Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF
“Tasawuf Irfani: Rabiah Al-Adawiyah, Zun Nun Al-Misri, Al-Junaid, Al-Sulami, Al-
Hajjaj, Al-Bustami”

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu: H. Sahlani, Lc, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Sri Hikmah Yanti 2188204009

Irma Nurhasanah 2188204005

Firman Budianto 2188204026

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Akhlak tasawuf yang
diampu oleh bapak dosen H. Sahlani Lc, M.Pd.I kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu dan mendukung penyusunan makalah ini
sehingga memungkinkan bagi kami untuk menyelesaikannya.

Penyusun menyadari makalah ini masih banyak kekurangannya,maka dari itu saran dan
kritik yang membangun kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 23 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. Sejarah Perkembangan Tasawuf..............................................................................2


B. Karakteristik Tasawuf Irfani....................................................................................3
C. Macam-macam Sistem Pembinaan Tasawuf Irfani.................................................3
D. Tokoh-tokoh yang Mengemban Tasawuf Irfani......................................................4

BAB III PENUTUP...........................................................................................................9

A. Kesimpulan..............................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu khazanah dalam islam yang datang dalam
kemudian. Keberadaannya memiliki epistimologi tersendiri dibanding keilmuan lain
semisal fiqih dan kalam. Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mendekatkan
dirikepada Allah swt. Dengan serangkain perbuatan tertentu yang dapat dicapai oleh
seseorang jika melaluinya. Sebagai sebuah ajaran tasawuf muncul pada zaman
rasulullah saw.sebab misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
keyakinan (aqidah), ibadah dan akhlak.
Akhlak sebagian ajaran rasulullah saw, ditanamkan kepada seluruh sahabat
beliau dengan melalui pengajaran dan pembinaan yang disertai dengan contoh dari
beliau. Ajaran akhlak itulah yang nantinya yang akan menjadi ajaran-ajaran tasawuf
yang diamalkan oleh kaum muslis khususnya kaum sufi. Dari ayat-ayat alqur’an
itulah rasulullah mengajarkan tasawuf kepada umatnya sebagai penjelasan ayat-ayat
alqu’an itulah rasullullah mengajarkan tasawuf pada umatnya. Sebagai penjelasan
ayat-ayat alqur’an itulah beliau menuntun akhlak para sahabatnya baik dengsn
perkataan, maupun perbuatan beliau. Kemudian pada masa sahabat semua perilaku
para sahabat merupakan para kelanjutan dan upaya mencontoh perilaku dan
kepribadian rasullullah saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Tasawuf Irfani?
2. Apa Karakteristik Tasawuf Irfani?
3. Apa Macam-macam Sistem Pembinaan Tasawuf Irfani?
4. Apa saja Tokoh-tokoh Tasawuf Irfani?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian dari Tasawuf Irfani
2. Mengetahui Karakteristik Tasawuf Irfani
3. Mengetahui Macam-macam Sistem Pembinaan Tasawuf Irfani
4. Mengetahui Apa saja Tokoh-tokoh Tasawuf Irfani

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Irfani

Tasawuf adalah ilmu yang banyak digunakan oleh pada sufis, hal tersebut
dikarenakan banyak dari aliran-aliran ilmu tasawuf yang lebih banyak menganaliasis atau
mengexplore menggunakan batin daripada menggunakan akal, yang tujuanya untuk
mencapai kebebasan atau mendekatkan diri kepada sang Khaliq dan sebagai upaya dalam
menyucikan diri serta menjauhi gemerlapnya kehidupan dunia. Ilmu tasawuf sendiri
terdapat banyak aliran salah satunya yakni tasawuf irfani yang dalam mengkaji tentang
ilmu ma‟rifah, hal tersebut banyak di ungkapkan dari tokoh-tokoh tasawuf irfani. Ilmu
ma‟rifah sendiri adalah ilmu yang digapai melalui qolbu seorang hamba yang langung
berinteraksi dengan Rabb nya.1

Tasawwuf irfani adalah tasawwuf yang berusaha menyingkapi hakikat kebenaran


atau makrifat yang diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau
pemikiran, tetapi melalui pemberian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena
seorang sufi berupaya melakukan tafsiat al-Qolb. Dengan hati yang suci seseorang dapat
berdialog secara batin dengan tuhan. Sehingga pengetahuan atau makrifat dimasukkan
Allah kedalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).

Murtadha Mutahahhri berpendapat bahwa irfan sebagai ilmu memiliki dua aspek:
praktis dan teoritis. Aspek praktis ‘irfani adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan
pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia dan Tuhan. Irfan praktis juga
disebut as-Sair wa as-Suluk. Bagian ini menjelaskan bagaimana seorang salik mengawali
perjalanan, menempuh maqamat secara sistematis, dan keadaan jiwa yang akan dialami
sepanjang perjalanannya tersebut. Untuk tujuan perjalanan ini, menurut mutahahhri,
sangatlah penting dibawah bimbingan guru yang benar-benar telah mengalami sendiri
perjalanan ini dan sangat mengetahui prosedur setiap tahap tanpa bimbingan
seorang mursyid.

Sedangkan irfan teoritis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud secara


ontologis. Mendiskusikan manusia, Tuhan alam semesta. Dengan demikian irfan ini yang
juga memberikan penjelasan tentang wujud. Seperti halnya filsafat, ‘irfan juga
mendefinisikan berbagai prinsip dan problemannya. Dalam pandangan seorang arif
kesempurnaan manusia tidaklah terletak pada gambaran mental yang utuh tentang alam
semesta, tetapi terletak pada kemampuan untuk kembali kepada sumber segala sesuatu,

1
Indah Agus Wati, Uswatun Hasanah, Studi Tasawuf Irfani, Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi, Vol 2, No 1, Hal 52-53
(2021)

2
kemampuan untuk mengatasi jarak antara dirinya dengan Zat Tuhan, dan dalam
dekapannya untuk meleburkan diri hingga ia menjadi abadi dalam ketakterhinggaaan-
Nya.2

B. Karakteristik Tasawuf Irfani


Karakteristik tasawuf Irfani terlihat dari nalar Irfani yang berkaitan dengan hati
atau qolbu atau bisa juga disebut dengan batin Irfani lebih bersifat abstrak yaitu
seperti rasa cinta kecewa bahagia benci dan lain sebagainya yang bersifat
batin.
Pertama, pengetahuan tasawuf Irfani didasarkan dari pengalaman seorang sufi
yang mendukung keimuan dalam tasawuf Irfani. Perlu digaris bawahi bahwasanya
tasawuf Irfani tidak dapat diperoleh dari analisis teks atau pembuktian akan tetapi
lebih ditekankan kepada kebatinan atau kerohanian di mana dengan hati yang
suci di harapkan bahwasanya Allah akan melimpahkan pengetahuan langsung
kepadanya. begitu mengenai sifat dan dari tasawuf Irfani adalah didapat melalui
pengalaman langsung dan merasakan sendiri objek tersebut hal ini didukung dari
tasawuf Irfani yang menekankan pada qalbu atau batin yang bukan melalui
penalaran seperti misalnya cinta semata-mata tidak dapat dipahami dengan
membaca literatur akan tetapi dapat memahaminya nya ketika kitamengenal
cinta dan mengalaminya. Dan inilah yang menjadi ciri khas karakteristik tasawuf
Irfani dimana seorang hamba yang berupaya untuk membangun hubungannya untuk
bisa jatuh cinta kepada robbnya.
Kedua, sifat dalam tasawuf Irfani dapat dilihat ditandai dari munculnya
hudhur atau jiwadi dalam diri subjek. Karena pengenalan tentang tasawuf Irfani
berbeda dengan pengenalan yang lain Irfani mampu melewati semua bentuk &
menembus sampai ke dalam qolbu.
Ketiga, sifat atau karakter Irfani dapat dilihat sebagai pengalaman yang cenderung
ruang-ruang kan objek dan menghitungnya dengan ukuran dan standar yang
homogensehingga hal tersebut memicu adanya pengabaian partikularisasi suatu
objek yang unik dan berdimensi variatif. Hal tersebut membuat pengenalan Irfani
lebih akurat karena langsung menuju objek-objek particular dengan segala
3
karakteristiknya dan keunikannya.

C. Macam-macam Sistem Pembinaan Tasawuf Irfani


a. Riyadhah
Riyadhah adalah salah satu upaya untuk melatih agar tidak melakukan hal-hal
yang berbau maksiat kebiasaan ini pun dilakukan dengan Istiqomah agar benar-

2
2 Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012), hlm. 92-93

3
Indah Agus Wati, Uswatun Hasanah, Studi Tasawuf Irfani, Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi, Vol 2, No 1, Hal 54-55
(2021)

3
benar seseorang tersebut terlatih, terlebih dalam menjaga diri dari dosa. Riyadhah
bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan sehingga dalam pelaksanaannya pun
perlu kesungguhan dan harus berupaya untuk menghentikan sifat-sifat buruk
dalam diri.
b. Tafakur
Secara harfiyah ‘Tafakur’ berarti memikirkan sesuatu secara mendalam,
sistematis, dan terperinci.Tafakur dapat diartiakan sebagai pemikiran suatu hal
secara ter-urut dan terurai. Bagi komentar Imam Al- ghazali bila pengetahuan
telah menggapai hati hingga kondisi hati bisa berganti, dan hal tersebut dapat
mengubah merubah perilaku dan seluruh anggota badan.
c. Tazkiyat an-nafs
Tazkiyat an-nafs ialah suatu metode atau latihan untuk membersihkan diri atau
emnyucikan diri dan menjadikan diri lebih baik dihadapan Allah(Abidin, 2019)
Tazkiyat an-nafs terbagi dari 2 kata yaitu tazkiyat dan an-nafs yang berasal dari
bahasa Arab dari isim dan masdar dari kata zakka yang artinya penyucian. Dalam
firman Allah Qs. As-syams (91) ayat 7 sampai dengan 10 yang artinya : “dan jiwa
serta penyempurnaannya atau penciptaannya maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya sesungguhnya beruntunglah orang
yang menyucikan jiwanya itu dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotoriny”. Kata an nafs memiliki arti jiwa anti psikis, jadi bisa disimpulkan
arti dari Tazkiyat An-nafs adalah penyucian jiwa dan tugas yang mesti dipikul
oleh Rasulullah saw. Dalam firman Allah di Qs. Al-jumu'ah (62) ayat 2 yang
artinya : “dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di
antara mereka yang membacakan ayat-ayatnya kepada mereka mensucikan
mereka kitab hikmah as-sunnah dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-
benar dalam kesatuan yang nyata”
d. Dzikrullah
Zikr berasal dari bahasa Arab yang maksudnya menunjukkan , mengutamakan ,
mengungkapkan ataupun mengingatingat. Berdzikir berarti mengingat diri pada
Allah selaku Tuhan yang disembah dengan sebaik- baiknya. Dzikrullah disebut-
sebut selaku pengalaman batin sebaliknya Alquran merupakan mengisyaratkan
tentang dzikrullah. Allah berfirman dalam Qs. Al- baqarah( 2) ayat 152 yang
maksudnya: “Ingatlah kamu kepadaku niscaya aku ingat pula kepadamu dan
bersyukurlah kepadaku dan janganlah kamu mengingkari nikmat ku”.4

D. Tokoh-Tokoh yang Mengembangkan Tasawuf Irfani


a. Robi’ah Al-Adawiyah
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah binti ismail Al-Adawiyah Al-Bashriyah
Al-Qaisiyah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/713 M atau 99/717 M di suatu
4
Indah Agus Wati, Uswatun Hasanah, Studi Tasawuf Irfani, Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi, Vol 2, No 1, (2021)

4
perkampungan dekat kota bashrah [Irak] dan wafat di kota itu pada tahun 185 H/
801 M. Ia dilahirkan sebagai purti keempat dari keluarga yang sangat miskin.
Karena ia putri keempat, orang tuanya menamakannya Rabi’ah. Kedua orang
tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Konon, pada saat terjadinya bencana
perang bashrah, ia dilahirkan penjahat dan dijual kepada keluarga atik dari suku
Qais Banu adwah. Dari sini, ia dikenal dengan Al-Qaisiyah atau Al-Adawiyah.
Pada keluarga ini pulalah, ia bekerja keras, tetapi akhirnya di bebaskan lantaran
tuanya melihat cahaya yang memancar di atas kepala Rabi’ah dan menerangi
seluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah.
Rabiah bin Ismail al-adawiyah albasyariah al-qoisiyah,adalah seseorang sufik
yang dilahirkan dalam keadaan yatim piatu dan miskin beliau dilahirkan pada
tahun 95 Hijriyah atau 713 Masehi di perkampungan dekat kota Basrah Irak.
Rabiah Al adawiyah adalah Putri keempat dari sebuah keluarga kurang mampu
dan ayah ibunya meninggal saat terjadinya perang di Basrah kemudian rabi'ah
aladawiyyah dilarikan dan dijual pada suatu keluarga di suku Qois Banu adwah
dan bermula dari sinilah ia sering disebut dengan sebutan Al qoisyiriah dan Al
adawiyah pada keluarga ini rabiah aladawiyah dijadikan budak dan kemudian
dibebaskan karena salah satu Tuannya melihat ada cahaya di kepala robiah saat
sedang melakukan ibadah.
Setelah bebas itu robiah menjalani kehidupannya sebagai sufistik dan lebih
senang hidup dalam kesederhanaan.rabiah al-adawiyah sebagai seorang pertama
dasar tasawuf berdasarkan tentang cinta atau mahabbah kepada Allah dan yang
pertama menampakkan rasa menampakkan rasa yang tulus ikhlas dengan cinta.
b. Dzu An-Nun Al-Misri
Beliau dilahirkan di ikhmim, dataran tinggi Mesir pada tahun 180 H/796 M .
Beliau mempunyai nama lengkap yaitu abu al-faidh tsauban bin Ibrahim. Akan
tetapi dijuluki dzu an-nun disebabkan karena kekeramatan yang kekeramatan
langsung dari Allah SWT kepadanya. Salah satu kekeramatan dzu an nun adalah
dapat mengeluarkan seorang anak dari perut buaya di sungau Nil dalam keadaan
selamat atas permintaan ibu dari anak tersebut. Dalam hidupnya ia menjadi
seorang musafir yang selalu berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lainnya
dan menjelajahi berbagai daerah di Baghdad apakah Mesir hijab Syariah Baitul
maqdis pegunungan Lebanon antokiah dan lembah kan'an. hal inilah yang
menyebabkan ia dapat memperoleh banyak pengalaman dan ia pun mempunyai
seorang guru dalam bidang tasawuf yang bernama Syarwan Al'- Abd. Tahun 214
Hijriyah atau 829 masehi ia ditangkap karena dituduh menyebarkan bid'ah lalu ia
dikirim ke kota Baghdad untuk dipenjara setelah hal itu khalifah memerintahkan
agar ia dibebaskan nya di Kairo, di mana di kota ini ia wafat pada tahun 246
Hijriyah atau 856 Masehi.5

5
Ibid hal 55-56

5
c. Al-Junaid
Nama lengkapnya adalah Abu Kosim Al-Junaid bin Muhammad Al-Khazzaz Al-
Nahwandi, tetapi beliau lebih di kenal dengan nama Junaid Al-Baghdadi. Al-
junaid lahir di Kota Nihawand, Persia. Imam junaid adalah seorang ahli
perniagaan yang berjaya. Beliau memiliki sebuah gedung di kota Baghdad.
Sebagai seorang guru sufi, beliau tidak di sibukkan dengan menguruskan
perniagaannya, waktu yang beliau gunakan untuk berniaga sering di singkatkan.
Beliau wafat pada hari sabtu 297 H (910 M). Imam junaid wafat di sisi As-Syibli
salah satu dari muridnya. Sesuatu yang mengagumkan dari imam junaid ialah
selalu menutup kedainya setelah selesai mengajar murid-muridnya. Kemudian
beliau kembali kerumah untuk beribadah.
Dalam masa-masa hidupnya, junaid menghadapi kendala dalam mengajarkan
tasawufnya. Karena perlawanan mereka terhadap para sufi yang terjadi ketika itu,
maka junaid melakukan praktik-praktik spiritual dan mengajari murid-muridnya
di balik pintu terkunci. Amalan tasawuf junaid banyak di ambil dari pengalaman-
pengalaman ke tasawufannya; namun, konsep-konsep pemikiran tasawufnya
masih belum tersusun secara sistematis, tetapi lebih banyak di jelaskan melalui
ungkapan-ungkapan verbalnya.
Al-junaid di kenal sebagai tokoh sufi yang konsen dan memiliki pemikiran
tentang makrifah. Pemikiran makrifah yang di ajarkan oleh junaid banyak di kutif
oleh tokoh-tokoh sufi lainnya. Al-junaid berpendapat makrifah sebagai berikut.
“makrifah ada dua macam yaitu makrifah ta’arruf dan makrifah ta’rif. Makrifah
ta’arruf adalah bahwa Allah memberitahukan kepada orang banyak akan diri-Nya
dan memberitahu orang banyak akan hal-hal yang menyerupai-Nya, sedangkan
makrifah ta’rif adalah Allah memberitahu orang banyak bekas-bekas
kekuasaannya dalam cakrawala dan dalam diri manusia, kemudian secara halus
terjadilah kejadian benda-benda menunjukkan kepada orang bahwa mereka itu
ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Pengetahuan tentang Allah adalah
pengetahuan orang-orang khawas. Semua orang tidak bisa makrifah terhadap
hakikat Allah kecuali karena Allah sendiri”.6
d. Al-Sulami
Nama lengkap al-Sulami adalah Muhammad ibn Husain ibn Muhammad ibn
Musa Al-Azli yang bergelar Abu Abdurrahman Al-Sulami. Lahir tahun 325 H dan
wafat pada bulan sya’ban 412 H/1012 M. Dia pakar hadis guru para sufi dan
pakar sejarah dia seorang syeikh thariqah yang telah di anugrahi penguasaan
berbagai ilmu hakikat dan perjalanan tasawuf.7
Pemikiran Al-sulami manusia akan menjadi hamba sejati kalau hamba tersebut
sudah bebas / merdeka dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu
6
Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO Persada,
2015)
7
Jamaluddin Kafi, Tasawuf Konterporer, (Prenduan: al-Amin, 2003), hlm. 10-11

6
dengan kehendak Allah. Maka apa saja yang di pilih Allah untuknya, hati akan
menerima tanpa menentang sedikitpun (qona’ah).8
Dalam konsep zikir Al-sulami berpendapat bahwa perbandingan dzikir dan faqir
adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran itu di berikan oleh dzikir bukan
oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan dzikir
yaitu, dzikir lidah, dzikir hati, dzikir sir (rahasia), dzikir ruh.9
e. Al-Hallaj
Nama lengkap Abu Manshur Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin
Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi. Ia lahir di Baidha, sebuah kota kecil di
wilayah persia, pada tahun 244 H (855 M). Ia tumbuh dewasa di kota Wasith,
dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia belajar kepada seorang sufi terkenal saat
ini, yaitu Sahl bin Abdullah At-Tusturi di Ahwaz. Dua tahun kemudian ia pergi ke
bashrah dan berguru kepada Amr bin Utsman Al-Makki yang juga seorang sufi,
dan pada tahun 878 Masehi, ia memasuki kota Baghdad dan belajar kepada Al-
Junaidi Al-Baghdadi. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri
lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Ia digelari Al-
Hallaj karena penghidupannya yang diperoleh dari memintal wol.
Dalam sebuah perjalanan dan pengembaraannya ke berbagai kawasan Islam
seperti Khurasan, Ahwas, India, Turkistan, dan Mekah, Al-Hallaj telah banyak
memperoleh pengikut. Ia kemudian kembali ke Baghdad pada tahun 296 H (909
M). Di Baghdad, pengikuitnya semakin bertambah banyak karena kecaman-
kecamannya tarhadap kebobrokan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu.
Secara kebetulan ia bersahabat dengan kepala rumah tangga istana, Nashr Al-
Qusyairi, yang mengingatkan sistem tata usaha yang baik dan pemerintahan yang
bersih.
Ajaran Tasawuf: Hulul dan Wahdat Asy-Syuhud, di antara ajaran tasawuf Al-
Hallaj yang paling terkenal adalah al-hulul dan wahdat asy-syuhud yang
kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) yang
dikembangkan Ibn ‘arabi. Al-Hallaj memang pernah mengaku bersatu dengan
tuhan (hulul). Kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati
suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam
tubuh itu dilenyapkan.
f. Al-Bustami
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taufur bin Isa bin Surusyan Al-Busthami,
lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 dan wafat tahun 947 M. Nama kecilnya
adalah Taifur. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster,
kemudian masuk dan menjadi pemeluk islam di Bustam. Keluarga Abu Yazid
8
8 Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, (Bandung: Pustaka Budaya, 2000), hlm. 23
9
Asmaran, Pengantar tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 258

7
termasuk berada di daerahnya, tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Sejak
dalam kandungan ibunya, Abu Yazid mempunyai kelainan. Menurut ibunya, bayi
yang ada didalam kandungannya akan memberontak sampai muntah kalau sang
ibu memakan makanan yang diragukan kehalalannya.
Sewaktu meningkat usia remaja, Abu Yazid juga terkenal sebagai murid yang
pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti printah agama dan berbakti
kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya menerangkan suatu ayat dari surat
Luqman, “berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu.” Ayat
ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian berhenti belajar dan
menuju rumah ntuk menemui ibunya. Ini suatu gambaran bagaimana ia memenuhi
setiap panggilan Allah. Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi
membutuhkan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai
seorang sufi, ia terlebih dahulu menjadi seorang fakih dari madzhab Hanafi. Salah
seorang gurunya yangterkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan kepada
Abu Yazid tentang ilmu tauhid, ilmu hakikat, dan ilmu lainnya. Hanya saja ajaran
sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam bentuk buku.
Dalam menjalani kehidupan zuhud, selama 13 tahun Abu Yazid mengembara di
gurun-gurun pasir di Syam, dengan tidur, makan, dan minum sedikit sekali.
Ajaran Tasawuf Abu Yazid Al-Busthami
1) Fana’ dan Baqa’
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana’ dan baqa’. Dari segi bahasa
fana’ berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah
tasawuf fana’ berarti hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada
pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya
sehingga dapat membedaan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan
semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Adapun baqa’ berasal dari kata baqiya, dari segi bahasa adalah tetap, sedangkan
berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.
Paham baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan paham fana’. Keduanya merupakan
paham yang berpasangan. Jika seorang sufi mengalami fana’, ketika itu juga ia
sedang menjalani baqa’.
2) Ittihad
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah melalui
tahapan fana’ dan baqa’. Hanya saja dalam literatur klasik, pembahasan tentang
ittihad ini tidak dikemukakan.10

BAB III
10
Drs. H. Ahmad Bangun Nasution, M.H., Dra. Hj. Rayani Hanum Siregar, M.H, pengenalan, pemahaman, dan
pengaplikasiannya disertai biografi dan tokoh-tokoh sufi (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2015

8
PENUTUP

a. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa, di samping ada tasawuf
yang membahas moralitas yang terukur, seperti kejujuran, keikhlasan, dan perkataan
yang benar, yang dinamakan tasawuf akhlaqi, ada juga tasawuf yang mempunyai
tingkatan lebih tinggi lagi, yang di sebut tasawuf irfani. Tasawuf irfani tidak hanya
membahas soal keikhlasan dalam hubungaan antarmanusia, tetapi lebih jauh menetapkan
bahwa apa yang kita lakukan sesungguhnya tidak pernah kita lakukan. Inilah tingkatan
ikhlas yang paling tinggi.
Tasawwuf irfani adalah tasawwuf yang berusaha menyingkapi hakikat kebenaran
atau makrifat yang diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau
pemikiran, tetapi melalui pemberian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena
seorang sufi berupaya melakukan tafsiat al-Qolb. Dengan hati yang suci seseorang dapat
berdialog secara batin dengan tuhan. Sehingga pengetahuan atau makrifat dimasukkan
Allah kedalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Terdapat banyak tokoh yang termasuk tokoh tasawuf irfani, diantaranya Rabi’ah
Al-Adawiyah, yang tercatat dengan perkembangan mistisme Islam sebagai peletak dasar
tasawuf berdasarkan cinta (mahabbah) kepada Allah. Dzu An-Nun Al-Mishri, yang
terkenal sebagai pelopor paham makrifat. Abu Yazid Al-Bustami dengan ajaran tasawuf
terpentingnya adalah fana’ dan baqa’. Abu Manshur Al-Hallaj, dengan ajaran taswufnya
yang paling terkenal adalah al-hulul dan wahdat asy-syuhud yang kemudian melahirkan
paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan Ibn ‘Arabi.

DAFTAR PUSTAKA

9
Indah Agus Wati, Uswatun Hasanah, Studi Tasawuf Irfani, Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi, Vol
2, No 1 (2021)

Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012)

Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO Persada, 2015)

Jamaluddin Kafi, Tasawuf Konterporer, (Prenduan: al-Amin, 2003)

Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, (Bandung: Pustaka Budaya, 2000)

Asmaran, Pengantar tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Drs. H. Ahmad Bangun Nasution, M.H., Dra. Hj. Rayani Hanum Siregar, M.H, pengenalan,
pemahaman, dan pengaplikasiannya disertai biografi dan tokoh-tokoh sufi (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2015

10

Anda mungkin juga menyukai