Bryan Minerva Abdillah_202220401011176_LAPORAN_KASUS_Sirosis_Hepatis
Bryan Minerva Abdillah_202220401011176_LAPORAN_KASUS_Sirosis_Hepatis
SIROSIS HEPATIK
Pembimbing:
dr. Diah Novita Kurniawati, Sp.PD
Oleh :
202310401011036
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, laporan kasus SMF Ilmu Penyakit Dalam yang berjudul Sirosis Hepatik dapat saya
selesaikan. Laporan kasus ini disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan
klinik di bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam serta saya menyadari bahwa laporan kasus ini
tidaklah sempurna. Untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan dalam pembuatan
laporan kasus ini.
Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing, dr. Diah Novita Kurniawati, Sp.PD
atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan referat ini. Saya sangat menghargai segala
kritik dan saran sehingga referat ini bisa menjadi lebih baik dan dapat lebih berguna bagi
pihak-pihak yang membacanya di kemudian hari.
Penulis
BAB 1
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 24 tahun
Alamat : Tanggungan 08/02 Tanggungan, Gudo, Kabupaten Jombang,
Jawa Timur
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum Menikah
Unit/ ruang : Sadewa - Kelas II
Masuk RS : 19 April 2023 (12:08 WIB)
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Kab Jombang pada tanggal 19 April 2024 pada pukul 09.00
WIB. Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan hilang timbul, sekali
muntah darah sebanyak 1/2 mangkok lebih. Muntah darah seperti gumpalan, tidak
bercampur sisa makanan. Keluhan didahului pusing dan mual lalu muntah. Pasien
mengeluh batuk berdahak warna putih cair berlendir dan pilek bening cair sejak 2 hari
yang lalu. Demam sejak 2 hari yang lalu, Mimisan (-), batuk (-), nyeri ulu hati (-), gatal
(-), pasien tidak pernah merasa kulitnya kuning. Pasien merasa begah. Pasien mengeluh
penurunan BB sejak akhir 2022 hingga sekarang.
o Thorax
o Pulmo
I: normochest, gerak simetris, retraksi (-), laserasi (-), ginekomasti (-)
P: ekspansi dinding dada simetris, fremitus (-), nyeri tekan (-)
P: Sonor/Sonor
A: Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
o COR
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus tidak kuat angkat, thrill (-)
P: Batas jantung kanan : ICS 4 parasternal line dextra; Batas jantung kiri : ICS
5 axillaris anterior line sinistra; Pinggang jantung : Setinggi ICS 3, 3 cm dari
midsternal line
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen
Inspeksi : distensi (+), asites (-), spider naevi (-), massa (-), hepatomegali (sde),
splenomegali (sde), umbilikus (dbn)
Auskultasi : bising usus (sde), metalic sound (sde), bruit (sde)
Perkusi : Asites (+) dengan shifting dullnes (+), liver span (sde), peranjakan
(sde), traube space (sde)
Palpasi : soepl, defans muskular (-), nyeri tekan (-), massa (-), area schuffner 2,
nyeri ketok sudut costophrenicus (-), hepar (sde), splen (sde), renal dextra dan
sinistra (-)
o Ekstremitas
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat kering merah, terry’s nail (-), eritema
palmaris (-), oedem tungkai (-/-)
1.4 Pemeriksaan penunjang
Foto thorax AP :
Kesimpulan :
- Varises Esofagus Grade III
- Moderate Portal HT Gastropathy
- Ulkus Gaster Forrest Class IIc
- Gastritis Erosiva
Fibroscan
1.5 Diagnosis
1. Sirosis Hepatis
2. Bisitopenia (Leukopenia dan trombositopenia)
3. Ruptur Varises Esofagus Grade III disertai Gastric Ulcer dan Gastritis Erosiva
1. MRS
2. Bedrest
3. O2 10 lpm NRBM
4. Inf Asering loading 500cc/ 30 mnt, Lanjut inf. RingAs 20 tpm.
5. PO tenofovir 300 mg per hari
6. Diet rendah Na 2 gram/hari
7. Batasi cairan 1L/hari
8. IV Furosemide 1x40 mg
9. IV Spinorolakton 1x100mg
10. Somatostatin 250mcg IV
11. Propanolol
12. Omeprazole 1x40 Mg IV
13. Ondansetron IV 3x8mg
14. Sucralfate 4x500mg PO
15. Transfusi TC
16. Urine Kateter
17. Konsul Sp.PD.
TTV
LFT
Efek terapi
Albumin
Urin Output
DL
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien,
antara lain:
a) SIROSIS HEPATIS, yaitu tahap akhir proses fibrosis hati yang menyeluruh dan
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai pemeriksaan lanjutan yang
akan dilakukan untuk kepentingan diagnosis dan terapi penyakit yang diderita pasien.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai terapi yang akan diberikan
kepada pasien dan akan dikonsultasikan kepada dokter Sp.PD untuk penanganan lebih
lanjut.
4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai prognosis dan komplikasi
RPD:
DM (-), HT (-)
Penyakit jantung (-),
Tumor dan kanker (-),
riwayat trauma (-),
Asam urat (-), Alergi
makanan/obat (-),
Pasien memiliki
riwayat sirosis sejak
2021, riw. Transfusi
sejak 2021 (terakhir
bulan April 2023).
RPK:
Keluhan yang sama
(-), DM (-), HT (-),
penyakit jantung
(-),Tumor dan Kanker
(-), Alergi (-). Kakak
pertama dan kedua
meninggal karena
gangguan pencernaan.
RPSos:
Pasien tinggal dengan
keluarga, pekerjaan
sehari hari adalah
petani. Konsumsi
pereda nyeri jangka
panjang (NSID) (-),
Konsumsi jamu-
jamuan (-), Konsumsi
alkohol (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Lemah
Kesadaran: GCS 456
Vital sign
o TD: 110/70 mmHg
o Nadi: 112 x/menit
o RR : 24 x/menit
o Suhu aksila: 37oC
o SpO2: 97%
Pemeriksaan Fisik di S
adewa
KU: Lemah
Kesadaran: GCS 456
Vital Sign
o TD: 120/80 mmHg
o Nadi: 88x/menit
o RR: 22x/menit
o Suhu aksila: 37oC
o SpO2: 96% dengan
nasal canul 4lpm
Status Generalis:
Kepala:
o Mata: konjungtiva
anemis (+), sklera
ikterik (-), reflek
cahaya (+/+), pupil
isokor 3mm/3mm
o Hidung: sekret (-),
darah (-), pernafasan
cuping hidung (-),
deviasi septum (-),
laserasi (-)
o Mulut: laserasi (-),
bengkak (-), mukosa
bibir kering (-)
Leher
o Pembesaran KGB (-)
o Deviasi trakea (-)
o Pembesaran kelenjar
tiroid (-)
o JVP flat
Thorax
o Pulmo
I: normochest, gerak
simetris, retraksi (-),
laserasi (-),
ginekomasti (-)
P: ekspansi dinding
dada simetris,
fremitus (-), nyeri
tekan (-)
P: Sonor/Sonor
A: Ves +/+ Rh -/- Wh
-/-
o Cor
I: ictus cordis tidak
tampak
P: ictus tidak kuat
angkat, thrill (-)
P: Batas jantung kanan
(ICS 4 parasternal
line dextra); Batas
jantung kiri (ICS 5
axillaris anterior line
sinistra); Pinggang
jantung (setinggi
ICS 3, 3 cm dari
midsternal line)
A: S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop
(-)
Abdomen:
- Inspeksi : distensi
(+), asites (+),
spider naevi (-),
massa (-),
hepatomegali
(sde),
splenomegali
(sde), umbilikus
(dbn)
- Auskultasi : bising
usus (sde), metalic
sound (sde), bruit
(sde)
- Perkusi : Asites
(+) dengan
shifting dullnes
(+), liver span
(sde), peranjakan
(sde), traube space
(sde)
- Palpasi : soepl,
defans muskular
(-), nyeri tekan (-),
massa (-), area
schuffner 2, nyeri
ketok sudut
costophrenicus (-),
hepar (sde), splen
(sde), renal dextra
dan sinistra (-)
Laboratorium:
Foto Thoraks:
Cardiomegali dan pu
lmo normal
Endoskopi
Varises Esofagus
Grade III
Moderate Portal HT
Gastropathy
Ulkus Gaster Forrest
Class IIc
Gastritis Erosiva
USG abdomen:
Sirosis Hepatis
dengan Hipertensi
porta, splenomegali,
dan acites
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis ditandai dengan fibrosis dan pembentukan nodul hati, sekunder akibat cedera
kronis, yang menyebabkan perubahan organisasi lobular hati yang normal. Berbagai
gangguan dapat melukai hati, termasuk infeksi virus, racun, kondisi keturunan, atau proses
autoimun. Jika sel-sel parenkim hati rusak, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa
yang akhirnya akan mengerut di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat menghambat
darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenal sebagai sirosis hati (Sharma dan John,
2022). Sirosis merupakan akibat peradangan hati kronis yang diikuti oleh fibrosis hati yang
menyebar, dimana sel hati yang normal digantikan oleh nodul hati regeneratif, yang pada
akhirnya menyebabkan gagal hati. Peradangan hati kronis tidak berkembang menjadi sirosis
pada semua pasien, namun bila terjadi perkembangan, kecepatan terjadinya bervariasi dari
beberapa minggu hingga beberapa dekade (pada pasien dengan penyebab jangka panjang,
seperti virus hepatitis C). Fase sirosis (awal) tanpa gejala dapat diikuti oleh fase gejala yang
relatif singkat, yaitu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Fase gejala, biasanya disebut
seringnya masuk rumah sakit, gangguan kualitas hidup pasien dan perawat, dan kematian
2.2 Epidemiologi
Sirosis hati banyak terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah serta
mortalitas. Sekitar 2 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
hati, 1 juta disebabkan oleh sirosis dan 1 juta disebabkan oleh virus hepatitis dan karsinoma
hepatoseluler. Lebih dari 60% kematian akibat penyakit hati terjadi pada laki-laki. Sirosis
merupakan penyebab kematian tersering ke-11, penyebab kematian ketiga pada orang berusia
45–64 tahun, dan bersama dengan kanker hati, menyumbang 3-5% dari seluruh kematian di
seluruh dunia (Gines, et al. 2021). Sirosis adalah penyebab kematian ke 12 di Amerika
Serikat, terhitung hampir 32.000 kematian setiap tahun.4 Lebih dari 40% pasien sirosis
prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam
atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi
sirosis pada pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun.2 Perlemakan hati akan
2.3 Etiologi
Penyakit hati kronis biasanya berkembang menjadi sirosis. Di negara maju, penyebab
paling umum dari sirosis adalah virus hepatitis C (HCV), penyakit hati alkoholik, dan
steatohepatitis nonalkohol (NASH), sedangkan virus hepatitis B (HBV) dan HCV adalah
penyebab paling umum di negara berkembang. Penyebab lain dari sirosis termasuk hepatitis
Wilson, defisiensi antitripsin alfa-1, sindrom Budd-Chiari, sirosis hati akibat obat, dan gagal
jantung kronis sisi kanan. Sirosis kriptogenik didefinisikan sebagai sirosis yang etiologinya
tidak jelas. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis
sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40% dan sisanya termasuk kelompok virus bukan B
dan C.
a) Hepatitis B
pada hati. Infeksi kronis dapat menyebabkan kerusakan dan peradangan, fibrosis, dan sirosis.
Virus hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, seperti kecelakaan
jarum suntik, penggunaan narkoba suntikan, atau menerima transfusi darah sebelum
pertengahan 1980-an. Hepatitis B juga dapat menyebar melalui kontak seksual dengan orang
yang terinfeksi dan dari ibu yang terinfeksi ke anak selama persalinan. Sayangnya, banyak
orang menyadari bahwa mereka memiliki hepatitis B kronis ketika mereka mengalami gejala
sirosis. Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksin hepatitis B yang dapat diberikan pada bayi
baru lahir, anak-anak, dan orang dewasa yang berisiko tinggi terkena hepatitis B.
b) Hepatitis C
pembengkakan, dan kerusakan pada hati. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak dengan
darah yang terinfeksi, seperti dari kecelakaan jarum suntik, penggunaan narkoba suntikan,
atau menerima transfusi darah sebelum tahun 1992. Hepatitis C sering menjadi kronis akibat
infeksi virus jangka panjang. Hepatitis C kronis menyebabkan kerusakan pada hati yang
selama bertahun-tahun atau puluhan tahun dapat menyebabkan sirosis. Sayangnya, banyak
orang pertama kali menyadari bahwa mereka memiliki hepatitis C kronis ketika mereka
c) Alkoholisme
Alkoholisme adalah penyebab paling umum kedua dari sirosis di Amerika Serikat.
Kebanyakan orang yang mengkonsumsi alkohol tidak mengalami kerusakan pada hati.
Namun penggunaan alkohol berat selama beberapa tahun membuat seseorang lebih mungkin
mengembangkan penyakit hati terkait alkohol. Jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk
merusak hati bervariasi setiap orang. Penelitian menunjukkan bahwa kurang dari dua
minuman sehari untuk wanita dan tiga minuman sehari untuk pria tidak dapat melukai hati,
namun minum lebih banyak dari jumlah ini akan mengarah ke lemak dan terjadi peradangan
di hati dan bila minum lebih dari 10-12 tahun dapat menyebabkan sirosis beralkohol.5,6
Dalam NAFLD, lemak menumpuk di hati, namun penumpukan lemak bukan karena
penggunaan alkohol. Ketika lemak disertai peradangan dan kerusakan sel hati, kondisi inilah
yang disebut steatohepatitis nonalcohol (NASH) dengan "steato" yang berarti lemak, dan
"hepatitis" yang berarti peradangan hati. Peradangan dan kerusakan dapat menyebabkan
membawa empedu dari hati ke usus kecil sehingga menyebabkan empedu kembali ke hati
dan menyebabkan sirosis. Paling umum dari penyakit ini adalah sirosis bilier primer, penyakit
kronis yang menyebabkan saluran empedu kecil di hati menjadi meradang dan rusak dan
akhirnya hilang. Kolangitis sklerosis primer adalah penyakit yang menyebabkan iritasi,
jaringan parut, dan penyempitan saluran empedu yang lebih besar dari hati. Penyumbatan
saluran empedu jangka panjang oleh batu empedu dapat menyebabkan sirosis. Sirosis juga
dapat berkembang jika saluran empedu salah diikat atau terluka selama operasi pada kantong
menyimpan enzim, protein, logam, dan zat lain dapat menyebabkan sirosis. Penyakit-
Sirosis diklasifikasikan berdasarkan morfologi atau etiologic (Sharma dan John, 2022).
1. Klasifikasi Morfologi
Secara morfologis, sirosis adalah (1) mikronodular, (2) makronodular, atau (3) campuran
a. Sirosis mikronodular (nodul seragam berdiameter kurang dari 3 mm) : Sirosis karena
alkohol, hemokromatosis, obstruksi aliran keluar vena hepatik, obstruksi bilier kronis,
b. Sirosis makronodular (nodul tidak beraturan dengan variasi diameter lebih dari 3 mm):
Sirosis akibat hepatitis B dan C, defisiensi antitripsin alfa-1, dan kolangitis bilier
primer.
waktu.
2. Klasifikasi Etiologi
sirosis kriptogenik.
2.5 Patofisiologi
Beberapa sel berperan dalam sirosis hati, termasuk hepatosit dan sel-sel lapisan
sinusoidal seperti sel stellate hati (HSCs), sel endotel sinusoidal (SECs), dan sel Kupffer
(KCs). HSC membentuk bagian dari dinding sinusoid hati, dan fungsinya adalah untuk
menyimpan vitamin A. Ketika sel-sel ini terpapar sitokin inflamasi, mereka menjadi aktif,
berubah menjadi myofibroblast, dan mulai menyimpan kolagen, yang menyebabkan fibrosis.
SEC membentuk lapisan endotel dan dicirikan oleh fenestrasi yang mereka buat di dinding
yang memungkinkan pertukaran cairan dan nutrisi antara sinusoid dan hepatosit. Defenestrasi
dinding sinusoidal dapat terjadi sekunder akibat penggunaan alkohol kronis dan
sinusoid juga. Studi terutama dari model hewan telah menunjukkan bahwa mereka
memainkan peran dalam fibrosis hati dengan melepaskan mediator berbahaya ketika terkena
agen merugikan dan bertindak sebagai sel penyaji antigen untuk virus. Hepatosit juga terlibat
dalam patogenesis sirosis, karena hepatosit yang rusak melepaskan spesies oksigen reaktif
dan mediator inflamasi yang dapat mengaktifkan HSC dan fibrosis hati (Sharma dan John,
2022).
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien sirosis adalah perkembangan
hipertensi portal dan sirkulasi hiperdinamik. Hipertensi portal berkembang sekunder akibat
fibrosis dan perubahan vasoregulasi, baik secara intrahepatik maupun sistematis, yang
menyebabkan pembentukan sirkulasi kolateral dan sirkulasi hiperdinamik (Sharma dan John,
2022). Secara intrahepatik, SEC mensintesis nitric oxide (NO) dan endothelin-1 (ET-1), yang
bekerja pada HSC, masing-masing menyebabkan relaksasi atau kontraksi sinusoid, dan
mengendalikan aliran darah sinusoidal. Pada pasien sirosis, terjadi peningkatan produksi ET-
1, serta peningkatan sensitivitas reseptornya dengan penurunan produksi NO. Hal ini
portal. Remodeling vaskular yang dimediasi oleh efek kontraktil HSC di sinusoid menambah
Dalam sirkulasi sistemik dan splanknik, efek sebaliknya terjadi, dengan peningkatan
produksi NO, menyebabkan vasodilatasi sistemik dan splanknik dan penurunan resistensi
yang menyebabkan retensi natrium dan air dan menghasilkan sirkulasi hiperdinamik. Jadi,
pada sirosis dengan hipertensi portal, terjadi penipisan vasodilator (terutama NO) intrahepatik
pada sirkulasi hiperdinamik dengan meningkatkan aliran balik vena ke jantung (Sharma dan
John, 2022).
2.6 Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat asimtomatik atau simtomatik, tergantung pada apakah
sirosisnya terkompensasi atau dekompensasi secara klinis. Pada sirosis terkompensasi, pasien
pemeriksaan fisik, atau pencitraan. Salah satu temuan umum adalah peningkatan ringan
kemungkinan pembesaran hati atau limpa pada pemeriksaan. Di sisi lain, pasien dengan
sirosis dekompensasi biasanya hadir dengan berbagai tanda dan gejala yang timbul dari
kombinasi disfungsi hati dan hipertensi portal. Diagnosis asites, ikterus, ensefalopati hepatik,
perdarahan varises, atau karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan sirosis menandakan
transisi dari fase sirosis terkompensasi ke fase dekompensasi. Komplikasi sirosis lainnya
termasuk peritonitis bakteri spontan dan sindrom hepatorenal, yang terjadi pada pasien yang
2. Rasa capai
3. Lemah
5. Gatal
6. Mual
8. Nyeri perut
berubah menjadi dekompensata. Sesuai konsensus Baveno IV, status klasifikasi sirosis hati
dapat dibagi menjadi 4 status klinik berdasarkan ada tidaknya varises, asites, dan perdarahan
varises :
Staidum 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4
esofagus adalah komplikasi lain dari sirosis sekunder akibat peningkatan aliran darah
pada sirkulasi kolateral, dengan angka kematian minimal 20% pada enam minggu setelah
pertumbuhan berlebih bakteri usus kecil dan pankreatitis kronis, dan pasien dengan
penyakit hati kronis memiliki tingkat pembentukan batu empedu yang lebih tinggi
b) Hematologi : Anemia dapat terjadi akibat defisiensi folat, anemia hemolitik (spur cell
anemia pada penyakit hati alkoholik berat), dan hipersplenisme. Dapat terjadi
ginjal, yang mengaktifkan sistem RAAS, menyebabkan retensi natrium dan air dan
penyempitan pembuluh darah ginjal. Namun, efek ini tidak cukup untuk mengatasi
vasodilatasi sistemik yang disebabkan oleh sirosis, menyebabkan hipoperfusi ginjal dan
diperburuk oleh vasokonstriksi ginjal dengan titik akhir gagal ginjal (Sharma dan John,
2022).
ventilasi-perfusi, penurunan kapasitas difusi paru, dan hiperventilasi (Sharma dan John,
2022).
e) Kulit : Spider nevi (arteriol sentral yang dikelilingi oleh beberapa pembuluh darah kecil
yang terlihat seperti laba-laba, karena itulah namanya) terlihat pada pasien sirosis
hormon seks, menyebabkan peningkatan rasio estrogen terhadap testosteron bebas dan
pembentukan spider nevi. Eritema palmar adalah temuan kulit lain yang terlihat pada
sirosis dan juga sekunder akibat hiperestrogenemia. Penyakit kuning adalah perubahan
warna kekuningan pada kulit dan selaput lendir yang terlihat ketika bilirubin serum lebih
besar dari 3 mg/dL dan pada sirosis dekompensasi (Sharma dan John, 2022).
f) Kelenjar : endokrin Pasien dengan sirosis hati alkoholik dapat mengalami hipogonadisme
reseptor estrogen dan androgen yang terlihat pada pasien sirosis. Disfungsi hipofisis
hipotalamus juga telah terlibat dalam perkembangan kondisi ini. Hipogonadisme dapat
menyebabkan penurunan libido dan impotensi pada pria dengan hilangnya karakteristik
seksual sekunder dan feminisasi. Wanita dapat mengalami amenore dan perdarahan
menstruasi yang tidak teratur, serta infertilitas (Sharma dan John, 2022).
contracture. Perubahan kuku lainnya termasuk azure lunules (Wilson disease), Terry
h) Lain-lain : Foetor hepaticus (bau napas manis dan pengap karena tingginya kadar dimetil
sulfida dan keton dalam darah) dan asterixis (tremor mengepak saat lengan direntangkan
dan tangan dorsofleksi) keduanya merupakan ciri ensefalopati hepatik yang dapat dilihat
pada sirosis. Sirosis dapat menyebabkan sirkulasi hiperdinamik, pengurangan massa otot
tanpa lemak, kram otot, dan herniasi umbilikalis (Sharma dan John, 2022).
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan sirosis terdiri dari : Spider telangiectasias,
venous hum), tanda-tanda ensefalopati hepatik (kebingungan, asteriksis, dan fetor hepaticus),
dan gambaran lain seperti ikterus, pembesaran parotis bilateral, dan sedikit rambut
Pemeriksaan Laboratorium
aminotransferase (AST) lebih besar dari alanine aminotransferase (ALT). Namun, tingkat
normal tidak menyingkirkan sirosis. Pada sebagian besar bentuk hepatitis kronis (kecuali
hepatitis alkoholik), rasio AST/ALT kurang dari satu. Saat hepatitis kronis berkembang
sedangkan albumin rendah karena disintesis oleh hati dan kapasitas fungsional hati
menurun. Jadi albumin serum dan PT adalah indikator sebenarnya dari fungsi hati
sintetik. Anemia normokromik terlihat, namun, anemia makrositik dapat terlihat pada
pembesaran limpa serta efek supresi alkohol pada sumsum tulang. Imunoglobulin,
terutama fraksi gamma, biasanya meningkat akibat gangguan pembersihan oleh hati
- Teknik serologi dan PCR untuk hepatitis virus dan antibodi autoimun (antibodi anti-
nuklir [ANA], antibodi anti-otot halus (ASMA), antibodi mikrosomal anti-hati-ginjal tipe
1 (ALKM-1) dan imunoglobulin IgG serum) untuk hepatitis autoimun dan antibodi anti-
- Alfa 1-antitripsin, dan fenotip protease inhibitor untuk defisiensi alfa 1-antitripsin
diagnosis sirosis. Ini termasuk USG, CT, MRI, dan elastografi transien (fibroscan) (Sharma
sirosis. USG dapat mendeteksi nodularitas dan peningkatan echogenisitas hati, yang
terlihat pada sirosis. Namun, ini tidak spesifik karena temuan ini juga dapat dilihat pada
perlemakan hati. Ini juga dapat menentukan rasio lebar lobus berekor dengan lebar lobus
kanan, yang biasanya meningkat pada sirosis. Selain itu, ini adalah alat skrining yang
berguna untuk HCC pada pasien sirosis. Ultrasonografi Duplex Doppler membantu
menilai patensi vena hepatik, portal, dan mesenterika (Sharma dan John, 2022).
- CT dan MRI dengan kontras dapat mendeteksi HCC dan lesi vaskular, dengan MRI lebih
unggul daripada CT. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat deposisi besi
dan lemak di hati untuk hemochromatosis dan steatosis, dan obstruksi bilier jika MRC
berkorelasi dengan fibrosis. Pada sirosis, pemindaian limpa koloid hati menggunakan
sumsum tulang dan limpa bila dibandingkan dengan hati. Kehadiran varises di
- Biopsi hati adalah standar emas untuk mendiagnosis sirosis serta menilai tingkat
dengan biopsi membutuhkan adanya fibrosis dan nodul. Pola nodular dapat berupa
- Tes non invasif menggunakan penanda serum langsung dan tidak langsung digunakan
untuk mendeteksi pasien dengan fibrosis/sirosis yang signifikan dari pasien tanpa/fibrosis
2.8 Tatalaksana
Kerusakan hati bersifat permanen. Namun demikian, cedera lebih lanjut pada hati harus
mencegah penyakit hati kronis termasuk menghindari alkohol, vaksinasi HBV dan HCV,
nutrisi yang baik dengan diet seimbang, penurunan berat badan, dan pengobatan dini faktor
pencetus seperti dehidrasi, hipotensi, dan infeksi. Hal ini dicapai dengan pemantauan rutin
status volume, fungsi ginjal, perkembangan varises, dan progresi menjadi HCC (Sharma dan
John, 2022).
Terapi spesifik biasanya menargetkan etiologi, termasuk obat antivirus pada hepatitis
virus, steroid, dan agen imunosupresan pada hepatitis autoimun, asam ursodeoxycholic dan
asam obeticholic pada primary biliary cholangitis, khelasi tembaga pada penyakit Wilson,
dan khelasi besi dan proses mengeluarkan darah pada hemokromatosis. Penurunan berat
badan minimal 7% bermanfaat pada NASH, dan pantang alkohol sangat penting pada sirosis
- Pilihan terapi yang dapat diberikan pada pasien hepatitis B adalah peginterferon dan
analog nukleos(t)ida. Rekomendasi lini pertama untuk terapi hepatitis B kronik adalah
- Pilihan lini pertama analog nukleos(t)ida untuk terapi hepatitis B kronik adalah tenofovir
300 mg per hari atau entecavir 0,5 mg per hari. Jika kedua obat tidak tersedia, maka
dapat diberikan terapi lini kedua, yaitu lamivudine 100 mg/hari, adefovir 10 mg/hari,
- Hepatitis B dengan Sirosis Kompensata : Baik terapi dengan interferon maupun analog
kesintasan pada kelompok terapi. IFN dan Peg-IFN aman dan efektif digunakan pada
pasien hepatitis B dengan sirosis kompensata yang terkait infeksi VHB. Terapi IFN pada
pasien dengan sirosis viral secara signifikan menurunkan rasio insiden KHS, tertama
pada pasien dengan DNA VHB serum yang tinggi. Peg-IFN aman digunakan pada pasien
sirosis dan fibrosis lanjut yang terkait infeksi VHB. Efikasinya, bila dinilai dari rasio
serokonversi dan kadar DNA VHB serum setelah terapi, lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok tanpa sirosis. Penggunaan terapi berbasis interferon pada pasien sirosis
tidak menunjukkan perbedaan dalam hal efek samping dan risiko dekompensasi tidak
lebih tinggi daripada kelompok non-sirosis. Pada pasien yang mempunyai kontraindikasi
atau tidak berespon pada pemberian terapi berbasis interferon, maka pemberian analog
- Hepatitis B dengan Sirosis Dekompensata : Penggunaan IFN pada pasien dengan sirosis
infeksi bakteri, bahkan pada dosis kecil. Secara umum terapi berbasis interferon
sebagai terapi pada sirosis dekompensata terkait infeksi VHB (KEMENKES, 2019).
- Pilihan terapi untuk Hepatitis C terbaru adalah dengan DAA atau Direct Acting Antivirus
(KEMENKES, 2019).
- Terapi pada kasus koinfeksi VHC-VHB disesuaikan dengan virus yang lebih dominan.
Umumnya, infeksi VHC lebih dominan ditemukan sebagai penyebab utama hepatitis
kronik. Pada kondisi tersebut, kriteria serta pilihan terapi pada koinfeksi VHC-VHB
2.9 Prognosis
tahun pada pasien dengan sirosis kompensasi sebesar 47%, tetapi ini turun menjadi 16%
menggunakan albumin serum, bilirubin, PT, asites, dan ensefalopati hepatik untuk
hidup satu dan dua tahun untuk kelas ini adalah 100% dan 85% (A), 80% dan 60% (B), dan
45% dan 35% (C). Model skor penyakit hati stadium akhir (MELD) adalah model lain yang
menggunakan serum bilirubin, kreatinin, dan INR untuk memprediksi kematian dalam tiga
bulan ke depan. Berdasarkan skor MELD (baru-baru ini skor MELDNa), prioritas alokasi
organ untuk transplantasi hati bagi pasien sirosis diputuskan di AS (Sharma dan John, 2022).
pengobatan medis. Tingkat kelangsungan hidup satu tahun dan lima tahun setelah
transplantasi hati masing-masing sekitar 85% dan 72%. Kekambuhan penyakit hati yang
mendasari dapat terjadi setelah transplantasi. Efek samping jangka panjang dari obat
imunosupresan merupakan penyebab lain morbiditas pada pasien transplantasi (Sharma dan
John, 2022).
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang menyertai sirosis hati dapat meliputi (Hayward dan Weersink, 2020) :
Ensefalopati hepatik
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0
(subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah
jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena
adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah
otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek,
amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum. Gejala pada penderita
Stadium paling awal sering ditandai dengan pola tidur dan bangun yang terbalik di
mana pasien akan tidur di siang hari dan terjaga sepanjang malam. Sepanjang stadium
Menurut kriteria yang diterbitkan oleh West Haven, ensefalopati hepatik dibagi
Gambar 2.2 Kriteria WHC pada ensefalopati hepatik (Rose, et al., 2020).
3. Type C : Cirrhosis Hepatic atau akibat penyakit hati kronik dengan atau tanpa
portosystemic bypass.
Pasien dengan Ensefalopati Hepatik biasanya dirawat dengan diet rendah protein dan
lactulose oral. Tindakan yang harus segera diberikan yaitu menyingkirkan penyebab
ensefalopati yang lain, perbaiki atau singkirkan faktor pencetus, dan segera mulai pengobatan
empiris yang dapat berlangsung dalam jangka lama sepertii diit rendah protein, pemberian
lactulosa, antibiotik (neomycin, metronidazole, vancomycin) (Buku Ajar IPD UNAIR, 2015).
Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini
memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian
dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya. Gejala dari perdarahan varises
dapat berupa hematemesis, dan atau melena. Pilihan terapi dapat berupa propanolol,
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. SBP sering
timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang
juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. SBP disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri
menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri
penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan
organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan
asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan
asites yang positif. Dengan pemberian antibiotik yang baik dan deteksi serta pengobatan yang
dini, akan memberikan hasil prognosis yang baik (Buku Ajar IPD UNAIR, 2015).
Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada
pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh
vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi
ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose
ml/menit atau saat serum 15 creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500
mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L. Ada 2 macam tipe sindroma hepatorenal :
Tipe 2 : Penurunan fungsi ginjal terjadi sangat cepat dalam 1-2 minggu
Askandar, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya : Airlangga University Press.
Calgary. 2023. Cirrhosis : Pathogenesis and Complications. The Calgary Guide to
Understanding Disease.
Chiejina M, Kudaravalli P, Samant H. Ascites. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470482/
Conangla-Planes M, Serres X, Persiva O, Augustín S. Imaging diagnosis of portal
hypertension. Radiologia (Engl Ed). 2018 Jul-Aug;60(4):290-300.
Fukui H, Kawaratani H, Kaji K, Takaya H, Yoshiji H. Management of refractory
cirrhotic ascites: challenges and solutions. Hepat Med. 2018;10:55-71.
Guyton and Hall. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Amerika Serikat : Elsevier.
Hayward KL, Weersink RA. Improving Medication-Related Outcomes in
Chronic Liver Disease. Hepatol Commun. 2020 Nov;4(11):1562-1577.
Kemenkes. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hepatitis B.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hepatitis C.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kibrit J, Khan R, Jung BH, Koppe S. Clinical Assessment and Management of Portal
Hypertension. Semin Intervent Radiol. 2018 Aug;35(3):153-159.
Lee JC, Kim JS, Kim HW, Cho IK, Lee J, Jang ES, Lee SH, Hwang JH, Kim JW, Jeong SH,
Kim J. Outcome of endoscopic retrograde cholangiopancreatography in patients with
clinically defined decompensated liver cirrhosis. J Dig Dis. 2018 Oct;19(10):605-613.
Long B, Koyfman A. The emergency medicine evaluation and management of the patient
with cirrhosis. Am J Emerg Med. 2018 Apr;36(4):689-698.
Privitera G, Figorilli F, Jalan R, Mehta G. Portosystemic Shunt Embolization and
Recurrent Ascites: A Single-Center Case Series. Gastroenterology. 2018
Nov;155(5):1649-1650.
Sarin SK, Choudhury A. Management of acute-on-chronic liver failure: an algorithmic
approach. Hepatol Int. 2018 Sep;12(5):402-416.
Sharma B, John S. Hepatic Cirrhosis. [Updated 2022 Oct 31]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/.