Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Koordinator : H. Hikmat Rudyana, S.Kp., M.kep
Dosen Pembimbing : Argi Virgona Bangun, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Tina Rahayu
214121079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori
1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi gagalnya ginjal
dalam menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit karena rusaknya struktur ginjal yang
progresif ditandai 10 dengan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
dalam darah (Mutaqqin & Sari, 2011)

2. Etioogi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit
komplikasi yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal
(Muttaqin & Sari 2011).
Menurut Muttaqqin & Sari (2011) kondisi klinis yang bisa memicu
munculnya CKD, yaitu:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis
2) Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis
3) Batu ginjal: nefrolitiasis
4) Kista di ginjal: polycitis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
sangat berkaitan erat untuk terjadinya kerusakan pada ginjal. Saat
kadar insulin dalam darah berlebih akan menyebabkan resistensi
insulin yang dapat meningkatkan lipolisis pada jaringan adiposa
yang membuat lemak dalam darah meningkat termasuk kolesterol
dan trigliserida. Hiperkolesterolemia akan meningkatkan LDL-kol
dan penurunan HDL-kol yang akan memicu aterosklerosis karena
ada akumulasi LDL-kol yang akan membentuk plak pada
pembuluh darah. Terbentuknya plak akan membuat retensi natrium
sehingga tekanan darah naik. Retensi ini yang nantinya akan
merusak struktur tubulus ginjal (Noviyanti, 2015)
2) Dyslipidemia karena dapat memicu aterosklerosis akibat akumulasi
LDL-kol sehingga memunculkan plak pada pembuluh darah yang
akan meningkatkan tekanan darah karena ada retensi natrium bisa
membuat ginjal rusak (Noviyanti, 2015).
3) SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit autoimun
yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan pembuluh
darah di semua bagian tubuh, terutama menyerang pembuluh darah
di ginjal. Pembuluh darah dan membran pada ginjal akan
menyimpan bahan kimia yang 12 seharusnya ginjal keluarkan dari
tubuh karena hal ini ginjal tidak berfungsi sebagaimana mestinya
(Roviati, 2012).
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis karena
apabila tidak segera diobati maka bakteri, virus dan parasit akan
menggerogoti organ yang ditempati hingga nanti akan menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah dan menyerang organ lain
seperti ginjal (Mohamad dkk, 2016).
5) Preeklamsi menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal yang berakibat GFR menurun dan
laju ekskresi kreatinin dan urea juga menurun (Fadhila dkk, 2018).
6) Obat-obatan seperti antihipertensi memiliki efek samping yaitu
meningkatkan serum kreatinin jika digunakan dalam jangka
panjang (Irawan, 2014) g) Kehilangan banyak cairan yang
mendadak (luka bakar, diare) akan membuat seseorang mengalami
dehidrasi sehingga akan membuat urine menjadi lebih pekat (Arifa
dkk, 2017)
3. Klasifikasi
Dalam Muttaqin dan Sari, (2011) CKD memiliki kaitan dengan penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR), maka perlu diketahui derajat CKD
untuk mengetahui tingkat prognosanya.
a. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat >90
ml/mnt/1,73m2
b. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau ringan 60-90
ml/mnt/1,73m2
c. Stadium 3
Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau berat 15-29
ml/mnt/1,73m2
d. Stadium 4
Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat atau berat 15-29
ml/mnt/1,73m2
e. Stadium 5
Gagal ginjal

4. Manifeksati Klinis
Menurut Haryono (2013) CKD memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka akan
muncul hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit dan gangguan reabsorpsi menyebabkan sebagian
zat ikut terbuang bersama urine sehingga tidak bisa menyimpan garam
dan air dengan baik. Saat terjadi uremia maka akan merangsang reflek
muntah pada otak.
b. Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi, kardiomiopati,
pitting edema, pembesaran vena leher
c. Respiratory system akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri
pleura, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
d. Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-kuningan
kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie, timbunan urea
pada kulit, warna kulit abu-abu mengilat, pruritus, kulit kering
bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
e. Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan
dan kaki, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat.
f. Endokrin maka terjadi infertilitas dan penurunan libido, gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, kerusakan metabolisme
karbohidrat.
g. Sistem muskulosekeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
h. Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis
5. Pathway
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
a. Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1) Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau
1.200 ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi
urine kurang dari 400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada
produksi urine (anuria) (Debora, 2017)
2) Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan
temuan pada orang CKD didapatkan warna urine keruh karena
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor,
kecoklatan karena ada darah, Hb, myoglobin, porfirin (Nuari &
Widyati, 2017).
3) Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika <1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat
4) Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya
menurut Verdiansah (2016), yaitu:
a) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2
b) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2
5) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnnya pada urine
tidak ditemukan kandungan protein.
b. Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widayati
(2017)
1) BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin
meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum lebih dari nilai
normal 21-43 mg/dL
2) Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl
3) SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin
4) BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
5) Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
6) Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5
mmol/L
7) Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL
8) Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL
9) Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL
c. Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis
ginjal dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul
kecurigaan adanya obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal
digunakan untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular massa (Haryono, 2013).
d. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada
atau tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian
atas (Nuari & Widayati, 2017)
e. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).

7. Penatalaksanaan
Terapi gagal ginjal kronik dibagi menjadi dua, yaitu terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi
a. Terapi non farmakologi
1) Pengaturan asupan protein: mulai dilakukan pada LFG ≤60
ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8 kgBB/hari.
2) Pengaturan asupan kalori: 30-35 kkal/kgBB/hari
3) Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh
dan tidak jenuh
4) Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5) Garam (NaCl): 2-3gram/hari
6) Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
7) Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari (pasien HD: 17 mg/hari)
8) Kalsium: 1400-1600 mg/hari
9) Besi: 10-18 mg/hari
10) Magnesium: 200-300 mg/hari
11) Asam folat pasien HD: 5 mg 12) Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml
(insensible water loss)
b. Terapi farmakologi
1) Kontrol tekanan darah
a) Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE inhibitor)
dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal, bila
terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia
harus dihentikan.
b) Penghambat kalsium
c) Diuretik
2) Untuk pasien diabetes melitus, kontrol gula darah, hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa
kerja panjang. Target HbA1C untuk diabetes melitus tipe 1 yaitu
0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk diabetes melitus tipe 2 yaitu
6%.
3) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4) Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), kalsitrol
5) Koreksi asidosis metabolik dengan target HC03 20-22 mEq/l
6) Koreksi hiperkalemia
7) Kontrol dislipidemia dengan target LDL 100 mg/dl dianjurkan
golongan statin
8) Terapi ginjal pengganti
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan
diagnose keperawatan
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja
yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
d) Aktifitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
f) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
g) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
i) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis
j) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
k) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).
l) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie,
area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n) Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o) Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat
terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah
sebagai berikut (PPNI, 2018):
a. Hipervolemia
b. Defisit nutrisi
c. Nausea
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Gangguan pertukaran gas
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko penurunan curah jantung
h. Perfusi perifer tidak efektif
i. Nyeri akut

3. Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap
perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai
alat komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya,
meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang
ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah
membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan,
merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan
(Asmadi, 2008)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Keperawatan Hasil
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan keperawatan Observasi:
selama …x….jam maka 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia meningkat hipervolemia (edema, dispnea,
dengan kriteria hasil: suara napas tambahan)
1. Asupan cairan 2. Monitor intake dan output
meningkat cairan
2. Haluaran urin 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat Terapeutik
3. Edema menurun 4. Batasi asupan cairan dan garam
4. Tekanan darah 5. Tinggikan kepala tempat tidur
membaik Edukasi
5. Turgor kulit 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan cairan Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy (CRRT), jika perlu
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan Observasi
selama …x…. jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan pemenuhan 2. Identifikasi makanan yang
kebutuhan nutrisi pasien disukai
tercukupi dengan 3. Monitor asupan makanan
kriteria hasil: 4. Monitor berat badan
1. intake nutrisi Terapeutik
tercukupi 1. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan makan, jika perlu
dan cairan tercukupi 2. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas kulit tindakan keperawatan Obsevasi
selama …x…. jam 1. Identifikasi penyebab gangguan
diharapkan integritas integritas kulit (mis. Perubahan
kulit dapat terjaga sirkulasi, perubahan status
dengan kriteria hasil: nutrisi) Terapeutik
1. Integritas kulit yang 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
baik bisa tirah baring
dipertahankan 3. Lakukan pemijataan pada area
2. Perfusi jaringan tulang, jika perlu
baik 4. Hindari produk berbahan dasar
3. Mampu melindungi alkohol pada kulit kering
kulit dan 5. Bersihkan perineal dengan air
mempertahankan hangat Edukasi
kelembaban kulit 6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air yang
cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
DAFTAR PUSTAKA

Debora, O. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik Ed.2. Jakarta:


Salemba Medika.
dkk, M. (2016). Hsil Diagnostik Mycobacterium Tuberculosis pada Penderita
Batuk >2 minggu denga Pewarnaan Zhiel-Neelsen dI Puskesmas
Ranaomuut dan Puskesmas Kombos Manado. Jurnal e-Biomedik.
Haryono. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing.
Mutaqqin, & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Noviyanti. (2015). Perbedaan Kadar LDL-Kolesterol Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 dengan dan Tanpa Hipertensi di RS Dr. M Djamil Padang
tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas, 4-13.
Nuari, & Widyati. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalasanaan . Yogyakarta: Deepublish.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed). Jakarta: DPPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hail Keperawatan. Jakarta: DPPNI.

Anda mungkin juga menyukai