Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE MAKE A

MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR


TEMA TATA CARA WUDHU KELAS III DI SDN 2
HARUYAN SEBERANG

NAMA : SALMIAH, S.Pd.I


NIP : 19931005 202012 2 013
SEKOLAH : SDN 2 HARUYAN SEBERANG

PEMERINTAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH


DINAS PENDDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas naskah yang berjudul " Pembelajaran Berdiferensiasi Dengan
Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran PAI" dengan tepat waktu.
Laporan ini disusun untuk memenuhi penilaian kriteria guru inspiratif. Selain itu,
laporan ini bertujuan menambah wawasan tentang bagaimana pembelajaran berdiferensiasi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kepala Sekolah yang bersedia
meluangkan waktu untuk pengerjaan proyek ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya laporan ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Hulu Sungai Tengah, 14 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan secara sadar dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Undang-undang No.20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan
sebagai usaha sadar untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan dan proses pembelajaran,pengendalian diri ,kepribadian,
kecerdasan ,akhlak mulai serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat
bangsa dan Negara (Agus Taufiq, 2017 : 6)Tujuan pendidikan Nasional adalah
“menumbuh kembangkan pribadi-pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap
tuhan yang Maha Esa ,berakhlak mulia,memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kemiliki kesadaran jasmani dan rohani memilki kepribadian yang mantap dan
mandiri,serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. ( Agus
Taufiq,2017 : 11 )

Berdasarkan dasar hukum diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan
proses pendidikan serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional dibutuhkan peran
seorang pendidik. Pendidikan menjadi media yang mempunyai pengaruh untuk
menentukan arah kesuksesan Negara,pendidikan menjadi pilar dalam upaya
mengembangkan sumber daya manusia.seiring perkembangan kurikulum mengalami
perubahan demi perubahan sebagai respon atau kondisi saat ini(Ismail
Suardin,2017 :1736).
Pendidikan merupakan faktor utama yang ditingkatkan kualitasnya, maju
mundurnya peradaban manusia dimasa kini dan masa mendatang akan terlihat dari
tingkat pendidikan. pendidikan adalah investasi suatu bangsa pendidkan adalah bekal
hidup dan kehidupan manusia di masa kini dan masa mendatang dan pendidikan
memiliki pengaruh terhadap semua aspek kehidupan.hal ini berarti bahwa untuk
menjadi pendidik Yang profesional selain memiliki kesehatan jasmani dann rohani
pendidik harus memiliki kompetensi baik secara kualifikasi akademik maupun
kompetensi dasar sebagai pendidik.
Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pendidik adalah
kompetensi profesional, diantaranya pendidik harus mampu mengelola program
belajar mengajar yang baik ,terutama kemampuan mengenal serta menggunakan
metode mengajar yang tepat,dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah kegiatan
belajar mengajar merupakan kegiataan yang paling pokok ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses
proses belajar yang dialami oleh peserta didik sebagai anak didik.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yaitu model pembelajaran Make A Match
atau membuat pasangan. Menurut Rusman (2010: 223) model Make A Match
merupakan salah satu jenis dari metode pembelajaran kooperatif. Model ini
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah
peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Isjoni (2011:112) berpendapat bahwa “Make A
Match merupakan model pembelajaran yang di mana siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Dengan demikian akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga
peserta didik dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan hasil belajar ekonomi
akan lebih meningkat”.
Berdasarkan hasil pengamatan awal di kelas III SDN 2 HARUYAN
SEBERANG bahwa dalam pembelajaran berlangsung di kelas pendidik hanya
menerapkan metode ceramah dan tanya jawab.pendidik berusaha melibatkan seluruh
peserta ddik namun keterlibatan peserta didik dalam dalam proses pembelajaran
tersebut hanya sebagian peserta didik saja yang berpartisifasi dalam pembelajaran pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada tema Tata cara berwudhu pesrta didik
hanya mendengarkan materi saja tanpa bertanya materi apa yang mungkin belum
dimengerti, dan ketika pendidik bertanya banyak peserta didik yang tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pendidik. Dan hal ini berdampak pada hasil
belajar peserta didik. Salah satu model pembelajaran yaitu pembelajaran kooperatif
make a match .model pembelajaran ini sesuai dengan karakteristik siswa SD, dimana
siswa akan merasakan kegembiraan dalam belajar, menghilangkan kejenuhan,
sekaligus belajar berbagi dan bekerjasama dengan orang lain.

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas maka dalam penelitian ini
berjudul "Penerapan Model Kooperatif Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Tema Tata cara wudhu III Di SDN 2 HARUYAN SEBERANG.
B. Identifikasi Masalah
1. Pembelajaran seharusnya mengakomodasi kepentingan semua siswa sehingga setiap
siswa mampu memberikan performa terbaik mereka dalam belajar. Untuk alasan ini,
guru harus mampu membedakan pembelajaran di kelas, dengan kata lain guru harus
bisa mendeferensiasikan pembelajaran untuk dapat memenuhi kebutuhan semua
siswa, untuk memulihkan atau mempercepat instruksi, dan untuk menyediakan
kesempatan belajar bagi semua siswa. (Arviana, 2014)
2. Tingkat kreativitas anak Indonesia dibandingkan dengan negara- negara lain berada
pada peringkat yang rendah. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif diindikasikan
berimplikasi pada rendahnya prestasi siswa. Menurut Wahyudin (Siregar, 2012)
diantara penyebab rendahnya pencapaian siswa dalam pembelajaran PAI adalah
proses pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran umumnya
guru sibuk sendiri- sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya.
Wahyudin (dalamSiregar, 2012)

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan dan
batasan masalah pada pembelajaran ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran
PAI dengan pendekatan lebih tinggi darisiswa yang memperoleh pembelajaran
konvesional?
2. Apakah Self-confidence siswa yang memperoleh pendekatanDIlebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran konvesional?
3. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikit kreatif matematis dan Self-
confidence siswa yang memperoleh pendekatan DI?

D. Tujuan
Pembelajaran ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara yang
memperoleh pembelajaran DI dengan yang memperoleh pembelajaran konvesional.
2. Untuk mengetahui apakah self-cofidence siswa yang memperoleh pendekatan DI lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvesional.
3. Terdapat koresi antara kemampuan berpikir kreatif siswa dan selfcofidence siswa yang
memperoleh pembealajaran DI.

BAB II
MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DAN HASIL
BELAJARTATA CARA WUDHU

A. Model Pembelajaran Make a Match


1. Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran tipe Make a Match artinya model pembelajaran


mencari Pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau
jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia
pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.1
Menurut Suprijono model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan mencari pasangan
melalui kartu-kartu. Dimana kartu tersebut berisi kartu pertanyaan dan kartu
yang berisi jawaban dari pertanyaan–pertanyaan tersebut.2
Menurut Rusman, Model Make A Match (membuat pasangan)
merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Salah
satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang
menyenangkan.
Model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan
merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja
sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.4
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah suatu teknik pembelajaran
Make A Match adalah teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match

Adapun Kelebihan Make A Match antara lain5:

a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (let


them move).
b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

c. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

Sedangkan kekurangan Make A Match adalah6:

a. Jika kelas terlalu gemuk akan muncul suasana yang ramai yang dapat
mengganggu ketenangan belajar kelas lainnya.
b. Guru harus menyiapkan beberapa kartu untuk media pembelajaran.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terlebih dahulu
diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk mengenal
dan memahami karakteristik masing-masing individu dan kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa;

(1) model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match bertujuan untuk


menumbuhkan sikap saling menghormati, menumbuhkan sikap tanggung
jawab, meningkatkan percaya diri dalam menyelesaikan suatu masalah,

(2) merupakan model pembelajaran yang menuntut anak didik aktif dalam
pembelajaran, keterampilan-keterampilan mulai dari tingkat awal maupun
tingkat mahir yang dimiliki anak didik akan terlihat dalam pembelajaran ini,
(3) lingkungan dalam pembelajaran Make A Match diusahakan demokratis,
anak didik diberi kebebasan untuk mengutarakan pendapat.7
3. Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Make a Match adalah


sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban.
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (soal jawaban).

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya.
g. Demikian seterusnya.

h. Kesimpulan/penutup

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan proses belajar, perilaku aktif dalam

belajar adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar

atau proses pembelajaran. Selain itu hasil belajar juga merupakan

suatu interaksi tindakan belajar, tindak mengajar. Dari sisi guru

tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Hasil

belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan yang mengakibatkan

perubahan pada individu sebagai aktifitas belajar biasanya dinyatakan

dalam bentuk angka dan huruf.

Hasil belajar adalah suatu proses yang dikuasai atau diterapkan dari

adanya proses belajar. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran

dinyatakan dalam angka yang menunjukkan sejauh mana

pemahaman siswa terhadap yang dipelajarinya. Semakin tinggi angka

yang diperoleh siswa meunjukkan semakin baik pemahamannya.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru),

seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya.

Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana

membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1). Keterampilan dan

kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah


kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh

siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru

sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan

sehari-hari.

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya14. Hasil belajar

merupakan pola- pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne membagi hasil belajar

menjadi lima kategori, yaitu informasi verbal, keterampilan

intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,

dan psikomotorik17. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar

intelektual yang terdiri dari enam aspek, diantaranya adalah

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari

lima aspek, diantaranya adalah penerimaan, jawaban atau reaksi,

penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan

dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Sedangkan aspek ranah psikomotorik antara lain adalah gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan

gerakan ekspresif dan interpretatif.


2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar

adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal (dari dalam), yakni:

1) Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis anak misalnya badan dalam kondisi sehat,

tidak dalam keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani,

dan sebagainya. Selain itu, yang dapat mempengaruhi proses

dan hasil belajar adalah kondisi pancaindera, terutama indera

penglihatan dan indera pendengaran.

2) Kondisi psikologis

Setiap siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologi yang

berbeda- beda, sehingga perbedaan-perbedaan itu yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor psikologis yang

dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan,

minat, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif.

b. Faktor eksternal (dari luar), yakni:

1) Faktor environmental input (lingkungan)

Kondisi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dam

lingkungan sosial. Lingkungan fisik/ alami di dalamnya ialah

seperti suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya.


Belajar dalam keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya

dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.

Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi proses dan hasil

belajar, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lain.

Lingkungan sosial berwujud manusia misalnya ialah ada orang

yang mondar-mandir didekatnya, keluar masuk kamarnya, atau

berbicara dengan suara cukup keras di dekatnya. Lingkungan

sosial dalan hal lain misalnya ialah suara mesin pabrik, hiruk

pikuk lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya.

3. Indikator Hasil Belajar

Sebagai penilaian, maka penulis mengklasifikasikan tiga

kemampuan siswa dalam pembahasan tata cara wudhu, yaitu;

a. Siswa mampu membaca Niat Wudhu yang benar dengan bobot

skor 30.

b. Siswa mampu menyebutkan Tata cara whudu yang benar dengan

bobot skor 30.

c. , Siswa mampu memprakikan tata cara wudhu yang benar

dengan bobot skor 40.


1) Faktor-faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang

keberadaan dan penggunaannya dirancangkan sesuai

dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini

diharapkan dengan berfungsi sebagai sarana untuk

tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah

dirancangkan. Faktor-faktor instrumental ini dapat

berwujud faktor-faktor keras (hardware) dan faktor-

faktor lunak (software). Faktor-faktor keras (hardware)

yang termasuk di dalamnya seperti gedung

perlengkapan belajar, alat-alat praktikum,

perpustakaan, dan sebagainya. Sedangkan yang

termasuk faktor-faktor lunak (software) ialah kurikulum,

bahan/program yang harus dipelajari, dan pedoman-

pedoman belajar dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai