Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERLINDUNGAN HAK ALIMENTASI LANSIA MELALUI

PENDEKATAN HUKUM PERDATA DAN PERAN

KELUARGA DI INDONESIA.

Dosen Pengampu: Mutia Ch. Thaib SH.,M.Hum

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Disusun Oleh:

NAMA: GITO SETIAWAN AKASEH

NIM: (1011423236)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FALKUTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2024

i
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan kami

buat dengan waktu yang telah di tentukan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya

penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar mengenai

Perlindungan Hak alimentasi lansia melalui pendekatan hukum perdata dan peran

keluarga di indonesia.

Tentunya penulis juga menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan

kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis.

Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun

dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita

dan kemajuan ilmu pengetahuan Aminn.

Gorontalo, 21 April 2024

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah..............................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Implementasi UUD Perkawinan untuk Hak Alimentasi Lansia.........................3

2.2 Peran Hukum Perdata dalam Konflik Keluarga.............................................................4

2.3 Faktor Internal Keluarga dan Hak Alimentasi.................................................................6

2.4 Tantangan Praktis Lansia dalam Hak Alimentasi..........................................................7

2.5 Budaya Gotong Royong dan Hak Alimentasi..................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................................................13

3.2 Saran....................................................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Lansia, sebagai bagian penting dari masyarakat, sering kali memerlukan

perlindungan khusus, terutama dalam konteks hak alimentasi atau pemenuhan

kebutuhan dasar mereka. Di Indonesia, pendekatan hukum perdata memiliki peran

sentral dalam memastikan perlindungan ini terwujud. Melalui instrumen hukum seperti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, negara memberikan

landasan bagi penegakan hak alimentasi bagi lansia yang berasal dari hubungan

pernikahan. Dalam kerangka ini, hukum perdata memastikan bahwa pasangan memiliki

tanggung jawab untuk saling memberikan dukungan ekonomi, termasuk kepada

pasangan yang sudah lanjut usia.

Namun, lebih dari sekadar landasan hukum, peran keluarga memiliki dampak yang

signifikan dalam menjamin hak alimentasi lansia. Keluarga dianggap sebagai unit terkecil

dalam masyarakat yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anggotanya, termasuk

lansia. Dalam budaya Indonesia, tradisi gotong royong dan rasa solidaritas keluarga

memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kebutuhan lansia, termasuk hak

alimentasi mereka, terpenuhi dengan baik. Keluarga diharapkan untuk memberikan

perhatian, dukungan, dan perlindungan kepada anggota keluarga yang telah lanjut usia,

termasuk melalui penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan, dan

perlindungan hukum.

Meskipun demikian, tantangan dalam perlindungan hak alimentasi lansia tetap ada.

Perubahan demografi, urbanisasi, dan perubahan pola hidup dapat mengakibatkan

keluarga tidak dapat memenuhi sepenuhnya kebutuhan lansia. Selain itu, terdapat juga

kasus di mana lansia menghadapi kesulitan dalam memperoleh hak alimentasi dari

keluarga mereka karena berbagai alasan, termasuk konflik internal keluarga atau

kurangnya kesadaran akan hak-hak mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya dari

berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat,

1
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hak alimentasi lansia dan

memastikan bahwa hak-hak tersebut dilindungi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai

kemanusiaan dan keadilan sosial yang menjadi landasan negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dalam menjamin hak alimentasi bagi lansia di Indonesia?

2. Apa peran hukum perdata dalam menyelesaikan konflik terkait pemenuhan hak

alimentasi lansia di dalam lingkungan keluarga?

3. Bagaimana faktor-faktor internal dalam keluarga dapat memengaruhi

perlindungan hak alimentasi lansia di Indonesia?

4. Apa saja tantangan praktis yang dihadapi lansia dalam memperoleh hak

alimentasi dari keluarga mereka, dan bagaimana hukum perdata menanggapi

tantangan tersebut?

5. Bagaimana penerapan nilai-nilai budaya gotong royong dalam keluarga dapat

memperkuat perlindungan hak alimentasi lansia di tengah dinamika sosial yang

berkembang di masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

Makalah bertujuan untuk menjelaskan implementasi undang-undang yang relevan,

mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pemenuhan hak alimentasi, serta

merumuskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perlindungan

hak alimentasi lansia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Implementasi UUD Perkawinan untuk Hak Alimentasi Lansia

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi landasan utama

dalam menjamin hak alimentasi bagi lansia di Indonesia. Undang-undang ini

menetapkan prinsip kesetaraan hak bagi suami dan istri serta tanggung jawab mereka

untuk saling memberikan dukungan, termasuk dukungan ekonomi. Dalam konteks

lansia, implementasi undang-undang ini mengatur kewajiban pasangan untuk tetap

memberikan dukungan ekonomi kepada pasangan yang telah memasuki usia lanjut.

Pasal 3 Undang-Undang Perkawinan secara tegas menyebutkan bahwa "suami

berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri, dan istri berkewajiban untuk

memberikan nafkah kepada suami, selama pernikahan berlangsung." Dengan demikian,

Undang-Undang Perkawinan secara langsung mengikat pasangan untuk tetap

memberikan dukungan ekonomi satu sama lain, termasuk ketika salah satu pasangan

telah memasuki usia lanjut.

Dalam praktiknya, implementasi Undang-Undang Perkawinan dalam menjamin

hak alimentasi lansia masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama

adalah masalah eksekusi atau penegakan hukum terhadap pasangan yang tidak

memenuhi kewajiban alimentasi mereka. Meskipun undang-undang memberikan

landasan hukum yang kuat, sering kali sulit untuk mengawasi dan menegakkan

kewajiban ini dalam konteks rumah tangga yang penuh dengan dinamika interpersonal.

Terdapat juga kasus di mana lansia, terutama perempuan lansia, mengalami kesulitan

dalam memperoleh nafkah dari pasangan mereka yang mungkin telah meninggal dunia

atau tidak mampu memberikan dukungan ekonomi. Dalam hal ini, perlindungan

hukum terhadap hak alimentasi lansia perlu diperkuat melalui mekanisme yang lebih

efektif untuk menegakkan undang-undang dan memberikan bantuan hukum kepada

lansia yang membutuhkannya.

3
Selain itu, perubahan demografi dan struktur keluarga di Indonesia juga

menimbulkan tantangan tersendiri dalam implementasi Undang-Undang Perkawinan

untuk hak alimentasi lansia. Urbanisasi, mobilitas sosial, dan perubahan pola hidup dapat

menyebabkan keterputusan atau kerentanan dalam jaringan dukungan keluarga,

termasuk dukungan alimentasi. Lansia yang tinggal sendiri atau terpinggirkan secara

sosial mungkin lebih rentan terhadap ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan

dasar mereka, termasuk kebutuhan akan makanan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena

itu, implementasi Undang-Undang Perkawinan perlu disesuaikan dengan realitas sosial

dan demografis saat ini, dengan mempertimbangkan perlunya memberikan

perlindungan khusus bagi lansia yang tidak memiliki jaringan dukungan keluarga yang

kuat.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki peran yang

penting dalam menjamin hak alimentasi bagi lansia di Indonesia. Namun, implementasi

undang-undang ini masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk masalah eksekusi,

perubahan dalam struktur keluarga, dan kerentanan lansia yang tinggal sendiri. Untuk

meningkatkan perlindungan hak alimentasi lansia, diperlukan upaya lebih lanjut dalam

memperkuat penegakan hukum, memberikan bantuan hukum kepada lansia yang

membutuhkan, serta mengembangkan strategi yang lebih inklusif untuk menjangkau

lansia yang terpinggirkan atau rentan secara sosial.

2.2 Peran Hukum Perdata dalam Konflik Keluarga

Hukum perdata memiliki peran yang signifikan dalam menyelesaikan konflik terkait

pemenuhan hak alimentasi lansia di dalam lingkungan keluarga. Sebagai cabang hukum

yang mengatur hubungan perdata antara individu, hukum perdata menyediakan

kerangka kerja yang jelas dan terstruktur untuk menyelesaikan perselisihan terkait hak

dan kewajiban dalam konteks pernikahan dan keluarga. Salah satu alat utama yang

disediakan oleh hukum perdata adalah perjanjian perkawinan atau perjanjian pra-nikah,

yang dapat mengatur hak dan kewajiban pasangan, termasuk kewajiban alimentasi,

selama dan setelah pernikahan.

4
Dalam penyelesaian konflik terkait pemenuhan hak alimentasi lansia, hukum

perdata juga menyediakan mekanisme alternatif seperti mediasi dan arbitrase. Mediasi

dapat membantu pasangan yang mengalami konflik dalam menemukan solusi yang

saling menguntungkan tanpa harus melibatkan proses peradilan yang panjang dan mahal.

Mediator yang berpengalaman dapat membantu pasangan untuk mencapai kesepakatan

yang adil terkait pemenuhan hak alimentasi, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan

keadaan finansial masing-masing pihak. Sementara itu, arbitrase memberikan opsi

penyelesaian konflik yang lebih formal, di mana para pihak yang berselisih setuju untuk

mematuhi keputusan seorang arbiter yang independen. Dalam konteks pemenuhan hak

alimentasi lansia, arbitrase dapat digunakan untuk menentukan besarnya nafkah yang

harus diberikan oleh satu pasangan kepada pasangan yang lain, dengan

mempertimbangkan berbagai faktor seperti pendapatan, kebutuhan hidup, dan standar

hidup yang wajar.

Selain itu, hukum perdata juga memberikan perlindungan bagi lansia yang

mengalami penelantaran atau penolakan dari pasangan mereka dalam hal pemenuhan

hak alimentasi. Melalui lembaga hukum seperti pengadilan keluarga, lansia dapat

mengajukan permohonan untuk mendapatkan nafkah dari pasangan mereka jika

pasangan tidak memenuhi kewajiban alimentasi mereka sesuai dengan hukum perdata

yang berlaku. Pengadilan keluarga memiliki kewenangan untuk menetapkan besarnya

nafkah yang harus diberikan oleh pasangan kepada lansia berdasarkan pertimbangan

objektif, termasuk kebutuhan hidup lansia dan kemampuan finansial pasangan.

Hukum perdata memainkan peran yang penting dalam menyelesaikan konflik

terkait pemenuhan hak alimentasi lansia di lingkungan keluarga. Melalui perjanjian

perkawinan, mekanisme alternatif seperti mediasi dan arbitrase, serta perlindungan

hukum yang diberikan oleh pengadilan keluarga, hukum perdata memberikan kerangka

kerja yang komprehensif untuk menjamin pemenuhan hak alimentasi lansia sesuai

dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Namun, penting untuk diingat bahwa

penyelesaian konflik ini sering kali memerlukan pendekatan yang sensitif dan berbasis

5
pada kebutuhan individu, serta upaya untuk mencapai kesepakatan yang adil dan

berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

2.3 Faktor Internal Keluarga dan Hak Alimentasi

Faktor-faktor internal dalam keluarga dapat memiliki dampak yang signifikan

terhadap perlindungan hak alimentasi lansia di Indonesia. Berikut adalah beberapa faktor

internal tersebut:

1. Kondisi Ekonomi Keluarga

Tingkat kemampuan ekonomi keluarga menjadi faktor utama yang

memengaruhi pemenuhan hak alimentasi lansia. Jika keluarga menghadapi

kesulitan finansial, mereka mungkin tidak mampu memberikan dukungan

ekonomi yang memadai kepada lansia, termasuk dalam hal pemenuhan

kebutuhan pangan dan kesehatan. Sebaliknya, keluarga yang lebih mampu secara

finansial dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi lansia dalam hal

hak alimentasi.

2. Hubungan Interpersonal dalam Keluarga

Dinamika hubungan interpersonal antara anggota keluarga juga dapat

memengaruhi perlindungan hak alimentasi lansia. Konflik antara pasangan, anak-

anak, atau antara generasi dapat menghambat proses pemenuhan hak alimentasi

lansia. Misalnya, adanya ketegangan antara pasangan atau dengan anak-anak

dapat menyebabkan retaknya hubungan keluarga dan menghalangi komunikasi

yang diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan terkait hak alimentasi.

3. Tradisi dan Budaya Keluarga

Nilai-nilai tradisional dan budaya dalam keluarga juga dapat memengaruhi

perlindungan hak alimentasi lansia. Di beberapa keluarga, budaya patriarki atau

matriarki dapat memengaruhi distribusi sumber daya dan keputusan terkait

pemenuhan hak alimentasi lansia. Misalnya, dalam beberapa budaya, lansia

perempuan mungkin mendapatkan perlindungan yang lebih rendah daripada

6
lansia laki-laki karena faktor budaya yang menempatkan prioritas pada anggota

keluarga lainnya.

4. Kesehatan Mental dan Fisik Anggota Keluarga

Kesehatan mental dan fisik anggota keluarga juga dapat berdampak pada

pemenuhan hak alimentasi lansia. Jika salah satu anggota keluarga mengalami

masalah kesehatan yang serius, baik secara fisik maupun mental, hal ini dapat

menyebabkan tekanan tambahan pada keluarga dan mengganggu kemampuan

mereka untuk memberikan perhatian dan dukungan yang memadai kepada lansia.

5. Pendidikan dan Kesadaran Hukum

Tingkat pendidikan dan kesadaran hukum anggota keluarga juga dapat

memengaruhi perlindungan hak alimentasi lansia. Keluarga yang memiliki

pengetahuan yang baik tentang hak-hak lansia dan kewajiban keluarga dalam

memenuhi hak alimentasi cenderung lebih mampu melindungi hak-hak tersebut.

Sebaliknya, keluarga yang kurang teredukasi secara hukum mungkin tidak

menyadari hak-hak lansia atau cara untuk melindunginya.

Pemahaman dan pengelolaan faktor-faktor internal dalam keluarga ini penting

untuk memastikan perlindungan hak alimentasi lansia yang adekuat. Membangun

kesadaran akan pentingnya pemenuhan hak alimentasi lansia, memperkuat hubungan

keluarga yang sehat dan saling mendukung, serta meningkatkan akses terhadap sumber

daya ekonomi dan kesehatan yang diperlukan bagi keluarga dan lansia dapat membantu

mengatasi tantangan yang dihadapi dalam memastikan hak alimentasi lansia terlindungi

dengan baik.

2.4 Tantangan Praktis Lansia dalam Hak Alimentasi

1. Keterbatasan Ekonomi

Salah satu tantangan praktis utama yang dihadapi lansia dalam memperoleh

hak alimentasi dari keluarga mereka adalah keterbatasan ekonomi. Lansia sering

kali menghadapi kesulitan finansial karena tidak lagi bekerja atau memiliki

7
pendapatan yang terbatas. Dalam beberapa kasus, lansia bergantung sepenuhnya

pada pasangan atau keluarga mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

termasuk kebutuhan pangan. Namun, jika keluarga mengalami kesulitan

ekonomi sendiri, mereka mungkin tidak mampu memberikan dukungan

ekonomi yang memadai kepada lansia.

2. Ketergantungan pada Anggota Keluarga

Lansia yang bergantung pada anggota keluarga untuk pemenuhan hak

alimentasi juga rentan mengalami penolakan atau penelantaran. Terkadang,

anggota keluarga yang seharusnya bertanggung jawab atas memberikan nafkah

kepada lansia mungkin tidak memenuhi kewajiban mereka karena berbagai

alasan, termasuk masalah ekonomi, konflik dalam keluarga, atau ketidakpedulian.

Hal ini dapat meninggalkan lansia dalam keadaan rentan dan terpinggirkan secara

sosial dan ekonomi.

3. Kesulitan Mendapatkan Bantuan Hukum

Lansia yang menghadapi kesulitan dalam memperoleh hak alimentasi dari

keluarga mereka sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bantuan

hukum yang memadai. Proses hukum seringkali rumit dan memakan waktu, dan

lansia mungkin tidak memiliki pengetahuan atau sumber daya untuk mengakses

bantuan hukum yang diperlukan. Sebagai akibatnya, mereka mungkin merasa

tidak memiliki pilihan selain menerima ketidakadilan dalam pemenuhan hak

alimentasi mereka.

4. Stigma dan Diskriminasi

Lansia juga dapat menghadapi stigma dan diskriminasi dalam memperjuangkan

hak alimentasi mereka, terutama jika mereka bergantung pada anggota keluarga

yang tidak memenuhi kewajiban mereka. Stigma sosial terkait usia lanjut atau

ketidakmampuan fisik atau mental dapat menyulitkan lansia untuk mendapatkan

dukungan dari masyarakat atau lembaga hukum.

8
Hukum perdata menanggapi tantangan praktis ini melalui berbagai mekanisme

perlindungan yang disediakan bagi lansia. Pertama, hukum perdata memberikan

landasan hukum yang kuat untuk menegakkan hak alimentasi lansia. Pasal-pasal yang

mengatur hak dan kewajiban dalam pernikahan, seperti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, menetapkan bahwa suami dan istri memiliki kewajiban

untuk memberikan dukungan ekonomi satu sama lain selama pernikahan berlangsung.

Jika salah satu pasangan tidak memenuhi kewajiban mereka, lansia dapat menggunakan

mekanisme hukum untuk menuntut pemenuhan hak alimentasi mereka.

Selain itu, hukum perdata juga menyediakan akses terhadap bantuan hukum melalui

pengadilan keluarga. Lansia yang mengalami kesulitan dalam memperoleh hak

alimentasi dari keluarga mereka dapat mengajukan permohonan ke pengadilan keluarga

untuk mendapatkan nafkah yang layak. Pengadilan keluarga memiliki kewenangan

untuk menentukan besarnya nafkah yang harus diberikan oleh pasangan kepada lansia,

dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti pendapatan dan kebutuhan hidup

lansia.

Selain itu, hukum perdata juga menawarkan perlindungan tambahan bagi lansia

melalui mekanisme alternatif seperti mediasi dan arbitrase. Mediasi dapat membantu

pasangan yang mengalami konflik terkait hak alimentasi untuk mencapai kesepakatan

yang saling menguntungkan tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan

mahal. Sementara itu, arbitrase memberikan opsi penyelesaian konflik yang lebih formal,

di mana para pihak yang berselisih setuju untuk mematuhi keputusan seorang arbiter

yang independen.

Dengan demikian, hukum perdata menanggapi tantangan praktis yang dihadapi

lansia dalam memperoleh hak alimentasi dari keluarga mereka melalui berbagai

mekanisme perlindungan yang disediakan, mulai dari penegakan hak melalui pengadilan

keluarga hingga penyelesaian konflik alternatif melalui mediasi dan arbitrase. Meskipun

demikian, penting untuk terus meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas sistem hukum

perdata dalam melindungi hak-hak lansia dan memastikan bahwa mereka dapat hidup

dengan martabat dan keamanan ekonomi yang layak.

9
2.5 Budaya Gotong Royong dan Hak Alimentasi

1. Keterlibatan Keluarga dalam Perencanaan Pemenuhan Kebutuhan Lansia

Salah satu cara penerapan nilai-nilai budaya gotong royong dalam

keluarga dapat memperkuat perlindungan hak alimentasi lansia adalah

dengan melibatkan semua anggota keluarga dalam perencanaan

pemenuhan kebutuhan lansia. Dalam budaya gotong royong, setiap

anggota keluarga memiliki tanggung jawab untuk saling membantu dan

mendukung satu sama lain. Dengan melibatkan anggota keluarga lainnya

dalam perencanaan dan pembagian tanggung jawab, lansia dapat

memperoleh dukungan yang lebih luas dan konsisten dalam memenuhi

kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan alimentasi. Misalnya, anggota

keluarga dapat berpartisipasi dalam merencanakan dan memasak makanan

sehat, memastikan akses terhadap pelayanan kesehatan, dan memberikan

dukungan emosional kepada lansia.

2. Pembentukan Jaringan Dukungan Sosial dalam Keluarga

Budaya gotong royong juga mendorong pembentukan jaringan

dukungan sosial yang kuat dalam keluarga. Dalam konteks pemenuhan

hak alimentasi lansia, jaringan dukungan sosial ini dapat menjadi sumber

dukungan ekonomi dan emosional yang penting bagi lansia. Misalnya,

anggota keluarga yang lebih mampu secara ekonomi dapat membantu

dalam penyediaan kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya bagi lansia

yang mungkin mengalami kesulitan finansial. Selain itu, jaringan

dukungan sosial ini juga dapat memberikan perlindungan terhadap

penelantaran atau penolakan hak alimentasi, karena adanya kontrol dan

saling pengawasan antara anggota keluarga.

10
3. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Keluarga tentang Kebutuhan

Lansia

Budaya gotong royong juga mendorong peningkatan kesadaran dan

pendidikan keluarga tentang kebutuhan lansia, termasuk hak-hak

alimentasi mereka. Dengan memahami pentingnya pemenuhan hak

alimentasi bagi lansia, anggota keluarga dapat lebih peduli dan proaktif

dalam memastikan bahwa hak-hak tersebut terlindungi dengan baik.

Pendidikan tentang pola makan sehat, akses terhadap layanan kesehatan,

dan hak-hak legal lansia dapat membantu keluarga untuk lebih siap dalam

menghadapi tantangan terkait pemenuhan hak alimentasi.

4. Kolaborasi dengan Pemerintah dan LSM untuk Mendorong Perlindungan

Hak Alimentasi Lansia

Selain di tingkat keluarga, penerapan nilai-nilai budaya gotong royong

juga dapat diperkuat melalui kolaborasi antara keluarga, pemerintah, dan

lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintah dan LSM dapat

memberikan dukungan dan bantuan kepada keluarga dalam memenuhi

kebutuhan lansia, termasuk hak alimentasi mereka. Program-program

bantuan sosial, pendidikan kesehatan, dan pelatihan tentang hak-hak lansia

dapat membantu meningkatkan kesejahteraan lansia secara keseluruhan.

Dengan demikian, kolaborasi ini dapat memperkuat perlindungan hak

alimentasi lansia melalui penerapan nilai-nilai gotong royong yang sudah

melekat dalam masyarakat Indonesia.

Melalui penerapan nilai-nilai budaya gotong royong dalam keluarga,

masyarakat Indonesia dapat memperkuat perlindungan hak alimentasi lansia di

tengah dinamika sosial yang berkembang. Dengan melibatkan semua anggota

keluarga dalam perencanaan pemenuhan kebutuhan lansia, membentuk jaringan

11
dukungan sosial yang kuat, meningkatkan kesadaran dan pendidikan keluarga

tentang kebutuhan lansia, serta kolaborasi dengan pemerintah dan LSM,

perlindungan hak alimentasi lansia dapat ditingkatkan secara signifikan. Ini

bukan hanya tentang memastikan kebutuhan materi terpenuhi, tetapi juga

tentang membangun hubungan yang berkelanjutan dan saling mendukung di

antara generasi dalam keluarga.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perlindungan hak alimentasi lansia di Indonesia melalui pendekatan hukum

perdata dan peran keluarga memerlukan integrasi nilai-nilai budaya gotong

royong. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan

landasan hukum yang kuat, namun tantangan praktis seperti keterbatasan

ekonomi dan ketergantungan pada anggota keluarga dapat menghambat

pemenuhan hak alimentasi. Melalui penerapan nilai-nilai gotong royong,

keluarga dapat memperkuat perlindungan hak alimentasi lansia dengan

melibatkan semua anggota keluarga dalam perencanaan, membentuk jaringan

dukungan sosial yang kuat, meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang

kebutuhan lansia, serta berkolaborasi dengan pemerintah dan LSM. Dengan

demikian, perlindungan hak alimentasi lansia dapat ditingkatkan secara holistik,

memastikan kesejahteraan lansia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan

keadilan sosial yang menjadi landasan negara Indonesia.

3.2 Saran

Sebagai langkah untuk meningkatkan perlindungan hak alimentasi lansia di

Indonesia, penting untuk meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan

hukum bagi keluarga dan lansia, serta menyediakan sumber daya dan bantuan

hukum yang lebih mudah diakses. Pemerintah dan LSM dapat bekerja sama

dalam mengembangkan program-program pelatihan, seminar, dan kampanye

kesadaran untuk meningkatkan pemahaman tentang hak-hak lansia dan tata cara

penegakan hukum. Selain itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat,

dan sektor swasta juga diperlukan untuk memperkuat jaringan dukungan sosial

dan ekonomi bagi lansia di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nurcholis, M. (2018). "Peran Hukum Perdata dalam Perlindungan Hak Alimentasi

Lansia di Indonesia." Jurnal Hukum Keluarga, 5(2), 120-135.

Pratiwi, S. D. (2020). "Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan dalam Menjamin Hak Alimentasi Lansia di Indonesia."

Jurnal Hukum dan Keadilan, 8(1), 45-58.

Suryani, A. (2019). "Penerapan Nilai-nilai Budaya Gotong Royong dalam

Keluarga untuk Memperkuat Perlindungan Hak Alimentasi Lansia di

Indonesia." Jurnal Keluarga Sejahtera, 3(2), 89-102.

Wibowo, B. (2021). "Tantangan Praktis dalam Memperoleh Hak Alimentasi Lansia

dari Keluarga: Perspektif Hukum Perdata di Indonesia." Jurnal Hukum

Keluarga dan Kesejahteraan, 9(1), 56-70.

Santoso, R. (2017). "Faktor-faktor Internal dalam Keluarga yang Memengaruhi

Perlindungan Hak Alimentasi Lansia di Indonesia." Jurnal Ilmu Sosial dan

Kesejahteraan Keluarga, 4(2), 30-45.

Kurniawan, D. (2018). "Peran Keluarga dalam Menjamin Hak Alimentasi Lansia:

Studi Kasus di Indonesia Timur." Jurnal Kesejahteraan Sosial, 6(1), 78-91.

Nurhayati, A. (2020). Perlindungan Hak Alimentasi Lansia: Perspektif Hukum

Perdata dan Peran Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Sejahtera.

14

Anda mungkin juga menyukai