Anda di halaman 1dari 15

KERANGKA DAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh
Rahmatun Maulida
STAI Darul Ulum Kandangan

Abstract
This journal is motivated by describing several techniques and frameworks in
drafting laws and regulations in Indonesia. As we know, drafting techniques are
needed for uniformity in terms of the form or format of statutory regulations, both
PUU at the central and regional levels. Apart from that, it also serves as a
guideline for preparing the RPPU. The aim of this research is to determine and
analyze the framework and techniques in drafting statutory regulations. The
results of this research state that techniques in drafting statutory regulations
include 1) Needs Analysis, 2) Literature Review, 3) Consultation, 4) Use of Clear
and Precise Language, 5) Cohesion and Consistency, 6) Revision and Correction,
7) Practicality Testing, and 8) Monitoring and Evaluation.
Key words: Framework, Technique, Preparation, Legislation

Abstrak
Jurnal ini dilatarbelakangi untuk mejabarkan beberapa teknik dan kerangka dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Seperti yang kita
ketahui Teknik penyusunan diperlukan untuk keseragaman dalam hal bentuk atau
format peraturan perundang-undangan baik PUU di tingkat pusat maupun daerah.
Selain itu juga sebagai pedoman untuk menyusun RPPU. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis kerangka dan teknik dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa teknik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan diantaranya 1)
Analisis Kebutuhan, 2) Pengkajian Literatur, 3) Konsultasi, 4) Penggunaan
Bahasa yang Jelas dan Tepat, 5)Kohesi dan Konsistensi, 6) Revisi dan Koreksi,
7)Pengujian Praktisitas, dan 8) Monitoring dan Evaluasi.
Kata-kata kunci: Kerangka, Teknik, Penyusunan, Peraturan, Perundang-
Undangan

1
PENDAHULUAN
Untuk memahami dengan baik tentang disiplin ilmu yang dinamai ilmu
perundang-undangan, maka ada baiknya jika didahului dengan pemahaman
tentang apa itu ilmu dan dimana letak pembedanya dengan pengetahuan.
Kata ilmu yang digunakan dalam kosakata bahasa Indonesia, berasal dari
bahasa Arab, yaitu “Ilm’i, Ilma”, dalam bahasa Inggris biasa diartikan dengan
“Science”, dalam bahasa Belanda biasa disebut “Wetenschap”, dalam bahasa
Bugis, biasa disebut “Paddisengeng”, dan dalam bahasa Makassar, biasa disebut
“Pangissengang”. Ilmu (science) beda dengan pengetahuan (knowledge).
Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh secara terencana, terstruktur,
sistematik dan obyektif. Sedangkan pengetahuan adalah ilmu dan hasil dari
aktifitas mengetahui. Ilmu membutuhkan penjelasan lebih lanjut untuk
mengetahui, sedangkan pengetahuan membutuhkan keyakinan kebenaran
untuknya. Ilmu dan pengetahuan (science and knowledge) harus dengan tegas
mampu dipisahkan. Ilmu membutuhkan penjelasan lebih jauh dari sekedar apa
yang dituntut oleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan sudah puas dengan
menangkap tanpa ragu terhadap kenyataan sesuatu.
Atas dasar itu, maka ilmu yang dimaksudkan disini adalah pengetahuan
yang secara sengaja, terencana, terstruktur, sistematik dan obyektif, dipelajari
secara runtut untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah yang ingin diketahui secara
ilmiah
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dirumuskan bahwa:
Peraturan perundang-undangan (PPUU), adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Dengan pengertian tersebut, maka dapat
ditarik unsur-unsur peraturan perundang-undangan (PPUU), adalah terdiri dari 1).
Peraturan tertulis 2). Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
3). Mengikat secara umum.

2
Jurnal ini akan membahas mengenai kerangka dan teknk dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan.

BAHAN DAN METODE


Jenis pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan
normatif, karena menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan utama. Dalam
penelitian normatif ini penulis mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan
berbagai data sekunder, seperti dokumen/naskah, teori, dan pendapat para
ahli/sarjana yang berkaitan dengan pancasila.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah melalui studi
kepustakaan/studi dokumen. Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif
merupakan tata cara kajian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang
dinyatakan secara tertulis.1 Selanjutnya, penulis menarik suatu kesimpulan secara
deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-
hal yang bersifat khusus. Dimana dalam mendapatkan suatu kesimpulan dimulai
dengan melihat faktor-faktor yang nyata dan diakhiri dengan penarikan suatu
kesimpulan yang juga merupakan fakta dimana kedua fakta tersebut dijembatani
oleh teori-teori.2

1
Pupuh Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif. Journal Equilibrium. 2009.h. 32.

2
Khaidir Anwar, Sejarah Dan Perkembangan Filsafat Ilmu. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu
Hukum 7.2, 2013, h. 74.

3
HASIL
Penyusunan perundang-undangan merupakan proses yang kompleks dan
penting dalam pembentukan hukum di suatu negara. Pendahuluan yang baik
tentang kerangka dan teknik penyusunan perundang-undangan akan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hukum dibuat dan
diimplementasikan.
Undang-Undang (UU) merupakan salah satu jenis dari peraturan
perundang-undangan. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan
(selanjutnya disingkat dengan UU No 12 Tahun 2011) memberikan pengertian
atas Undang-Undang merupakan peraturan perundang-undangan yaang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Materi
Undang-Undang adalah mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi
hak-hak asasi manusia, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara, serta
pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan
dan kependudukan serta keuangan negara. 3
Sebelum ada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diberlakukan, hirarki peraturan
perundang-undangan ditetapkan berdasarkan Pasal 2 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menyatakan
bahwa tata urutan Peraturan Perundang-undangan merupakan pedoman dalam
pembuatan aturan hukum dibawahnya.

3
Hamzah Halim, dan Kemal Redindo, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan
Daerah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 11.

4
Ide dasar negara hukum Indonesia tidak bisa dilepaskan dari prinsip
negara hukum (rechtsstaat) dengan meletakkan dasar perlindungan hukum bagi
rakyat pada asas legalitas dengan menempatkan posisi wetgever sebagai hukum
positif adalah hal yang penting dalam memberikan jaminan perlindungan hukum
bagi rakyat. Dalam tradisi hukum di negaranegara yang menganut sistem hukum
eropa kontinental (civil law), seperti Indonesia, keberadaan Peraturan Perundang-
undangan adalah salah satu bentuk implementasi dari prinsip-prinsip negara
hukum.4
Bagir Manan mengemukakan bahwa keberadaan peraturan perundang-
undangan dan kegiatan pembentukan undang-undang (legislasi) mempunyai
peranan yang sangat penting dan strategis sebagai pendukung utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan.5
Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai
dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (Pasal 44 ayat (1)).

BAB I KERANGKA PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN


4
J Kalloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 32.
5
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Ind-Hill.Co,
1992), h. 52

5
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang- undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok Yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)

PEMBAHASAN
6
Pengertian Undang-Undang
Undang-undang (UU) adalah peraturan yang disusun dan diadopsi oleh
badan legislatif suatu negara atau wilayah yang berwenang. UU merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum yang
mengikat semua individu dan lembaga di dalam yurisdiksi yang bersangkutan.
Pengertian UU dapat dibagi menjadi beberapa konsep:
1. Instrumen Hukum
UU adalah instrumen hukum yang paling penting dan formal dalam suatu
sistem hukum. UU menetapkan aturan dan norma-norma yang mengatur
berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi suatu negara.

2. Ekspresi Kehendak Negara


UU merupakan ekspresi dari kehendak negara atau pemerintah yang sah.
Proses pembentukan UU melibatkan badan legislatif yang mewakili
kehendak rakyat atau otoritas yang ditunjuk secara demokratis.

3. Sumber Kewenangan
UU menjadi sumber utama kewenangan untuk tindakan pemerintah,
pengadilan, dan individu. UU menetapkan batas-batas kekuasaan
pemerintah, hak dan kewajiban warga negara, serta hak dan kewajiban
lembaga-lembaga publik dan swasta.

4. Karakteristik yang Tetap


UU memiliki karakteristik yang tetap dan bersifat umum. Ini berarti UU
berlaku untuk semua orang dalam yurisdiksi yang bersangkutan dan
biasanya tidak berubah dengan cepat atau sering, kecuali melalui proses
perubahan atau amendemen yang ditentukan.

5. Kehendak Umum
7
UU mencerminkan kehendak umum atau kepentingan masyarakat secara
keseluruhan. Proses pembentukan UU melibatkan pertimbangan dan
konsultasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mencapai
kesepakatan yang sesuai dengan kepentingan bersama.

Pengertian Peraturan Perundang-Undangan


Menurut Solly Lubis yang dimaksud dengan perundang-undangan adalah
proses pembuatan peraturan negara, dengan kata lain tata cara mulai dari
perencanaan (rancangan), pembahasan, pengesahan atau penetapan dan akhirnya
pengundangan peraturan yang bersangkutan. Peraturan perundangan berarti
“peraturan mengenai tata cara pembuatan peraturan negara”, sedangkan dalam
“peraturan yang dilahirkan dari perundang-undangan” cukup dengan menyebut
“peraturan saja”. 6
Adapun yang dimaksud dengan “peraturan negara” adalah peraturan-
peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian
lembaga atau pejabat tertentu. Peraturan dimaksud meliputi Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah, Surat Keputusan dan Instruksi. Sedangkan yang dimaksud
peraturan perundangan adalah peraturan mengenai tata cara pembuatan peraturan
Negara.
Menurut Hamid S. Attamimi, peraturan perundang-undangan adalah
peraturan negara di tingkat Pusat dan di tingkat Daerah yang dibentuk berdasarkan
kewenangan perundangundangan, baik bersifat atribusi maupun bersifat delegasi,
selanjutnya Attamimi memberikan batasan mengenai peraturan perundang-
undangan adalah semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga
dalam bentuk tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi dan
berlaku umum serta mengikat rakyat.

6
Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi
Press, 2005), h. 25.

8
Dalam praktiknya, UU dapat beragam dalam cakupan dan topik, mulai
dari UU dasar yang menetapkan struktur pemerintahan hingga UU yang mengatur
hal-hal spesifik seperti kebijakan pajak, hak-hak asasi manusia, lingkungan hidup,
dan lain sebagainya.

Kerangka Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan (PPU)


Kerangka Peraturan Perundang–undangan terdiri atas: A. Judul; B.
Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Penjelasan (jika diperlukan); F.
Lampiran (jika diperlukan).
Penyusunan peraturan perundang-undangan (PPU) memerlukan kerangka
yang jelas dan teknik yang tepat agar hasilnya sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan yang diinginkan. Berikut adalah kerangka yang umum digunakan dalam
proses penyusunan PPU:
1. Perumusan Kebijakan
Tahap awal adalah merumuskan kebijakan yang akan diatur dalam PPU.
Ini melibatkan identifikasi masalah, tujuan kebijakan, dan solusi yang
diinginkan.

2. Pengkajian Kebijakan
Pengkajian menyeluruh terhadap isu-isu yang terlibat. Ini melibatkan
analisis dampak kebijakan, penelitian, dan konsultasi dengan berbagai
pihak terkait.

3. Penyusunan Naskah Awal


Naskah awal PPU disusun berdasarkan hasil perumusan kebijakan dan
pengkajian yang dilakukan. Naskah ini berisi teks dari PPU yang
diusulkan, termasuk ketentuan-ketentuan dan rincian pelaksanaannya.

9
4. Konsultasi Publik
Naskah awal PPU dapat dibuka untuk konsultasi publik. Ini
memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk memberikan
masukan dan saran.

5. Pengesahan
Setelah melalui proses konsultasi publik dan revisi yang diperlukan,
naskah PPU diajukan untuk pengesahan oleh badan legislatif atau otoritas
yang berwenang sesuai dengan prosedur yang berlaku.

6. Pelaksanaan
Setelah disahkan, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan PPU. Pemerintah
atau lembaga yang berwenang bertanggung jawab untuk
mengimplementasikan dan menjalankan PPU sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi
Dilakukan evaluasi terhadap implementasi PPU untuk mengevaluasi
efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, serta untuk
mengidentifikasi perubahan atau perbaikan yang diperlukan.

10
Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan (PPU)
Berikut ini beberapa teknik yang bisa dilakukan:
1. Analisis Kebutuhan
Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah yang ingin diatasi oleh PPU.

2. Pengkajian Literatur
Melakukan penelitian dan pengkajian literatur terkait untuk memahami
isu-isu yang terlibat.

3. Konsultasi
Melibatkan para ahli, pemangku kepentingan, dan masyarakat umum
dalam proses penyusunan untuk mendapatkan masukan yang lebih luas
dan beragam.

4. Penggunaan Bahasa yang Jelas dan Tepat


Menggunakan bahasa yang jelas, tepat, dan mudah dimengerti agar PPU
dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat.

5. Kohesi dan Konsistensi


Memastikan bahwa seluruh bagian dari PPU saling terkait dan konsisten
satu sama lain.

6. Revisi dan Koreksi


Melakukan revisi dan koreksi secara berkala untuk memperbaiki dan
memperbaiki naskah PPU sebelum disahkan.

7. Pengujian Praktisitas
Memastikan bahwa PPU dapat diimplementasikan secara praktis dan
efektif oleh pihak yang berwenang.

11
8. Monitoring dan Evaluasi
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi PPU untuk
memastikan bahwa tujuan yang ditetapkan tercapai dan untuk
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.7

Urgensi Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan


Dari segi etimologis, “Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan” dapat diartikan sebagai: suatu metode/cara berdasarkan keahlian
khusus untuk menata peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang bersifat mengikat umum sehingga tersusun sistematis dan
koheren sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Teknik penyusunan diperlukan untuk keseragaman dalam hal bentuk atau
format peraturan perundang-undangan baik PUU di tingkat pusat maupun daerah.
Selain itu juga sebagai pedoman untuk menyusun RPPU.
Peraturan yang dibentuk:
1. Tidak menimbulkan multiinterprestasi (tegas dan lugas)
2. Konsisten (istilah/perumusan/pengaturan)
3. Sistematis
4. Prediktif/dapat dilaksanakan
5. Mudah dimengerti/dipahami (Bahasa).8

7
Aziz. Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013), h. 43.
8
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), h. 65.

12
Undang-undang harus disusun dengan kerangka teknik yang tepat karena
hal ini memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan efektif, adil, dan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa teknik penyusunan undang-
undang yang tepat sangat penting:
1. Kepastian Hukum
Penyusunan undang-undang dengan teknik yang tepat membantu
menciptakan kepastian hukum. Hal ini memungkinkan semua pihak untuk
memahami hak dan kewajiban mereka, serta konsekuensi dari tindakan
yang dilakukan.
2. Keharmonisan
Undang-undang yang disusun dengan baik akan sesuai dan saling
mendukung dengan peraturan lainnya. Ini menghindari kebingungan dan
konflik dalam interpretasi hukum.
3. Keterbacaan dan Keterpahaman
Teknik penyusunan yang tepat membantu dalam membuat undang-undang
yang mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat umum, termasuk oleh
pihak yang tidak memiliki latar belakang hukum.
4. Efektivitas Implementasi
Undang-undang yang dirumuskan dengan baik akan lebih mudah
diimplementasikan oleh pemerintah dan sistem peradilan. Mereka
memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana hukum harus
diterapkan dalam praktiknya.
5. Mencegah Penyalahgunaan
Teknik penyusunan yang tepat dapat membantu mencegah
penyalahgunaan kekuasaan atau interpretasi yang salah terhadap undang-
undang oleh pihak yang berwenang.
6. Keberlanjutan
Undang-undang yang disusun dengan baik akan memiliki keberlanjutan
yang baik. Mereka dapat bertahan dan relevan dalam jangka waktu yang
lama, meskipun dihadapkan pada perubahan sosial, politik, atau ekonomi.
13
7. Legitimitas
8. Proses penyusunan undang-undang yang transparan dan inklusif, serta
penggunaan teknik yang tepat, meningkatkan legitimasi hukum. Ini
membuat masyarakat merasa bahwa undang-undang tersebut merupakan
hasil dari proses yang adil dan demokratis.
Dengan menerapkan teknik penyusunan yang tepat, undang-undang dapat
menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan tatanan sosial yang lebih baik
dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

KESIMPULAN
Kerangka dan Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang
sesuai standar dan baku akan menciptakan adanya persamaan persepsi tentang
berbagai aspek dan meningkatkan efisiensi dalam membahas rancangan peraturan
perundang-undangan.
Apabila seseorang ingin menyusun peraturan perundang-undangan yang
baik, maka seseorang perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
menyusunnya.
Sistematika dalam menyusun peraturan perundang-undangam dibagi
menjadi 4 (empat) BAB yaitu, pada BAB I memuat kerangka peraturan
perundang-undangan, BAB II memuat hal-hal khusus, BAB III memuat Ragam
Bahasa Peraturan Perundang-Undangan, dan BAB IV memuat Bentuk Rancangan
Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam membuat materi pokok, peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tidak dapat diubah atau dicabut dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah dan substansi/isi peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan substansi / isi peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

14
Dalam membentuk peraturan perundang-udangan terdapat asas yang harus
dipahami meliputi kejelasan tujuan; kelembagaan; kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; efektivitas dan efisiensi;
kejelasan rumusan; dan keterbukaan.
Pada peraturan perundang-udangan terdapat pasal yang merupakan satuan
aturan dalam peraturan perundang-undangan yang memuat satu norma dan
dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan merujuk kepada
ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang-Undangan yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.

DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta PT.
Raja Grafindo, 2004.

Anwar, Khaidir . Sejarah Dan Perkembangan Filsafat Ilmu. Fiat Justisia: Jurnal
Ilmu Hukum 7.2, 2013.

Asshidiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta


Konstitusi Press, 2005.

Halim, Hamzah dan Kemal Redindo. Cara Praktis Menyusun dan Merancang
Peraturan Daerah. Jakarta: Kencana, 2009.

J Kalloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Manan, Bagir. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: Ind-


Hill.Co, 1992.

Rahmat, Pupuh Saeful. Penelitian Kualitatif. Journal Equilibrium. 2009.

Syamsuddin, Aziz. Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Jakarta:


Sinar Grafika, 2013

15

Anda mungkin juga menyukai