Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MEDIASI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Hukum Asuransi Dan Arbitrase

Dosen Pengajar
Bapak Muhammad Firliadi Nur Salim, SS, MSI

Disusun Oleh:
Muhammad Ihsan Maulidinnor
NIM. 2021140211

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan rasa syukur tak terhingga kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan karunia rahmat, taufik dan hidayah kepada kita semua
sehingga bisa mengecap manisnya Islam dalam kehidupan. Sholawat serta salam
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang sudah membawa kita dari
zaman kegelapan menuju terangnya ilmu pengetahuan.
Makalah dengan judul “Mediasi” disusun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Hukum Asuransi Dan Arbitrase. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad Firliadi Nur
Salim, SS, MSI selaku dosen pengajar yang selalu memberikan ilmu dan motivasi
saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diharapkan. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amien.

Kandangan, Mei 2024


Penulis

Muhammad Ihsan Maulidinnor

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................


i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mediasi ………………………………………………………………………
3
B. Dasar Hukum Mediasi …………………………………………………………………
6
C. Jenis- Jenis Mediasi
6
……………………………………………………………………… 9
D. Tugas dan Fungsi Mediator ……………………………………………………………
11
E. Proses Mediasi di Pengadilan Negeri ……………………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ..........................................................................................................................
17
B. Saran-saran ……………………………………………………………………………..
17
DAFTAR PUSTAKA 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban tersebut terjadi karena pada setiap diri manusia
dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa. Penerapan interaksi sosial dalam
kehidupan bermasyarakat tidak selamanya berjalan selaras dan harmonis.
Seringkali yang terjadi adalah perbedaan pemikiran, pendapat, dan keinginan
antar manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini kemudian menjadi cikal
bakal lahirnya sengketa atau konflik dalam masyarakat. Konflik ini pun senantiasa
berkembang mengikuti perkembangan peradaban masyarakat atau suatu bangsa.
Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern untuk
membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai dari bentuk
yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini disebut sebagai
sistem peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum positif dan norma-norma
atau kaidah-kaidah dalam masyarakat.
Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan
terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik maka
yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui pengadilan
(litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak tahap dan segudang
aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila kasus tersebut berlarut-larut
dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja penyelesaiannya memakan
waktu yang lama dan biaya yang besar bagi setiap pencari keadilan.
Dari beberapa permasalahan tersebut, muncullah pemikiran untuk
melahirkan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR), termasuk di
Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan hukum
acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat yang berlaku.
Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar
setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan
biaya yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum

1
(keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.) Maka dikeluarkanlah beberapa peraturan
yang secara khusus mengatur tentang alternative penyelesaian sengketa.
Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua dari
penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa masyarakat
dimungkinkan memakai alternatif lain dalam usaha penyelesaian sengketa, antara
lain dengan cara : konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli.
Hal ini kemudian semakin dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan
Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di
pengadilan.
Makalah ini secara tuntas akan membahas mengenai Mediasi sebagai salah
satu solusi jalan keluar penyelesaian hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari mediasi?
2. Apa saja dasar hukum mediasi?
3. Apa saja jenis-jenis mediasi?
4. Apa saja tugas dan fungsi mediator?
5. Bagaimana proses mediasi di pengadilan negeri?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pengertian mediasi
2. Mengetahui dan memahami dasar hukum mediasi
3. Mengetahui dan memahami jenis- jenis mediasi
4. Mengetahui dan memahami tugas dan fungsi mediator
5. Mengetahui dan memahami proses mediasi di pengadilan negeri

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, yaitu mediare
yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukan kepada peran yang
bertindak sebagai mediator. Mediator dalam menjalankan tugasnya berada di
tengah-tengah para pihak yang bersengketa, berada pada posisi netral serta tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa dan harus mampu menjaga kepentingan
pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.1
Selain itu kata mediasi juga berasal dari bahasa inggris “mediation” yang
artiya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ke tiga sebagai penengah,
atau penyelesain sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan
mediator atau orang yang menjadi penengah. Dalam proses mediasi ini terjadi
permufakatan di antara para pihak yang bersengketa, yang merupakan
kesepakatan (konsensus) bersama yang diterima para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa melalui proses mediasi dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator. Mediator di sini hendaknya
berperan secara aktif dengan berupaya menemukan berbagai pilihan solusi
penyelesaian sengketa, yang akan diputuskan oleh para pihak yang bersengketa
secara bersama-sama. Penyelesaian sengketa melalui mediasi tersebut, hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis, yang juga besifat final dengan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan i‟tikad baik.2
Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai
proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasehat.3
1
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009), h. 2.
2
?
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), h. 24
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Iindonesia (Jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan, 1988), h. 569.
3
Pengertian mediasi yang diberikan kamus bahasa indonesia mengandung 3
unsur penting.
1. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau
sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih.
2. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-
pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa.
3. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak
sebagai penasehat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam
pengambilan keputusan.

J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya


yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. 4 Kedua ahli ini
menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara
bersa-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.
Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa,
dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu
alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa.
Menurut Garry Goopaster, definisi mediasi yakni sebagai proses negoisasi
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja
sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh
kesepakatan perjanjian yang memuaskan.5

Garry Goopaster memberikan pendapat tentang mediasi tidak hanya


terbatas pada pengertian bahasa, melainkan gambar keseluruhan terkait proses
kegiatan mediasi, serta tujuan dilakukannya mediasi tersebut. Beliau menekankan
bahwa mediasi adalah proses negoisasi dimana pihak ketiga melakukan dialog

4
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum adat, dan Hukum Nasional
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 5
5
Garry Goopaster, Negoisasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negoisasi dan Penyelesaian
Sengketa Melalui Negoisasi (Jakarta: ELIPS Project. 1993), h. 201
4
dengan pihak yang bersangkutan dan mencoba mencari kemungkinan
penyelesasian dari sengketa yang dimaksudkan.6
Menurut perma no 1 tahun 2016 bahwa Mediasi merupakan cara
penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses
yang lebih luas kepada Para Pihak untuk memperoleh penyelesaian yang
memuaskan serta berkeadilan.
Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat
didefinisikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu:
1. Mediasi merupakancara penyelesaian sengketa melalui perundingan
berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak.
2. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang
disebut mediator.
3. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu
para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang diterima
para pihak.

Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi megandung


pengertian, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus
merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat
ditempuh oleh para pihak yang terdiari atas dua pihak yang bersengketa maupun
oleh lebih dari dua pihak (multiparties).penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan
jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Namun, ada
kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu mencapai penyelesaian
sehingga mediasi berakhir denngan jalan buntu (deadlock, stalemate). Situasi ini
membedakan mediasi dari litigasi. Litigasi berakhir dengan sebuah penyelesaian
hukum, berupa putusan hakim, meskpun penyelesaian hukum belum tentu
mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan ara pihak masih berlangsung dan
para pihak kalah selalu tidak puas.7
6
Peraturan Mahkama Agung Republik Indonesia No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan
7
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. 2010), h. 13.

5
B. Dasar Hukum Mediasi
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dasar hukum yang mengatur
pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya bertitik tolak
pada ketentuan pasal 130 HIR maupun pasal 154 R.Bg. 8
Untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah Agung
menuangkan ketentuan tersebut ke dalan suatu bentuk yang bersifat memaksa,
yaitu dengan mengaturnya kedalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur
mediasi. Namun belakangan Mahkamah Agung menyadari bahwa Perma tersebut
kurang teraplikasikan sebagai landasan hukum mediasi karena tidak tampak
perubahan sistem dan prosedural perkara masih berlangsung secara konvensional
melalui proses litigasi.

C. Jenis- Jenis Mediasi


Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi
dalam Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada di
dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1
Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan
pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan
Negeri tersebut sedangkan mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator
swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian
sengketa.

1. Mediasi dalam Sistem Peradilan


Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem
peradilan dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan
produk berupa akta persetujuan damai (akta perdamaian).

8
Muhammad Saifullah, Mediasi Peradilan, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), h. 24-31
6
Hukum di Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam
bentuk tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam
lingkup pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi
menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani
oleh para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1)
dan (6)].

2. Mediasi di Luar Pengadilan


Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari, mediasi yang
berlangsung di luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat
dan mendarah daging pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Misalnya
seorang kepala adat atau kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam
memecahkan sebuah masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap
masalah tersebut. Karena mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian
dari adat istiadat atau budaya daerah tertentu maka penyebutan dan tata
cara pelaksanaannya juga berbada-beda sesuai dengan budaya yang
berlaku pada masyarakat dan daerah tersebut.
Sampai saat ini, perkembangan mediasi sudah sangat baik.
Masyarakat modern yang dulunya cendrung memilih bentuk penyelesaian
perkara melalui litigasi, sekarang sudah berubah memilih mediasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari pengintegrasian proses mediasi kedalam bentuk
perundang-undangan. Misalnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan lain
sebagainya.

7
3. Mediasi – Arbitrase
Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa
yang merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk
ini, seorang yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi,
namun demikian ia pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan
setiap isu yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan
menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa mediasi-arbitrae dimulai dengan
mediasi, dan jika tidak menghasilkan penyelesaian dilanjutkan dengan
arbitrase yang putusannya final mengikat.

4. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan


Dengan mengacu pada ketentuan pasal 6 ayat 4 undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, mediasi ad-hoc terbentuk dengan adanya kesepakatan para pihak
dalam hal menentukan mediator untuk menyelesaikan perselisihannya,
yang mempunyai sifat tidak permanen. Jenis ini bersifat sementara atau
temporer saja, karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan perselisihan
tertentu sesuai dengan kebutuhan saat itu dan ketika selesai maka mediasi
ini akan bubar dengan sendirinya. Sebaliknya, mediasi kelembagaan
merupakan mediasi yang bersifat permanen atau terbentuk secara
institusional/ melembaga, yakni suatu lembaga mediasi yang menyediakan
jasa mediator untuk membantu para pihak.

D. Tugas dan Fungsi Mediator


Berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasidi
Pengadilan, pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa: “Mediator adalah pihak netral
yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
8
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
setiap proses mediasi, mediator memegang peranan yang sangat penting. Mediasi
tidak akan terlaksana tanpa usaha seorang mediator untuk mempertemukan
keinginan para pihak dan mencari solusi yang sama-sama menguntungkan atas
permasalahan yang terjadi.
Dalam praktik, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal yang
memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan para pihak.
Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam
kaitannya dengan cara berfikir masing- masing pihak. Dengan bekal berbagai
kemampuan yang dimilikinya, mediator diharapkan dapat menjalankan
peranannya untuk menganalisis dan mendiagnosa sengketa yang ada. Kemudian
mendisain dan mengendalikan proses mediasi untuk menuntun para pihak
mencapai suatu kesepakatan.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang mediator dalam praktik,
antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan diagnosis konflik
2. Mengidientifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak
3. Menyusun agenda
4. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi
5. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar- menawar
6. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan
pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. 9

Dalam kaitannya dengan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan


memfasilitasi lancarnya komunikasi dan membantu para pihak agar memperoleh
pengertian tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga memungkinkan
setiap pihak membuat penilaian yang objektif. Dengan bantuan dan bimbingan
mediator, para pihak bergerak kearah negosiasi penyelesaian sengketa mereka.

9
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet. ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
h. 279-280.
9
Menurut Fuller4 salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa fungsi
dari seorang mediator ada 7, yakni:
1. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator
dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang
konstruktif bagi diskusi.
2. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak.
3. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan
dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya
melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran
yang dicapai oleh pengusul.
4. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan
sumber-sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus
menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap
emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah
dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.
6. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan
pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak
mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan,
misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

E. Proses Mediasi di Pengadilan Negeri


Dalam Perma nomor 1 Tahun 2008, prosedur pelaksanaan mediasi dibagi
dalam dua tahap sebagaimana yang diatur dalam Bab II, yaitu: Tahap Pramediasi
dan tahap mediasi . Tahap-tahap tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Tahap Pramediasi
10
Tahap pramediasi merupakan tahap persiapan kea rah proses tahap
mediasi, yang terdiri atas:
a. Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi
Langkah pertama yang dilakukan seorang hakim pada tahap
pramediasi adalah sebagai berikut:
1) Memerintahakan lebih dahulu menempuh mediasi
Perma telah memberikan fungsi dan kewenangan kepada hakim
sebagai berikut:
 Memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih
dahulu menempuh penyelesaian melalui proses mediasi
 Kewajiban menempuh lebih dahulu penyelesaian proses
mediasi bersifat imperative, dan bukan regulative sehingga
harus ditaati oleh para pihak.
 Saat hakim penyampaian perintah pada siding pertama,
berarti keberadaan dan fungsi siding pertama hanya acara
tunggal, yaitu memerintahkan para pihak wajib lebih
dahulu untuk menempuh proses mediasi. 10

2) Syarat Menyampaikan Perintah


Syarat yang harus dipenuhi agar penyampaian perintah yang
mewajibkan para pihak mesti lebih dahulu menempuh mediasi,
diatur dalam pasal 2 ayat 3.

b. Hakim Wajib Menunda Persidangan


Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim
dalam tahap ini diatur dalam pasal 7 ayat (2), yaitu:
1) Hakim Wajib Menunda Persidangan
10
Pasal 17 Ayat 1 PERMA NO 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
11
Bersamaan dengan perintah yang mewajibkan para pihak lebih
dahulu menempuh mediasi, hakim wajib menunda persidangan
perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan
perkara tetapi harus menundanya.
2) Memberi Kesempatan Menempuh Mediasi
Pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak harus
lebih dahulu menempuh mediasi dibarengi dengan menuda
pemeriksaan perkara, hakim harus menjelaskan bahwa meksud
penundaan itu adalah dalam rangka member kesempatan kepada
para pihak menempuh proses mediasi. 11

c. Hakim Wajib Memberi Penjelasan tentang Prosedur dan Biaya


Mediasi
Tindakan berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim yaitu:
1) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Mediasi
Pada sidang pertama hakim juga wajib memberi penjelasan tata
cara dan prosedur mediasi yang meliputi tata cara pemilihan
mediator, cara pertemuan, perundingan, jadwal pertemuan,
tenggang waktu berkenaan dengan pemilihan mediator, proses
mediasi dan penendatanganan hasil kesepakatan.

2) Menjelaskan Biaya Mediasi


Hakim juga wajib menjelaskan hal-hal yang brekenaan dengan
biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal 10 ayat (3)
dan (4), yaitu:

11
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet.
ke-3, (Jakarta; Pernada Media, 2005), h. 159
12
a) Bila mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung oleh
para pihak berdasarkan kesepakatan.
b) Bila mediator yang disepakati bukan hakim tetapi berasal dari
luar lingkup daftar mediator yang ada di pengadilan, biaya
mediator tersebut ditanggung oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan para pihak. 12

d. Wajib memilih mediator


Tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 8 yaitu:
1) Para pihak berhak memilih mediator.
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan
berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan; b. Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan
hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman
dalam pokok sengketa; d. Hakim majelis pemeriksa perkara; e.
Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau
gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. Jika dalam
sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator,
pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para
mediator sendiri.
2) Tidak tercapai kesepakatan
Apabila para pihak atau kuasa mereka tidak menghasilkan
kesepakatan dalam memilih mediator sampai batas waktu yang
telah ditetapkan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar
pengadilan yang telah tersedia. Hak para pihak untuk memilih
mediator dari luar pengadilan telah tertutup.

3) Ketua majelis berwenang menunjuk mediator


Jika para pihak gagal memilih mediator dari daftar maupun
luar daftar mediator yang disediakan pengadilan, kemudian gagal

12
Pasal 17 Ayat 1 PERMA NO 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
13
pula memilih mediator dari daftar pengadilan dalam waktu satu
hari kerja sebagai tindak lanjut dari kegagalan pertama maka
penunjukan mediator dilimpahkan kewenangannya kepada ketua
majelis hakim yang memriksa perkara secara ex-officio, yang
dituangkan ke dalam penetapan.

2. Proses Mediasi oleh Mediator Luar


Perlakuan khusus proses mediasi yang menggunakan mediator di
luar daftar mediator yang dimiliki pengadilan. Perlakuan tersebut
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Proses mediasinya 40 hari
b. Tindakan para pihak selanjutnya adalah menghadap kembali pada
hakim yang memeriksa perkara dan meminta penetapan akta
perdamaian atau menyatakan pencabutan gugatan apabila proses
mediasi mengahasilkan kesepakatan. 13

3. Tahap Mediasi
Tahap mediasi terdiri atas:
a. Para Pihak Wajib Menyerahkan Foto Kopi Dokumen
Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib
menyerahkan foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan
fotokopi surat-surat yang diperlukan paling lambat dalam jangka
waktu tujuh hari kerja terhitung dari tanggal para pihak memilih
mediator atau ketua mejelis menunjuk mediator. Penyerahan dokumen
ini tidak hanya kepada mediator tetapi juga kepada pihak lain, artinya
para pihak secara timbale balik saling menyerahkan dikumen dan
surat-surat yang dimaksud.

b. Kewajiban dan Peran Mediator

13
Syahrizal Abbas,Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.28-31.
14
Setelah para pihak saling memberikan dokumen perkara,
selanjutnya adalah mediator menentukan jadwal pertemuan yang
benar-benar realistis dan harus dihadiri oleh para pihak dengan atau
tanpa di dampingi oleh kuasa hukum mereka. Mediator juga dapat
melakukan kaukus apabila dianggap perlu dan mengundang ahli
dengan syarat-syarat disetujui oleh para pihak.

c. Sistem Proses Mediasi


Sistem proses mediasi dibedakan kedalam 2 sistem, yaitu:
1) Tertutup untuk umum
Sistem ini merupakan prinsip dasar. dalam pasal 6 disebutkan:
“proses mediasi pada asasnya tertutup untuk umu, kecuali para
pihak menghendaki lain”.
2) Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak
Kebolehan melakukan proses pertemuan mediasi terbuka untuk
umum, menurut pasal 6 pula, yakni kecuali para pihak
menghendaki lain”. Dalam arti para pihak menyetujui dan
kehendak atau persetujuan itu harus dinyatakan dengan tegas. 14

d. Mediasi Mengahasilkan Kesepakatan


Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak
wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dengan dibantu oleh
mediator dan ditandatangani oleh para pihak setelak kesepakatan

14
Pasal 17 Ayat 1 PERMA NO 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
15
tersebut diperiksa oleh mediator untuk menghindari terjadinya
kesepakatan yang betentangan dengan hukum. Dalam kesepakatan ini,
wajib dicantumkan klausula-klusula pencabutan perkara atau
pernyataan perkara telah selesai.

e. Proses Mediasi Gagal


Apabila proses mediasi gagal, yaitu dalam jangka waktu yang
telah ditentukan (40 hari kerja) dan telah dipenpanjang selama 14 hari
atas namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan maka mediator
wajib memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim secara
tertulis. Setelah menerima pemberitahuan tersebut maka hakim segera
melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum
acara yang berlaku.15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

15
Pasal 17 Ayat 1 PERMA NO 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
16
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang
membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang
diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan
anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama
dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau
ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Pengertian mediasi yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang
bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang
yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai
hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima
sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator)
berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme
menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan
kepada berbagai kasus konflik.

B. Saran
Para ahli dalam mediasi seperti para mediator non hakim atau mediator
professional seharusnya mempunyai standar kompetensi, keahlian dan etik
sehingga bisa menjadi dasar pijakan oleh para pihak yang bersengketa dalam
berunding untuk memilih mediasi sebagai cara penyelesaian sengketanya.

DAFTAR PUSTAKA

17
Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum adat, dan Hukum
Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan
Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009.

Goopaster, Garry. Negoisasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negoisasi dan


Penyelesaian Sengketa Melalui Negoisasi. Jakarta: ELIPS Project. 1993.

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata, Cet. ke-2. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama, Cet. ke-3. Jakarta; Pernada Media, 2005.

Pasal 17 Ayat 1 PERMA NO 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di


Pengadilan

Peraturan Mahkama Agung Republik Indonesia No 1 Tahun 2016 Tentang


Prosedur Mediasi di Pengadilan

Rahmadi, Takdir. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010.

Saifullah, Muhammad. Mediasi Peradilan. Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Iindonesia. Jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan,
1988.

Usman, Rachmadi. Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik. Jakarta:


Sinar Grafika, 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai