Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Pengaruh Model Pembelajaran Student Team Achievment Division


(STAD) Terhadap Hasil Belajar Dan Aktivitas Belajar Siswa Pada
Materi Sistem Ekskresi Manusia Dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK
Tahun Pelajaran 2023/2024

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Seminar Proposal Penelitian


dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir Skripsi

Diajukan Oleh :
Nama : Emi Elisa Bancin (4203341039)
Jurusan : Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN 2023/2024
PROPOSAL PENELITIAN

Pengaruh Model Pembelajaran Student Team Achievment Division (STAD)


Terhadap Hasil Belajar Dan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem
Ekskresi Manusia Dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK Tahun Pelajaran 2023/2024

Nama : Emi Elisa Bancin


NIM : 4203341039
Program Studi : Pendidikan Biologi
Jurusan : Biologi

Menyetujui
Dosen Pembimbing Skripsi,

Dra. Uswatun Hasanah, M.Si.


NIP : 196103011988032002

Mengetahui :

Jurusan Biologi Program Studi Pendidikan Biologi


Ketua, Ketua,

Khairiza Lubis, S.Si., M.Sc., Ph.D. Dr. Widya Arwita, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19810524 200801 2 014 NIP. 19871220 201504 2 001

Tanggal Ujian :
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.........................................................................8
1.3 Ruang Lingkup.................................................................................9
1.4 Batasan Masalah...............................................................................9
1.5 Rumusan Masalah............................................................................9
1.6 Tujuan Penelitian............................................................................10
1.7 Manfaat Penelitian..........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................11
2.1 Kerangka Teoritis............................................................................11
2.1.1 Pengertian Hasil Belajar..............................................................11
2.1.2 Aktivitas Belajar...........................................................................14
2.1.3 Ruang Lingkup Aktivitas Belajar...............................................14
2.1.4 Model Pembelajaran.....................................................................15
2.1.5 Pembelajaran Konvensional........................................................21
2.2 Tinjauan Materi...............................................................................25
2.2.1 Perubahan dan Pelestarian Lingkungan Hidup........................25
2.3 Kerangka Berfikir............................................................................34
2.4 Hipotesis Penelitian..........................................................................35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................36
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................36
3.2 Populasi dan Sampel.......................................................................36
3.2.1 Populasi.........................................................................................36
3.2.2 Sampel...........................................................................................36
3.3 Desain dan Variabel Penelitian.....................................................36
3.4 Defenisi Operasional.......................................................................37
3.5 Instrumen Penelitian......................................................................37
3.5.1 Instrumen Hasil Belajar..............................................................38
3.5.2 Instrumen Aktivitas Belajar........................................................41
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................41
3.7 Prosedur Penelitian........................................................................42
3.8 Analisis Data....................................................................................43
3.8.1 Analisis Data Hasil Belajar..........................................................43
3.8.2 Analisis Data dan Instrumen Aktivitas Belajar.........................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berfikir Penelitian..............................................29

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ………………….........14

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran NHT 15

Tabel 2.3 Sintaks pembelajaran STAD ..............................................................19


Tabel 3. 1 Rancangan Pembelajaran....................................................................32
Tabel 3.2 Indikator Kisi-Kisi Soal ……………………………………………..33

Tabel 3.3 Pedoman penskoran observasi aktivitas belajar peserta Didik ………41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar dalam
suatu; lingkungan belajar. Kegiatan belajar merupakan inti dari segala yang telah direncanakan
dan akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang melibatkan semua komponen
pembelajaran. Proses pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan motivasi dalam diri
siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang lebih baik sehingga akan menentukan
keberhasilan dalam proses pendidikan disekolah (Iwan dan Lestari, 2015:248). Proses belajar
mengajar merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas, sehingga membutuhkan peran guru sebagai pengelola sebagai proses belajar
mengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik serta mampu memberikan rangsangan
kepada siswa agar siswa tertarik untuk belajar (Sari dan Handayani, 2014:1).

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar siswa adalah dengan menerapkan beberapa model pembelajaran yang
menyenangkan agar tercipta suasana dan lingkungan belajar yang kondusif. Model
pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar dengan
berbagai variasi sehingga siswa tidak bosan dan tercipta suasana belajar yang menarik
dan menyenangkan. Pembelajaran student teams achievement division (STAD), merupakan
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi dan mencapai prestasi
secara maksimal. Atau yang disebut Dengan bekerja kelompok siswa akan lebih bebas
bertanya terhadap teman kelompoknya tentang materi yang belum dikuasainya. Dalam satu
kelas siswa terbagi menjadi beberapa kelompok tergantung kapasitas siswa yang terdiri
dari 4-5 siswa tiap kelompoknya.

Tujuan strategi ini agar masing-masing siswa merasa bahwa mereka adalah satu dan
seperjuangan. Sedangkan jika salah satu kelompok dapat memenuhi kriteria yang
ditentukan, kelompok tersebut akan mendapatkan penghargaan. Keberhasilan dalam
pembelajaran didukung oleh strategi atau metode yang digunakan. Penggunaan strategi
dalam pembelajaran sangat penting karena, untuk mempermudah dalam belajar sehingga, dapat
mencapai hasil yang optimal. Tanpa strategi pembelajaran tidak akan optimal, dan tidak
akan berlangsung secara efektif dan efesien.

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar siswa adalah dengan menerapkan beberapa model pembelajaran yang menyenangkan
agar tercipta suasana dan lingkungan belajar yang kondusif . Model pembelajaran adalah cara
yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar dengan berbagai variasi sehingga
siswa tidak bosan dan tercipta suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Erman
mengemukakan bahwa, ”Model student teams achievement division (STAD) tergolong pada
model pembelajaran kooperatif, yaitu model pembelajaran yang terdiri atas kelompok kecil
yang bekerja sama sebagai satu tim untuk memecahkan masalah, melengkapi tugas atau
menyelesaikan tugas bersama”. Dengan demikian, model student teams achievement division
(STAD) merupakan model pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas siswa untuk
mengemukakan pendapat, ide, dan gagasan dalam pembelajaran (Maulana, panji:2017).

Model STAD lebih mementingkan sikap partisipasi peserta didik dalam


mengembangkan potensi kognitif dan efektif antara lain: (1) relatif mudah
menyelenggarakannya, (2) mampu memotivasi siswa dalam mengembangkan potensi
individu, terutama kreatifitas dan tanggung jawab dalam mengangkat citra kelompoknya,
(3) melatih siswa untuk bekerja sama dan saling tolong menolong dalam kelompok, (4) siswa
mampu menyakinkan dirinya dan orang lain bahwa tujuan yang ingin dicapai bergantung
pada cara kerja mereka, bukan karena keberuntungan, (5) siswa mampu berkomunikasi
verbal dan nonverbal dalam bekerja sama, (6) meningkatkan keakraban antar siswa.

Selain itu juga Model pembelajaran Cooperative Learning Student Teams Achievement
Division (STAD) dapat diterapkan untuk memotivasi siswa yang berani mengemukakan
pendapatnya, menghargai pendapat orang lain/ teman, dan saling memberikan pendapat (sharing
ideal), selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau
pemecahan masalah. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan
karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong dalam menghadapi tugas
yang dihadapi. Kelebihan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division):
(1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma
kelompok, (2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, (3)
Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, (4)
Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani et al., (2018) menunjukkan bahwa


menunjukan bahwa terdapat perbedaan pada hasil belajar siswa setelah menggunakan
media poster pada model kooperatif tipe STAD dalam kegiatan belajar mengajar yang telah
dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media
poster pada model kooperatif tipe STAD efektif terhadap hasil belajar siswa. Penelitian yang
dilakukan Sari et al., (2018) menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar IPA dan
self efficacy siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD berbantuan mind
map dan model pembelajaran langsung, (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa yang
belajar dengan model kooperatif STAD berbantuan mind map dan model pembelajaran
langsung, (3) terdapat perbedaan self efficacy siswa yang belajar dengan model kooperatif
STAD berbantuan mind map dan model pembelajaran langsung.
Tujuan utama STAD yaitu mendorong siswanya untuk saling memberikan dukungan satu
sama lain serta memfasilitasi sehingga dapat menguasai pembelajaran. Jika siswa ingin timnya
mendapatkan penghargaan, mereka perlu mendukung anggota timnya dan memberikan
kemampuan yang terbaik untuk menunjukkan bahwa pembelajaran itu bermanfaat dan
menyenangkan, dimulai dengan membandingkan setiap jawaban, mendiskusikan
ketidaksepakatan, dan memfasilitasi satu sama lain agar dapat menguasai pembelajaran (Nisa &
Sari, 2019). Model pembelajaran STAD digunakan karena dipandang representatif dalam
menumbuhkan dan juga mengembangkan kepekaan serta proses berpikir aktif, kreatif, dan
imajinatif

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan seorang guru
biologi di SMA N 1 SALAK Pada tanggal 25 Maret 2024, kendala yang sering sekali
dihadapi oleh guru didalam kelas pada saat proses KBM minat belajar siswa yang masih
rendah dan hasil belajar kognitif siswa yang masih rendah dimana seluruhnya belum
memenuhi kriteria ketuntasan minimu (KKM) sebanyak 40% dari jumlah siswa, Dimana
KKM yang diteteapkan pada sekolah tersebut pada mata pelajaran biologi yaitu 75.
Pembelajaran yang diterapkan cenderung teacher center. Sehingga tidak semua siswa
mampu aktif dalam proses belajar mengajar , dimana hanya 70% saja siswa yang aktif
dalam pembelajaran. Siswa tidak berani bertanya dan mengemukakan pendapat ataupun
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Selain itu, proses pembelajaran
yang diterapkan belum dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Dari hasil
observasi dan wawancara tersebut diketahui bahwa perlu adanya perbaikan dalam proses
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa yaitu dengan
mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif, salah satunya yaitu model
pembelajaran kooperatif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan aktif
dalam proses belajar mengajar.

STAD dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan individu dan
pengembangan keterampilan sosial (Sukiyanto, 2018). Pembelajaran STAD akan membantu
dalam meningkatkan hasil belajar, aktivitas siswa, guru dan respon siswa (Nugroho &
Shodikin, 2018). Model STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi antara siswa untuk
saling membantu dalam menguasai materi pelajaran, guna mencapai tujuan yang
diharapkan, siswa di tempatkan dalam tim belajar agar bekerja sama dalam kelompok
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, peneliti mengambil
sebuah sikap untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini
bertujuan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Biologi melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPA semester 2 tahun pelajaran
2023/2024.

Penerapan model pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang


terstruktur dan sistematis, dimana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang melibatkan
kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan belajar bersama untuk mencapai tujuan-
tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sementara sambil bekerja sama belajar
keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial. Oleh sebab itu peneliti akan melakukan
penelitian yang berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran Student Team Achievment
Division STAD Terhadap Hasil Belajar Dan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem
Ekskresi Manusia Dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK Tahun Pelajaran 2023/2024”.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah yakni sebagaimana berikut :
1) Kegiatan belajar mengajar masih cenderung berpusat pada guru.
2) Metode pembelajaran berupa diskusi, ceramah, Tanya jawab dan penugasan.
3) Hasil belajar biologi siswa yang masih rendah dan belum memenuhi kriteria
kurikulum minimum yang ditentukan sekolah yaitu 75 pada TP 2023/2024.

1.3. Ruang Lingkup


Lingkup dari penelitian ini yakni menerapkan model pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) guna mengevaluasi hasil belajar serta aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran materi Sistem Ekskresi manusia di kelas XI IPA SMA N 1 SALAK pada
tahun ajaran 2023/2024.

1.4. Batasan Masalah


Untuk menjadikan masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah, penting untuk melakukan
pembatasan masalah dari identifikasi yang ada. Adapun batasan masalah yang akan
diteliti oleh peneliti yakni:
1. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif
tipe Student Team Achievement Division (STAD).
2. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif siswa menggunakan soal
pretest dan posttest.
3. Materi pokok yang akan diajarkan dan diteliti dibatasi pada materi sistem ekskresi
manusia dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK Tahun pembelajaran 2023/2024.
1.5. Rumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan batasan masalah yang telah disebutkan, rumusan masalah
pada penelitian ini yakni sebagaimana berikut:
1. Mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD) pada sub materi sistem
ekskresi manusia dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK .
2. Bagaimanakah Hasil belajar kognitif siswa SMA N 1 SALAK mempergunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD) ?.
3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Student Team Achievment Division (STAD)
terhadap hasil belajar peserta didik kelas XI IPA SMA N 1 SALAK pada materi Sistem
Ekskresi Manusia Tahun Pelajaran 2023/2024.

1.6. Tujuan Penelitian


Tujuan adanya penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif Tipe Student Team
Achievment Division (STAD) pada materi Sistem Ekskresi Manusia dikelas XI IPA
SMA N 1 SALAK.
2. Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa mempergunakan model pembelajaran
kooperatif Tipe Student Team Achievment Division (STAD) pada materi sistem ekskresi
manusia dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK.

1.7. Manfaat Penelitian


Berlandaskan tujuan yang akan diraih pada penelitian ini, manfaatnya yakni sebagaimana
berikut :
1. Bagi Guru: Membagikan wawasan saat memilih model pembelajaran yang efektif,
sehingga dapat memperbaiki serta menambah kualitas proses pembelajaran.
2. Bagi Siswa: Menghasilkan lingkungan belajar yang menyenangkan serta tidak monoton,
sehingga mampu menambah motivasi siswa supaya aktif saat proses belajar serta
menambah kerjasama antar sesama siswa.
3. Bagi Sekolah: Menjadi referensi saat memilih model pembelajaran biologi yang efektif,
sehingga mampu menambah variasi pada proses pembelajaran di sekolah dan mendukung
peningkatan prestasi belajar siswa.

BAB II
Tinjauan Pustaka
3.1. Kerangka teoritis
Teori-Teori Belajar
Teori belajar yakni serangkaian konsep dan prinsip yang dipergunakan untuk memberikan,
menjelaskan, serta memprediksi fenomena pembelajaran. Menurut Slavina (2000: 143), belajar
yakni hasil dari interaksi antara stimulus serta respons. Salah satu teori belajar yang dikenal
yakni Teori Belajar Behaviorisme, yang pertama kali dikemukakan oleh Gagne dan Berliner.
Teori ini awalnya berfokus pada perubahan perilaku sebagaimana hasil dari pengalaman, serta
kemudian berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berdampak dalam Penambahan
serta penerapan pembelajaran yang dikenal sebagaimana aliran behaviorisme.
Teori behaviorisme menekankan terbentuknya perilaku yang tampak sebagaimana hasil dari
pembelajaran. Dengan hubungan stimulus-respon, teori ini menggambarkan individu
sebagaimana penerima yang pasif terhadap pembelajaran. Respons ataupun perilaku tertentu
terbentuk melalui metode penelitian ataupun pembiasaan belaka. Perilaku akan menjadi lebih
kuat jika diberi penguatan, serta akan menghilang jika dikenai hukuman.
Menurut (Slavina (2000: 143), teori kognitif berkembang sebagaimana protes terhadap teori
perilaku yang mendominasi sebelumnya. Pendekatan kognitif menekankan bahwasanya peserta
didik aktif dalam memproses informasi dan pelajaran dengan mengorganisir, menyimpan, serta
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dipunya sebelumnya. Model
ini menitikberatkan pada proses pemrosesan informasi. Menurut Sardiman (2012: 37), teori
konstruktivisme menyatakan bahwasanya belajar yakni proses aktif di mana subjek belajar secara
aktif merangkai kembali makna dari teks, dialog, pengalaman fisik, serta lain-lain. Dalam teori
ini, belajar dipahami sebagaimana kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif subjek belajar
dalam membangun pengetahuannya sendiri, di mana mereka juga aktif mencari pemahaman
terhadap materi yang dipelajari.
Menurut Trianto (2011), teori belajar pada dasarnya yakni penjelasan tentang bagaimana
proses belajar terjadi ataupun bagaimana informasi diproses pada pikiran siswa. Beberapa jenis
teori belajar antara lain meliputi: Teori konstruktivisme menegaskan bahwasanya siswa harus
aktif saat menemukan serta mengubah informasi yang kompleks, serta menguji informasi baru
dengan prinsip-prinsip yang sudah ada, kemudian merevisinya jika dibutuhkan. Untuk siswa
memahami serta menerapkan pengetahuan, mereka seharusnya terlibat dalam pemecahan
masalah, menemukan konsep sendiri, serta berusaha keras dengan ide-ide mereka. Teori
pembelajaran social Vygotsky menekankan pentingnya bantuan yang diberikan kepada anak
selama tahap awal perkembangannya, kemudian secara bertahap mengurangi bantuan tersebut
serta memberi kesempatan pada anak supaya mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar seiring dengan kemampuannya. Teori pemrosesan informasi menjelaskan bagaimana
informasi diproses, disimpan, serta dipulihkan kembali dalam otak. Proses-proses mental
dijelaskan sebagaimana transformasi informasi pada input (stimulus) ke output (respon).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki berbagai kelebihan. Dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru merasa lebih ringan pekerjaannya, karena untuk
memahami materi pelajaran guru sudah dibantu oleh siswa sehingga penanganan kesulitan
belajar siswa lebih mudah. Bagi siswa dapat memperoleh pengalaman hidup bersama melalui
kerja sama dalam kelompok, mampu memberikan sikap positif dan percaya diri, karena dalam
pembelajaran ada saling ketergantungan positif. Ketergantungan semacam ini selanjutnya akan
memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari
setiap anggota kelompok (Sunilawati et al., 2013). Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe
STAD membantu menumbuhkan kompetensi siswa, berpikir kritis dan mengembangkan sikap
sosial sehingga dapat meningkatkan motivasi, dan aktivitas belajar siswa (Harahap, 2013).
Adapun keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibanding model
pembelajaran lain yaitu: (1) meningkatkan hubungan antarindividu, karena setiap siswa
berpeluang sama untuk terlihat aktif, interaksi yang lebih banyak saling membagi tanggung
jawab dan saling mengisi; (2) memberikan dukungan kepada interaksi siswa, karena akan
tertanam sikap saling menghargai pendapat teman yang berbakat cerminan dari sikap ilmiah,
meningkatkan ketekunan, ketabahan, dan keuletan dalam mengerjakan tugas-tugas; (3)
memupuk rasa percaya diri dan meningkatkan aktualitas konsep diri masing-masing siswa; (4)
siswa menjadi senang (puas) dengan pengalaman belajar mereka; dan (5) membantu siswa
mengembangkan kemampuan berkomunikasi (Suparsawan, 2020). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu meningkatkan
hubungan antar individu, memberikan dukungan kepada interaksi siswa, memupuk sikap positif
dan percaya diri siswa, mengembangkan kemampuan berkomunikasi, dan meningkatkan
motivasi dan aktivitas belajar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari beberapa fase atau langkah. Adapun
langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: (1) penyampaian tujuan dan
motivasi; (2) penyampaian informasi; (3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
kooperatif; (4) membimbing kelompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi; dan (6) pemberian
penghargaan (Wijaya & Arismunandar, 2018). Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD
aktivitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa. Dalam penerapannya model kooperatif tipe
STAD tidak hanya menginginkan kinerja akademik, tetapi juga melatih siswa dalam mencapai
tujuantujuan hubungan sosial yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi akademik siswa
(Saragih, 2013). yang dikembangkan oleh Spencer Kagan di tahun 1992, memungkinkan siswa
supaya berbagi ide, mempertimbangkan jawaban yang sesuai, dan mengoptimalkan semangat
kerja sama di antara mereka. Teknik ini mampu diterapkan pada berbagai mata pelajaran serta
tingkatan usia siswa.

3.1.1. Pengertian Hasil Belajar


Setelah mempertimbangkan pandangan beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwasanya belajar
yakni transformasi perilaku seseorang yang terjadi karena interaksi dengan lingkungannya,
termasuk dalam hal pengetahuan, sikap, serta keterampilan. Pada konteks kegiatan belajar,
didapati sebuah proses yang disebut pembelajaran, yang mana terjadi interaksi antara orang yang
memberi informasi dan orang yang menerima informasi untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Jumiati dan rekannya (2011), hasil belajar menggambarkan tingkat penguasaan yang digapai
oleh siswa saat mengikuti program pembelajaran selaras dengan tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Hal ini mencerminkan prestasi belajar siswa pada proses pembelajaran yang dapat
dianggap berhasil ataupun belum berhasil.
Evaluasi hasil belajar menjadi indikator keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar menjadi
kemampuan internal yang dipunya seseorang sesudah mengikuti pembelajaran, yang
memungkinkan individu tersebut untuk melakukan tindakan tertentu ataupun mencapai prestasi
belajar yang spesifik. Gagne mengungkapkan bahwasanya hasil belajar meliputi pola-pola
tindakan, nilai-nilai, pemahaman, sikap, apresiasi, serta keterampilan :
(1) Kemampuan verbal yakni kemampuan untuk menyampaikan pengetahuan
mempergunakan bahasa, baik secara lisan atau tertulis.
(2) Keterampilan intelektual merujuk pada kemampuan supaya menyajikan konsep serta
lambang secara jelas.
(3) Strategi kognitif menjadi kemampuan supaya mengatur serta mengarahkan aktivitas
kognitif sendiri.
(4) Keterampilan motorik menjadi kemampuan untuk melangsungkan serangkaian gerakan
fisik dengan koordinasi yang baik, sehingga gerakan tersebut menjadi otomatis.
(5) Sikap yakni keahlian supaya menerima ataupun menolak objek berlandaskan penilaian
pada objek tersebut.
Yang perlu diingat yakni bahwasanya hasil belajar mencakup perubahan perilaku secara
menyeluruh, tidak hanya satu aspek potensi manusia saja. Hal ini berarti, hasil pembelajaran
yang dikelompokkan oleh para pakar pendidikan, seperti yang telah disebutkan di atas, belum
dipandang secara terpisah, melainkan secara menyeluruh (suprijono,2010). Secara etimologis,
kata "belajar" berasal dari kata "ajar" yang berarti pembelajaran. Istilah "belajar" merujuk pada
usaha ataupun upaya seseorang untuk memperoleh perubahan sikap ataupun pertumbuhan, yang
kemudian termanifestasi dalam bentuk dan cara baru dalam pola perilaku. Sejalan dengan
(Nurlina Ariani Hrp et al., 2022) belajar menjadi perubahan yang relatif permanen pada perilaku
ataupun potensi perilaku sebagaimana hasil dari pengalaman ataupun latihan yang diperkuat.
Belajar terjadi melalui interaksi antara stimulus serta respons, yang melibatkan aktivitas ataupun
proses supaya mendapatkan pengetahuan, mengoptimalkan keterampilan, memperbaiki perilaku,
sikap, serta mengokohkan kepribadian. Pada konteks penerimaan pengetahuan, interaksi manusia
dengan lingkungannya disebut sebagaimana pengalaman menurut pemahaman sains
konvensional.
Menurut Murwanto (2020), model pembelajaran STAD memiliki dampak positif saat
mengoptimalkan hasil belajar siswa. Penambahan tersebut tercermin dari penambahan yang
signifikan dalam pemahaman dan penguasaan materi yang diajarkan, yang bisa dilihat dari
persentase ketuntasan belajar siswa selama tiga siklus pembelajaran. Pada siklus pertama, kedua,
serta ketiga, persentase ketuntasan belajar berturut-turut yakni 68,18%, 81,82%, serta 86,36%.
Pada akhir siklus ketiga, ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah tercapai. Model
pembelajaran dapat membawa penambahan hasil belajar siswa secara signifikan karena
menekankan pada struktur khusus yang dirancang supaya berdampak pada interaksi siswa,
dengan tujuan menambah pemahaman akademik. Proses pembelajaran pada tiga siklus tersebut
melibatkan tahapan pelaksanaan, pelaksanaan kegiatan, tindakan, serta refleksi.
Menurut Sudjana seperti yang dijelaskan oleh Amri (2013: 28), pembelajaran yakni usaha
yang sengaja dilangsungkan oleh pendidik untuk mendorong siswa dalam melakukan aktivitas
belajar. Rusmono (2012:6) menggambarkan pembelajaran sebagaimana usaha untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya proses belajar yang memungkinkan siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang memadai. Aktivitas belajar dianggap sebagaimana faktor
penentu kesuksesan siswa, dikarenakan belajar pada dasarnya melibatkan tindakan.
Menurut Rusman (2011: 323), pembelajaran menjadi lebih bermakna ketika siswa diberi
kesempatan suoaya berpartisipasi pada berbagai kegiatan pembelajaran, yang memungkinkan
mereka mengembangkan kemampuan baik di dalam maupun di luar kelas. Mulyono (2009: 12)
menyatakan bahwa aktivitas siswa mencakup segala tindakan ataupun perilaku yang terjadi pada
proses belajar mengajar. Demikian pula, Dimyati dan Mudjiono (2009: 114) menekankan
bahwasanya keaktifan siswa saat pembelajaran bisa bervariasi, mulai dari kegiatan fisik yang
mudah diamati sehingga kegiatan psikis yang sulit diamati.
Setiap siswa mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda setelah mengalami proses
pembelajaran. Menurut Suprijono (2013:6), hasil belajar mencakup tiga aspek kemampuan
utama, yaitu kognitif, afektif, serta psikomotorik. Kemampuan kognitif melibatkan beberapa
tahap, seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, serta evaluasi. Sementara
itu, kemampuan afektif mencakup penerimaan, respons, penilaian, organisasi, serta
karakterisasi. Di sisi lain, kemampuan psikomotorik melibatkan berbagai tahap, mulai dari
inisiasi, prarutinitas, hingga rutinitas dalam melaksanakan tugas ataupun aktivitas. Menurut
Suprijono (2013:7), hasil belajar yakni perubahan perilaku secara menyeluruh, bukan hanya
perubahan pada satu aspek kemampuan manusia. Jihad dan Haris (2012:14) mengungkapkan
bahwasanya hasil belajar merupakan hasil dari perubahan perilaku yang cenderung tetap dari
segi kognitif, afektif, serta psikomotorik setelah proses pembelajaran berlangsung dalam jangka
waktu tertentu. Sementara menurut Kunandar (2010:276), hasil belajar merujuk pada prestasi
yang dihasilkan siswa sesudah mempelajari suatu materi pelajaran, yang dapat berupa data baik
kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut Sudjana (2009: 22), hasil belajar merujuk pada kemampuan yang dipunya siswa
sesudah mereka mengalami proses belajar. Hamdani (2011: 71) mengatakan bahwasanya hasil
belajar mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap, serta nilai yang dimiliki oleh individu
setelah belajar. Perubahan tersebut terjadi sebagaimana hasil dari rangsangan dari lingkungan
serta proses kognitif yang dilangsungkan oleh siswa. Pada konteks pembelajaran, hasil belajar
menjadi target yang diharapkan bisa dicapai oleh peserta didik dan menjadi informasi penting
bagi guru saat merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif. Hasil belajar harus
mencerminkan perubahan perilaku yang baru dan bersifat menetap, fungsional, positif, serta
disadari oleh siswa. Ini mengindikasikan bahwasanya hasil belajar yakni kemampuan-
kemampuan yang didapat oleh peserta didik melalui proses pembelajaran ataupun latihan, yang
tercermin dalam perubahan perilaku mereka sebagaimana hasil dari pengalaman belajar.
Hasil belajar merujuk pada tingkat penguasaan yang telah diraih oleh peserta didik sesudah
mengikuti kegiatan pembelajaran selaras dengan tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan
(Wicaksono & Iswan, 2019). Secara lebih detail, hasil belajar mencakup beberapa aspek, yang
pertama yakni keterampilan intelektual. Ini yakni kemampuan yang memungkinkan seseorang
untuk merespons secara konseptual terhadap lingkungannya. Keterampilan ini terkait dengan
pengetahuan tentang cara melangsungkan aktivitas. Kemampuan intelektual mencakup beberapa
hal, termasuk kemampuan untuk membedakan, yaitu kemampuan siswa untuk mengidentifikasi
perbedaan antara benda ataupun simbol-simbol.
Selain itu, termasuk juga kemampuan untuk mendefinisikan konsep tentang suatu hal, serta
kemampuan untuk mempergunakan aturan-aturan dan simbol-simbol pada konteks tertentu.
Kemampuan tingkat tinggi juga termasuk di dalamnya, yang merupakan kombinasi dari
keterampilan sebelumnya untuk menyelesaikan masalah. Kedua, strategi kognitif merupakan
kemampuan khusus yang sangat penting, yang memungkinkan peserta didik supaya belajar sera
mengambil keputusan secara mandiri. Ini yakni kemampuan yang memungkinkan seseorang
mengatur cara belajar yang paling sesuai untuk dirinya sendiri. Ketiga, informasi verbal menjadi
penguasaan pengetahuan pada bentuk verbal, yang meliputi fakta, nama, prinsip, serta
generalisasi. Informasi ini menjadi inti dari suatu peristiwa yang bisa dipergunakan sebagaimana
alat ataupun dasar untuk tindakan selanjutnya. Keempat, kemampuan motoris yakni kemampuan
yang terkait dengan gerakan fisik, kemampuan untuk mempergunakan gerakan tubuh.
Sebagaimana contoh, kemampuan untuk menempelkan huruf ataupun gambar pada suatu
gambaran yakni bagian dari hasil belajar yang terkait dengan kemampuan motoris. Dan lima,
sikap mencakup kesiapan dan kemauan seseorang supaya menerima ataupun menolak suatu
objek berlandaskan penilaiannya pada objek tersebut. Hasil belajar yang terkait dengan sikap ini
dapat terlihat dalam bentuk kemampuan, minat, perhatian, perubahan, perasaan, serta hal-hal
lainnya. Bloom juga mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, serta ranah psikomotorik.
Hasil pembelajaran dalam ranah kognitif, terutama yang berkaitan dengan aspek intelektual,
meliputi enam dimensi, yakni pengetahuan ataupun ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, serta evaluasi. Di dalam ranah afektif, terutama dalam hal sikap, terdapat lima aspek,
yakni penerimaan, respons ataupun reaksi, penilaian, organisasi, serta internalisasi. Sedangkan
hasil pembelajaran dalam ranah psikomotorik mencakup berbagai bentuk keterampilan serta
kemampuan bertindak yang mampu dibagi menjadi enam ranah, termasuk gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan ataupun ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif serta interpretatif. Guna menilai pencapaian hasil
belajar peserta didik, penting dilangsungkan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang sudah
dilangsungkan.
Hasil belajar juga merupakan ukuran untuk mengetahui kemampuan seseorang individu
dalam penguasaan suatu materi. Dalam mengukur hasil belajar membutuhkan pengukuran alat
evaluasi yang baik dan memenuhi kriteria. Pengukuran merupakan suatu proses ataupun kegiatan
untuk menetapkan kuantitas daripada sesuatu (Ropii & Fahrurrozi, 2017). Pada konteks
pengukuran hasil belajar, istilah "sesuatu" dapat merujuk pada berbagai elemen seperti peserta
didik, guru, fasilitas sekolah, serta peralatan belajar. Untuk melakukan pengukuran, guru perlu
mempergunakan alat ukur yang dapat berupa tes ataupun non-tes. Penting bahwasanya alat ukur
tersebut memiliki standar yang tinggi dalam hal validitas dan reliabilitas. Pada konteks
pendidikan dan psikologi, pengukuran sering kali dilangsungkan mempergunakan tes. Hasil
belajar yakni hasil dari proses belajar individu yang melibatkan siklus input-proses-hasil, di
mana perubahan dapat terlihat jelas antara input awal dan hasil akhir. Evaluasi seperti post test
sering dipergunakan untuk mengukur hasil belajar tersebut.
2.1.2 Aktivitas Belajar
Menurut Sudjana dalam Amri (2013: 28), pembelajaran yakni tindakan yang disengaja oleh
pendidik untuk mendorong siswa melangsungkan kegiatan belajar. Pendapat Rusmono (2012:
6) mengungkapkan bahwasanya pembelajaran berusaha menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang memadai. Aktivitas belajar
memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan siswa sebab belajar pada dasarnya
melibatkan tindakan. Menurut Rusman (2011: 323), pembelajaran menjadi lebih bermakna
ketika siswa memiliki kesempatan supaya terlibat pada berbagai aktivitas pembelajaran,
memungkinkan mereka untuk mengaktualisasikan kemampuan mereka di dalam serta di luar
kelas. Di sisi lain, Mulyono (2009: 12) menjelaskan bahwasanya aktivitas siswa yakni segala
tindakan ataupun perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 114), keaktifan siswa pada proses pembelajaran
bervariasi, mulai dari aktivitas fisik yang mudah diamati hingga aktivitas psikis yang sulit
diamati. Aktivitas belajar mencakup segala kegiatan yang dilangsungkan baik secara fisik
ataupun mental. Aktivitas peserta didik selama pembelajaran menjadi indikator keinginan
mereka supaya belajar. Ini mencakup berbagai kegiatan yang dilangsungkan individu untuk
memahami, mengeksplorasi, ataupun mempelajari sesuatu dari hasil kegiatan tersebut.
Aktivitas siswa selama belajar mencakup berbagai tindakan yang mereka langsungkan di
dalam kelas yang mempengaruhi hasil belajar mereka. Secara lebih spesifik, siswa diharapkan
aktif dalam menerima materi pelajaran, seperti membaca dengan cermat ketika diberi
kesempatan, berpartisipasi selama proses pembelajaran, aktif dalam berkomunikasi dengan guru
dan teman sekelas, serta bertanya dan memberikan pendapat ketika diberi kesempatan
(Miftahurrazikin & Prastowo, 2021).

2.1.2.1. Efektivitas belajar

Efektivitas pembelajaran merupakan keberhasilan siswa dalam berinteraksi dengan


pendidik maupun dengan siswa lainya baik di ruang kelas ataupun di luar ruang kelas untuk
memperoleh maksud dari kegiatan belajar mengajar. Efektivitas kegitan belajar mengajar bisa
di tinjau dari kegiatan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara langsung.
Efektivitas kegiatan belajar mengajar bisa berjalan secara efetif dan efisien manakala dalam
proses pembelajarannya terdapat hubungan interaksi antara guru dan siswa maupun dengan
siswa lainnya, serta adanya media penunjang yang mendorong keberhasilan belajar siswa
guna tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang baik dan efisien (Rohmawati, 2015).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efektivitas merupakan daya guna,
keaktifan serta adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan antara seorang yang melaksanakan tugas
dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Ravianto (2014) Menjelaskan bahwa efektivitas
ialah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, dan sejauh mana orang menghasilkan keluaran
yang sesuai dengan yang diharapkan. Dalam artian apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan
sesuai dengan yang direncanakan, baik itu dalam waktu, biaya, maupun mutunya maka dapat
dikatakan efektif. Handayani (2011) menyatakan bahwa efektivitas adalah usaha untuk dapat
mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula
dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusaha malaui
aktvitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan menurut Purwadarminta di dalam
pengajaran efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan
merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran. Jadi, efektifitas pembelajaran bisa
digunakan sebagai alat ukur kesuksesan siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh
siswa dengan siswa lainnya atau siswa dengan pendidik guna tercapainya maksud kegiatan
belajar mengajar.

Kegiatan belajar mengajar bisa dikatakan efektif manakala ada perubahan positif pada
siswa dan perolehan hasil belajar yang memuaskan sejalan dengan KKM yang telah diterapkan.
Dari pengertian di atas dapat dipahami efektivitas pembelajaran adalah sebuah keberhasilan yang
dapat dicapai dalam proses belajar mengajar, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan pada penggunaan metode dan cara tertentu. Efektivitas pembelajaran dapat ditentukan
dari hasil belajar maupun prestasi belajar siswa. Keefektifan pembelajaran dapat diukur
berdasarkan kriteria keefektifan pembelajaran, yaitu mengacu pada tingkat penguasaan siswa
menurut Suryosubroto (2009) tercapai apabila mencapai kriteria minimal termaksud dalam
kategori sedang, tercapainya ketuntasan belajar menurut Trianto (2016) secara klasikal, yaitu
apabila ≥ 85% dari seluruh siswa di kelas tuntas belajar, tercapainya tujuan pembelajaran
menurut Jihad (2012) khusus atau ketuntasan pencapaian indikator, yaitu apabila ≥ 75% dari
seluruh indikator yang sudah ditentukan sudah tercapai. Apabila salah satu kriteria
keefektifan pembelajaran tidak tercapai, maka pembelajaran tersebut tidak efektif.

2.1.1.2. Kontribusi Terhadap Proses Pembelajaran dengan Hasil Belajar (Kognitif,


Efektif, dan Psikomotor)
2.1.1.2.1. Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak), segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif enam
jenjang atau aspek, yaitu :
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat,sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah substaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ketingkat
yang paling tinggi yaitu evaluasi.

2.1.1.2.2. Efektif
Ranah efektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah efektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar efektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah efektif menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang, yaitu :
1. Receiving atau attending ( menerima atau memperhatikan )
2. Responding (menanggapi) artinya ialah “adanya partisipasi aktif”
3. Valuing ( menilai atau menghargai )
4. Organization ( mengatur atau mengorganisasikan )
5. Characterization by evalue or calue complex ( karakterissasi dengan suatu nilai atau
complex lain ).
2.1.1.2.3. Psikomotorik
Ranah efektif psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu . Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
(memahami sesuatu) dan hasil belajar efektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecemderungan –kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, memukul, dan sebagainya.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) menurut Arikunto (2012) dapat diukur melalui :
(1).Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan
memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan siswa dianjurkan
bekerjasama secara berpasangan, (3) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, (4)
Mengadakan evaluasi atau memberikan kuis, serta, (5) Memberikan penghargaan kepada
kelompok terbaik/pengakuan pada prestasi tim.

2.1.3 Ruang Lingkup Aktivitas Belajar


Ruang lingkup aktivitas belajar dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu aktivitas
kejiwaan, aktivitas anggota badan, serta aktivitas hati. Ini mencakup kegiatan fisik dan non-fisik,
serta aktivitas emosional ataupun mental. Selain itu, terdapat dua jenis aktivitas pada konteks
pembelajaran, yakni aktivitas peserta didik serta aktivitas guru. Aktivitas peserta didik merujuk
kepada tindakan ataupun perilaku yang terjadi pada proses belajar mengajar. Ini mencakup
berbagai kegiatan yang mendukung proses pembelajaran, misalnya bertanya, memberi pendapat,
mengerjakan tugas, berpartisipasi dalam diskusi kelas, bekerja sama dengan sesama siswa, serta
mempertanggungjawabkan tugas yang dibagikan.
Terdapat delapan jenis kelompok aktivitas pada aktivitas belajar peserta didik,
diantaranya yakni : 1) Kegiatan visual mencakup aktivitas misalnya membaca, memeriksa
gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, serta mengobservasi orang lain saat
bekerja ataupun bermain. 2) Kegiatan lisan ataupun verbal melibatkan tindakan menyampaikan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, melangsungkan wawancara,
diskusi, interupsi, serta lain sebagainya. 3) Kegiatan mendengarkan melibatkan aktivitas
mendengarkan penjelasan, percakapan, diskusi, musik, pidato, serta sejenisnya. 4) Kegiatan
menulis mencakup tindakan menulis cerita, esai, laporan, tes, kuesioner, menyalin, serta lain
sebagainya. 5) Kegiatan menggambar mencakup pembuatan gambar, grafik, peta, diagram,
ataupun pola. 6) Kegiatan praktik ataupun fisik melibatkan aktivitas misalnya melangsungkan
percobaan, membangun model, merakit, bermain, berkebun, ataupun merawat binatang. 7)
Kegiatan mental mencakup respon, ingatan, pemecahan masalah, analisis, identifikasi hubungan,
serta pengambilan keputusan. 8) Kegiatan emosional mencakup memperlihatkan minat, merasa
bosan, senang, berani, tenang, cemas, serta yang lainnya. Aktivitas guru mencakup menjelaskan
materi ajar, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menyusun soal ujian, menyediakan fasilitas
yang diperlukan dalam pembelajaran, memberikan motivasi, serta dorongan belajar kepada
siswa, serta lain sebagaimananya (Istarani, 2017).
2.1.4 Model Pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif
Menurut Joyce dan Weil (1980), model pembelajaran yakni suatu rencana ataupun pola yang
dipergunakan guna merancang kurikulum jangka panjang, menyusun bahan-bahan pembelajaran,
serta mengarahkan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat dipilih Berlandaskan
efisiensi supaya meraih tujuan pendidikan. Salah satu model yang populer yakni pembelajaran
kooperatif, yang didasarkan pada teori konstruktivis. Model ini mendorong siswa supaya
berdiskusi dengan teman sekelas guna memahami konsep yang sulit. Dalam pembelajaran ini,
siswa secara rutin bekerja pada kelompok untuk bersama-sama menyelesaikan masalah yang
kompleks. Dengan demikian, unsur sosial dan kolaborasi antar siswa menjadi aspek kunci pada
pembelajaran kooperatif (Trianto,2011).
Menurut Rusman (2012), pembelajaran kooperatif menjadi metode pembelajaran di mana
siswa belajar serta bekerja sama pada kelompok kecil secara kolaboratif. Kelompok biasanya
terdiri atas empat hingga enam anggota dengan struktur yang beragam. Pada dasarnya,
pembelajaran kooperatif mirip dengan kerja kelompok. Sehingga, banyak guru yang merasa
familiar dengan konsep pembelajaran kooperatif karena telah menerapkannya dalam bentuk
belajar kelompok. Proses belajar kelompok membantu siswa dalam menemukan serta
membangun pemahaman mereka terkait materi pelajaran, yang mungkin sulit dicapai melalui
metode konvensional. Salvin menyatakan bahwasanya siswa cenderung lebih mudah memahami
konsep-konsep yang sulit saat mereka berdiskusi tentang permasalahan tersebut dengan teman
sekelas.
Menurut Widyastuti (2013), metode pembelajaran kooperatif menekankan keterlibatan aktif
semua siswa pada proses belajar, yang memerlukan pengamatan terhadap teman-temannya agar
dapat bersaing dengan kelompok lain. Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD
menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam
hal penyampaian materi, teknik pengajaran, partisipasi siswa, dan interaksi pada proses
pembelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif STAD , siswa secara aktif terlibat pada
proses belajar melalui kelompok belajar dengan mengikuti perangkat pembelajaran yang telah
disiapkan. Hal ini mengurangi dominasi peran guru saat pembelajaran, sehingga meningkatkan
partisipasi siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan pencapaian pembelajaran mereka.
Nasution dan Ahmad (2018) menyoroti bahwasanya dominasi peran guru saat pembelajaran
mampu mengakibatkan rendahnya tingkat aktivitas serta pencapaian hasil belajar siswa. Untuk
meningkatkan partisipasi siswa saat pembelajaran, penting untuk menyusun perangkat
pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) serta Lembar Aktivitas Siswa
(LAS). Perangkat pembelajaran tersebut dibuat dengan tujuan membimbing siswa dalam
mengasah kemampuan berpikir mereka. Pemakaian perangkat pembelajaran bertujuan
menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Diharapkan bahwasanya dengan mempergunakan perangkat pembelajaran ini, proses
pembelajaran bisa berlangsung dengan efektif serta tujuan pembelajaran mampu tercapai, yang
pada akhirnya akan mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Namun, dalam praktiknya, perangkat pembelajaran yang fokus pada Penambahan
kemampuan berpikir kritis pada matematika seringkali tidak tersedia (Siswono, 2018). Ahmad
(2017) menekankan pentingnya penambahan perangkat pembelajaran seperti RPP serta LAS
yang selaras dengan model pembelajaran yang dipergunakan pada pembelajaran, sebagaimana
upaya guna mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penambahan perangkat
pembelajaran yang memenuhi kriteria validitas, praktikalitas, serta efektivitas menjadi sangat
penting dalam hal ini. Untuk memastikan kualitas perangkat pembelajaran saat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa, penting dilangsungkan penelitian terkait validitasnya.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi validitas perangkat pembelajaran dari berbagai
segi, seperti format, bahasa, serta isi. Dengan memiliki perangkat pembelajaran yang valid,
diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa mampu ditingkatkan.
Penulis simpulkan model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir. Sebuah
model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya
para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
Erman (2019) menjelaskan bahwasanya model Student Teams Achievement Division
(STAD) termasuk dalam kategori model pembelajaran kooperatif, di mana siswa bekerja pada
kelompok kecil sebagaimana satu tim guna menyelesaikan tugas bersama, memecahkan masalah,
ataupun melengkapi tugas. Sehingga, model pembelajaran STAD menjadi pendekatan yang
mendorong partisipasi aktif siswa dalam menyatakan pendapat, ide, serta gagasan selama proses
pembelajaran (Maulana, panji: 2017). Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa terlibat
pada kerja kelompok untuk mengembangkan keterampilan kerja sama, berpikir kritis, motivasi,
dan tanggung jawab pada kelompok. Mereka didorong supaya saling membantu satu sama lain
dan diri sendiri saat mengikuti kuis dengan tujuan bersama untuk meraih penghargaan sebagai
tim terbaik.
Evaluasi dilakukan sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman dari penjelasan guru dan
pengalaman kerja kelompok. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa terkait materi yang
dipelajari tanpa campur tangan kolaborasi antarsiswa (Wardana & Ika, 2017). Roger dan David
Johnson (2002) menjelaskan bahwasanya guna mencapai hasil optimal, lima unsur pada model
pembelajaran kooperatif seharusnya diimplementasikan:
1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif),
2) Personal responbility (tanggung jawab perseorangan),
3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif),
4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota),
5) Group processing (pemrosesan kelompok)
Menurut Rusman (2012), tahap-tahap pembelajaran kooperatif terdiri atas enam tahap, yakni
sebagaimana berikut : Tabel 2.1. Dapat dilihat langkah-langkah pada model pembelajaran
kooperatif Pada Tabel Berikut ini
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 : Guru mengkomunikasikan tujuan
Menyampaikan tujuan dan memotivasi pembelajaran yang akan diraih selama sesi
siswa pelajaran, menyoroti signifikansi materi
yang akan dibahas, serta menginspirasi
siswa supaya aktif pada proses
pembelajaran.
Tahap 2 : Guru mempersembahkan informasi ataupun
Menyajikan Informasi materi pada siswa melalui demonstrasi
ataupun penyediaan bahan bacaan.
Tahap 3 : Guru mengarahkan siswa tentang bagaimana
Mengorganisasikan siswa kedalam membentuk kelompok belajar serta
kelompok-kelompok belajar memberikan panduan kepada setiap
kelompok supaya mereka dapat berpindah
dengan lancar serta efisien.
Tahap 4 : Guru memberikan bimbingan kepada
Membimbing kelompok bekerja dan belajar kelompok-kelompok saat mereka sedang
mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5 : Guru melangsungkan evaluasi terhadap
Evaluasi pemahaman siswa pada materi yang sudah
dipelajari, ataupun setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
sebagaimana bagian dari evaluasi.
Tahap 6 : Guru mencari strategi supaya mengakui baik
Memberikan penghargaan usaha ataupun pencapaian belajar baik pada
tingkat individu ataupun kelompok.
Sumber : Rusman 2012
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan model pembelajaran merupakan
petunjuk bagi pendidik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas dengan sistematis
untuk membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, dan gagasan agar tujuan
belajar tertentu yang diinginkan dapat tercapai.

1.2.1. Pembelajaran Tipe Student Team Achievment Division (STAD)


Model Student Achievment Division (STAD), dikembangkan oleh Robert Slavin dan
kawan-kawan dari universitas Jhon Hopknis, Metode ini dipandang paling sederhana dan
paling langsung dari pendekatan kooperatif. Alkrismanto (2007), Menyatakan “Bagian
esensial dari model pembelajaran ini adalah adanya kerjasama anggota kelompok dan
kompetisi antar kelompok, siswa bekerja untuk belajar dari temannya ,serta mengajar
temannya”.
Pembelajaran kooperatif model STAD melibatkan kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 siswa
dengan karakteristik yang beragam, termasuk prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnis
(Hirmanudin, 2015). Proses pembelajaran dimulai dengan menetapkan tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, dilanjutkan dengan kuis, serta akhirnya pemberian
penghargaan kepada kelompok. Pembelajaran dipahami sebagai interaksi antara siswa, guru,
serta lingkungan belajar (Nurgiansah, Hendri, et al., 2021). Ini adalah suatu rencana pengajaran
yang merinci langkah-langkah dalam proses belajar mengajar untuk mencapai perubahan
perilaku spesifik pada siswa sesuai dengan yang diharapkan. Model pembelajaran kooperatif
STAD, yang awalnya dikembangkan oleh Robert Slavin beserta rekan-rekannya di Universitas
John Hopkins, menjadi salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana
(Maulana & Akbar, 2017).
Dalam setiap kelompok, didapati siswa dengan beragam tingkat kemampuan akademik,
misalnya siswa yang memiliki keahlian tinggi, sedang, serta rendah. STAD dianggap
sebagaimana salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling cocok guna dipergunakan
oleh guru pada tahap awal dalam menerapkan pendekatan kooperatif.
Menurut Trianto, dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division), terdapat beberapa fase kegiatan yang dilangsungkan oleh guru:
a) Tahap 1:
Mengkomunikasikan tujuan serta memotivasi siswa dengan menyampaikan seluruh
tujuan pembelajaran yang ingin diraih pada sesi pembelajaran tersebut serta
menginspirasi siswa supaya belajar.
b) Tahap 2:
Menyajikan informasi pada siswa dengan mendemonstrasikannya ataupun melalui
bahan bacaan.
c) Tahap 3:
Mengatur siswa pada kelompok belajar dengan menjelaskan cara membentuk
kelompok serta membimbing mereka dalam melangsungkan transisi dengan efisien.
d) Tahap 4:
Mendampingi kelompok-kelompok siswa selama mereka bekerja serta belajar pada
tugas-tugas mereka.
e) Tahap 5:
Melangsungkan penilaian terhadap pencapaian belajar siswa terkait dengan materi
yang sudah diajarkan, atau meminta setiap kelompok untuk menyajikan hasil
kerjanya.
f) Tahap 6:
Berusaha menemukan metode untuk menghargai usaha serta prestasi belajar, baik
dari siswa secara individual ataupun dalam kelompok.
Menurut Bannet pada Isjoni (2013, hlm. 41), didapati lima elemen pokok yang mampu
membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, diantaranya yakni:
a. Ketergantungan Positif (Positive Interdependence).
b. Interaksi Tatap Muka (Interaction Face to face).
c. Tanggung Jawab Individu terhadap Materi Pelajaran di dalam Kelompok.
d. Fleksibilitas yang Dibutuhkan.
e. Mengoptimalkan Keterampilan Kolaborasi saat Memecahkan permasalahan (Kolaborasi
Kelompok).
Rusman (2011, hlm. 215) menjelaskan langkah-langkah pada model pembelajaran kooperatif
STAD (Student Teams Achievement Divisions) sebagaimana berikut:
a. Pemaparan Tujuan dan Dorongan.
b. Pembagian dalam Kelompok.
c. Penyajian oleh Guru.
d. Aktivitas Pembelajaran dan Kolaborasi Tim.
e. Penilaian melalui Kuis.
f. Pengakuan Prestasi Tim.
Beberapa ciri khas dari model pembelajaran kooperatif STAD yakni:
1. Pembelajaran secara tim.
Setiap anggota tim berperan dalam memfasilitasi pembelajaran bagi setiap siswa, dimana
kolaborasi tim diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keberhasilan
pembelajaran dinilai dari hasil kinerja tim secara keseluruhan. Kelompok dirancang
secara heterogen agar setiap anggota dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
pencapaian kelompok secara keseluruhan.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif.
Saat manajemen kooperatif, didapati empat fungsi inti yang mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengendalian.
3. Keterampilan bekerja sama melibatkan kemauan guna bekerja bersama, yang kemudian
diaplikasikan melalui aktivitas serta kegiatan yang menunjukkan kemampuan bekerja
sama.
Sehingga, penting bagi siswa untuk didorong dan dibantu agar mau dan mampu berinteraksi serta
berkomunikasi dengan anggota lainnya. Hal ini bertujuan guna menghimbau hambatan yang
mungkin muncul pada interaksi dan komunikasi, sehingga setiap siswa mampu aktif
menyampaikan ide, pendapat, serta kontribusi mereka untuk kesuksesan kelompok.

Table 2.3 Dapat dilihat Sintaks pada model pembelajaran STAD yaitu:
Langkah Kegiatan
Langkah I Mengorganisir kelompok yang terdiri atas
empat anggota secara heterogen, dengan
mempertimbangkan perbedaan-prestasi,
jenis kelamin, latar belakang suku, serta
faktor lainnya.
Langkah II Guru menyajikan pelajaran.
Langkah III Guru menugaskan tugas kepada kelompok
dengan harapan setiap anggota dapat
berpartisipasi dalam pengerjaan. Anggota
yang memahami materi diminta supaya
menjelaskan pada yang lainnya sehingga
semua anggota kelompok dapat memahami
tugas tersebut.
Langkah IV Guru memberikan kuis ataupun pertanyaan
pada seluruh peserta didik.
Langkah V Memberi evaluasi.
Langkah VI Kesimpulan.
Sumber : (Trianto,2011).

Menurut Trianto(2011),Fase-fase pembelajaran Kooperatif tipe STAD ( Student Teams


Achievement Division) Fase Kegiatan Guru diantaranya yakni:
1. Pada Tahap Pertama, guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran serta menginspirasi
siswa supaya belajar dengan memberikan pemahaman terkait semua tujuan yang ingin
diraih saat pelajaran tersebut.
2. Pada Tahap Kedua, guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan melangsungkan
demonstrasi ataupun mempergunakan materi bacaan untuk memfasilitasi pemahaman
mereka.
3. Tahap Ketiga yakni tentang pengorganisasian siswa pada kelompok-kelompok belajar.
Guru memberikan penjelasan kepada siswa terkait cara membentuk kelompok belajar
serta membantu mereka beralih dengan lancar serta efisien.
4. Tahap keempat melibatkan guru memberikan bimbingan kepada kelompok-kelompok
siswa saat mereka bekerja pada tugas mereka.
5. Pada Tahap Kelima, guru mengevaluasi hasil belajar terkait materi yang sudah diajarkan
ataupun meminta masing-masing kelompok untuk mempertunjukkan hasil kerjanya.
Keunggulan dari model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division):
1. Siswa berkolaborasi untuk meraih tujuan dengan mematuhi aturan dan norma-norma
kelompok.
2. Siswa secara aktif mendukung serta menginspirasi satu sama lain untuk mencapai
kesuksesan bersama.
3. Siswa secara proaktif berperan sebagaimana tutor sebaya guna mengoptimalkan prestasi
kelompok.
4. Interaksi pada siswa berkembang seiring dengan penambahan kemampuan mereka saat
berkomunikasi dan berpendapat.
Pembelajaran kooperatif dengan model STAD memiliki beberapa kelebihan. Menurut
(Slavin ,Robert.E: 2015). Kelebihan model pembelajaran STAD diantaranya yakni:
1. Setiap murid memiliki peluang yang sama gunsa memberi kontribusi yang signifikan
pada kelompoknya, dengan setiap anggota kelompok dianggap setara dalam posisinya.
2. Mendorong interaksi yang aktif dan positif serta kerja sama yang lebih baik di antara
anggota kelompok.
3. Membantu murid pada membentuk lebih banyak hubungan persahabatan yang lintas
rasial.
4. Mengajarkan murid untuk mengembangkan keterampilan sosial selain keterampilan
kognitif.
5. Peran guru menjadi lebih aktif serta terfokus sebagaimana fasilitator, mediator,
motivator, serta evaluator, sehingga mendorong keterlibatan aktif siswa pada proses
pembelajaran.
6. Murid dapat meyakinkan diri sendiri dan anggota kelompok lainnya bahwasanya
pencapaian tujuan tergantung pada usaha mereka, bukan pada keberuntungan.
Menurut Davidson (Nurasma 2006, hlm.36), keunggulan pembelajaran kooperatif dapat
diuraikan sebagaimana berikut:
1. Penambahan kemampuan individu.
2. Penambahan kemampuan kolektif.
3. Penguatan komitmen dan keyakinan diri.
4. Mengurangi prasangka terhadap rekan sebaya dan memperdalam pemahaman terhadap
keragaman.
5. Menghindari sifat kompetitif.
6. Absennya dendam dan kemampuan membangun hubungan yang hangat.
7. Mengoptimalkan motivasi belajar, toleransi, serta dukungan serta kolaborasi dalam
menghadapi tantangan pembelajaran.
Menurut Kurniasih, kelemahan saat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
mencakup beberapa aspek sebagaimana berikut:
1. Penyediaan sarana kelas yang terbatas: Mengatur tempat duduk untuk kerja kelompok
dapat menjadi sulit dan memakan waktu, terutama jika ruang kelas tidak memungkinkan
supaya belajar kelompok secara efisien.
2. Kelas dengan jumlah siswa yang besar: Jumlah siswa yang banyak dapat membuat guru
kesulitan untuk memantau kegiatan belajar secara efektif, baik pada konteks kelompok
maupun individu.
3. Beban kerja guru yang meningkat: Guru diharapkan dapat bekerja dengan efisien saat
menyelesaikan tugas-tugas terkait pembelajaran, seperti menilai pekerjaan siswa dan
menghitung skor perkembangan serta skor rata-rata kelompok setiap akhir pertemuan.
4. Persiapan pembelajaran yang memakan waktu: Menerapkan model pembelajaran ini
membutuhkan persiapan yang intensif dari guru, yang dapat menyita waktu yang banyak
sebelum setiap sesi pembelajaran dimulai. (Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin 2015).
Menurut Kurniasih, saat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, terdapat
beberapa kelemahan, yaitu:
1. Menyusun tempat duduk untuk kerja kelompok memerlukan waktu yang cukup banyak,
terutama jika tidak ada ruang khusus yang tersedia untuk kegiatan belajar kelompok
secara langsung.
2. Kelas dengan jumlah siswa yang besar (kelas gemuk) bisa menghambat kemampuan guru
untuk mengawasi dengan efektif baik kegiatan belajar secara kelompok ataupun
perorangan.
3. Guru dihadapkan pada tuntutan untuk bekerja dengan cepat saat menyelesaikan berbagai
tugas terkait pembelajaran, seperti menilai pekerjaan siswa, mengukur kemajuan, dan
menghitung skor rata-rata kelompok di akhir setiap pertemuan.
4. Persiapan pembelajaran memerlukan waktu yang cukup banyak sebelumnya. (Kurniasih,
Imas dan Sani, Berlin: 2015).
Menurut Slavin dalam Nurasma (2006, hlm. 38), kekurangan dari model pembelajaran
kooperatif tipe STAD bisa disajikan sebagaimana berikut:
1. Siswa yang kurang terampil serta kurang rajin mungkin merasa kurang percaya diri saat
bekerja sama dengan rekan-rekan yang lebih kompeten.
2. Kondisi kelas yang berisik dapat mengganggu kemampuan siswa untuk bekerja efektif
dalam kelompok.
3. Terjadinya pemborosan waktu.
Namun, berdasarkan studi pendahuluan di SMA N 1 SALAK pada pembelajaran dan
keprotokolan, sebagai besar guru mengaplikasikan pembelajaran konvensional yang hanya
berfokus pada guru. Sehingga siswa sekedar mendengarkan topik dan mencatat bagian yang
dirasa berguna, terlepas dari kenyataan bahwa dominasi pengajar dalam proses pembelajaran
akan menyebabkan kecenderungan siswa menjadi pasif. Untuk kegiatan pemahaman materi,
terkadang guru menerapkan diskusi kelompok, tetapi merasa sulit saat membagi kelompok dan
juga waktu belajar yang terbatas serta target materi yang harus disampaikan. Hal ini menunjukan
bahwa pengajar belum menggunakan prosedur pembelajaran yang sesuai untuk konten materi
yang sedang dipelajari, dan belum mengutamakan pengalaman langsung pada siswa, sehingga
mengakibatkan kurangnya pemahaman materi dan hasil belajar yang buruk. Sehingga terbukti
pada hasil Penilaian Tengah Semester (PTS) ditemukan banyak siswa yang memperoleh hasil
dibawah standar nilai minimum yang ditentukan oleh sekolah.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dinyatakan bahwa inti dari pembelajaran kooperatif
model STAD adalah, guru menyajikan materi,kemudian siswa bekerja dalam kelompok
mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, dan selanjutnya siswa
menjawab kuis individual.

2.1.5 Pembelajaran Konvensional


Pembelajaran konvensional merupakan pendekatan pembelajaran di mana proses belajar
mengajar cenderung monoton dan didominasi oleh penyampaian materi secara verbal melalui
ceramah. Pada konteks penelitian ini, hal tersebut mencerminkan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peran guru. Selain itu, model pembelajaran konvensional ataupun tradisional
merupakan pendekatan pengajaran yang umum dipergunakan oleh para guru sejak zaman dahulu
(Fahrudin et al., 2021). Dalam pembelajaran konvensional, diterapkan suatu kerangka konseptual
yang mengacu pada konsep ataupun pemahaman yang mendefinisikan sekelompok fakta dan
fenomena yang dibahas untuk mencegah penafsiran yang beragam terhadap masalah penelitian.
Sehingga, sebuah kerangka konseptual disusun. Kerangka konseptual tersebut terdiri dari
pernyataan bahwasanya hasil belajar menjadi hasil dari proses belajar siswa selaras dengan
tujuan pengajaran (Purwanto,2010).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD melibatkan siswa saat bekerja kelompok,
mempromosikan kerja sama, berpikir kritis, motivasi, serta tanggung jawab terhadap kelompok.
Siswa mempunyai kesempatan supaya saling membantu serta membantu diri sendiri saat
menghadapi kuis demi mencapai tujuan bersama, yakni meraih penghargaan sebagaimana tim
yang unggul. Melalui proses evaluasi, siswa dapat menggabungkan pengetahuan dari penjelasan
guru dan kerja kelompok. Guru mengevaluasi pemahaman siswa pada materi yang telah
diajarkan, dengan meminta siswa untuk bekerja secara individu tanpa kerja sama.
Proses pembelajaran konvensional biasanya berlangsung secara satu arah, di mana
pengetahuan, informasi, norma, nilai, serta hal lainnya ditransfer dari pengajar kepada peserta
didik. Pendekatan semacam ini diasumsikan bahwasanya peserta didik seperti botol kosong
ataupun kertas putih yang seharusnya diisi oleh pengajar. Guru ataupun pengajar bertanggung
jawab untuk mengisi "botol" tersebut ataupun menuliskan informasi pada "kertas putih" tersebut.
Pendekatan ini dikenal sebagaimana banking concept. Proses pembelajaran dengan pendekatan
ini didasarkan pada serangkaian asumsi sebagaimana berikut (Dr. Hj. Helmiati, 2016):
Menurut Wina Sanjaya (2013, hlm. 59), terdapat tujuh komponen pada proses pembelajaran,
yakni pengaturan tujuan, Penambahan kurikulum, peran guru serta siswa, seleksi serta
pengaturan materi, penerapan model ataupun strategi pembelajaran yang efektif, pemakaian
media yang sesuai, serta evaluasi yang tepat. Selain itu, siswa juga terlibat pada aktivitas
pembelajaran seperti bertanya, berdiskusi, presentasi, mengerjakan tugas, serta lain-lain. Penting
bagi pendidik untuk memperhatikan tingkat aktivitas siswa di kelas dikarenakan hal ini akan
berpengaruh pada hasil belajar mereka, namun kenyataannya, mayoritas aktivitas belajar siswa di
kelas masih cenderung kurang aktif.
Dalam bahasa yang berbeda, pembelajaran konvensional masih melihat peserta didik
sebagaimana objek yang pasif dan hanya mengikuti instruksi dari guru. Seharusnya, peserta didik
tidak hanya berperan sebagaimana pendengar dan penerima langsung dari setiap materi yang
disampaikan oleh guru, melainkan lebih dari itu. Banyak yang menganggap bahwasanya peserta
didik dianggap sebagaimana wadah kosong yang harus diisi oleh guru. Ini berarti semakin
banyak isi yang dimasukkan guru pada wadah tersebut, semakin baik kinerja guru tersebut. Pada
proses pembelajaran yang konvensional seperti ini, terjadi bukanlah komunikasi dua arah antara
guru serta peserta didik, tetapi guru yang menyampaikan informasi dan mengisi wadah kosong
tersebut, yang kemudian diterima, dihafal, serta diulangi dengan patuh oleh peserta didik.
Interaksi antara tiga komponen utama, diantaranya yakni: 1) Tujuan pembelajaran, kurikulum,
serta aktivitas belajar, merupakan bagian penting dalam pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional memandang bahwasanya tujuan pembelajaran harus dijelaskan
secara rinci mengenai apa yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik sesudah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Hal ini sering kali hanya berfokus pada penambahan pengetahuan.
Tujuan pembelajaran konvensional, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak terlepas dari niat
baik untuk memastikan bahwasanya peserta didik dapat menyerap pengetahuan yang
disampaikan guru selama proses belajar mengajar. Selain itu, tujuan utama pada proses
pembelajaran konvensional yakni menciptakan peserta didik yang dapat menguasai semua materi
pembelajaran yang mereka pelajari selama berada di ruang kelas; 2) Metode pembelajaran dalam
pembelajaran konvensional lebih cenderung berpusat pada transfer ataupun penyampaian
pengetahuan, informasi, norma, serta nilai dari seorang pengajar kepada peserta didik. Ini sering
kali berlangsung dalam satu arah yang dominan, dengan sedikit interaksi dari siswa (Dr. Hj.
Helmiati, 2016).
Dalam praktiknya, guru akan menyampaikan fakta dan menjelaskan konsep yang menjadi
materi pelajaran, sementara peserta didik hanya memiliki peran dalam menerima, mencatat,
mendengarkan, serta menghafal informasi yang disampaikan oleh guru. Mengenai media
pembelajaran, pada pembelajaran konvensional, pemakaian media pembelajaran sangat terbatas
karena guru menjadi unsur utama pada proses instruksional. Guru menyampaikan isi pelajaran
selaras dengan urutan, model, media, serta waktu yang sudah diteteapkan pada strategi
pembelajaran. Proses instruksional ini dilangsungkan dengan mempergunakan guru sebagaimana
satu-satunya sumber pembelajaran yang juga bertindak sebagaimana penyaji materi pelajaran,
meskipun sebenarnya ada berbagai sumber pembelajaran yang tersedia di lingkungan sekitar.
(Manurung, 2021).

2.2 Tinjauan Materi


Materi Sistem Ekskresi ini diambil dari buku ataupun buku pedoman guru yang
dipergunakan oleh guru untuk mengembangkan suatu materi tersebut oleh peserta didik kelas XI
SMA N 1 SALAK pada mata Pelajaran biologi dengan judul buku “IPA Biologi Untuk
SMA/MA Kelas XI Dan Berjudul BIOLOGI ” yang ditulis oleh Rini Solihat Eris Rustandi pada
Tahun 2022.

2.2.1. Sistem Ekskresi


Ekskresi menjadi proses eliminasi zat sisa metabolisme serta zat-zat lain yang belum
dipergunakan lagi oleh tubuh. Zat sisa ini dapat dikeluarkan melalui urin, keringat, ataupun
bahkan proses pernapasan. Pengeluaran zat sisa metabolisme sangat penting karena zat-zat
tersebut bersifat racun. Jika zat sisa tersebut menumpuk dalam tubuh untuk jangka waktu yang
lama, dapat mengganggu keseimbangan tubuh (homeostasis). Zat sisa yang dihasilkan oleh
makhluk hidup meliputi berbagai macam zat, seperti garam mineral, zat-zat beracun, serta
komponen nitrogen. Alat tubuh yang berperan pada proses ekskresi manusia meliputi paru-paru,
ginjal, kulit, usus besar, serta hati.
Pada sistem ekskresi manusia,selain pada sistem pernapasan, paru-paru juga berperan
pada sistem ekskresi sebab mengeluarkan karbondioksida (CO2) serta air (H2O). Ginjal sangat
berfungsi didalam sistem ekskresi karena, pada tiap ginjal keluar saluran urin (uretra) yang
menuju kekantung urin (vesika urinaria), pada vesika urinaria ini urin dikeluarkan melalui uretra.
Proses Pembentukan urin bisa terlihat pada tabel 2.4 berikut ini :
No Nama Proses yang terjadi Molekul yang sedang diproses

1 Filtrasi digromelurus Aliran darah masuk ke Air, glukosa, asam amino,g


glomerulus dan mengalami aram, urea, serta ammonia
proses penyaringan.
2 Reabsorbsi ditubulus Molekul-molekul Air, glukosa, asam amino, serta
berpindah dari darah ke garam
tubulus kontortus proksimal
melalui proses difusi dan
transport aktif, dan dari
sana kembali ke dalam
darah.
3 Sekresi ditubulus Molekul-molekul Ammonia, ion hydrogen,
berpindah aktif dari darah penisilin serta asam urat
ke tubulus kontortus distal
melalui proses transport
aktif.
4 Reabsorbsi air Terjadi penyerapan kembali Garam serta air
air sepanjang tubulus,
terutama pada duktus
kolektivus.
5 Ekskresi Pembentukan urin yang Air, garam, urea, ammonia,
sebenarnya. serta asam urat
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah urine
Kandung kemih memiliki daya tampung terhadap urin ± 400 mL – 600 mL. Faktor yang
berpengaruh pada jumlah urin yaitu jumlah air yang diminum (terlalu banyak minum akan
menyebabkan produksi hormone anti diuretic (ADH) berkurang sehingga urine yang dikeluarkan
terlalu encer dan lebih banyak), saraf (rangsangan saraf renalis menyebabkanmenyempitnya
pembuluh darah yang menuju glomerulus, akibatnya air serta darah kegromerulus berkurang dan
menyebabkan filtrasi kurang efektif), kadar garam, serta kadar hormone insulin yang rendah
menyebabkan naiknya kadar glukosa dalam darah, kondisi seperti ini menyebabkan glukosa
tidak rereabsorpsi dengan sempurna dan menyebabkan terdapatnya glukosa didalam urin dan
orang yang mengalaminya akan menyebabkan penyakit diabetes mellitus.
 Kulit merupakan bagian dari sistem ekskresi yang bertugas mengeluarkan zat-zat sisa
melalui keringat. Selain berperan sebagaimana bagian dari sistem ekskresi, kulit juga
memiliki fungsi melindungi tubuh dari kerusakan fisik, misalnya gesekan, panas, zat
kimia, sinar matahari, serta faktor lainnya.
Kulit juga memiliki peran dalam mengatur suhu tubuh serta mengurangi kehilangan air
yang berlebihan pada tubuh.
 Fungsi ekskresi hati melibatkan penyaringan dan pengeluaran bilirubin melalui empedu.
Setiap hari, hati menghasilkan sekitar 1 liter empedu yang disekresikan pada kantong
empedu. Empedu juga memainkan peran pada proses ekskresi sebab membawa zat sisa
metabolisme.

Kelainan dan penyakit pada sistem ekskresi manusia


1) Gangguan pada ginjal
a. Nefritis merujuk pada kondisi kerusakan pada glomerulus yang diakibatkan oleh
infeksi bakteri, khususnya oleh bakteri streptococcus. Akibat dari penyakit ini
termasuk uremia dan edema. Uremia yakni kondisi di mana asam urat dan urea
kembali masuk pada aliran darah, sedangkan edema yakni penimbunan cairan di kaki
karena gangguan dalam penyerapan kembali air.
b. Sistitis merupakan kondisi peradangan pada membran mukosa yang melapisi kandung
kemih, yang diakibatkan oleh infeksi bakteri ataupun peradangan yang berasal dari
ginjal dan menyebar ke kantung kemih.
c. Batu ginjal terjadi karena terjadinya penumpukan garam kalsium pada ginjal, saluran
kemih, ataupun kandung kemih. Penyebabnya yakni konsumsi garam mineral yang
berlebihan dan kurangnya asupan air yang memadai.
d. Albuminuria merupakan kondisi di mana terjadi kerusakan pada alat filtrasi di dalam
ginjal.
e. Polyuria merupakan kondisi di mana urine yang dikeluarkan sangat encer dan dalam
jumlah yang sangat banyak. Keadaan ini bisa terjadi karena nefron gagal melakukan
reabsorpsi.
f. Oliguria merupakan kondisi di mana ginjal mengandung jumlah urine yang sangat
sedikit, yang diakibatkan oleh kerusakan ginjal total sehingga ginjal tidak dapat
memproduksi urine dengan cukup (uremia).
g. Diabetes mellitus menjadi kondisi di mana tingkat glukosa dalam darah sangat tinggi,
yang mengakibatkan nefron tidak mampu menyerap kembali semua glukosa, yang
dikenal sebagaimana penyakit kencing manis. Tingkat gula darah yang tinggi
diakibatkan oleh kurangnya produksi hormon insulin oleh pankreas..
h. Diabetes insipidus merupakan kondisi di mana terjadi kekurangan hormon
antidiuretik (ADH), yang menyebabkan jumlah urine yang dikeluarkan naik hingga
20-30 kali lipat dari jumlah urine yang normal.
2) Gangguan pada kulit
a. Jerawat yakni masalah kronis yang terjadi pada kelenjar minyak di kulit.
b. Eksim yakni penyakit kulit yang sering kali akut ataupun kronis, ditandai dengan kulit
kering, merah, gatal, serta bersisik.
c. Scabies (kudis) yakni penyakit kulit yang diakibatkan oleh infeksi campak ataupun
tungau.

3) Gangguan pada Hati


Dalam tubuh manusia, terdapat dua jenis saluran, yakni pembuluh darah serta pembuluh
empedu. Jika pembuluh empedu mengalami penyumbatan, cairan empedu mampu dapat
mencapai usus seperti biasanya, akan tetapi masuk pada aliran darah. Akibatnya, warna
darah dapat berubah menjadi kuning keemasan, sementara warna feses menjadi kusam
ataupun kehitaman.
Sumbatan pada saluran empedu diakibatkan oleh keberadaan batu empedu, yang
terbentuk karena penumpukan kolesterol dalam tubuh.

2.2 Kerangka Berfikir


Guna menilai pencapaian peserta didik dalam memahami materi pelajaran, faktor yang
signifikan yakni kemampuan guru dalam menghubungkan konsep materi dengan pengalaman
sehari-hari. Penerapan model pembelajaran pada proses pengajaran dapat dianggap sebagaimana
strategi supaya meraih tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang mengharuskan
pada penambahan kreativitas peserta didik saat menyelesaikan masalah pada kehidupan sehari-
hari yakni pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Arikunto (2013: 17)
menjelaskan bahwa satu siklus PTK terdiri dari empat langkah yaitu. (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi.
Konsep ataupun pengertian yakni penjabaran dari sekelompok fakta dan gejala yang dibahas
untuk menghindari penafsiran yang beragam terhadap permasalahan penelitian. Untuk tujuan
tersebut, sebuah kerangka konseptual dibentuk. Berikut yakni kerangka konseptual yang disusun:
1. Prestasi belajar yakni hasil yang diraih oleh siswa melalui proses pembelajaran selaras
dengan tujuan pengajaran (Purwanto, 2010).
2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yakni metode di mana siswa bekerja sama
dengan cara memberikan nomor pada pikiran mereka, dirancang guna mengubah pola
interaksi siswa serta sebagaimana alternatif pada struktur kelas tradisional.
3. Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD yakni suatu pendekatan di mana siswa
bekerja pada kelompok supaya mengembangkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis,
termotivasi, serta bertanggung jawab pada kelompok. Siswa mempunyai kesempatan
guna membantu satu sama lain serta diri sendiri saat mengikuti kuis supaya meraih
tujuan bersama yakni memperoleh penghargaan sebagaimana tim yang unggul. Melalui
evaluasi, siswa dapat menggabungkan pembelajaran dari penjelasan guru dan hasil kerja
kelompok. Guru mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari
dengan pembatasan kerjasama antar siswa.
Menurut Wina Sanjaya (2013, hlm. 59), terdapat tujuh komponen pada proses pembelajaran,
yang meliputi perumusan tujuan, kurikulum, peran tenaga pengajar serta peserta didik, pemilihan
serta penyusunan materi, penerapan model ataupun strategi pengajaran yang efektif, pemakaian
media yang sesuai, serta pelaksanaan evaluasi yang tepat. Siswa juga terlibat dalam berbagai
aktivitas belajar di kelas seperti bertanya, berdiskusi, presentasi, mengerjakan tugas, serta lain-
lain. Pendidik perlu memperhatikan aktivitas belajar siswa diakrenakan hal tersebut berpengaruh
pada hasil belajar, namun banyak dari aktivitas belajar siswa di kelas yang masih dianggap
kurang aktif.
Dibawah ini merupakan gambar 2.3 alur dari rancangan penelitian yang akan
dilakukan.

Menentukan sampel
penelitian untuk kelas
STAD

Menentukan Waktu/Tanggal pertemuan

Pre-test

Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II


Posttest Posttest

Hasil

Perbandingan

Kesimpulan

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya melalui


penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian maka
yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Hipotesis Verbal
H0 :Tidak ada pengaruh model pembelajaran Student Achievment Division terhadap
hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik pada materi Sistem Ekskresi kelas XI
SMA N 1 SALAK Tahun Pelajaran 2023/2024.
Ha : Ada pengaruh model pembelajaran Student Achievment Division terhadapat hasil
belajar dan aktivitas belajar peserta didik pada materi Sistem Ekskresi kelas XI SMA N 1
SALAK Tahun Pelajaran 2023/2024.
b. Hipotesis Statistik
Hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik
H0 : X 1 = X 2
Ha : X 1 ≠ X 2
Dimana:
X 1 = Pembelajaran menggunakan model Student Achievment Division.
X 2 = Pembelajaran menggunakan model Konvensional.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di sekolah SMA N 1 SALAK yang berlokasi
diJalan H8CJ+9CC, Boangmanalu Salak, Kec. Salak, Kabupaten Pakpak Bharat,
Sumatera Utara 22272.
3.1.2. Waktu peniltian
Perencanaan penelitian ini akan dilakukan pada bulan juli 2024 tahun
pembelajaran 2023/2024.
3.2. Populasi Dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA N 1 SALAK
dengan berjumlah 185 siswa,yang berasal dari 4 ruang kelas XI IPA.
3.2.2. Sampel

Pengambilan sampel akan dilakukan secara acak ataupun random, sampel diambil berasal
dari dua kelas yang berjumlah 48 siswa.Setiap kelas yang diteliti melakukan perlakuan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD) berjumlah 48 siswa
tersebut.

3.3. Desain Dan Variabel Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah melakukan observasi. Kemudian menentukan


populasi dan sampel penelitian sampai pembuatan kesimpulan Dalam penelitian ini ada variabel
yang diukur yaitu :

 Variabel Bebas (X)


Sebagai variabel bebas (variabel independen) dalam penelitian ini adalah penerapan
model pembelajaran kooperatif Student Team Achievment Division (STAD)
 Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat (variabel dependen) pada penelitian ini adalah hasil belajar kognitif
biologi siswa pada materi sistem ekskresi dikelas XI IPA SMA N 1 SALAK.
Berikut ini merupakan skema prosedur kerja penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini
disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. 1 Rancangan Pembelajaran

Aktivitas
Kelompok Pre Test Perlakuan Hasil Belajar
Belajar
I T1 (X1) T2
K
II T1 (X2) T2

Keterangan :
X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok I (menggunakan model Student Achievment
Division )
X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok II (menggunakan model Student Achievment
Division)
T1 : Pre Test
T2 : Post Test
K : Aktivitas Belajar Peserta Didik

3.2 Defenisi Operasional

1. Model pembelajaran Student Achievement Division merupakan model pembelajaran


berbasis penemuan dengan sintaks yaitu: (1) Pemberian rangsangan, (2) Identifikasi
Masalah, (3) Pengumpulan Data, (4) Pengolahan Data, (5) Pembuktian, (6) Kesimpulan.
2. Hasil belajar merupakan suatu perolehan yang didapat dari proses belajar oleh individu
dengan siklus input-proses-hasil, antara hasil dan input sangat bisa dibedakan dengan
jelas dikarenakan suatu proses perubahan. Aktivitas belajar merupakan bentuk kegiatan-
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memahami, ingin mengetahui, atau
mempelajari sesuatu dari hasil kegiatan yang dilakukannya itu.
3. Model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division), yaitu: Membentuk
kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
3.5.1 Instrumen Hasil Belajar

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk pilihan berganda
yang dilakukan diawal (pre-test) dan diakhir akan diberi (post-tes) dengan jumlah soal sebanyak
50 butir; setiap soal memiliki 5 pilihan (a, b, c, d, e) dan setiap jawaban yang benar diberi skor 2
dan jawaban yang salah diberi skor 0. Adapun kisi-kisi soal untuk mengukur aspek kognitif hasil
belajar peserta didik pada materi sistem ekskresi Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Soal sistem ekskresi

Table 3.2 kisi-kisi soal

No Indikator Kegiatan ranah kognitif bloom Jum


C1 C2 C3 C4 C5 C6 lah
soal
1 Menjelaskan pengertian 17 4,18 - 5,14,20,26 6,9,12,5 - 11
sistem ekskresi pada
manusia,Dan
membedakan pengertian
sistem ekskresi, sekresi,
dan defekasi.
2 Mengidentifikasikan 27 - 23,33 - 1,31 28 6
struktur dan fungsi alat
sistem ekskresi

3 Mendeskripsikan - - 8,29,32 10,30,49 25,36 - 9


hubungan antara proses
pengeluaran urin dan
proses pengeluaran
kringat.
4 Menjelaskan berbagai 7,16 13,19 3,11,22 2,21,24 - - 10
kelainan pada sistem
ekskresi manusia.,
menjelaskan struktur dan
fungsi paru-paru sebagai
alat ekskresi
5 Menjelaskan. 34 38,40 35,41,4 - - - 6
pembentukan urin,dan 3
molekul yang sedang
diproses.
6 Menjelaskan proses - 48,46 44,50,3 37 - 42, 8
ekskresi seperti krtingat, 9 45
urin,bilirubin,dan
biliverdin,Co2 dan H2O.
Jumlah soal 5 8 14 11 8 3 50
Jumlah pesen (%) 25% 50% 25% 95%

Keterangan :

C1 : Pengetahuan C2 : Pemahaman C3 : Penerapan

C4 : Analisis C5 : Evaluasi C6 : Kreasi

Untuk menguji kelayakan instrument penelitian,dilakukan uji pernyataan instrument penelitian


berupa uji validasi,reabilitas,tingkat kesukaran dan daya pembeda.

3.5.1.1 Uji Coba Instrumen Hasil Belajar

Sebelum tes digunakan sebagai instrument penelitian, maka terlebih dahulu tes diuji
cobakan untuk melihat validitas instrument penelitian yang digunakan. Untuk melihat validitas
instrument penelitian tersebut, dilakukan dua jenis validitas yaitu validitas struktur dan
substansi. Validitas struktur didapatkan dari validator sedangkan validitas substansi diperoleh
dengan cara menguji cobakan instrument terlebih dahulu ke kelas validator yang bukan sampel
namun mempunyai karakteristik yang sama dengan kelas yang akan diteliti. Uji validitas
substansi instrumen tes diujicobakan di kelas XI SMA N 1 SALAK yang jumlah peserta
didiknya berjumlah 48 siswa, mengetahui validasi instrument penelitian, uji coba instrument ini
juga bertujuan untuk melihat reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal.

3.5.1.2 Uji Validitas Tes


a. Validasi Tes

Validasi tes digunakan untuk mengetahui setiap item soal pada hasil tes belajar siswa
dinyatakan valid (mengukur apa yg seharusnya diukur) dengan menghitung korelasi product
moment menurut Arikunto (2012) yaitu :

r
xy = N(∑xy)-∑x)(∑y)

√{N∑X2 –(∑X)2}{N∑Y2-(∑Y)2}
Keberartian harga validitas tiap item tersebut dikonsultasikan ketabel kritik product
moment,dengan kriteria jika r hitung > r table dengan table signifikan 5% maka kolerasi valid dan
sebaliknya.

Tingkat validasi tes ditentukan ditentukan berdasarkan kriteria dibawah ini :

0,80 < r ≤ 1,00 = validasi sangat tinggi


0,60 < r ≤ 0,80 = validasi tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 = validasi cukup
0,20 < r ≤ 0,40 = validasi rendah
0,00 < r ≤ 0,20 = validasi sangat rendah.

b. Reabilitas Tes
Untuk mengetahui reabilitas tes dalam penelitian ini,digunakan rumus KR-20 menurut
Arikunto (2012) sebagai berikiut ini :

n S 2 ∑ pq
R11 = ( )( )
n−1 S2

Keterangan :

 R11 = reabilitas
 P = properti subjek yang menjawab dengan benar
 Q = proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1-p)
 N = jumlah soal
 S = standart deviasi dari tes.

3.5.1.3 Tingkat Kesukaran Soal

Taraf kesukaran tes atau indeks kesukaran tes di cari dengan rumus:

B
P=
JS
(Arikunto, 2013)
Keterangan:
P = indeks kesukaran tes
B = banyaknya siswa yang menjawab soal benar
JS = jumlah seluruh peserta didik peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut:
Untuk P = 0,00-0,30: soal sukar
Untuk P = 0,31-0,70: soal sedang
Untuk P = 0,71-1,00: soal mudah

3.5.1.5 Daya Beda Soal

Untuk menentukan daya beda item soal, digunakan rumus sebagai berikut:
BA BB
D = JA − JB

(Arikunto, 2013)
Keterangan:
D = daya beda
JA = banyak peserta kelompok atas
JB = banyak peserta kelompok bawah
BA = banyak peserta kelompok atas menjawab benar
BB = banyak peserta kelompok bawah menjawab salah
Klasifikasi daya pembeda soal adalah:
\Diskriminasi = <0,00 = sangat jelek
Diskriminasi = 0,00 – 0,19 = jelek
Diskriminasi = 0,20 – 0,39 = cukup
Diskriminasi = 0,40 – 0,69 = baik
Diskriminasi = 0,70 – 1,00 = baik sekali

3.5.2. Instrumen Aktivitas Belajar

Lembar observasi diberikan kepada observer untuk menilai aktivitas peserta didik pada saat
proses pembelajaran. Lembar observasi berbentuk tabel dengan beberapa kriteria penilaian.
Penentuan skor dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skor yang diperoleh dalam
penelitian ini diperoleh dengan mengamati keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun aspek yang menjadi penilaian aktivitas belajar peserta didik meliputi visual activities,
oral activities, listening activities, dan writing activities.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik tes dan
non-tes. Teknik tes diberikan sebelum (pre-test) dan setelah perlakuan (post-test). Pre-test adalah
tes yang dilakukan sebelum memulai pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kompetensi awal, sampai dimana penguasaan peserta didik mengenai materi Sistem Ekskresi.
Sedangkan post-test merupakan tes yang dilakukan setelah materi pembelajaran diberikan oleh
guru. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan. Test hasil belajar
peserta didik ini disusun dalam bentuk pilihan berganda dengan 5 pilihan (a, b, c, d, dan e).
Tes disusun berdasarkan materi yang diajarkan kepada siswa. Tes aktivitas belajar peserta didik
berupa instrument penilaian aktivitas peserta didik terdiri dari 3 skor (0, 1, 2, dan 3). Tes
disusun berdasarkan indikator aktivitas belajar peserta didik.

3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dalam upaya


memperoleh data-data yang dibutuhkan. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1. Tahap Persiapan Penelitian :
a. Mengurus surat observasi dari FMIPA UNIMED Medan.
b. Observasi ke sekolah dan konsultasi dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 SALAK
dengan membawa surat izin penelitian.
c. Konsultasi dengan Guru Biologi SMA Negeri 1 SALAK.
d. Pengajuan judul yang sesuai dengan masalah peserta didik di SMA Negeri 1 SALAK
dengan Pembimbing Skripsi.
e. Penyusunan proposal penelitian.
f. Persetujuan proposal penelitian.
g. Mengurus surat izin penelitian dari FMIPA UNIMED Medan.
h. Memberikan surat izin penelitian kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 SALAK
i. Menyusun modul ajar
j. Menyiapkan model pembelajaran yaitu model STAD.
k. Menyusun tes hasil belajar dan instrumen aktivitas belajar peserta didik.\

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian :


a. Menentukan kelas sampel yang akan diteliti.
b. Memberikan test awal (Pre-test) setiap kali masuk tentang materi Sistem Ekskresi
kepada peserta didik.
c. Melaksanakan pembelajaran pada kedua kelas dengan bahan dan waktu yang sama,
hanya model pembelajaran yang berbeda. Untuk kelas eksperimen diberikan perlakuan
yaitu Kelas eksperimen sedangkan kelas kontrol diberikan model Student
Achievment Division selama pembelajaran berlangsung diamati aktivitas belajar
peserta didik.
d. Memberikan test akhir (Post-test) kepada kedua kelas untuk melihat peningkatan
hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik setelah pembelajaran, kemudian
menghitung rata-rata hasil belajar dan aktivitas belajar masing-masing kelas.
3. Tahap akhir Penelitian
a. Menghitung perbedaan antara hasil pre-test dan post-test untuk masing-masing kelas.
b. Menghitung perbedaan hasil aktivitas belajar peserta didik kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
c. Melakukan uji hipotesis untuk hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik dengan
menggunakan statistik.
d. Mengolah data dari hasil penelitian.
e. Membuat laporan akhir dari hasil penelitian.

3.8. Analisis Data

3.8.1 Analisis Data Hasil Belajar

3.8.1.1 Menghitung Nilai Rata-Rata, Standart Deviasi dan Varians


Untuk mencari mean digunakan rumus:

X=
∑ Xi
n
(Sudjana, 2005)
Keterangan:
X = Rata-rata skor
Xi = Jumlah skor
n = Jumlah subjek
Untuk menghitung standart deviasi (S) digunakan rumus:
S = n¿¿
(Sudjana, 2005)

Keterangan:
X = Rata-rata skor
S = Standart deviasi
Xi = Jumlah skor
N = Jumlah subjek

3.8.1.2 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian antara kelas sampel
berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini menggunakan Reabilitas Tes,Untuk mengetahui
reabilitas tes dalam penelitian ini,digunakan rumus KR-20 menurut Arikunto (2012) sebagai
berikiut ini :

n S 2 ∑ pq
R11 = ( )( )
n−1 S2

Arikunto (2012)

Keterangan :

 R11 = reabilitas
 P = properti subjek yang menjawab dengan benar
 Q = proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1-p)
 N = jumlah soal
 S = standart deviasi dari tes.

Untuk menafsirkan keberartian harga reabilitas dari soal maka harga tersebut
dikonfirmasikan ketabel harga kritik product moment,dengan kriteria jika rhitung > rtabel dengan tarif
signifikasi 5%maka soal tes dinyatakan reliable dan sebaliknya.

Tingkat reliabilitas tes ditentukan berdasarkan tes ditentukan berdasarkan kriteria dibawah ini :
0,00-0,40 = relabilitas rendah
0,40-0,70 = relabilitas sedang
0,70-0,90 = relabilitas tinggi
0,90-1,00 = relabilitas sangat tinggi.

2.8.1.3. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang diuji adalah:


HO : X 1 = X 2
Ha : X 1 ≠ X 2

Keterangan:
X1 : Skor rata-rata hasil belajar peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan model
pembelajaran Student Achievement Division .
X2 : Skor rata-rata hasil belajar peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan model
pembelajaran. Student Achievement Division

Untuk menguji hipotesis digunakan rumus:


X 1− X 2
Thitung =
S
√ 1 1
+
n1 n2
Dengan:
2 2
2
( n1−1 ) S 1 + ( n 2−1 ) S 2
S =
( n1 +n 2) −2
(Sudjana, 2005)

Dimana:
n1 = jumlah sampel eksperimen I (kelas model STAD)
n2 = jumlah sampel eksperimen II (kelas Model STAD)
X 1 = skor rata-rata eksperimen I (kelas model STAD)
X 2 = skor rata-rata eksperimen II (kelas model STAD)
S1 = simpangan baku eksperimen I (kelas model STAD)
S2 = simpangan baku eksperimen II (kelas model STAD)
Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima jika thitung ≤ ttabel pada taraf signifikan α = 0,05
dengan dk = (n1 + n2 – 2).
Bila thitung > ttabel : H0 ditolak.
Bila thitung < ttabel : H0 diterima.

3.8.2 Analisis Data dan Instrumen Aktivitas Belajar

Instrument yang digunakan untuk mengukur aktivitas belajar peserta didik yaitu
menggunakan lembar observasi. Untuk mengamati aktivitas belajar peserta didik selama proses
pembelajaran berlangung, maka peneliti menggunakan pedoman penskoran. Rumus penilaian
aktivitas belajar peserta didik:
x
Aktivitas = x 100%
k
Keterangan:
x = jumlah perolehan nilai
k = jumlah nilai maksimum
(Arikunto, 2010)
Untuk skala penilaian aktivitas belajar peserta didik dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:
Kategori penilaian aktivitas belajar peserta didik:
86 – 100 : Sangat aktif
70 – 85 : Aktif
55 – 69 : Cukup aktif
< 55 : Kurang aktif

Tabel 3. 3 Pedoman Penskoran Observasi Aktivitas Belajar Peserta Didik

No. Indikator Deskriptor Skala Penilaian


1. Aktivitas Melihat a. Memperhatikan guru Nilai:
(Visual Activities) saat menjelaskan 0. Tidak ada deskriptor
pelajaran tampak
b. Memperhatikan 1. Satu deskriptor tampak
pelajaran 2. Dua deskriptor tampak
c. Membaca pelajaran 3. Tiga deskriptor tampak

2. Aktivitas Berbicara a. Peserta didik Nilai:


(Oral Activities) mengajukan 0. Tidak ada deskriptor
pertanyaan tampak
b. Peserta didik 1. Satu deskriptor tampak
mengemukakan 2. Dua deskriptor tampak
pendapat pada saat 3. Tiga deskriptor tampak
kegiatan pembelajaran
c. Peserta didik
memberikan saran
dan tanggapan
3. Aktivitas Mendengar a. Mendengarkan Nilai:
(Listening Activities) penjelasan guru 0. Tidak ada deskriptor
b. Mendengarkan tampak
presentasi kelompok 1. Satu deskriptor tampak
c. Mendengarkan 2. Dua deskriptor tampak
pendapat teman 3. Tiga deskriptor tampak
4. Aktivitas Menulis a. Peserta didik menulis Nilai:
(Writing Activities) pertanyaan dan saran 0. Tidak ada deskriptor
b. Menulis hasil diskusi tampak
c. Menulis kesimpulan 1. Satu deskriptor tampak
hasil pembelajaran 2. Dua deskriptor tampak
3. Tiga deskriptor tampak

Anda mungkin juga menyukai