Administrasi Publik, 4(1), 1-18.
Widjajanti, E. R. (2018). E-government di era revolusi industri 4.0:
Tantangan dan peluang bagi pemerintah Indonesia. Jurnal Ilmu
Administrasi Negara, 7(2), 247-260.
Sutopo, B. (2019). Smart city: Menuju pelayanan publik yang cerdas dan
inovatif di era revolusi industri 4.0. Jurnal Administrasi Publik, 7(3),
425-438.

Kusumawardhani, R. A., & Nugroho, D. W. (2020). Kesenjangan digital dan


akses terhadap pelayanan publik di era revolusi industri 4.0. Jurnal
Administrasi Publik, 8(2), 231-246.
Haryanto, A. (2021). Keamanan data dalam sistem informasi berbasis
pelayanan publik di era revolusi industri 4.0. Jurnal Ilmu Administrasi
Negara, 10(1), 75-88.
Sianturi, M. H. (2022). Pengembangan sumber daya manusia untuk
optimalisasi sistem informasi berbasis pelayanan publik di era revolusi
industri 4.0. Jurnal Administrasi Publik, 10(2), 213-228.

Anda mungkin juga menyukai