Makalah Seminar
Makalah Seminar
Disusun Oleh:
Irham Syahrindra
01021182126036
Ekonomi Pembangunan
1
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur dan kesyukuran, saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Segala puji hanya milik Allah, yang senantiasa memberikan
petunjuk dan berkah-Nya kepada hamba-Nya yang lemah ini.
Dalam lembaran ini, penulis berusaha menyajikan pemikiran dan hasil penelitian dengan
sebaik-baiknya. Penulis berharap, tulisan yang terhimpun di sini dapat memberikan manfaat
dan pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh volume dan harga impor terhadap nilai
tukar petani. Terlebih lagi, penulis merasa beruntung karena dapat berbagi gagasan dan
temuan ini dengan para pembaca yang mulia.
Tidak lupa, penulis juga ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
dosen pengajar mata kuliah Seminar Ekonomi Agribisnis yaitu Dr. Imam Asngari, SE., M.SI
dan Dr. Ariodillah Hidayat, SE., M.SI yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan
dorongan selama proses penulisan. Tanpa bantuan dari mereka, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa setiap karya manusia pasti memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik, saran, dan masukan dengan
tangan terbuka. Semoga setiap perbaikan yang diupayakan dapat menghasilkan karya yang
lebih baik di masa mendatang.
Akhir kata, penulis berdoa semoga makalah ini dapat menjadi amal jariyah yang bermanfaat
bagi penulis dan pembaca yang membacanya. Semoga Allah senantiasa memberkahi langkah
kita semua dalam menuntut ilmu dan berbagi pengetahuan.
M. Kevin Erlangga
01021282126084
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 30
3
BAB I
PENDAHULUAN
Jika pada sektor pertanian di olah dengan baik maka akan tercipta masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan memerlukan keberhasilan
dalam pengelolaan ekonomi yang sebaik-baiknya. Dengan dibarengi oleh
pemerataan yang adil maka terjadilah kerakyatan yang sesungguhnya
(Sumawinata, 2004). Suasana dimana terasa adanya keadilan dan pemerataan
4
dimana-mana. Suasana yang dirangsang oleh adanya sikap memihak kepada
yang lemah dan miskin, membawa dan memperkuat rasa sejahtera kepada
rakyat. Rasa sejahtera yang timbulnya dari adanya kebebasan dari ketakutan,
bebas dari tekanan-tekanan yang tidak menyenangkan, bebas dari kemiskinan
dan berbagai macam kebutaan akan jauh lebih kuat terasa jika di masyarakat
kelihatan adanya kecukupan barang, jasa dan lain-lain dan juga kesempatan.
Karena itu kesejahteraan secara adil hanya ada jika dapat disajikan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Azmi, 2005). Dengan
kesejahteraan aman sentosa, makmur atau selamat dengan kata lain terlepas dari
segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya (Rusyan, dkk, 1994).
Dengan kata lain kesejahteraan juga dapat dikatakan dimana suatu masyarakat
dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan baik.
5
maupun UUD 1945 hasil amandemen (2002), khususnya dalam Bab XIV Pasal
33 dan 34.
Kombinasi variabel serta individu yang menjadi sampel penelitian ini masih
jarang ditemui maka dari itu penelitian ini dapat digunakan sebagai pembaruan
dan pendalaman dalam ranah teoritis di bidang ekonomi moneter. Maka dari itu
penulis bermaksud mengangkat judul ‘Pengaruh Harga Beras, Ekspor Beras
terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India, dan China’ sebagai fokus dalam
penelitian kali ini.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis :
1. Meningkatkan pemahaman tentang Pengaruh Harga Beras,
Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India,
dan China.
2. Mengembangkan teori dan model baru tentang Pengaruh Harga
Beras, Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh,
India, dan China.
3. Meningkatkan kualitas penelitian tentang Pengaruh Harga
Beras, Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh,
India, dan China.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
pangan yaitu kebijakan tentang ketahanan pangan nasional yang
harus dicapai.
Kebijakan yang dicanangkan antara lain gerakan mengganti
beras dengan jagung dan membuat tiga badan pemerintah yang
mengurus perihal pangan, yaitu Jajasan Untuk Bahan Makanan-
importir beras (JUBM), Jajasan Badan Pembelian Padi (JBPP)-
menyerap produk domestik seperti Bulog dan Dewan Bahan
Makanan (DBM)- mendistribusikan beras. Pada 1965 ketiga
badan pemerintah dilebur mejadi satu disebut Badan Pelaksana
Urusan Pangan (BPUP). BPUP kurang berhasil dalam mengatasi
masalah pangan sehingga diganti menjadi Komando Logistik
Nasional (KOLOGNAS). Kebijakannya kemudian disebut
dengan “Revolusi Hijau”. Program Revolusi Hijau dianggap
mampu mengatasi masalah pangan dengan dilaksanakannya
program penyuluhan pertanian, pinjaman kredit pertanian dan
tersedianya sarana produksi pertanian. Perhatian terhadap
ketahanan pangan terhenti sejak tercapainya swasembada beras
pada 1984 hingga 1986, sehingga akhirnya impor beras terjadi
pada 1998 sebanyak 5,78 juta ton per tahun.
Defisit pangan di Indonesia memprihatinkan mengingat
Indonesia adalah negara agraris yang memiliki sumber daya
lahan yang luas. Kebijakan impor beras di Indonesia periode
2011 sampai 2020 dapat dilihat pada tabel berikut:
9
Tabel 1. Perkembangan impor beras periode 2011 – 2015 (ton)
10
dan telah mengalami suplus beras dalam negeri sedangkan Indonesia
belum. Hal ini karena jumlah penduduk dan konsumsi beras di Indonesia
tinggi. Jumlah produksi beras di Indonesia pada 2020 mencapai
32.789.521 ton. Padahal pada 2014 nilai total produksi beras Vietnam
mencapai 44.900.000 ton.
11
Laju pertumbuhan penduduk dari 2011 sampai 2020 berada di
angka 1,31 persen per tahun. Jika dilihat dari angka impornya,
maka Indonesia banyak mengimpor beras dari Vietnam dan
Thailand. Indonesia memiliki jumlah produksi beras lebih
rendah dibanding Vietnam dan telah mengalami suplus beras
dalam negeri sedangkan Indonesia belum. Hal ini karena jumlah
penduduk dan konsumsi beras di Indonesia tinggi. Jumlah
produksi beras di Indonesia pada 2020 mencapai 32.789.521 ton.
Padahal pada 2014 nilai total produksi beras Vietnam mencapai
44.900.000 ton.
12
Simatupang dan Maulana (2008) mengemukakan bahwa penanda
kesejahteraan yang unik bagi rumah tangga tani praktis tidak ada,
sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat
pembangunan pertanian dalam menilai tingkat kesejahteraan petani.
Dengan demikian, NTP merupakan salah satu indikator relatif
tingkat kesejahteraan petani.
Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu: NTP > 100,
berarti tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat
kesejahteraan petani sebelumnya; NTP = 100, Tingkat kesejahteraan
petani tidak mengalami perubahan; dan NTP < 100, Tingkat
kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan
dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya.
13
2.1.4 Pengaruh impor pangan terhadap kesejahteraan petani
pangan
14
Erwidodo (1997) mengemukakan bahwa impor beras atau
masuknya beras dari wilayah lain akan mempengaruhi tingkat
penawaran dan harga beras yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap nilai tukar petani. Demikian juga dengan impor komoditas
pangan lainnya. Untuk melindungi kesejahteraan petani dan
stabilitas pangan domestik, sejumlah negara mengatur perdagangan
beras. Baik melalui kebijakan tarif impor, lisensi impor maupun
penerapan kuota impor (Suryana dan Kariyasa, 2008). Pilihan
kebijakan oleh sejumlah negara tersebut dilatarbelakangi oleh
pengaruh impor terhadap penurunan kesejahteraan petani. Untuk
itu, sejumlah negara mengeluarkan kebijakan yang bersifat barriers
bagi masuknya beras impor seperti penerapan tarif Bea masuk,
lisensi impor dan penerapan kuota impor dalam rangka melindungi
petani domestiknya.
15
membaiknya nilai tukar petani pangan atau kesejahteraan petani
pangan.
Penelitian Elizabeth (2010) menyatakan bahwa kenaikan harga
produk yang dihasilkan petani lebih besar dari kenaikan harga
barang yang dibeli, maka daya beli petani akan meningkat
(mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani) yang
diformulasikan dalam bentuk nilai tukar petani. Hal ini sejalan
dengan penelitian Winandi (2009) yang mengemukakan bahwa
peningkatan harga produk yang dijual petani (jagung dan padi),
akan meningkatkan konsumsi pangan dan pendapatan rumah
tangga petani (RTP). Peningkatan harga akan efektif apabila
kekuatan tawar-menawar di tingkat RTP meningkat, hal ini akan
terjadi apabila pembelian ataupun penjualan dilakukan secara
kelompok atau koperasi. Kebijakan harga pupuk (terutama
subsidi Urea) perlu dilakukan karena akhirnya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan usaha tani atau pendapatan
total keluarga.
Sedikit intervensi pemerintah terhadap harga patokan (jual dan
beli) komoditas pangan domestik khususnya komoditas jagung
akan meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen karena
intervensi pemerintah akan secara langsung mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga tani (Mantau, 2010). Hal ini dengan
catatan, penentuan kebijakan harga jual dan beli jagung tersebut
dibarengi dengan regulasi dan sanksi hukum yang tegas terhadap
pihak-pihak yang melanggarnya, terutama para pedagang yang
membeli jagung petani. Di samping itu, petani perlu bergabung
dalam kelompok tani untuk memperkuat posisi tawar mereka
dalam pemasaran produk pertanian.
16
Penjelasan teoritis tersebut kontradiktif dengan hasil penelitian
Daryanto (2008) yang mengemukakan bahwa terkait dengan
daya beli, bagi kelompok miskin ada dua pilihan kebijakan
dalam menghadapi situasi harga komoditas pangan domestik
yang meroket, yaitu mengontrol harga dengan menetapkan harga
maksimal (ceiling price) atau meningkatkan daya beli. Namun,
penetapan harga maksimal bukanlah pilihan yang tepat karena
membutuhkan biaya administrasi dan pengawasan yang tinggi,
sementara kemampuan pemerintah dalam hal tersebut sangat
terbatas selain amat berisiko (berkaitan dengan keterbatasan
anggaran untuk subsidi harga). Pilihan kebijakan terbaik adalah
meningkatkan daya beli masyarakat dengan memberikan subsidi
pangan kepada penduduk miskin, yang sebagian besar adalah
petani.
Hasil penelitian Irawan (2007) menunjukkan bahwa transmisi
harga komoditas pangan padi, jagung, ubi kayu, dan kacang
tanah dari konsumen ke produsen berkisar antara 65,60 persen -
81,30 persen. Transmisi harga tertinggi terjadi pada pemasaran
padi, di mana 81 persen kenaikan harga yang terjadi di daerah
konsumen diteruskan ke petani di daerah produsen. Tingginya
transmisi harga beras tersebut terjadi karena dua faktor, yaitu: 1)
adanya intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga beras
melalui kebijakan harga dasar gabah sehingga kekuatan
monopsoni/oligopsoni yang dimiliki para pedagang gabah/beras
dapat ditekan, dan 2) karena merupakan bahan pangan pokok,
daerah produsen beras relatif tersebar menurut wilayah sehingga
jarak antara daerah produsen dan konsumen relatif dekat. Faktor
jarak ini pula yang menyebabkan transmisi harga palawija
umumnya lebih tinggi dibanding sayuran karena daerah
17
produsen palawija lebih tersebar menurut wilayah dibanding
daerah produsen sayuran.
Peningkatan harga produk yang dijual petani (jagung dan padi),
akan meningkatkan konsumsi pangan dan pendapatan rumah
tangga petani (RTP). Peningkatan harga akan efektif apabila
kekuatan tawar-menawar di tingkat RTP meningkat, hal ini akan
terjadi apabila pembelian ataupun penjualan dilakukan secara
kelompok atau koperasi. Kebijakan harga pupuk (terutama
subsidi Urea) perlu dilakukan karena akhirnya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan usaha tani atau pendapatan
total keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan tersebut, kebijakan
harga komoditas pangan domestik secara tidak langsungakan
mempengaruhi kesejahteraan petani karena kebijakan harga
komoditas pangan bertujuan melindungi konsumen atau
produsen.
18
perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena
memang penjual yang harus membayarkannya. Namun, jika penjual
tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan
sendiri untuk memberikan perlindungan yang leih besar. CIF
mempersyaratkan penjual untuk mengurus prosedur ekspor.
Terminologi ini hanya berlaku untuk alat transportasi laut dan
perairan pedalaman. CIF juga dapat disebut sebagai penyerahan
barang dan peralihan risiko dari penjual kepada pembeli dilakukan
pada saat barang telah dimuat di atas kapal (on board).
19
menurunkan harga pangan domestik yang dapat berdampak pada
penurunan tingkat kesejahteraan petani pangan. Hal ini terjadi
dapat diakibatkan oleh adanya impor memang menutupi
kebutuhan atau permintaan domestik yang memang tidak dapat di
pasok oleh petani pangan di domestik.
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel GKP dan FAO
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel NTPP.
Artinya, peningkatan harga Gabah Kering Panen, dan Harga
Pangan Internasional akan berdampak pada semakin membaiknya
nilai tukar petani pangan atau kesejahteraan petani pangan. secara
parsial hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel UPAH
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel NTPP.
Artinya, peningkatan upah nominal buruh tani akan berdampak
pada penurunan nilai tukar petani pangan, begitu sebaliknya.
secara parsial hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel
INFP dan INFK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
variabel NTPP. Artinya, kenaikan harga atau pengeluaran
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kesehatan akan
berdampak pada penurunan nilai tukar petani pangan atau
kesejahteraan petani pangan secara signifikan.
20
0.867 atau sebesar 86,7% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani(Y). (2) Berdasarkan perhitungan bahwa faktor produksi
modal menunjukkan hasil analisis data menggunakan Uji Regresi
bahwa variabel modal (X2) memiliki pengaruh produktivitas padi
sebesar 0.077 atau sebesar 7,7% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani (Y). (3) Berdasarkan perhitungan bahwa faktor produksi
tenaga kerja menunjukkan hasil analisis data menggunakan Uji
Regresi bahwa variabel tenaga kerja (X3) tidak memiliki
pengaruh ialah sebesar -0.068 atau sebesar -6,8% terhadap
Tingkat kesejahteraan petani (Y). (4) Berdasarkan perhitungan
bahwa faktor produksi manajemen produksi menunjukkan hasil
analisis data menggunakan Uji Regresi bahwa variabel
manajemen produksi (X4) memiliki pengaruh produktivitas padi
sebesar 0.144 atau sebesar 14.4% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani (Y). Dengan demikian berdasarkan hasil analisis data
menggunakan Uji Determinasi pengaruh variabel tanah, modal,
tenaga kerja dan manajemen produksi pada tingkat produkivitas
padi mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan petani sebesar
86,5%. Berdasarkan hasil perhitungan Uji F didapat nilai F hitung
sebesar 40.162 dengan nilai signifikan 0.000, kemudian F table
sebesar 2.56. Maka hal ini menunjukkan positif, bahwa
Fhitung>Ftabel. Dengan demikian dapat dinyatakan variabel
tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen produksi secara
simultan berpengaruh signifikan pada tingkat produktivitas padi
terhadap kesejahteraan petani.
21
bahwa petani padi rata-rata berusia 47 tahun dengan tingkat
pendidikan rata-rata telah menamatkan tingkat SLTP. Jika melihat
dari luas lahan yang dimiliki petani padinya rata-rata mempunyai
luas lahan yang dikelola sebesar 0,4 Ha dengan status ada yang
disewa dan milik sendiri. Dalam mengelola usaha padi ini mayoritas
sebesar 85% petani padi menggunakan benih milik sendiri jika hasil
yang diperolah pada panen sebelumnya dikatagorikan berhasil.
Sedangkan untuk tanggungan keluarga rata-rata petani padi di
Kecamatan Air Hangat Timur berjumlah 2,4 orang. Kesejahteraan
petani padi di Kabupaten Kerinci Kecamatan Air Hangat Timur
berdasarkan kriteria Direktorat Hak Guna Tanah dan kriteria
kemiskinan Sayogyo diperolah hasil setelah dilakukan pengolahan
data yaitu rata-rata petani padi di Kabupaten Kerinci Kecamatan Air
Hangat Timur berada dalam kondisi tidak miskin berdasarkan dua
indikator pengukuran diatas dengan pendapatan perkapita rata-rata
Rp 5.053.227. Dalam mencari dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani padi di Kecamatan Air
Hangat Timur peneliti menggunakan metode analisis regresi linear
berganda, adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan empat
variabel diantaranya yaitu variabel pendidikan yang penulis jadikan
sebagai variabel (X₁), tanggungan keluarga (X₂), hasil panen (X₃)
dan variabel modal (X₄). dari keempat variabel di atas peneliti akan
melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel yang paneliti
gunakan dalam mempengaruhi variabel kesejahteraan (Y).
22
Ha1 :Variabel Impor Pangan berpengaruh pada Kesejahteraan Petani
Pangan
Action Aid International. (2018). Amalia, Badan Pusat Statistik. 2021. Mankiw,
Nurisqi dan Nurpita, Anisa. (2017). Badan Gregory N, 2023. Sukirno, Sadono, 2022.
Pusat Statistik. (2016). Daryanto, A. 2018. Sri Endang Rahayu dan Mukmin Pohan,
Febriyanti, Friska Tri. (2022). Widiarsih, Dwi. 2023.
(2022).
23
Peningkatan Produktivitas Pertanian Padi
untuk Kesejahteraan Masyarakat
METODE PENELITIAN
24
a. Data sekunder (panel): Data ini dikumpulkan dari beberapa unit
negara Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China.
b. Data kuantitatif: Data ini berupa angka dan dapat diolah secara
statistik.
Teknik pengumpulan data yang dibutuhkan dalam analisis kali ini melalui
data sekunder mengenai pengaruh keuangan hijau, perdagangan emisi
dan inovasi energi terbarukan terhadap performa ekonomi di negara
sedang berkembang. Populasi penelitian ini adalah semua negara sedang
berkembang di dunia. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah negara
Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China . Sumber data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini didapatkan dari World Bank yang selanjutnya diolah
menggunakan program Eviews 12. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah Volume Impor Beras, Harga Impor Beras, dan CIF Value.
Sementara Variabel Depend nya adalah Kesejahteraan para petani Beras.
Analisis Regresi Data panel adalah gabungan dari time series dan cross section
Data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak unit amatan disebut
data lintas individu, sementara itu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu
(Diputra dkk, 2012). Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi
data panel Fixed Effect Model (FEM). Model fixed effect pada data panel
mengasumsikan bahwa koefisien slope masing-masing variabel adalah konstan
tetapi intersep berbeda-beda untuk setiap unit cross section. Untuk membedakan
intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga model ini juga dikenal
dengan model Least Square Dummy Variabel (LSDV) (Wahidah, Ismi &
Nurfadilahi, 2018).
25
Secara teoritis ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan
data panel yaitu yang pertama, semakin banyak jumlah observasi akan
membawa dampak positif terhadap estimasi model, memperbesar degree of
freedom dan menurunkan kemungkinan kolinieritas antar variabel bebas.
Kedua, dimungkinkannya estimasi masing-masing karakteristik individu
maupun karekteristik menurut waktu secara terpisah. Dengan demikian analisa
hasil estimasi akan lebih komprehensif.
26
terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai signifikansi lebih
besar daripada 0,05 maka variabel independen secara serentak tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut:
b. Uji t
Uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen.124 Uji t dapat dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi yang
dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Pengambilan kesimpulan ini dilakukan
dengan melihat nilai signifikansi dari hasil uji t pada variabel independen
dengan kriteria sebagai berikut:
Menurut Basuki (2016) mengatakan bahwa uji asumsi klasik yang digunakan
dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) meliputi
uji Linieritas, Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Multikolinieritas dan
27
Normalitas. Meskipun begitu, dalam regresi data panel tidak semua uji perlu
dilakukan hal itu dikarenakan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Karena model sudah diasumsikan bersifat linier, maka uji linieritas hampir
tidak dilakukan pada model regresi linier.
2. Pada syarat BLUE (Best Linier Unbias Estimator), uji normalitas tidak
termasuk didalmnya, dan beberapa pendapat juga tidak mengharuskan syarat ini
sebagai sesuatu yang wajib dipenuhi.
3. Pada dasarnya uji autokorelasi pada data yang tidak bersifat time series (cross
section atau panel) akan sia-sia, karena autokorelasi hanya akan terjadi pada
data time series.
4. Pada saat model regresi linier menggunakan lebih dari satu variabel bebas,
maka perlu dilakukan uji multikolinearitas. Karena jika variabel bebas hanya
satu, tidak mungkin terjadi multikolinieritas.
1) Uji Multikolinearitas
a. Jika nilai koefisien kolerasi (R2) > 0,80, maka data tersebut terjadi
multikolinearitas.
28
b. Jika nilai koefisien kolerasi (R2) < 0,80, maka data tersebut tidak terjadi
multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedastisitas
a. Jika nilai probability > 0,05 maka H0 ditolak, artinya tidak ada masalah
heteroskedastisitas
b. Jika nilai probability < 0,05 maka H0 diterima, artinya ada masalah
heteroskedastisitas
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Elizabeth, Roosgandha dan Darwis, Valeriana. 2000. Peran Nilai
Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Dalam Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Petani Kedelai (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur).
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor
Badan Litbang Departemen Pertanian.
31
Nachrowi, & Usman, Hardius. (2006). Pendekatan Populer dan
Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan.
Jakarta: Lembaga
32