Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH SEMINAR EKONOMI AGRIBISNIS

PENGARUH HARGA BERAS, EKSPOR BERAS TERHADAP PRODUKSI BERAS


DI BANGLADESH, INDIA, DAN CHINA

Disusun Oleh:
Irham Syahrindra
01021182126036
Ekonomi Pembangunan

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2024

1
KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur dan kesyukuran, saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Segala puji hanya milik Allah, yang senantiasa memberikan
petunjuk dan berkah-Nya kepada hamba-Nya yang lemah ini.
Dalam lembaran ini, penulis berusaha menyajikan pemikiran dan hasil penelitian dengan
sebaik-baiknya. Penulis berharap, tulisan yang terhimpun di sini dapat memberikan manfaat
dan pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh volume dan harga impor terhadap nilai
tukar petani. Terlebih lagi, penulis merasa beruntung karena dapat berbagi gagasan dan
temuan ini dengan para pembaca yang mulia.
Tidak lupa, penulis juga ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
dosen pengajar mata kuliah Seminar Ekonomi Agribisnis yaitu Dr. Imam Asngari, SE., M.SI
dan Dr. Ariodillah Hidayat, SE., M.SI yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan
dorongan selama proses penulisan. Tanpa bantuan dari mereka, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa setiap karya manusia pasti memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik, saran, dan masukan dengan
tangan terbuka. Semoga setiap perbaikan yang diupayakan dapat menghasilkan karya yang
lebih baik di masa mendatang.
Akhir kata, penulis berdoa semoga makalah ini dapat menjadi amal jariyah yang bermanfaat
bagi penulis dan pembaca yang membacanya. Semoga Allah senantiasa memberkahi langkah
kita semua dalam menuntut ilmu dan berbagi pengetahuan.

Indralaya, Mei 2024

M. Kevin Erlangga
01021282126084

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Landasan Teori.......................................................................................... 8


1.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................. 19
1.3 Hipotesis Penelitian................................................................................... 22
1.4 Kerangka Penelitian.................................................................................. 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... 24


3.2 Jenis dan Sumber Data.............................................................................. 24
3.3 Teknik Analisis.......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan bagian penting dari aktivitas ekonomi dalam


masyarakat. Sektor pertanian yang unggul berhubungan dengan terjaminnya
ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan agar proses industrialisasi dan pembangunan ekonomi berjalan
dengan baik. Jika sektor pertanian diolah dengan baik maka akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan memerlukan pengelolaan ekonomi
yang sebaik-baiknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor
yang dapat meningkatkan produktivitas diantaranya faktor tanah, modal, tenaga
kerja dan manajemen produksi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
apakah faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan
petani.

Pertanian merupakan bagian penting dari aktivitas ekonomi dalam masyarakat.


Ketahanan pangan sangat berhubungan dengan sektor pertanian. Sektor
pertanian yang baik akan menjamin ketahanan pangan. Hal ini merupakan
faktor yang penting agar industrialisasi pada khususnya dan pembangunan
ekonomi melalui sektor pertanian pada umumnya bisa berjalan dengan baik dan
lancar (Tambunan, 2003).

Jika pada sektor pertanian di olah dengan baik maka akan tercipta masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan memerlukan keberhasilan
dalam pengelolaan ekonomi yang sebaik-baiknya. Dengan dibarengi oleh
pemerataan yang adil maka terjadilah kerakyatan yang sesungguhnya
(Sumawinata, 2004). Suasana dimana terasa adanya keadilan dan pemerataan

4
dimana-mana. Suasana yang dirangsang oleh adanya sikap memihak kepada
yang lemah dan miskin, membawa dan memperkuat rasa sejahtera kepada
rakyat. Rasa sejahtera yang timbulnya dari adanya kebebasan dari ketakutan,
bebas dari tekanan-tekanan yang tidak menyenangkan, bebas dari kemiskinan
dan berbagai macam kebutaan akan jauh lebih kuat terasa jika di masyarakat
kelihatan adanya kecukupan barang, jasa dan lain-lain dan juga kesempatan.

Karena itu kesejahteraan secara adil hanya ada jika dapat disajikan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Azmi, 2005). Dengan
kesejahteraan aman sentosa, makmur atau selamat dengan kata lain terlepas dari
segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya (Rusyan, dkk, 1994).
Dengan kata lain kesejahteraan juga dapat dikatakan dimana suatu masyarakat
dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan baik.

Kesejahteraan ekonomi menurut Muhammad Abdul Mannan (Rozalinda, 2016)


adalah meningkatnya penghasilan masyarakat yang disebabkan oleh hasil
produksi yang terus meningkat karena pendayagunaan sumber daya secara
optimal, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Dalam Islam,
peningkatan sistem produksi tidak hanya mengacu pada penambahan
penghasilan dalam bentuk uang, tetapi juga peningkatan pada terpenuhinya
kebutuhan manusia dengan tetap berdasar pada tuntutan islam. Oleh karena itu,
meningkatnya volume produksi tidak selalu berarti kesejahteraan masyarakat
akan terjamin. Kualitas hasil produksi yang sesuai syariah islam juga harus
diperhatikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu,
akibatakibat yang merugikan dari produk-produk terlarang juga harus
diperhatikan (Rozalinda, 2016).

Produksi mempunyai peranan penting dalam menentukan taraf hidup manusia


dan kemakmuran suatu bangsa. Keinginan untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat seperti yang tertuang dalam pancasila/UUD 1945 serupa dengan
konsep Negara Kesejahteraan. Hal ini bisa dilihat, baik dari rumusan UUD 1945

5
maupun UUD 1945 hasil amandemen (2002), khususnya dalam Bab XIV Pasal
33 dan 34.

Kombinasi variabel serta individu yang menjadi sampel penelitian ini masih
jarang ditemui maka dari itu penelitian ini dapat digunakan sebagai pembaruan
dan pendalaman dalam ranah teoritis di bidang ekonomi moneter. Maka dari itu
penulis bermaksud mengangkat judul ‘Pengaruh Harga Beras, Ekspor Beras
terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India, dan China’ sebagai fokus dalam
penelitian kali ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk menjawab
pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana hubungan antara harga beras dan produksi beras di Bangladesh,


India dan China?
2. Bagaimana hubungan antara ekspor beras dan produksi beras di Bangladesh,
India dan China?
3. Bagaimana hubungan antara CIF Value Bangladesh, India dan China dalam
produksi beras?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk:


1. Menganalisis hubungan antara harga beras dan produksi beras di Bangladesh,
India dan China
2. Menganalisis hubungan ekspor beras dan produksi beras di Bangladesh, India
dan China
3. Menganalisis hubungan antara CIF Value Bangladesh, India dan China dalam
produksi beras

6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis :
1. Meningkatkan pemahaman tentang Pengaruh Harga Beras,
Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India,
dan China.
2. Mengembangkan teori dan model baru tentang Pengaruh Harga
Beras, Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh,
India, dan China.
3. Meningkatkan kualitas penelitian tentang Pengaruh Harga
Beras, Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh,
India, dan China.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Membantu para pembuat kebijakan pada Pengaruh Harga Beras,
Ekspor Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India,
dan China
2. Membantu investor untuk membuat Keputusan investasi yang
lebih terarah terhadap transaksi Pengaruh Harga Beras, Ekspor
Beras terhadap Produksi Beras di Bangladesh, India, dan China
3. Meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya
Pengaruh Harga Beras, Ekspor Beras terhadap Produksi Beras
di Bangladesh, India, dan China

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Volume impor beras
Indonesia sebagai salah satu negara pengkonsumsi beras terbesar
di dunia. Beras adalah bahan pangan pokok yang mengalami
banyak masalah dalam penyediaan stok. Produksi beras dalam
negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional,
sehingga pemerintah perlu mengimpor beras dari luar. penyebab
Indonesia harus mengimpor beras adalah jumlah luas lahan
pesawahan yang menurun. Banyak lahan pesawahan yang
awalnya digunakan untuk usahatani padi, dialih fungsikan untuk
kegiatan ekonomi lain. Pertumbuhan penduduk yang semakin
tinggi menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan beras nasional.
Beras adalah komoditi pangan yang sangat penting dan paling
banyak dikonsumsi oleh orang Asia. Indonesia merupakan salah
satu negara yang penduduknya mengkonsumsi beras dengan
tingkat konsumsi yang tinggi. Kondisi tersebut mengharuskan
Indonesia mempunyai ketersediaan beras yang cukup untuk
menghindari adanya krisis pangan. Kebijakan impor beras
ditetapkan pemerintah untuk memenuhi stok beras nasional. Hal
ini karena produksi dalam negeri belum sepenuhnya mampu
mencukupi kebutuhan beras nasional. Menurut Gunawan (2001)
impor beras telah terjadi sejak kemerdekaan yaitu pada 1945
sampai 1960. Jumlah impor beras sekitar 0,3 hingga 1 juta ton
per tahun. Impor beras di Indonesia berkaitan dengan kebijakan

8
pangan yaitu kebijakan tentang ketahanan pangan nasional yang
harus dicapai.
Kebijakan yang dicanangkan antara lain gerakan mengganti
beras dengan jagung dan membuat tiga badan pemerintah yang
mengurus perihal pangan, yaitu Jajasan Untuk Bahan Makanan-
importir beras (JUBM), Jajasan Badan Pembelian Padi (JBPP)-
menyerap produk domestik seperti Bulog dan Dewan Bahan
Makanan (DBM)- mendistribusikan beras. Pada 1965 ketiga
badan pemerintah dilebur mejadi satu disebut Badan Pelaksana
Urusan Pangan (BPUP). BPUP kurang berhasil dalam mengatasi
masalah pangan sehingga diganti menjadi Komando Logistik
Nasional (KOLOGNAS). Kebijakannya kemudian disebut
dengan “Revolusi Hijau”. Program Revolusi Hijau dianggap
mampu mengatasi masalah pangan dengan dilaksanakannya
program penyuluhan pertanian, pinjaman kredit pertanian dan
tersedianya sarana produksi pertanian. Perhatian terhadap
ketahanan pangan terhenti sejak tercapainya swasembada beras
pada 1984 hingga 1986, sehingga akhirnya impor beras terjadi
pada 1998 sebanyak 5,78 juta ton per tahun.
Defisit pangan di Indonesia memprihatinkan mengingat
Indonesia adalah negara agraris yang memiliki sumber daya
lahan yang luas. Kebijakan impor beras di Indonesia periode
2011 sampai 2020 dapat dilihat pada tabel berikut:

9
Tabel 1. Perkembangan impor beras periode 2011 – 2015 (ton)

Negara Asal 2011 2012 2013 2014 2015


Vietnam 17784 10847 1712 3064 5093
Thailand 4674 3099 3887 1416 2652
Myanmar 4064 25902 1075 9065 3416
China 14342 13307 7581 6171 1800
Taiwan 2074 2445 2790 1078 1934
India 5000 5479 1240 840 1040
Negara Asal 2016 2017 2018 2019 2020
Vietnam 5355 1659 7671 3313 8871
Thailand 5578 1089 7956 5327 8859
Myanmar 3614 3220 3379 7973 1059
China 1348 8750 3109 1825 1105
Taiwan 1665 5747 4182 1667 5784
India 815 126 2253 4445 3562
Sumber : Hendri, afif (2023)
Apabila analisis perkembangan impor beras dilakukan sampai tahun 2020,
maka secara keseluruhan bersifat fluktuatif. Indonesia belum bisa
sepenuhnya menekan peningkatan angka impor beras. Penurunan angka
impor beras hanya bertahan maksimal tiga tahun, setelah itu angkanya
akan kembali melambung tinggi. Rata-rata impor beras periode 2011
sampai 2020 mencapai 1 138 235,1 ton. Faktor utama yang menyebabkan
peningkatan impor beras di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk
dan pertumbuhan produksi beras dalam negeri. Peningkatan penduduk
akan terus terjadi setiap tahun. Tetapi, laju pertumbuhan penduduk harus
bisa dikontrol agar angka nya tidak terlalu besar. Melalui program KB
pemerintah mendorong agar laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan
setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk dari 2011 sampai 2020
berada di angka 1,31 persen per tahun. Jika dilihat dari angka impornya,
maka Indonesia banyak mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand.
Indonesia memiliki jumlah produksi beras lebih rendah dibanding Vietnam

10
dan telah mengalami suplus beras dalam negeri sedangkan Indonesia
belum. Hal ini karena jumlah penduduk dan konsumsi beras di Indonesia
tinggi. Jumlah produksi beras di Indonesia pada 2020 mencapai
32.789.521 ton. Padahal pada 2014 nilai total produksi beras Vietnam
mencapai 44.900.000 ton.

2.1.2 Penetapan harga yang cocok bagi perusahaan dan buyer


Peningkatan impor beras di Indonesia adalah laju pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan produksi beras dalam negeri.
Peningkatan penduduk akan terus terjadi setiap tahun. Tetapi,
laju pertumbuhan penduduk harus bisa dikontrol agar angka nya
tidak terlalu besar. Melalui program KB pemerintah mendorong
agar laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan setiap tahunnya.
Laju pertumbuhan penduduk dari 2011 sampai 2020 berada di
angka 1,31 persen per tahun. Jika dilihat dari angka impornya,
maka Indonesia banyak mengimpor beras dari Vietnam dan
Thailand. Indonesia memiliki jumlah produksi beras lebih
rendah dibanding Vietnam dan telah mengalami suplus beras
dalam negeri sedangkan Indonesia belum. Hal ini karena jumlah
penduduk dan konsumsi beras di Indonesia tinggi. Jumlah
produksi beras di Indonesia pada 2020 mencapai 32.789.521 ton.
Padahal pada 2014 nilai total produksi beras Vietnam mencapai
44.900.000 ton.
peningkatan impor beras di Indonesia adalah laju pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan produksi beras dalam negeri.
Peningkatan penduduk akan terus terjadi setiap tahun. Tetapi,
laju pertumbuhan penduduk harus bisa dikontrol agar angka nya
tidak terlalu besar. Melalui program KB pemerintah mendorong
agar laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan setiap tahunnya.

11
Laju pertumbuhan penduduk dari 2011 sampai 2020 berada di
angka 1,31 persen per tahun. Jika dilihat dari angka impornya,
maka Indonesia banyak mengimpor beras dari Vietnam dan
Thailand. Indonesia memiliki jumlah produksi beras lebih
rendah dibanding Vietnam dan telah mengalami suplus beras
dalam negeri sedangkan Indonesia belum. Hal ini karena jumlah
penduduk dan konsumsi beras di Indonesia tinggi. Jumlah
produksi beras di Indonesia pada 2020 mencapai 32.789.521 ton.
Padahal pada 2014 nilai total produksi beras Vietnam mencapai
44.900.000 ton.

2.1.3 Nilai Tukar Petani sebagai Indikator Kesejahteraan Petani

Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam setiap tahapan
pembangunan. Sejalan dengan itu, dalam rencana jangka panjang
pembangunan nasional peningkatan kesejahteraan petani telah dan
akan menjadi prioritas pembangunan nasional dan sektor pertanian.

Rachmat (2000) menunjukkan bahwa NTP dapat dijadikan sebagai


alat ukur tingkat kesejahteraan petani. Secara konsepsi, arah dari
NTP (meningkat atau menurun) merupakan resultan dari arah setiap
komponen penyusunnya, yaitu komponen penerimaan yang
mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani dan
komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap
kesejahteraan. Apabila laju komponen penerimaan lebih tinggi dari
laju pembayaran maka nilai tukar petani akan meningkat, demikian
sebaliknya. Pergerakan naik atau turun NTP menggambarkan naik
turunnya tingkat kesejahteraan petani.

12
Simatupang dan Maulana (2008) mengemukakan bahwa penanda
kesejahteraan yang unik bagi rumah tangga tani praktis tidak ada,
sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat
pembangunan pertanian dalam menilai tingkat kesejahteraan petani.
Dengan demikian, NTP merupakan salah satu indikator relatif
tingkat kesejahteraan petani.

NTP adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima


petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang
dinyatakan dalam persentase. Sedangkan Indeks harga yang
diterima petani (It) menunjukkan perkembangan harga
barang/produk pertanian yang dihasilkan petani (dibanding tahun
dasar). Indeks harga yang dibayar petani (Ib) menunjukkan
perkembangan harga barang kebutuhan petani baik untuk konsumsi
maupun produksi (dibanding tahun dasar).

Dengan membandingkan kedua perkembangan harga tersebut


dalam satu parameter/ukuran yaitu NTP, maka dapat diketahui
apakah peningkatan pengeluaran untuk kebutuhan petani dapat di
kompensasi dengan pertambahan pendapatan petani dari hasil
produksinya. Atau sebaliknya apakah kenaikan harga panen dapat
menambah pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan
kesejahteraan petani.

Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu: NTP > 100,
berarti tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat
kesejahteraan petani sebelumnya; NTP = 100, Tingkat kesejahteraan
petani tidak mengalami perubahan; dan NTP < 100, Tingkat
kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan
dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya.

13
2.1.4 Pengaruh impor pangan terhadap kesejahteraan petani
pangan

Impor tanaman pangan dapat menstabilkan harga beras dalam


waktu relatif singkat dan memenuhi kebutuhan domestik. Akan
tetapi, impor tanaman pangan akan berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan petani pangan di sisi yang lain. Bertambahnya jumlah
impor pangan ke pasar domestik akan berdampak pada
bertambahnya pasokan pangan di pasar domestik. Penambahan
pasokan pangan tersebut akan berimplikasi pada penurunan harga,
jika penambahan tersebut tidak diikuti oleh meningkatnya
permintaan akan pangan dengan jumlah yang sama. Penurunan
harga akibat kelebihan pasokan tersebut akan berdampak pada
penurunan pendapatan yang diterima petani dan juga dapat menjadi
disinsentif bagi petani untuk tetap memproduksi tanaman pangan
atau bahkan untuk meningkatkan skala produksinya. Penurunan
pendapatan ini pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya
tingkat kesejahteraan petani pangan.

Impor beras sebagai salah satu komoditas sektor pangan terbesar,


baik dilihat dari nisbah jumlah produksi terhadap total produksi
tanaman pangan dalam negeri maupun nisbah jumlah impor
terhadap total impor tanaman pangan. Di satu sisi, impor beras yang
hingga saat ini masih terjadi hingga saat ini akan berdampak pada
terjaga nya stabilitas harga di pasar domestik. Di sisi lain, impor
beras akan memberikan dampak terhadap tingkat kesejahteraan
petani.

14
Erwidodo (1997) mengemukakan bahwa impor beras atau
masuknya beras dari wilayah lain akan mempengaruhi tingkat
penawaran dan harga beras yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap nilai tukar petani. Demikian juga dengan impor komoditas
pangan lainnya. Untuk melindungi kesejahteraan petani dan
stabilitas pangan domestik, sejumlah negara mengatur perdagangan
beras. Baik melalui kebijakan tarif impor, lisensi impor maupun
penerapan kuota impor (Suryana dan Kariyasa, 2008). Pilihan
kebijakan oleh sejumlah negara tersebut dilatarbelakangi oleh
pengaruh impor terhadap penurunan kesejahteraan petani. Untuk
itu, sejumlah negara mengeluarkan kebijakan yang bersifat barriers
bagi masuknya beras impor seperti penerapan tarif Bea masuk,
lisensi impor dan penerapan kuota impor dalam rangka melindungi
petani domestiknya.

2.1.5 Pengaruh harga komoditas pangan domestik terhadap


kesejahteraan petani
Solahuddin (1998) mengemukakan bahwa kebijakan harga
komoditas pangan domestik yaitu beras yang diambil oleh
pemerintah terlalu bias kepada kepentingan konsumen, melalui
kebijakan harga komoditas murah, pengendalian stok, dan
operasi pasar. Kebijakan ini tidak saja merugikan kesejahteraan
petani, tetapi secara langsung mengancam produksi beras
nasional karena dorongan untuk produksi semakin berkurang.
Penelitian Rahim (2010) menunjukkan bahwa kebijakan harga
berpengaruh secara nyata terhadap nilai tukar petani dimana
pengaruh kebijakan harga komoditas pangan domestik terhadap
nilai tukar petani positif akan berdampak pada semakin

15
membaiknya nilai tukar petani pangan atau kesejahteraan petani
pangan.
Penelitian Elizabeth (2010) menyatakan bahwa kenaikan harga
produk yang dihasilkan petani lebih besar dari kenaikan harga
barang yang dibeli, maka daya beli petani akan meningkat
(mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani) yang
diformulasikan dalam bentuk nilai tukar petani. Hal ini sejalan
dengan penelitian Winandi (2009) yang mengemukakan bahwa
peningkatan harga produk yang dijual petani (jagung dan padi),
akan meningkatkan konsumsi pangan dan pendapatan rumah
tangga petani (RTP). Peningkatan harga akan efektif apabila
kekuatan tawar-menawar di tingkat RTP meningkat, hal ini akan
terjadi apabila pembelian ataupun penjualan dilakukan secara
kelompok atau koperasi. Kebijakan harga pupuk (terutama
subsidi Urea) perlu dilakukan karena akhirnya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan usaha tani atau pendapatan
total keluarga.
Sedikit intervensi pemerintah terhadap harga patokan (jual dan
beli) komoditas pangan domestik khususnya komoditas jagung
akan meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen karena
intervensi pemerintah akan secara langsung mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga tani (Mantau, 2010). Hal ini dengan
catatan, penentuan kebijakan harga jual dan beli jagung tersebut
dibarengi dengan regulasi dan sanksi hukum yang tegas terhadap
pihak-pihak yang melanggarnya, terutama para pedagang yang
membeli jagung petani. Di samping itu, petani perlu bergabung
dalam kelompok tani untuk memperkuat posisi tawar mereka
dalam pemasaran produk pertanian.

16
Penjelasan teoritis tersebut kontradiktif dengan hasil penelitian
Daryanto (2008) yang mengemukakan bahwa terkait dengan
daya beli, bagi kelompok miskin ada dua pilihan kebijakan
dalam menghadapi situasi harga komoditas pangan domestik
yang meroket, yaitu mengontrol harga dengan menetapkan harga
maksimal (ceiling price) atau meningkatkan daya beli. Namun,
penetapan harga maksimal bukanlah pilihan yang tepat karena
membutuhkan biaya administrasi dan pengawasan yang tinggi,
sementara kemampuan pemerintah dalam hal tersebut sangat
terbatas selain amat berisiko (berkaitan dengan keterbatasan
anggaran untuk subsidi harga). Pilihan kebijakan terbaik adalah
meningkatkan daya beli masyarakat dengan memberikan subsidi
pangan kepada penduduk miskin, yang sebagian besar adalah
petani.
Hasil penelitian Irawan (2007) menunjukkan bahwa transmisi
harga komoditas pangan padi, jagung, ubi kayu, dan kacang
tanah dari konsumen ke produsen berkisar antara 65,60 persen -
81,30 persen. Transmisi harga tertinggi terjadi pada pemasaran
padi, di mana 81 persen kenaikan harga yang terjadi di daerah
konsumen diteruskan ke petani di daerah produsen. Tingginya
transmisi harga beras tersebut terjadi karena dua faktor, yaitu: 1)
adanya intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga beras
melalui kebijakan harga dasar gabah sehingga kekuatan
monopsoni/oligopsoni yang dimiliki para pedagang gabah/beras
dapat ditekan, dan 2) karena merupakan bahan pangan pokok,
daerah produsen beras relatif tersebar menurut wilayah sehingga
jarak antara daerah produsen dan konsumen relatif dekat. Faktor
jarak ini pula yang menyebabkan transmisi harga palawija
umumnya lebih tinggi dibanding sayuran karena daerah

17
produsen palawija lebih tersebar menurut wilayah dibanding
daerah produsen sayuran.
Peningkatan harga produk yang dijual petani (jagung dan padi),
akan meningkatkan konsumsi pangan dan pendapatan rumah
tangga petani (RTP). Peningkatan harga akan efektif apabila
kekuatan tawar-menawar di tingkat RTP meningkat, hal ini akan
terjadi apabila pembelian ataupun penjualan dilakukan secara
kelompok atau koperasi. Kebijakan harga pupuk (terutama
subsidi Urea) perlu dilakukan karena akhirnya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan usaha tani atau pendapatan
total keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan tersebut, kebijakan
harga komoditas pangan domestik secara tidak langsungakan
mempengaruhi kesejahteraan petani karena kebijakan harga
komoditas pangan bertujuan melindungi konsumen atau
produsen.

2.1.6 CIF (Cost, Insurance, and Freight)

Artinya bahwa segala resiko atas kerusakan atau kehilangan barang


serta segala macam biaya yang timbul setelah barang melewati rail
kapal beralih dari penjual kepada pembeli. Namun, berdasarkan
terminologi ini maka penjual berkewajiban untuk menanggung
segala biaya pengangkutan yang dibutuhkan agar barang sampai
pada pelabuhan tujuan yang disebutkan, termasuk menyediakan
asuransi pengangkutan laut tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual
hanya berkewajiban membayarkan premi asuransi dengan
perlindungan minimal saja. Jika pembeli menginginkan

18
perlindungan asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dengan penjual karena
memang penjual yang harus membayarkannya. Namun, jika penjual
tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan
sendiri untuk memberikan perlindungan yang leih besar. CIF
mempersyaratkan penjual untuk mengurus prosedur ekspor.
Terminologi ini hanya berlaku untuk alat transportasi laut dan
perairan pedalaman. CIF juga dapat disebut sebagai penyerahan
barang dan peralihan risiko dari penjual kepada pembeli dilakukan
pada saat barang telah dimuat di atas kapal (on board).

Harga CIF berarti bahwa eksportir bertanggung jawab mengurus


barang sampai di atas kapal, termasuk membayar ongkos pelayaran
dan membayar premi asuransi.

2.2 Penelitian Terdahulu


1. Carolina, Martha (2018), mengutarakan bahwa hasil estimasi
menunjukkan bahwa impor pangan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan secara statistik terhadap nilai tukar petani pangan
(NTPP). Temuan ini menunjukkan bahwa impor pangan tidak
berdampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan petani
pangan. Tidak signifikannya pengaruh impor pangan terhadap
NTPP tersebut menunjukkan bahwa jumlah impor tidak begitu
signifikan menggerus nilai tukar petani. Dengan kata lain, jumlah
impor pangan tidak begitu signifikan mengurangi pasokan pangan
dari petani ke pasar domestik. Demikian juga dengan penurunan
harga pangan domestik paska adanya impor pangan. Artinya,
adanya impor pangan tidak serta merta secara signifikan

19
menurunkan harga pangan domestik yang dapat berdampak pada
penurunan tingkat kesejahteraan petani pangan. Hal ini terjadi
dapat diakibatkan oleh adanya impor memang menutupi
kebutuhan atau permintaan domestik yang memang tidak dapat di
pasok oleh petani pangan di domestik.
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel GKP dan FAO
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel NTPP.
Artinya, peningkatan harga Gabah Kering Panen, dan Harga
Pangan Internasional akan berdampak pada semakin membaiknya
nilai tukar petani pangan atau kesejahteraan petani pangan. secara
parsial hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel UPAH
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel NTPP.
Artinya, peningkatan upah nominal buruh tani akan berdampak
pada penurunan nilai tukar petani pangan, begitu sebaliknya.
secara parsial hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel
INFP dan INFK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
variabel NTPP. Artinya, kenaikan harga atau pengeluaran
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kesehatan akan
berdampak pada penurunan nilai tukar petani pangan atau
kesejahteraan petani pangan secara signifikan.

2. Jannah, Darrotul (2020), Berdasarkan hasil penelitian yang telah


dilakukan pada variabel tanah, modal, tenaga kerja, dan
manajemen produksi terhadap tingkat produktivitas padi terhadap
kesejahteraan petani di Desa Kanci Kulon Kecamatan
Astanajapura Kabupaten Cirebon, maka dapat disimpulkan bahwa
: (1) Berdasarkan perhitungan bahwa faktor produksi tanah
menunjukkan hasil analisis data menggunakan Uji Regresi bahwa
variabel tanah (X1) memiliki pengaruh produktivitas padi sebesar

20
0.867 atau sebesar 86,7% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani(Y). (2) Berdasarkan perhitungan bahwa faktor produksi
modal menunjukkan hasil analisis data menggunakan Uji Regresi
bahwa variabel modal (X2) memiliki pengaruh produktivitas padi
sebesar 0.077 atau sebesar 7,7% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani (Y). (3) Berdasarkan perhitungan bahwa faktor produksi
tenaga kerja menunjukkan hasil analisis data menggunakan Uji
Regresi bahwa variabel tenaga kerja (X3) tidak memiliki
pengaruh ialah sebesar -0.068 atau sebesar -6,8% terhadap
Tingkat kesejahteraan petani (Y). (4) Berdasarkan perhitungan
bahwa faktor produksi manajemen produksi menunjukkan hasil
analisis data menggunakan Uji Regresi bahwa variabel
manajemen produksi (X4) memiliki pengaruh produktivitas padi
sebesar 0.144 atau sebesar 14.4% terhadap Tingkat kesejahteraan
petani (Y). Dengan demikian berdasarkan hasil analisis data
menggunakan Uji Determinasi pengaruh variabel tanah, modal,
tenaga kerja dan manajemen produksi pada tingkat produkivitas
padi mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan petani sebesar
86,5%. Berdasarkan hasil perhitungan Uji F didapat nilai F hitung
sebesar 40.162 dengan nilai signifikan 0.000, kemudian F table
sebesar 2.56. Maka hal ini menunjukkan positif, bahwa
Fhitung>Ftabel. Dengan demikian dapat dinyatakan variabel
tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen produksi secara
simultan berpengaruh signifikan pada tingkat produktivitas padi
terhadap kesejahteraan petani.

3. Pratama, Nanda (2021), menyampaikan bahwa dalam menganalisis


karakteristik sosial ekonomi petani padi di Kecamatan Air Hangat
Timur Kabupaten Kerinci peneliti menyimpulkan dari hasil peneilitan

21
bahwa petani padi rata-rata berusia 47 tahun dengan tingkat
pendidikan rata-rata telah menamatkan tingkat SLTP. Jika melihat
dari luas lahan yang dimiliki petani padinya rata-rata mempunyai
luas lahan yang dikelola sebesar 0,4 Ha dengan status ada yang
disewa dan milik sendiri. Dalam mengelola usaha padi ini mayoritas
sebesar 85% petani padi menggunakan benih milik sendiri jika hasil
yang diperolah pada panen sebelumnya dikatagorikan berhasil.
Sedangkan untuk tanggungan keluarga rata-rata petani padi di
Kecamatan Air Hangat Timur berjumlah 2,4 orang. Kesejahteraan
petani padi di Kabupaten Kerinci Kecamatan Air Hangat Timur
berdasarkan kriteria Direktorat Hak Guna Tanah dan kriteria
kemiskinan Sayogyo diperolah hasil setelah dilakukan pengolahan
data yaitu rata-rata petani padi di Kabupaten Kerinci Kecamatan Air
Hangat Timur berada dalam kondisi tidak miskin berdasarkan dua
indikator pengukuran diatas dengan pendapatan perkapita rata-rata
Rp 5.053.227. Dalam mencari dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani padi di Kecamatan Air
Hangat Timur peneliti menggunakan metode analisis regresi linear
berganda, adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan empat
variabel diantaranya yaitu variabel pendidikan yang penulis jadikan
sebagai variabel (X₁), tanggungan keluarga (X₂), hasil panen (X₃)
dan variabel modal (X₄). dari keempat variabel di atas peneliti akan
melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel yang paneliti
gunakan dalam mempengaruhi variabel kesejahteraan (Y).

2.3 Hipotesis Penelitian

Ho1 : Variabel Impor Pangan tidak berpengaruh pada Kesejahteraan


Petani Pangan

22
Ha1 :Variabel Impor Pangan berpengaruh pada Kesejahteraan Petani
Pangan

Ho1 : Variabel Produktivitas Pertanian Padi tidak berpengaruh pada


Kesejahteraan Petani Pangan

Ha1 : Variabel Produktivitas Pertanian Padi berpengaruh pada


Kesejahteraan Petani Pangan

Ho1 : Variabel Kebijakan Impor beras tidak berpengaruh pada


peningkatan Kesejahteraan Petani di Indonesia

Ha1 : Variabel Kebijakan Impor beras berpengaruh pada peningkatan


Kesejahteraan Petani di Indonesia

2.4 Kerangka Penelitian

Dari penjelasan singkat di atas, bisa digambarkan kerangka pemikiran


untuk penelitian ini, berikut :

Analisis Impor Beban di Indonesia (Rice


Pengaruh impor pangan terhadap Import Develepoment Analysis in
kesejahteraan. Indonesia)

Action Aid International. (2018). Amalia, Badan Pusat Statistik. 2021. Mankiw,
Nurisqi dan Nurpita, Anisa. (2017). Badan Gregory N, 2023. Sukirno, Sadono, 2022.
Pusat Statistik. (2016). Daryanto, A. 2018. Sri Endang Rahayu dan Mukmin Pohan,
Febriyanti, Friska Tri. (2022). Widiarsih, Dwi. 2023.
(2022).

23
Peningkatan Produktivitas Pertanian Padi
untuk Kesejahteraan Masyarakat

Kusumah, Y (2022); Rozalinda (2023);


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


1.1.1. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada Pengaruh Volume, Harga Impor Beras Dan Cif Value
Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China Terhadap Kesejahteraan Petani Padi Indonesia
Tahun 2013 - 2022.

1.1.2. Fokus Observasi


Fokus observasi penelitian ini meliputi :
1) Volume Impor Beras
2) Harga impor beras
3) CIF Value

1.1.3. Objek penelitian


Objek penelitian ini adalah negara-negara sedang berkembang.
Penelitian ini akan menggunakan data panel dari negara-negara
Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China.

3.2 Jenis dan Sumber data

24
a. Data sekunder (panel): Data ini dikumpulkan dari beberapa unit
negara Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China.
b. Data kuantitatif: Data ini berupa angka dan dapat diolah secara
statistik.
Teknik pengumpulan data yang dibutuhkan dalam analisis kali ini melalui
data sekunder mengenai pengaruh keuangan hijau, perdagangan emisi
dan inovasi energi terbarukan terhadap performa ekonomi di negara
sedang berkembang. Populasi penelitian ini adalah semua negara sedang
berkembang di dunia. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah negara
Vietnam, Thailand, Myanmar Dan China . Sumber data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini didapatkan dari World Bank yang selanjutnya diolah
menggunakan program Eviews 12. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah Volume Impor Beras, Harga Impor Beras, dan CIF Value.
Sementara Variabel Depend nya adalah Kesejahteraan para petani Beras.

3.3 Teknik Analisis


3.3.1 Analisis Regresi Model Panel

Analisis Regresi Data panel adalah gabungan dari time series dan cross section
Data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak unit amatan disebut
data lintas individu, sementara itu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu
(Diputra dkk, 2012). Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi
data panel Fixed Effect Model (FEM). Model fixed effect pada data panel
mengasumsikan bahwa koefisien slope masing-masing variabel adalah konstan
tetapi intersep berbeda-beda untuk setiap unit cross section. Untuk membedakan
intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga model ini juga dikenal
dengan model Least Square Dummy Variabel (LSDV) (Wahidah, Ismi &
Nurfadilahi, 2018).

25
Secara teoritis ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan
data panel yaitu yang pertama, semakin banyak jumlah observasi akan
membawa dampak positif terhadap estimasi model, memperbesar degree of
freedom dan menurunkan kemungkinan kolinieritas antar variabel bebas.
Kedua, dimungkinkannya estimasi masing-masing karakteristik individu
maupun karekteristik menurut waktu secara terpisah. Dengan demikian analisa
hasil estimasi akan lebih komprehensif.

3.3.2 Koefisien Determinasi (R-Squared)


Koefisien determinasi yaitu untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi
ini menunjukkan kemampuan garis regresi menerangkan variasi variabel
terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R-squared
berkisar antara 0 sampai 1. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel-variabel dependen.
Semakin mendekati 1 berarti semakin baik.
a. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh seluruh
variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
dependen. Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima
yang berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen dengan munggunakan tingkat
signifikansi sebesar 5%. Jika nilai Fhitung > Ftabel, maka secara
bersamasama seluruh variabel independen mempengaruhi variabel
dependen. Selain itu, dapat juga dengan melihat nilai signifikansi. Jika
nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 (untuk tingkat signifikansi
5%), maka variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

26
terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai signifikansi lebih
besar daripada 0,05 maka variabel independen secara serentak tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut:

Ho :Tidak terdapat pengaruh signifikan secara simultan antara variabel


independen terhadap variabel dependen.

Ha :Terdapat pengaruh signifikan secara simultan antara varibel


independen terhadap variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusan adalah :

Jika nilai Signifikansi > 0,05 maka Ho diterima

Jika nilai Signifikansi < 0,05 maka Ha diterima

b. Uji t

Uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen.124 Uji t dapat dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi yang
dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Pengambilan kesimpulan ini dilakukan
dengan melihat nilai signifikansi dari hasil uji t pada variabel independen
dengan kriteria sebagai berikut:

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ha diterima

3.3.3 Pengujian Asumsi Klasik

Menurut Basuki (2016) mengatakan bahwa uji asumsi klasik yang digunakan
dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) meliputi
uji Linieritas, Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Multikolinieritas dan

27
Normalitas. Meskipun begitu, dalam regresi data panel tidak semua uji perlu
dilakukan hal itu dikarenakan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Karena model sudah diasumsikan bersifat linier, maka uji linieritas hampir
tidak dilakukan pada model regresi linier.

2. Pada syarat BLUE (Best Linier Unbias Estimator), uji normalitas tidak
termasuk didalmnya, dan beberapa pendapat juga tidak mengharuskan syarat ini
sebagai sesuatu yang wajib dipenuhi.

3. Pada dasarnya uji autokorelasi pada data yang tidak bersifat time series (cross
section atau panel) akan sia-sia, karena autokorelasi hanya akan terjadi pada
data time series.

4. Pada saat model regresi linier menggunakan lebih dari satu variabel bebas,
maka perlu dilakukan uji multikolinearitas. Karena jika variabel bebas hanya
satu, tidak mungkin terjadi multikolinieritas.

5. Kondisi data mengandung heteroskedastisitas biasanya terjadi pada data cross


section, yang mana data panel lebih dekat ke ciri data cross section
dibandingkan time series. Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa pada model regresi data panel, uji asumsi klasik yang dipakai hanya
multikolinieritas dan heteroskedastisitas saja.

1) Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi


ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen (Ghozali,
2013:110). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel ini tidak
orthogonal. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam regresi
adalah dengan cara sebagai berikut :

a. Jika nilai koefisien kolerasi (R2) > 0,80, maka data tersebut terjadi
multikolinearitas.

28
b. Jika nilai koefisien kolerasi (R2) < 0,80, maka data tersebut tidak terjadi
multikolinearitas.

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi


ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varians dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain sama maka
disebut homokedastisitas. Dan jika varians berbeda maka disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2013). Untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat menggunakan nilai Resubs yakni
meregresikan nilai mutlaknya. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut

H0: β1 = 0 {tidak ada masalah heteroskedastisitas}

H1: β1 ≠ 0 {ada masalah heteroskedastisitas}

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Residual


adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai probability > 0,05 maka H0 ditolak, artinya tidak ada masalah
heteroskedastisitas

b. Jika nilai probability < 0,05 maka H0 diterima, artinya ada masalah
heteroskedastisitas

29
DAFTAR PUSTAKA

Action Aid International. (2008). Impact of Agro-Import Surges in


Developing Countries. Johannesburg: Action Aid International

Amalia, Nurisqi dan Nurpita, Anisa. (2017). Analisis Dinamika


Kesejahteraan Petani Di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Akuntansi,
Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol. 5, No. 2, December 2017,
Hal. 222-227.

Badan Pusat Statistik. (2016). Jumlah penduduk Miskin Menurut


Provinsi 2013-2016. Indonesia.

Daryanto, A. 2008. Selamat tinggal era pangan murah. Trubus


Maret 2008

Darwanto, Dwijono H. 2005, Ketahanan Pangan Berbasis Produksi


dan Kesejahteraan Petani. Jurnal Ilmu Pertanian 12(2):152 – 164,
Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.

30
Elizabeth, Roosgandha dan Darwis, Valeriana. 2000. Peran Nilai
Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Dalam Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Petani Kedelai (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur).
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor
Badan Litbang Departemen Pertanian.

Erwidodo. 1997. Stohastic Production Frontier and Panel Data


Measuring Economic Efficiency on Rice Farm in West Java. Jurnal
Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Balitbang. Deptan.

Fajri, Mohammad Romdhoni., Marwanti, Sri., & Rahayu, Wiwit.


(2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani Padi Di Kabupaten
Sragen. Agrista, Vol. 4 No.2 Juni 2016, Hal. 85 – 94.

Febriyanti, Friska Tri. (2012). Implementasi Kebijakan Bea Masuk


Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Guna
Perbaikan dan/atau Pemeliharaan Pesawat Terbang di Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean
Soekarno Hatta (Skripsi Universitas Indonesia).

Food and Agriculture Organization of the United Nations. (2011).


Agricultural import surges in developing countries: Analytical
framework and insights from case studies. Roma: Food and
Agriculture Organization of The United Nations.

Gujarati. D (1995). Basic Econometrics (3rd Ed.). New York: Mc.


Graw Hill

31
Nachrowi, & Usman, Hardius. (2006). Pendekatan Populer dan
Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan.
Jakarta: Lembaga

Helmi, Akhmad. (2016). Analisis Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (Tesis). Jakarta: Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Irawan, B. 2007. Fluktuasi harga, transmisi harga dan marjin


pemasaran sayuran dan buah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian
5(4): 358373

Hessie, Rethna (2009). Analisis Produksi dan Konsumsi Beras


Dalam Negeri Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Beras di
Indonesia (Skripsi Insitut Pertanian Bogor).

Kementan (2015). Laporan Akhir: Kajian Efektivitas Kebijakan


Impor Produk Pangan Dalam Rangka Stabilisasi Harga. Jakarta:
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri.

32

Anda mungkin juga menyukai