Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT DBD DI PUSKESMAS CILEMBANG

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Pengendalian Vektor

Dosen Pengampu : Nur Lina., S.K.M., M.Kes.

Disusun Oleh :
Niken Ayuningtyas Utami Putri 194101011
Tantri Nur Isnaeni 194101040
Doni Andriyanto 194101049
Rahmi Maulani 194101102
Muhammad Kahlil Gibran 194101107

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan Rahmat-Nya, yaitu berupa nikmat kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penulisan Makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pengendalian Vektor. Makalah ini dapat diselesaikan atas
proses bimbingan. Untuk itu kami berterima kasih kepada Nur Lina., S.K.M., M.Kes
selaku pembimbing mata kuliah yang telah memberikan arahan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah
kami dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, terutama dalam pendidikan
promosi kesehatan.

Tasikmalaya,25 September 2022

penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................4
DAFTAR TABEL......................................................................................................5
BAB I..........................................................................................................................6
A. Latar Belakang................................................................................................6
B. Rumusan Masalah............................................................................................8
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................8
D. Lokasi Penelitian.............................................................................................8
BAB II........................................................................................................................9
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)...................................................................9
B. Vektor Penyakit DBD...................................................................................18
C. Pengendalian Vektor Penyakit DBD............................................................24
D. Pencegahan Penyakit DBD...........................................................................25
BAB III.....................................................................................................................27
A. Data Kasus DBD di Puskesmas Cilembang.................................................27
B. Tatalaksana Pengendalian Vektor.................................................................30
BAB IV.....................................................................................................................33
A. Kesimpulan...................................................................................................33
B. Saran.............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................34
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Peta Lokasi Puskesmas Cilembang............................................ 8


Gambar 2. 1 Diagnosa DBD.............................................................................9
Gambar 2. 2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus...........20
Gambar 2. 3 Morfologi aedes Aegypti……………………………………… 20
Gambar 2. 4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti..........................................21
Gambar 3. 1 Grafik Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang …….... 28
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Nyamuk Aedes ............................................................ 20


Tabel 3. 1 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Umur………. 28
Tabel 3. 2 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Jenis Kelamin ……. 28
Tabel 3. 33 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Tempat…….. 29
Tabel 3. 4 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Waktu……… 29
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk aedes terutama aedes aegypti. Demam
dengue merupakan penyakit akibat nyamuk yang berkembang paling pesat di
dunia. Negara beriklim tropis dan sub tropis berisiko tinggi terhadap penularan
virus tersebut. Hal ini dikaitkan dengan kenaikan temperature yang tinggi dan
perubahan musim hujan dan kemarau disinyalir menjadi faktor resiko penularan
virus dengue (Kemenkes RI, 2011).
Angka kejadian DBD yang terus meningkat ditambah dengan siklus
hidup aedes sebagai vektor DBD yang cepat adalah alasan pentingnya
melakukan tindakan pengendalian vektor. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi yang tidak sesuai bagi perkembangan vector. Hal ini
dikarenakan vektor berperan sebagai media transmisi penyakit DBD yang
menghantarkan virus dengue ke manusia sebagai host sehingga terjadinya
penyakit DBD. Apabila jumlah aedes sebagai vektor DBD ditekan, maka jumlah
media transmisi DBD menjadi minimal (Widoyono, 2011).
Sindrom renjatan dengue (SRD) merupakan masalah utama pada hampir
seluruh pasien DBD. Sindrom renjatan dengue ini terjadi karena perembesan
plasma. Penanganan yang tepat dan seawal mungkin terhadap penderita DBD
dan SRD, merupakan faktor yang penting untuk keberhasilan penanganan
penderita (Soedarmo, 2015).
Patofisiologi utama dari DBD adalah manifestasi perdarahan dan
kegagalan sirkulasi. Perdarahan biasanya disebabkan oleh trombositopaty dan
trombositopenia, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan trombosit. Peningkatan
hemoglobin dan hematokrit menunjukkan derajat hemokonsentrasi, sehingga
penting dalam menilai perembesan plasma. Adanya nilai yang pasti dari
trombosit, hematokrit, dan hemoglobin untuk setiap derajat klinik DBD
diharapkan sangat membantu petugas medis agar lebih mudah untuk membuat
diagnosis dan menentukan prognosis dari DBD (Syumarta, Hanif, dan Rustam,
2014).
Hemoglobin merupakan protein yang terdapat pada sel darah merah yang
mempunyai tugas utama menghantarkan oksigen ke paru – paru. Hemoglobin
dapat meningkat ataupun menurun (Gersten T, 2014). Nilai ambang batas kadar
hemoglobin pada perempuan dewasa 12,0 gr/dl dan laki – laki 13,5 gr/dl
(Nugraha, 2013). Peningkatan nilai hemoglobin dapat terjadi pada
hemokonsentrasi (polisitemia, luka 3 bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal
jantung kongestif dan pada orang yang hidup di dataran tinggi (Kemenkes RI,
2011).
Hemoglobin memegang peranan penting untuk membantu diagnosis
DBD terutama bila sudah terjadi kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
terjadinya syok. Pada fase awal atau fase tanpa syok hemoglobin pada hari-hari
pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan
naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan
hematologi paling awal yang ditemukan pada DBD (Mayeti, 2010).
Sebaran DBD hampir ada di semua wilayah Kota Tasikmalaya. Pada
tahun 2022 Kota Tasikmalaya merupakan wilayah tertinggi adanya kasus DBD.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Puskesmas Cilembang
merupakan salah satu puskesmas yang memiliki predikat baik dalam upaya
penanganan DBD. Yang menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan yaitu
untuk mengetahui data kasus DBD di Puskesmas Cilembang.
B. Rumusan Masalah
1. Ada berapa kasus DBD di Puskesmas Cilembang
2. Bagaimana Pengendalian Vektor penyakit DBD di Puskesmas Cilembang
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui berapa banyak kasus DBD di Puskesmas Cilembang
2. Untuk mengetahui bagaimana Pengendalian Vektor penyakit DBD di
Puskesmas Cilembang
D. Lokasi Penelitian

Gambar 1. 1 Peta Lokasi Puskesmas Cilembang


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Cilembang Jl. Cieunteung Gede
No.05, Argasari, Kec. Cihideung, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat 46123
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue (DBD)


1. Definisi dan Penyebab
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
yang terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia. Untuk demam berdarah
ringan, maka ia akan menyebabkan demam tinggi dan gejala seperti flu.
Sementara untuk demam berdarah yang parah, ia bisa menyebabkan pendarahan
serius, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba (syok) dan bahkan kematian.
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Virus ini
termasuk dalam group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirusis) kelompok
Flafivirus dari famili Flaviviridae yang terdiri dari empat serotipe yaitu virus
dengue- 1 (DEN1), virus dengue-2 (DEN2), virus dengue-3 (DEN3), virus
dengue-4 (DEN4). Keempat jenis virus ini masing-masing saling berkaitan sifat
antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini
telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan
bahwa dengue-3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan gejala
klinis berat dan penderita banyak yang meninggal (Fitriyani, 2007: 2-3 dalam
Habibi, 2017).
2. Diagnosa
Diagnosa penderita DBD menurut WHO (1997) memiliki kriteria sebagai

berikut:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.

b. Kecenderungan pendarahan yang dibuktikan dengan satu hal berikut: tes


tourniket, petekie, ekimosis atau pupura, pendarahan dari mukosa, saluran
gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain, hematenesis atau melena.

c. Thrombositopeni (trombosit 100.000/mm3 atau kurang).


d. Adanya rembesan plasma karena peningkatan permebilitas vascular dengan
manifestasi sekurang-kurangnya hematokrit meningkat 20% atu lebih.
Berdasarkan patokan tersebut, 87% penderita DBD dapat didiagnosa dengan tepat
setelah dilakukan uji silang dengan pemeriksaan serologis di laboratorium
(Fitriyani, 2007: 3 dalam Habibi, 2017). Menurut WHO (1997), berdasarkan
tingkat beratnya penyakit, gejala DBD terbagi atas 4 derajat (Bismi Rahma Putri,
2009: 4 dalam Habibi, 2017):

a. Derajat I (ringan), yaitu bila demam disertai dengan gejala konstitusional non
spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes tourniket positif dan
mudah memar.
b. Derajat II (sedang), yaitu bila pendarahan spontan selain manifestasi pasien
pada Derajat I, biasanya pada bentuk pendarahan kulit atau pendarahan lain.
c. Derajat III (berat), yaitu bila gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi
cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya
kulit dingin lembab serta gelisah.
d. Derajat IV (berat sekali), yaitu bila shock hebat dengan tekanan darah atau
nadi tidak terdeteksi.
3. Etiologi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter
45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil,
sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada
suhu 70oC. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,
DEN 4.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam
tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada
dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka
alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
dihisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang dihisapnya
tidak membeku. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
4. Riwayat Alamiah Penyakit DBD
Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10
hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari
dan diikuti dengan respon imun. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala
demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus
menerus selama 2-7 hari pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif,
trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma
akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.
a. Tahap Pre-Patogenesis
Host terpapar virus dengue tetapi kondisi host masih normal atau sehat.
b. Tahap Patogenesis
1) Tahap Inkubasi
Penyakit DBD masa inkubasi awal dari ke1-4.
2) Tahap Penyakit Dini
Demam yang akut, selama 2 hingga 7 hari, dengan 2 atau lebih gejala
diantaranya seperti berikut : nyeri kepala, nyeri otot, nyeri persendian. Di
mana gejala panas penderita di hari ke 1- 4 rata-rata menunjukkan
peningkatan (cenderung panas) dimana suhu badan mencapai 39 oC-41oC,
dan hari ke 5-7 rata-rata panas cenderung menurun.
3) Tahap Penyakit Lanjut
Bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leucopenia, dan
terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
c. Tahap Pasca Pathogenesis
Meninggal bagi yang tidak segera ditangani, dan sembuh bagi yang
mendapatkan penanganan yang tepat.
Pasien demam berdarah dengue biasanya akan mengalami 3 fase, mulai dari
gejala muncul untuk pertama kalinya hingga pemulihan. Berikut adalah ketiga
fase demam berdarah tersebut:
a. Fase demam (febrile phase)
Pada fase ini, pasien akan mengalami demam tinggi hingga 40º Celsius
yang berlangsung selama 2-7 hari. Selain itu, pasien juga akan mengalami
beberapa gejala lain seperti mual, muntah, sakit kepala, sakit tenggorokan,
muncul bintik-bintik kemerahan di kulit, serta nyeri otot, tulang, dan sendi.
Dalam fase ini, dokter akan memantau jumlah keping darah (trombosit),
karena biasanya jumlah trombosit mengalami penurunan dengan cepat hingga
kurang dari 100.000/mikroliter darah. Penurunan jumlah trombosit ini terjadi
dalam waktu singkat, yaitu 2-3 hari.
b. Fase kritis (critical phase)
Setelah melewati fase demam, banyak pasien merasa dirinya telah sembuh
karena suhu tubuhnya mulai turun. Padahal, ini justru fase demam berdarah
yang paling berbahaya, karena kemungkinan bisa terjadi perdarahan dan
kebocoran plasma darah yang akan menyebabkan syok dan berpotensi
mengancam nyawa.
Fase kritis dapat terjadi 3-7 hari sejak demam dan berlangsung selama 24-
48 jam. Pada fase ini, cairan tubuh penderita harus dipantau ketat. Pasien
tidakboleh kekurangan maupun kelebihan cairan. Pada beberapa kasus, pasien
dapat mengalami syok atau penurunan tekanan darah yang drastis, serta
perdarahan pada kulit, hidung, dan gusi. Apabila tidak ditangani segera,
kondisi ini dapat berujung pada kematian.
c. Fase pemulihan (recovery phase)
Setelah melewati fase kritis, pasien akan memasuki fase pemulihan. Fase
ini akan terjadi 48-72 jam setelah fase kritis. Di fase ini, cairan yang keluar
dari pembuluh darah akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah. Oleh
karena itu, sangat penting menjaga cairan yang masuk agar tidak berlebihan.
Cairan berlebih dalam pembuluh darah dapat menyebabkan kematian akibat
gagal jantung dan edema paru.
Kadar trombosit pun akan meningkat dengan cepat hingga mencapai
angka sekitar 150.000/mikroliter darah, sampai kemudian kembali ke kadar
normal. Dalam penanganan DBD, sebenarnya tidak ada pengobatan khusus
yang dapat diberikan. Penderita hanya disarankan untuk banyak beristirahat
dan minum air putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi. Bila perlu,
dokter akan memberikan cairan melalui infus. Selain itu, dokter juga akan
memberikan obat penurun panas untuk meredakan demam.
Selama melalui fase-fase demam berdarah di atas, kondisi penderita harus
terus dipantau. Bila muncul keluhan berupa sesak napas, keluar keringat dingin,
atau terjadi perdarahan, segeralah ke IGD di rumah sakit terdekat.

5. Epidemiologi Penyakit DBD


Timbulnya suatu penyakit dapat di terangkan dengan konsep segitiga yaitu Agent
(agen/vektor), Host (Manusia), Environment (Lingkungan).
a. Agent (virus dengue)
Agent penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B) salah satu genus Familia Togaviradae, dikenal ada empat
serotipe virus dengue yaitu Den-I, Den-2, Den-3, Den-4, virus dengue ini
memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus
akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita
merupakan sumber penular penyakit DBD.
b. Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi dengue, beberapa faktor yang
mempengaruhi manusia adalah:
1) Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue, semua golongan umur dapat terserang virus dengue,
meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir, saat pertama kali
epidemi dengue di Indonesia kebanyakan anak-anak berumur antara 5-9
tahun dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD
menyerang anak-anak di bawah 15 tahun (Widia Eka, 2009 dalam
Sukadana, 2018).
2) Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philipina dilaporkan
bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Tailand tidak ditemukan
perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan
perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan, Singapura
menyatakan bahwa Insiden DBD pada laki-laki lebih besar dari pada
perempuan, bisa dikatakan seperti itu karena laki-laki mobilitasnya lebih
tinggi daripada perempuan.
3) Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan
jumlah insiden kasus DBD.
4) Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksi virus dengue sehingga mempengaruhi penyebaran epidemik virus
dengue.
c. Environment (Lingkungan)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:
1) Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai
negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30°
lintang utara dan 44° lintang selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta setiap tahunnya.
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh david Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada
saat itu virus dengue menimbulkan penyakit demam lima hari, disertai nyeri
otot, nyeri pada sendi. Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri-nyeri pada sendi dan
nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan
problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun
epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu
negara ke negara lain.
2) Musim
Negara dengan 4 musim, epidemic DBD berlangsung pada musim panas,
meskipun ditemukan kasus DBD sporadik pada musim dingin. Di asia
tenggara epidemik DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia,
Thailand, Philippine, dan Malaysia epidemi DBD terjadi beberapa minggu
setelah musim hujan, periode epidemik yang terutama berlangsung selama
musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan.
Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktifitas vektor dalam menggigit
karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi (Widia
Eka, 2009 dalam Sukadana, 2018).
6. Diagnosa Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Diagnosis DBD ditegaskan berdasarkan kriteria diagnosis Word Health
Organization (WHO) dengan kriteria klinis dan laboratoris, penggunaan kriteria
ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (Overdiagnosis).
Diagnose penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnose klinis dan
laboratorium. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari
penderita kasus DBD dengan diagnose klinis dan laboratoris.
a. Diagnosa Klinis
1) Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38-40°C).
2) Manifestasi pendarahan dengan bentuk: uji torniquet positif, petekie (bintik
merah pada kulit), Purpura (pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis
pendarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan
hidung), pendarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB
darah) dan Hematuri adanya darah dalam urin.
3) Pendarahan pada hidung dan gusi.
4) Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.
5) Pembesaran hati.
6) Rejatan (syok), tekanan nadi menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan
sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
7) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya
selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala
(Bakhtiar, 2009 dalam Sukadana, 2018).
b. Diagnosis Laboratoris
Selanjutnya Bakhtiar (2009) dalam Sukadana, 2018 juga menyebutkan kriteria
Laboratoris adalah sebagai berikut:
1) Hemokonsentrasi
Hemokonsentrasi dilihat dari peningkatan hemotokrit (HT) 20% atau lebih
menurut rata-rata usia, jenis kelamin, dan populasi. Penurunan hemotokrit
setelah tindakan penggantian volume > 20% data dasar atau adanya tanda-
tanda pembesaran plasma seperti efusi pleura, asites, dan hopopro teinemia.
Diagnose pasti DBD adalah dengan ditemukanya virus dengue hanya dapat
dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus
atau RNA dalam serum, atau jaringan tubuh dan deteksi antibodi spesifik
dalam serum penderita.
7. Perawatan/Pengobatan DBD
a. Pengobatan untuk penderita DBD pada umumnya dengan cara:
1) Mengganti cairan dengan minum yang banyak penambah cairan tubuh
melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi
dan homokonsentrasi yang berlebihan.
2) Memberikan obat-obatan
Bila suhu > 40°C berikan antiseptik, sebaiknya memberikan parasetamol
daripada aspirin. Bila terjadi syok berikan antibiotik.
b. Perawatan pertama penderita DBD oleh keluarga
1) Tirah baring selama demam.
2) Antiseptic (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa 10-15 mg/kg untuk
anak-anak asetosal, salsilat, ibuprofen jangan digunakan karena dapat
menyebabkan gastritis atau pendarahan.
3) Kompres air hangat.
4) Minum banyak (1-2 liter/hari) semua cairan diperbolehkan.
5) Bila terjadi kejang:
a) Jaga lidah agar tidak tergigit.
b) Kosongkan mulut.
c) Longgarkan pakaian.
d) Tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang jika 2 hari
panas tidak turun atau timbul gejala lanjut seperti pendarahan dikulit
(seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan,
dinjurkan segera dibawa berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat.
8. Pencegahan DBD
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pemberantasan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:
a. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC, drum,
dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali.
b. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.
c. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
d. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen.
e. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu,
f. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk Abate ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk Abate. Untuk menakar Abate digunakan sendok
makan. Satu sendok makan berisi 10 gram Abate. Setelah dibubuhkan Abate
maka:
1) Selama 3 bulan bubuk Abate dalam air tersebut mampu membunuh jentik
Aedes aegypti
2) Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut.
3) Air yang telah dibubuhi Abate dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut dikonsumsi.

B. Vektor Penyakit DBD


1. Pengertian Vektor
Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular
penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari
cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting
karena apabila tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar.
Infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan
(suspectible host).
Vektor dapat menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke
manusia atau hewan lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dancairan
tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan. Vektor
dapat memindahkan atau menularkan agent penyakit yang berada didalam atau
pun yang menempel dan terdapat di bagian luar tubuh vektor tersebut. Suatu
makhluk hidup terutama manusia dapat tertular penyakit melalui vektor yang
membawa agent penyakit, misalnya dengan menggigit dan menghisap darah dari
orang yang sakit lalu kepada orang yang rentan, sehingga ia pun dapat tertular dan
menjadi sakit.
2. Vektor Penular Penyakit DBD
Nyamuk aedes aegypti merupakan vektor epidemik yang paling utama,
namun spcies lain seperti aedes albopictus, aesdes polynesiensis dan aedes niveus
juga di dianggap sebagai vektor sekunder, kecuali aedes aegypti semua
mempunyai distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas, meskipun
merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka
merupakan vektor epidemik yang kurang efisien dibanding aedes aegypti.
Nyamuk penular Dengue ini terdapat hampir di seruluh pelosok Indonesia kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut
(Widoyono, 2011).
a. Klasifikasi Nyamuk
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Knight and
Stone,1997) disajikan dalam Tabel berikut (Soedarto, 2012: 62-63):
Tabel 2.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes
Klasifikasi Aedes aegypti Aedes albopictus
Kingdom Animalia Animalia
Phylum Arthopoda Arthopoda
Klasifikasi Aedes aegypti Aedes albopictus
Class Insecta Insecta
Ordo Diptera Diptera
Family Culicidae Culicidae
Subfamily Culicidae Culicidae
Genus Aedes Aedes
Species Aedes aegypti Aedes albopictus
Tabel 2. 1 Klasifikasi Nyamuk Aedes

b. Morfologi

Gambar 2. 2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus


Nyamuk Aedes aegypti dikenal aktif menggigit, terutama pada pagi atau
sore hari, dalam beberapa menit bisa terjadi gigitan kepada beberapa orang
sehingga nyamuk ini tergolong mempunyai daya tular yang sangat aktif
(BismiRahma Putri, 2009:3).
Menurut Soedarmo (1988), ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah
sebagai berikut (Bismi Rahma Putri, 2009:3):

Gambar 2. 3 Morfologi Aedes aegypti


1) Badan kecil, nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil bila
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, warna hitam dengan bintik-
bintik putih dibadan, kaki, dan sayapnya.
2) Hidup di dalam dan sekitar rumah, dengan jarak terbang 50-100 mil.
3) Menggigit dan menghisap darah terutama pada siang hari.
4) Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dan di tempat yang
gelap.
5) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah.
Nyamuk Aedes albopictus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sisik-sisik pada sayap simetris.
2) Kaki belakang, tengah, dan depan pada tibia tidak semua bergelang putih.
3) Palpi pada ujungnya berwarna putih.
4) Proboscis seluruhnya gelap.
5) Tarsus kaki depan dengan beberapa gelang putih.
6) Pada mesonotum terdapat gambar garis putih di tengahnya.
c. Siklus Hidup

Gambar 2. 4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti


Aedes aegypti dan Aedes albopictus mengalami metamorfosis yang
sempurna melalui empat stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa.Tiga
stadium mulai dari telur, larva atau jentik, dan pupa dalam air, sedangkan
nyamuk dewasa adalah serangga terbang yang aktif mencari darah (Bismi
Rahma Putri, 2009: 3).
Berikut ini adalah empat stadium nyamuk Aedes aedypti pada siklus
hidupnya yaitu:
1) Stadium Telur
Telur Aedes aegypti berwarna hitam dan gelap dengan ukuran 0,80 mm,
bentuk oval dan menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur
sangat sensitif pada suhu rendah. Telur tidak dapat hidup pada suhu 10 oC,
tetapi dapat tahan terhadap kekeringan.
Telur dapat bertahan lebih dari satu tahun pada suhu 21 oC. Telur sering
menetas secara bersamaan menjadi jentik pada suhu optimum 25 o – 27oC di
dalam air.
2) Stadium Jentik/Larva
Perkembangan jentik dipengaruhi oleh suhu air, kepadatan populasi dan
tersedianya makanan. Jentik akan menjadi pupa atau kepompong dalam
waktu 4-8 hari pada suhu 20o-30oC, dan akan mati pada suhu 10oC dan suhu
36oC, serta dapat bertahan pada tanah yang lembab selama 13 hari. Secara
mikroskopis jentik Aedes aegypti dapat dikenal dari gerakannya yang cepat
dan membengkok-bengkokan tubuh, bergerak menghindari cahaya bila di
soroti cahaya atau senter dan sangat tahan lama dibawah permukaan air
ditempat perindukannya.
3) Stadium Pupa/Kepompong
Larva/jentik menjadi kepompong memerlukan waktu sekitar 1,5-2,5 hari.
Beberapa pupa atau kepompong dapat hidup pada temperatur air 47 oC
selama 5 menit dan 82-100% dapat hidup pada temperatur 4,5 oC selama 4
jam.
4) Stadium Dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki. Vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti
betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk Aedes aegypti yang betina
dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes
aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina
berbulu agak jarang/tidak lebat. Umur nyamuk betina 8-15 hari, nyamuk
jantan 3-6 hari dan seekor nyamuk betina Aedes aegypti setelah 3 hari
menghisap darah mampu menghasilkan 80-125 butir telur dengan rata- rata
100 butir telur. Nyamuk Aedes albopictus dewasa mempunyai ciri-ciri fisik
sebagai berikut torak mempunyai gambaran sebuah pita putih longitudinal.
Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih
tebal di bagian dorsalnya.
d. Habitat Perkembangbiakan Nyamuk
Berdasarkan tempat bertelur, habitat nyamuk dapat dibagi menjadi
container habitats dan ground water habitats (genangan air tanah). Container
habitats terdiri dari wadah alami dan wadah artifisial. Genangan air tanah
adalah genangan air yang terdapat tanah di dasarnya Wadah artifisial adalah
wadah terindikasi adanya aktifitas manusia atau modifikasi manusia. Habitat
ini kebanyakan berada di area pemukiman. Wadah alami banyak terdapat di
area hutan atau area perkebunan. Namun wadah alami juga banyak terdapat di
tempat lain, misalnya area bekas penebangan pohon, ruas- ruas bambu, area
pantai dimana terdapat banyak tempurung kelapa. Aedes sp termasuk dalam
spesies nyamuk yang memiliki habitat wadah alami. Perubahan alam dapat
menyebabkan perubahan habitat. Misalnya banjir dapat menyapu telur yang
ada di selokan.
e. Waktu Nyamuk Menggigit
Tidak seperti kebanyakan nyamuk, nyamuk DBD tidak rakus atak
menggigit sewaktu-waktu. Nyamuk ini disebut memiliki pola aktivitas yang
diurnal, atau aktif pada pagi sampai siang hari. Nyamuk Aedes aegypti betina
menggigit atau menghisap darah manusia untuk mendapatkan protein sebagai
bekal bertelur.
Nyamuk DBD biasanya "beroperasi" pada pukul 06.00 WIB-09.00 WIB
dan 15.00 WIB-17.00 WIB. Di luar jam tersebut, nyamuk DBD disebut
hinggapdi genangan air jernih untuk bertelur.
Namun, pola aktivitas nyamuk DBD hanya pagi dan sore hari disebut
mulai bergeser. Studi dari Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 2012 lalu,
menemukan fakta baru terkait waktu nyamuk DBD menghisap darah manusia.
Riset yang dipublikasikan di Jurnal Ekologi Kesehatan itu mengamati 15
rumah penduduk di Makassar pada pukul 06.00 WITA sampai 03.00 WITA.

C. Pengendalian Vektor Penyakit DBD


Pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) tentunya wajib untuk
mengetahui perencanaan pengendalian vektor penular. Oleh karena itu, wajib untuk
mempelajari pengetahuan tentang bionomik vektor yang meliputi tempat perindukan
(breeding habit), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting
habit), jarak terbang, dan lama hidup (Sitio, 2008).
1. Pengendalian secara Kimiawi
a. Insektisida
Syarat insektisida: toksik terhadap vektor sasaran, menarik bagi vektor, tidak
mahal, mudah diproduksi, stabil pada aplikasi residu, tidak stabil pada aplikasi
udara agar tidak mencemari lingkungan, membunuh vektor dengan cepat dan
mengalami dekomposisi menjadi senyawa yang tidak berbahaya, tidak mudah
terbakar, tidak korosif, tidak meninggalkan warna, mudah disiapkan menjadi
formulasi yang diinginkan.
b. Abate
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk Abate ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk
Abate adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk
Abate. Untuk menakar Abate digunakan sendok makan. Satu sendok makan
berisi 10 gram Abate.
2. Pengendalian secara Biologis
a. Ikan pemakan larva misalnya Ikan guppi (paecilia reticulata), ikan kepala
timah (aphloceilus panchax), ikan gabus. Dosis yg disarankan WHO 3-7 m
persegi. Rata-rata untuk sawah/perairan dangkal lain 5-6 m persegi.
b. Penaburan parasit dan Bacillus thuringiensis, jamur, parasit, virus.
3. Pengendalian secara Mekanik
Mengubur kaleng bekas, potongan bambu, pemasangan kelambu dan perangkap
nyamuk, menggunakan raket listrik, kawat kasa.
4. Pengendalian Fisik
Penggunaan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, alat listrik, penyinaran
cahaya (misal: hembusan angin di pintu masuk, lampu kuning utk menghalau
nyamuk).
5. Pengendalian secara Genetik
Teknik Serangga Mandul (TSM): mensterilkan/memandulkan serangga sasaran
kemudian dilepaskan ke alam supaya terjadi perkawinan dgn serangga di alam.
Diharapkan hasil perkawainan menghasilkan keturunan yg steril, sehingga
pelepasan secara bertahap dapat menurunkan populasi, gunakan sinar Gamma 60-
60. Aplikasi TSM telah berhasil dilakukan dalam pengendalian lalat buah di
meksiko, libia, AS, afsel; Pada nyamuk Anopheles gambie di Brazil, Aedes agypti
di Amerika & Kuba. Di Indonesia masih tahap pengembangan. Parameter
keberhasilannya yaitu penurunan persentase fertilitas telur.
6. Pengendalian Legislatif
Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan
melindungi masyarakat dari risiko penularan DBD. Seperti telah dipaparkan di
atas bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang berbasis lingkungan sehingga
pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh
negara seharusnya mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang
berpotensi wabah seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas
kesehatan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya
(Sukowati, 2010).
D. Pencegahan Penyakit DBD
Seperti kita ketahui, pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien sampai
saat ini adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus.
Singkatan dari 3M, antara lain:
1. Menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain.
2. Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan
lain sebagainya; dan
3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti:
1. Menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan;
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3. Menggunakan kelambu saat tidur;
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk,
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjaditempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
BAB III
ANALISIS DATA

A. Data Kasus DBD di Puskesmas Cilembang

Penyakit DBD merupakan penyakit demam serius yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti yang menyerang sistem
peredaran darah manusia. Penyakit DBD ini dapat menyerang semua kelompok
umur. Hampir setiap tahunnya puskesmas selaku unit pelayanan kesehatan pertama
selalu melaporkan terjadinya kasus DBD. Termasuk di Puskesmas Cilembang yang
pada tugas pengendalian vektor ini kami kunjungi untuk kami analisis mengenai
data kasus penyakit DBD serta upaya pengendalian vektor penyakit DBD yang
dilakukan oleh Puskesmas Cilembang.
Wilayah kerja puskesmas cilembang mencangkup dari tiga kelurahan yaitu
kelurahan yudanegara, kelurahan argasari, dan kelurahan cilembang. Data yang
kami dapatkan merupakan data hasil rekapan kasus DBD dari tahun 2019 – 2022.
Didapatkan pada tahun 2019 terjadi 17 kasus, kemudian pada tahun 2020
mengalami lonjakan kasus menjadi 54 kasus disertai dengan kematian 1 kasus,
sedangkan pada tahun 2021 sedikit mengalami penurunan menjadi 48 kasus namun
masih disertai kasus kematian 1 kasus. Saat ini tahun 2022 pencatatan baru
dilakukan sampai dengan bulan Agustus, didapatkan hasil per bulan januari – bulan
agustus 2022 sudah terjadi 55 kasus namun tidak disertai dengan kasus kematian.
Hal ini menunjukan pada tahun 2022 kembali mengalami peningkatan kasus yang
cukup signifikan.
Pada tugas makalah mengenai pengendalian vektor penyakit DBD di
Puskesmas Cilembang, kami memfokuskan pada data kasus tahun 2022 yang
terhitung dari bulan Januari – bulan Agustus dengan gambaran kasus:
1. Berdasarkan Umur

Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022


Kelompok Umur Jumlah Kasus
< 1 Tahun 4
1 – 4 Tahun 8
5 – 14 Tahun 29
15 – 44 Tahun 10
>44 Tahun 4
Jumlah 55
Tabel 3. 1 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Umur
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui DBD paling banyak terjadi pada
kelompok umur 5 – 14 tahun yaitu sebanyak 29 orang, sedangkan paling
sedikit pada kelompok umur < 1 tahun, 60 -69 tahun, dan > 44 tahun dengan
masing-masing berjumlah 4 orang.
2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022


Jenis Kelamin Jumlah Kasus
Laki-laki 35
Perempuan 20
Jumlah 55
Tabel 3. 2 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui kasus DBD lebih banyak terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan yaitu dengan perbandingan 7 : 4.
3. Berdasarkan Tempat

Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022


Kelurahan Jumlah Kasus
Yudanegara 9
Argasari 27
Cilembang 19
Jumlah 55
Tabel 3. 33 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022
berdasarkan Tempat
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui kasus DBD paling banyak
terjadi pada laki-laki di Kelurahan Argasari yaitu sebanyak 27 kasus.
4. Berdasarkan Waktu

Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022


Bulan Jum
Kelur Ag lah
No
ahan Janua Febru ust Tota
ri ari Maret April Mei Juni Juli us l
Yudan
1 egara 2 2 0 0 2 0 3 0 9
Argasa
2 ri 1 0 5 5 5 6 5 0 27
Cilem
3 bang 4 0 1 2 1 1 6 4 19
Jumlah 7 2 6 7 8 7 14 4 55
Tabel 3. 4 Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022 berdasarkan
Waktu
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui DBD paling banyak terjadi pada
bulan Juli yaitu sebanyak 14 kasus, sedangkan paling sedikit terjadi pada bulan
Februari yaitu sebanyak 2 kasus.
GRAFIK KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
TAHUN 2022
UPTD PUSKESMAS CILEMBANG
16
Yudanegara
12
JUMLAH KASUS

Argasari
8 Cilembang
JUMLAH
4

0
APRIL
MARET

OKTOBER
AGUSTUS

SEPTEMBER

NOPEMBER

DESEMBER
JANUARI

FEBRUARI

MEI

JULI
JUNI

BULAN

Gambar 3. 1 Grafik Kasus Penyakit DBD di Puskesmas Cilembang Tahun 2022

B. Tatalaksana Pengendalian Vektor

Puskesmas Cilembang merupakan salahsatu puskesmas yang ada di kota


Tasikmalaya dengan predikat penanganan kasus DBD terbaik menurut data dari
Dinas Kota Tasikmalaya. Hal ini dikarenakan Puskesmas Cilembang cepat tanggap
dalam penanganan laporan kasus. ketika ada laporan kasus yang masuk, pihak
pemegang program survailens penyakit DBD akan langsung melakukan tindakan
PE (Pengendalian Epidemiologi).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola program survailens penyakit
DBD di puskesmas Cilembang memaparkan bahwa upaya pengendalian vektor
dilakukan ketika ada kasus yang terlapor, setelah itu petugas survailens akan turun
ke tempat terjadinya kasus tersebut untuk diobservasi kemudian dilakukan upaya
pengendaliannya. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan oleh
puskesmas Cilembang yaitu
1. Pengecekan lingkungan sekitar terjadinya kasus DBD untuk diperiksa
keberadaan jentik nyamuk aedes dengan menggunakan sampel 20 rumah warga.
2. Setelah dilakukan pengecekan kemudian dibuat laporan dari 20 sampel berapa
sampel yang ditemukan jentik dan berapa angka bebas jentiknya.
3. Langkah selanjutnya untuk menindaklanjuti dari hasil pemeriksaan yaitu
melakukan upaya promosi kesehatan ke orang yang sakit, lingkungan sekitar,
serta ke tokoh masyarakatnya baik RT/RW maupun kader.
4. Abatesasi, dilakukan melalui perantara kader yang nantinya para kader akan
memberikan dan menjelaskan terkait upaya abatesasi kepada masyarakat.
5. Tindak lanju terakhir yaitu fogging, dengan ketentuan:
a. Dalam satu wilayah minimal ada 2 kasus positif secara bersamaan dalam
kurun waktu beberapa minggu
b. Atau dalam satu wilayah ada satu kasus positif dan beberapa teridentifikasi
demam
Ketika salahsatu dari syarat tersebut terpenuhi maka laporan akan diberikan ke
RT/RW setempat untuk pertimbangan akan dilakukan fogging atau tidak. Jika
dari pihak setempat menginginkan upaya fogging maka pihak Puskesmas akan
mengajukan laporan untuk fogging ke Dinas Kesehatan dan nantinya Dinas
Kesehatan yang akan turun tangan langsung didampingi dengan pihak
Puskesmas. Sampai saat ini tercatat hanya satu kali fogging yang dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas Cilembang yaitu pada bulan Juli.

Selain beberapa upaya diatas yang dilakukan ketika adanya laporan kasus,
ada juga program-program lain yang dilakukan untuk tindakan pencegahan dan
pengendalian vektor sebelum terjadinya kasus yaitu:
1. Kader Jumantik, merupakan sebuah program kader-kader kesehatan untuk
menjadi Juru Pemantau Jentik di setiap RW nya. Kader akan diberikan tugas
untuk memeriksa sampel rumah minimal 20 di setiap RT yang nantinya akan
dilaporkan ke pihak Puskesmas. Dari laporan tersebut akan didata mana saja
rumah yang teridentikasi jentik atau tidak. Tindak lanjut dari rumah yang
teridentifkasi jentik akan diberikan arahan untuk melakukan kegiatan PHBS
atau 3M plus serta abatesasi.
2. Peningkatan upaya PHBS dan 3M plus di setiap wilayah yang bekerja sama
pemerintah setempat agar secara rutin dilakukan
3. Promosi kesehatan atau penyuluhan secara rutin terkait PHBS, 3M plus, bahaya
penyakit DBD dsb.
Dalam menjalankan tugasnya dalam pengedalian penyakit DBD, Puskesmas
Cilembang mendapatkan beberapa hambatan diantaranya:
1. Masih sulit mendapatkan kerja sama dari masyarakat dalam melakukan upaya
PHBS dan 3M plus. Biasanya masyarakat hanya akan melakukan sekali duakali
saja, Seharusnya upaya PHBS ini dilakukan secara rutin dan berkelanjutan
2. Keterbatasan anggaran untuk fogging, dikarenakan untuk tahun 2022
penganggaran fogging di Dinas Kesehatan sudah habis di bulan Juli. Hal ini
dikarenakan pada tahun 2022 permintaan fogging di kota Tasikmalaya banyak
akibat dari peningkatan kasus.

Kedepannya Puskesmas Cilembang akan terus berkomitmen dalam upaya


pengendalian penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Cilembang yang terdiri
dari Kelurahan Yudanegara, Kelurahan Argasari dan Kelurahan Cilembang.
Beberapa rencana untuk program pengendalian penyakit DBD di Puskesmas
Cilembang untuk kedepannya yaitu:
1. Optimalisasi dari program-program yang sudah ada, dilakukan evaluasi
kemudian diperbaiki kekurangannya serta ditingkatkan kelebihannya.
2. Rencana program baru dari Dinas Kesehatan untuk setiap wilayah Puskesmas
akan dilaksanakan program pemeriksaan vektor nyamuk. Nantinya ketika ada
penemuan nyamuk di wilayah kasus maka nyamuk tersebut akan diteliti apakah
nyamuk yang ada merupakan nyamuk Aedes aegypti serta apakah didalam
tubuh nyamuk tersebut terdapa virus dengue atau tidak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang
terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia Demam Berdarah Dengue disebabkan
oleh virus dengue Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Masa
inkubasi ekstrinsik berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik berkisar
antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon imun. Penyakit DBD ini dapat menyerang
semua kelompok umur. Hampir setiap tahunnya puskesmas selaku unit pelayanan
kesehatan pertama selalu melaporkan terjadinya kasus DBD. Termasuk di Puskesmas
Cilembang yang pada tugas pengendalian vektor ini kami kunjungi untuk kami analisis
mengenai data kasus penyakit DBD serta upaya pengendalian vektor penyakit DBD
yang dilakukan oleh Puskesmas Cilembang.Wilayah kerja puskesmas cilembang
mencangkup dari tiga kelurahan yaitu kelurahan yudanegara, kelurahan argasari, dan
kelurahan cilembang. Data yang kami dapatkan merupakan data hasil rekapan kasus
DBD dari tahun 2019 – 2022. Saat ini tahun 2022 pencatatan baru dilakukan sampai
dengan bulan Agustus, didapatkan hasil per bulan januari – bulan agustus 2022 sudah
terjadi 55 kasus namun tidak disertai dengan kasus kematian. Hal ini menunjukan pada
tahun 2022 kembali mengalami peningkatan kasus yang cukup signifikan.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di


atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya kami
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman
dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca
DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, Didik. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Fadli, Rizal. 2022. Demam Berdarah. [Online]. Tersedia:


https://www.halodoc.com/kesehatan/demam-berdarah. [22 September
2022]

Habibi, Rizky Nurmuhammad. dkk. 2017. Aplikasi Model Fuzzy Untuk Sistem
Informasi Geografis Penentuan Wilayah Rawan Demam Berdarah Dengue
Privinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. [Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/52515/. [22 September 2022]

Ketut, Suardamana. 2018. Demam Berdarah Dengue. Online. Tersedia:


http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/20537/1/ba3c25eee71e14175424cccf777e
caff.pdf. [22 September 2022]

Sukadana, I Wayan. 2018. Gambaran Tingkat Kepadatan Jentik Aedes Sp. Di


Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Tahun 2018.
[Online]. Tersedia: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/362/3/BAB
%20II.pdf. [22 September 2022]

Anda mungkin juga menyukai