Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

“Kebijakan dan Perencanaan Pembiayaan”

Dosen Pengampu :

Dr. Asgaft Asysyad Rasyid, SEI, M.Si

Disusun Oleh :

Hesti Ismawarsih (42102030)

M. Fakhri Arrijal Kasim (42102013)

Zacky Ahmad Fauzi (42102020)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Kebijakan dan Perencanaan Pembiayaan”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Asgaft Asysyad Rasyid, SEI,

M.Si selaku dosen pengampu Mata Kuliah “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah” yang

telah memberikan amanah tugas makalah ini kepada kami. Semoga dengan dibuatnya

makalah ini, dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembacanya.

Makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami dengan

senang hati menerima semua kritik dan saran atas makalah ini. Dari kritik dan saran tersebut,

kami berharap agar di masa mendatang kami dapat membuat makalah yang jauh lebih baik

dari ini.

Depok, 27 April 2024

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Konsep dan Perkembangan Pembiayaan Syariah ............................................................................. 3
2.1.1 Konsep Pembiayaan Syariah .................................................................................................. 3
2.1.2 Perkembangan Pembiayaan Syariah ...................................................................................... 4
2.2 Akad Pembiayaan dan Model Bisnis Pembiayaan Syariah............................................................... 5
2.2.1 Akad Pembiayaan .................................................................................................................. 5
2.2.2 Model Bisnis Pembiayaan Syariah ........................................................................................ 7
2.3 Operasional Pembiayaan Syariah...................................................................................................... 9
2.3.1 Prinsip – Prinsip Dasar........................................................................................................... 9
2.3.2 Lembaga Pengawas .............................................................................................................. 10
2.4 Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah ............................................................................................. 11
2.5 Mitigasi Risiko Pembiayaan Syariah .............................................................................................. 13
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................... 17
3.2 Saran ............................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bank merupakan sebuah lembaga perantara keuangan (financial intermediaries)
yang menyalurkan dana dari pihak kelebihan dana (surplus unit) terhadap pihak yang
kekurangan dana (defisit unit). Pihak-pihak surplus dana tersebut meliputi 3 pihak yaitu
dana pihak pertama, yang dimana berasal dari pemodal dan pemilik saham, dana pihak
kedua yang berasal dari pinjaman baik dari lembaga keuangan maupun non keuangan.
Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari simpanan, tabungan dan deposito.1

Bank syariah juga berfungsi sebagai badan intermediasi, yaitu menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan.
Keberhasilan menjalankan fungsi dari bank syariah dapat dilihat dari manajemen bank itu
sendiri. Manajemen adalah sebuah kata bebas nilai, bergantung pada fungsi dan kegunaan
yangakan diharapkan. Manajemen berarti seni dan ilmu pengelolaanyang berisi atau
berfungsi untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Manajemen perbankan syariah berarti seni dan ilmu mengelola usaha jasa perbankan
syariah.2

Pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU no. 10 tahun 1998


pasal 8 dilakukan berdasarkan analisis dengan menetapkan prinsip kehati- hatian agar
nasabah debitur mampu melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai
dengan perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasanya dapat
dihindari.

Risiko pembiayaan didefinisikan sebagai risiko yang disebabkan oleh adanya


kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibanya.3 Risiko yang dihadapi bank syariah
pada pembiayaan mungkin saja muncul dari accunt officer yang lemah dalam menganalisa
calon debitur/nasabah. Dimana nasabah belum layak untuk mendapatkan dana disepakati
untuk didanai, sehingga debitur/nasabah tersebut melakukan wannprestasi yang

1
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (UII Press, 2000, Yogyakarta), hal 5.
2
Gita Danupranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah, (Salemba Empat, 2013, Jakarta), hal 103.
3
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (PT Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta), hal 260.

1
mengakibatkan daya angsur menjadi lemah, yang kemudian dapat dikatakan nasabah
bermasalah. Dalam bank syariah jika memang murni bukan kelalaian atau nasabah yang
tidak berkompeten mengalami kredit beramasalah, maka pihak bank/kreditor dengan
nasabah/debitur sama-sama menanggung kerugian.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan mengenai gambaran tentang bank
risiko pembiayaan yang ada dalam operasional bank syariah, maka bank syariah perlu
melakukan kebijakan dan perencanaan yang baik dalam pembiayaan. Hal tersebut
dimaksudkan agar pembiayaan kepada nasabah bisa efektif dan efisien sesuai dengan
tujuan hank syariah. Oleh karena itu kami sebagai penulis makalah ini mencoba
memaparkan bagaimana konsep kebijakan dan perencanaan pembiayaan pada bank
syariah.4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dan perkembangan pembiayaan syariah?


2. Apa akad pembiayaan dan model bisnis pembiayaan syariah?
3. Bagaimana operasional pembiayaan syariah?
4. Apa kegiatan usaha pembiayaan syariah?
5. Bagaimana mitigasi risiko pembiayaan syariah?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui konsep dan perkembangan pembiayaan syariah
2. Untuk mengetahui akad pembiayaan dan model bisnis pembiayaan syariah
3. Untuk mengetahui operasional pembiayaan syariah
4. Untuk mengetahui kegiatan usaha pembiayaan syariah
5. Untuk mengetahui mitigasi risiko pembiayaan syariah

4
Gita Danupranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah, (Salemba Empat, 2013, Jakarta), hal 103.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Perkembangan Pembiayaan Syariah


2.1.1 Konsep Pembiayaan Syariah
Kebijakan pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam, yang
melarang riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan dharar (kemudharatan), serta
menekankan pada keadilan, transparansi, dan kemanfaatan.

Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I Trust, saya percaya, saya menaruh
kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang berarti (Trust) berarti Lembaga pembiayaan
selaku shahibul maal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan
amanah yang dberikan. Dana tersebut harus digunak an dengan benar, adil, dan harus
disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas dan saling menguntungkan bagi kedua
belah pihak.5
Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan
prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.6 Maka, setiap transaksi
kelembagaan syari’ah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau
transaksinya didasari oleh adanya pertukaran uang dengan barang. Akibatnya, pada
kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan
mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa dapat dihindari
adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.7
Dari uraian mengenai pengertian kredit dan pembiayaan ini dapat ditarik suatu
perbedaan dalam hal jenis transaksinya. Pembiayaan tidak menggunakan transaksi yang
berupa utang piutang dengan konsekuensi bunga, akan tetapi menggunakan transaksi
yang berupa sharing modal dengan sistem bagi hasil atau transaksi jual beli dengan
margin keuntungan dan sewa serta fee untuk transaksi yang bersifat jasa. Secara lebih

5
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (PT Raja Grafindo Persada, 2008,
Jakarta), hal 3.
6
UU RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
7
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (UPP AMP YKPN, 2005, Yogyakarta), hal 2.

3
terperinci perbedaan antara kredit konvensional dengan pembiayaan syariah dapat dilihat
dalam matrik sebagai berikut:8

Perbedaan Aspek Kredit Konvensional Pembiayaan Syariah

Dasar Hukum Undang - Undang Al-Qur’an, Al Hadist dan Undang-


undang
Kontral/Perjanjian Utang - Piutang Adanya underlying transaction
yang berupa transaksi jual-beli;
sewa/ sewa beli; dan bagi hasil

Kompensasi Bunga/Interest Profit margin, pendapatan sewa,


bagi hasil

Penggunaan Tidak boleh bertentangan Tidak boleh bertentangan dengan


dengan hukum positif hukum positif dan hukum Islam

Target Bisnis Selalu untung sesuai dengan Untuk bagi hasil, keuntungan dan
besarnya bunga yang telah kerugian ditentukan oleh hasil
diperjanjikan usaha yang dikelola nasabah

2.1.2 Perkembangan Pembiayaan Syariah


Pembiayaan syariah di Indonesia telah menunjukkan tren pertumbuhan yang
mengesankan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
per Desember 2023, aset perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp231,7 triliun, atau
tumbuh 11,92% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Pembiayaan
syariah juga mengalami pertumbuhan yang positif, yaitu sebesar 10,43% menjadi
Rp192,6 triliun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri keuangan syariah di
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang. Dengan dukungan
pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, pembiayaan syariah diyakini dapat
memainkan peran yang lebih signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. Hal ini didorong oleh beberapa faktor, antara lain:9

8
Mariya Ulpah, Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2, Madani Syari’ah, 2020, hal 153-154.
9
Fatimah Tuzzuhro, Noni Rozaini, dan Muhammad Yusuf, Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Vol.
11 No. 2, Jurnal Pendidikan Ekonomi Akuntansi, 2023, hal 84.

4
1) Meningkatnya Kesadaran Masyarakat: Masyarakat semakin memahami manfaat
dan keunggulan pembiayaan syariah dibandingkan dengan sistem konvensional.
Prinsip syariah yang adil, transparan, dan bebas riba menjadi daya tarik utama bagi
banyak nasabah.
2) Dukungan Pemerintah: Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat
untuk mengembangkan industri keuangan syariah. Berbagai kebijakan dan regulasi
telah diluncurkan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini, seperti Masterplan
Ekonomi Syariah Nasional dan pengembangan infrastruktur digital keuangan
syariah.
3) Meningkatnya Literasi Keuangan Syariah: Upaya edukasi dan sosialisasi tentang
keuangan syariah yang gencar dilakukan oleh berbagai pihak telah meningkatkan
literasi masyarakat. Hal ini mendorong lebih banyak orang untuk memilih produk
dan layanan keuangan syariah.
4) Munculnya Produk dan Layanan Inovatif: Lembaga keuangan syariah terus
berinovasi dalam menghadirkan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Hal ini membuat pembiayaan syariah semakin mudah diakses dan
menarik bagi berbagai kalangan.10

2.2 Akad Pembiayaan dan Model Bisnis Pembiayaan Syariah


2.2.1 Akad Pembiayaan
Pemberian pembiayaan konvensional meminjamkan uang kepada yang
membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara
membungakan uang yang dipinjam tersebut. Prinsip meniadakan transaksi semacam ini
dan mengubahnya menjadi pembiayaan dengan tidak meminjamkan sejumlah uang pada
customer, tetapi membiayai proyek customer. Dalam hal ini, bank berfungsi sebagai
intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut. Sebagai
gantinya, pembiayaan usaha customer tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan
barang yang dibutuhkan customer, lalu bank menjual kembali kepada customer, atau
dapat pula dengan cara mengikutsertakan modal dalam usaha customer.11

10
Mariya Ulpah, Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2, Madani Syari’ah, 2020, hal 153-154.
11
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Raja Grafindo Persada, 2008,
Jakarta), hal 42.

5
Dalam bisnis syariah lazimnya ada tiga skema dalam melakukan akad pada bank syariah, yaitu:

A. Prinsip Bagi Hasil


Fasilitas pembiayaan yang disediakan di sini berupa uang tunai atau barang yang dinilai
dengan uang. Jika dilihat dari sisi jumlah, dapat menyediakan sampai 100% dari modal
yang diperlukan, ataupun dapat pula hanya sebagian saja berupa patungan antar bank
dengan pengusaha (customer). Jika dilihat dari sisi bagi hasilnya, ada dua jenis bagi hasil
(tergantung kesepakatan), yaitu revenue sharing atau profit sharing. Adapun dalam hal
presentase bagi hasilnya dikenal dengan nisbah, yang dapat disepakati dengan customer
yang mendapat faslitas pembiayaan pada saat akad pembiayaan. Prinsip bagi hasil ini
terdapat dalam produk-produk:
a. Mudaharabah
Yaitu akad kerja sama uaha antara dua pihak di mana pihak pertama shahibul maal
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.12
b. Musyarakah
Yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di
mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
B. Prinsip Jual Beli
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank
akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan
(margin/mark-up).20 Prinsip ini dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan
barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian
antar harga barang yang diperjualbelikan. Prinsip ini terdapat dalam produk:13

12
Suhartono Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Zikrul Hakim, Jakarta, 2003), hal 56.
13
Mariya Ulpah, Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2, Madani Syari’ah, 2020, hal 156-157.

6
a. Bai‘ al-Murabahah
Yaitu akad jual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut, penjual
menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian
dan keuntungan yang diambil.
b. Bai‘ as-salam
Yaitu akad jual beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang
yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjual belikan itu
akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Diperjualbelikan itu
akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati.
c. Bai‘ al-istisna
Yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu, tetapi
dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakatibersama,
sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
C. Prinsip Sewa Menyewa
Selain akad jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pula akad sewa-menyewa
yang dilaksanakan dalam pembiayaan syariah. Prinsip ini terdiri atas dua jenis akad,
yaitu:
a. Akad Ijarah
Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas
barang itu sendiri.
b. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Yaitu sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad
sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat
pemindahan kepemilikan ini pula yang menandakan dengan ijarah biasa.14

2.2.2 Model Bisnis Pembiayaan Syariah


Model bisnis pembiayaan di perbankan syariah yaitu :15
A. Pembiayaan Modal Kerja
Jenis pembiayaan ini berlangsung dalam jangka pendek dan diberikan kepada pemilik
usaha untuk memodali bisnisnya sesuai prinsip-prinsip syariat. Pembiayaan modal kerja

14
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Gema Insani Press, 2001, Jakarta), hal 118.
15
5 Jenis Pembiayaan Syariah yang Bisa Dimanfaatkan, https://www.maybankfinance.co.id/artikel/jenis-
pembiayaan-syariah, Di akses pada Jum’at, 26 April 2024, Pukul 22.30 WIB.

7
bisa memfasilitasi usaha yang berprospek, sesuai dengan hukum negara, serta tidak
melanggar syariat Islam. Selain itu, pembiayaan ini bertujuan untuk menghilangkan
risiko sekaligus mengoptimalkan perolehan laba lembaga keuangan.16

Pemberian dana kepada pemilik usaha perlu memperhatikan beberapa hal, seperti jenis,
skala, tingkat kesulitan, serta ciri-ciri transaksi dari usaha yang dijalankan. Tak hanya itu,
lembaga keuangan juga harus bisa melakukan analisis mendalam terhadap sumber
pendapatan proyek yang hendak didanai.

B. Pembiayaan Investasi
Berbeda dengan pembiayaan modal kerja yang bersifat jangka pendek, pembiayaan
investasi dilangsungkan dalam rentang waktu menengah hingga panjang. Jenis
pembiayaan ini mendanai pembelian barang-barang modal untuk berbagai keperluan,
misalnya, ekspansi perusahaan, relokasi proyek yang telah ada, rehabilitasi, pendirian
proyek baru, dan modernisasi.

C. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan ini biasanya dimanfaatkan oleh perorangan dan bertujuan mendanai
kebutuhan di luar usaha. Umumnya, terdapat 5 akad yang diterapkan dalam pembiayaan
konsumtif, antara lain, qardh dan ijarah, istisna, ijarah, murabahah, dan IMBT.
Untuk bisa menentukan akad pembiayaan yang sesuai, lembaga keuangan syariah akan
melangsungkan beberapa tahap:
1) Bila nasabah membutuhkan biaya untuk keperluan konsumtif, lembaga keuangan harus
melihat bentuk produk yang dibeli berupa barang atau jasa.
2) Jika nasabah hendak melakukan pembelian barang, lembaga keuangan perlu
mengidentifikasi ketersediaan barang: stoknya sudah tersedia (ready stock) atau masih
harus diproses (goods in process). Pembiayaan berakad murabahah akan diterapkan
apabila barang ready stock. Sementara itu, jika barang masih melalui proses produksi
sebelum diterima nasabah dan proses tersebut berlangsung di bawah 6 bulan, akad
pembiayaan yang diterapkan ialah salam.
3) Apabila nasabah mengajukan permintaan untuk mendanai pembelian jasa, lembaga
keuangan syariah akan memberlakukan akad ijarah.

D. Pembiayaan Sindikasi

16
Mariya Ulpah, Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2, Madani Syari’ah, 2020, hal 151-152.

8
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk
satu objek pembiayaan tertentu. Terdapat 3 jenis sindikasi yang dapat dibiayai, yaitu: 17
1) Club Deal, yaitu sejumlah lembaga keuangan syariah yang bekerja sama membiayai
suatu proyek, tetapi masing-masing lembaga tidak memiliki kesepakatan bisnis dalam
hal penyatuan modal.
2) Lead Syndication, yakni beberapa lembaga keuangan yang mendanai suatu proyek
bersama-sama dan menjadikan salah satu pihak di antara mereka sebagai pemimpin.
3) Subsyndication, yakni suatu kerja sama bisnis yang terjadi dalam sekelompok lembaga
keuangan, tetapi hanya beberapa peserta yang terlibat di dalamnya.

E. Pembiayaan Pengalihan Utang (Take Over)


Jenis pembiayaan ini dipakai untuk mengalihkan utang akibat transaksi non syariat
yang masih berjalan. Ada dua ragam utang nasabah kepada lembaga keuangan
konvensional yang dapat di-take over, antara lain, utang pokok ditambah bunga atau
utang pokok saja. Dalam menangani utang berbentuk pokok plus bunga, lembaga
keuangan syariah menawarkan layanan berakad qardh. Sementara, untuk menangani
utang pokok, nasabah dapat menggunakan jasa hawalah.18

2.3 Operasional Pembiayaan Syariah


2.3.1 Prinsip – Prinsip Dasar
Operasional pembiayaan syariah berbeda dengan pembiayaan konvensional, karena
didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam yang melarang riba (bunga). Berikut
beberapa poin penting dalam operasional pembiayaan syariah:
Prinsip-prinsip Dasar:19
1) Adanya akad syariah: Setiap transaksi pembiayaan harus didasarkan pada akad
syariah yang telah disepakati antara lembaga keuangan syariah dan nasabah. Akad
ini harus sesuai dengan syariat Islam dan telah difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) atau lembaga yang berwenang
lainnya.

17
Mariya Ulpah, Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah, Vol.3 No.2, Madani Syari’ah, 2020, hal 156-157.
18
Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Kalimedia, 2015, Yogyakarta), hal 13.
19
Asep Ganjar Sukarelawan, Sistem Operasional Internal Bank Syariah, (Vol.2 No.1, Al-Mujaddid, 2020), hal 63.

9
2) Prinsip bagi hasil: Pembiayaan syariah tidak mengenal bunga, melainkan
menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Artinya,
keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan dibagi antara lembaga keuangan
syariah dan nasabah sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.

3) Prinsip keadilan dan transparansi: Semua transaksi pembiayaan syariah harus


dilakukan secara adil dan transparan. Nasabah harus diberi informasi yang lengkap
dan jelas tentang akad, nisbah bagi hasil, dan biaya-biaya yang terkait dengan
pembiayaan.

4) Prinsip kehati-hatian: Lembaga keuangan syariah harus menerapkan prinsip kehati-


hatian dalam menyalurkan pembiayaan. Mereka harus melakukan analisis
kelayakan nasabah dan proyek sebelum memberikan pembiayaan.

Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan
karakteristik antara lain sebagai berikut :
 Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
 Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
 Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
 Tidak di perkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
 Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
 Tidak di perkenankan dua transaksi dalam satu akad

2.3.2 Lembaga Pengawas

Operasional pembiayaan syariah diawasi oleh Undang-Undang Dasar Negara, Otoritas


Jasa Keuangan (OJK), Dewan Syariah Nasional (DSN MUI), dan Dewan Pengawas Syariah
(DPS).20
1) Undang-Undang Dasar Negara atau Konstitusi, merupakan landasan hukum tertinggi
yang mengatur sistem perbankan dan keuangan secara umum. Beberapa pasal dalam
konstitusi mungkin juga menetapkan prinsip-prinsip umum yang harus diikuti dalam
praktik perbankan syariah.

20
Asep Ganjar Sukarelawan, Sistem Operasional Internal Bank Syariah, (Vol.2 No.1, Al-Mujaddid, 2020), hal 63.

10
2) OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas di keuangan syariah juga memiliki fungsi
dan kewenangan untuk melakukan integrasi arah kebijakan, strategi, dan tahapan
pengembangan di industri keuangan syariah, termasuk di IKNB Syariah.
3) DSN MUI sebagai panduan fatwa dari Majelis Ulama (atau otoritas keagamaan
setempat) memberikan pedoman hukum Islam yang harus dipatuhi oleh lembaga
keuangan syariah. Panduan ini mencakup prinsip-prinsip syariah yang berlaku dalam
transaksi perbankan, investasi, dan operasional.
4) Pengawasan yang dilakukan oleh DPS adalah untuk menjamin kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip syariah yang tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang
telah maupun yang belum diserap dalam peraturan perundang-undangan.21

2.4 Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah


Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu: 1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli, 2) Pembiayaan dengan
prinsip sewa, 3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.22
1) Prinsip Jual Beli (Ba'i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu
penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil di mana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan
(marjin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga
jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara

21
Asep Ganjar Sukarelawan, Sistem Operasional Internal Bank Syariah, (Vol.2 No.1, Al-Mujaddid, 2020), hal 63.
22
Konsep Operasional Perbankan Syariah, https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-
operasional-PBS.aspx, Di akses pada tanggal 29 April 2024, Pukul 18.43 WIB.

11
pembayran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan
segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
b. Pembiayaan Salam

Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan
secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual.
Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepad bank, maka bank
akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri secara tunai atau
secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari
nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara tunai biasanya
disebut dengan pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank
menjualnya secara cicilan.

Ketentuan umum Pembiayaan Salam adalah sebagai berikut:

Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis,
macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100kg mangga harum manis
kualitas "A" dengan harga Rp. 5000/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan
mendatang. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai akad maka
nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengambilkan
dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai
persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam
kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau
rekanan. Mekanisme seperti ini disebut sebagai paralel salam.23

c. Pembiayaan Istishna'

Produk istishna' menyerupai produk salam, tapi dalam istishna' pembayarannya


dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna'

23
Konsep Operasional Perbankan Syariah, https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-
operasional-PBS.aspx, Di akses pada tanggal 29 April 2024, Pukul 18.43 WIB.

12
dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.

Ketentuan umum Pembiayaan Istishna' adalah spesifikasi barang pesanan harus


jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan daam akad Istishna' dan tidak boleh berubah selama berlakunya
akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah
akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

2) Prinsip Sewa (Ijarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinnya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah
muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga
sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:
a. Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah).
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha
yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud.24

2.5 Mitigasi Risiko Pembiayaan Syariah


Para pelaku perbankan menyadari bahwa dalam menjalankan fungsi jasa-jasa
keuangan bank berada pada bisnis yang beresiko. Risiko dalam perbankan yaitu suatu
kondisi yang sulit bagi sebuah bank khususnya dalam bidang keuangan yang membuat

24
Konsep Operasional Perbankan Syariah, https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-
operasional-PBS.aspx, Di akses pada tanggal 29 April 2024, Pukul 18.43 WIB.

13
bank tidak berjalan sesuai dengan operasionalnya.25 Risiko yang dihadapi bank terkait
pembiayaan adalah risiko pembiayaan macet dan mengakibatkan timbulnya pembiayaan
bermasalah.26

Hal ini sama dengan Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah
pasal 38 ayat 1 yang menyatakan bahwa pengelolaan manajemen risiko merupakan
kewajiban bagi bank syariah agar likuiditas dan profitabilitas bank tetap terjaga sehingga
bank tidak mengalami kesulitan dalam mengembangkan usaha dan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.27 Hal ini juga diperkuat oleh Peraturan Bank Indonesia No.
13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum yariah dan Unit
Usaha Syariah yang menyatakan bahwa kegiatan usaha perbankan syariah tidak akan
terlepas dari risiko yang akan mengganggu kelangsungan bank, oleh karena itu, tingkat
risiko bisnis dan pengelolan risiko menjadi faktor yang menentukan berjalan baik buruknya
perkembangan perbankan.

Oleh karena itu, perlu adanya mitigasi risiko pembiayaan syariah sebagai berikut:28

1) Mitigasi Risiko Pembiayaan melalui Karakter Nasabah

Tahap pertama mencakup proses menggali informasi dan memverifikasi karakter,


kapasitas, kapital anggota dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi usaha anggota. Risiko
pembiayaan bermasalah akan muncul jika anggota penerima pembiayaan sebenarnya
belum layak menerima pembiayaan.

Perbankan Syariah harus mampu menilai dengan baik karakter nasabah agar
pembiayaannya tetap lancar. Jika pembiayaan diberikan kepada orang yang tidak mampu
menjalankan bisnis dan tidak mampu menjaga amanah maka kemungkinan pembiayaan
akan bermasalah di kemudian hari menjadi lebih besar.

Karakter nasabah dipastikan tidak ada track record buruk sebelumnya. Karakter
nasabah merupakan hal utama dalam proses analisis pembiayaan. Jika nasabah adalah
orang yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya, maka saat usahanya sedang jatuh

25
I Wayan Sudirman, Manajemen Perbankan: Suatu Aplikasi Dasar, (PT. BP Denpasar, 2000, Denpasar), hal 25.
26
Mulyaningrum, M. D., Manajemen Risiko Perbankan dalam Meminimalisir Kredit Bermasalah di Bidang Kredit
Modal Kerja, Vol. 32 No.1, 2016, hal 121.
27
Yulianti, R. T., Manajemen Risiko Perbankan Syariah, Vol. III, No. 2, Jurnal Ekonomi Syariah, 2009, hal 154.
28
Prastyo Rinie Budi Utami, Mitigasi Risiko Pembiayaan pada Perbankan Syariah, Vol. 10 No. 01, At-Tujjar,2022,
hal 124-127.

14
dikarenakan faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, maka bagaimananpun juga nasabah
akan berusaha untuk menyelesaikan pembiayaannya. Usaha yang baik akan bergantung
kepada karakter nasabah (pengusaha). Selain itu karakter nasabah yang baik akan
menghindarkan dari risiko manipulasi laporan keuangan yang dapat merugikan perbankan
syariah.

Kapasitas nasabah juga dinilai, apakah nasabah memiliki kemampuan dalam


mengelola usaha dan bagaima na selama ini usaha berjalan. Kemampuan nasabah dalam
menghadapi risiko yang mungkin muncul juga dipertimbangkan. Dalam usaha, risiko
kegagalan tentu ada, akan tetapi bagaimana pengusaha menyikapi tentunya akan
mempengaruhi hasil akhir dari usaha tersebut. Kapasitas nasabah juga menilai apakah
pendapatan nasabah cukup untuk mengangsur pembiayaan. Beberapa nasabah adalah
pegawai yang memiliki gaji tetap yang memiliki usaha sampingan. Kapasitas nasabah
memperhitungkan apakah jika suatu saat usahanya merugi, gaji tetap yang didapatkan
cukup untuk membayar angsuran.

2) Mitigasi Risiko Dari Usaha Yang Dibiayai

Tahap berikutnya adalah mengetahui bisnis atau usaha yang akan di biayai.
Perbankan syariah harus memastikan bahwa usaha yang dibiayai adalah bisnis atau usaha
yang layak. Bisnis yang berjalan dengan baik akan memberikan imbal hasil sesuai yang
direncanakan, sedangkan bisnis atau usaha yang tidak berjalan dengan baik akan
menimbulkan kemacetan. Analisis mengenai “bisnis atau usaha” kemudian diikuti dengan
analisis skema apa yang paling cocok digunakan untuk jenis usaha tersebut. Berikut adalah
jenis usaha diketahui bagaimana “sumber pendapatan” atas usaha, apakah bersifat fix
income atau variable? Setelah sumber pendapatan diketahui, maka ditentukanlah pola
pendapatan atas usaha. Pola pendapatan akan membentuk pola angsuran. Semua aspek ini
ada di dalam kotak bisnis atau usaha yang akan dibiayai.29

Jenis usaha adalah awal dari ditetunkannya skema pembiayaan dan pola angsuran,
oleh sebab itu jenis angsuran menjadi awal mula mitigasi dilakukan. Hal ini sesuai dalam
penelitian Firdaus mitigasi risiko pembiayaan dilakukan dengan perhatian khusus pada
setiap jenis usaha karena masing-masing jenis usaha memiliki risiko berbeda beda.
Perbankan syariah idealnya mampu mengindetifikasi kemungkinan risiko atas suatu jenis

29
Prastyo Rinie Budi Utami, Mitigasi Risiko Pembiayaan pada Perbankan Syariah, Vol. 10 No. 01, At-Tujjar,2022,
hal 124-127.

15
usaha. Setelah diidentifikasi, maka risiko tersebut bisa dihindari jika skema pembiayaan
dan pola angsuran yang dipilih tepat. Skema akad akan dapat disesuaikan dengan karakter
usaha.

3) Mitigasi Risiko Pembiayaan Melalui Sumber Pendapatan

Sumber pendapatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan yang bersifat
fix (tetap) dan yang bersifat variabel. Hal ini sesuai dikatakan dalam penelitian firdaus.
Menurut firdaus pendapatan fix atau tetap contohnya pendapatan dari proyek yang telah
disepakati sebelumnya, atau pendapatan dari pegawai yang mengajukan pembiayaan.
Sedangkan pendapatan variabel adalah pendapatan dari berdagang di pasar.

Kedua jenis sumber pendapatan ini akan memberikan dampak berbeda bagi
pembiayaan. Jika sumber pendapatan variabel dan baru akan terlihat di bulan ketiga
sedangkan bulan pertama nasabah harus membayar maka risiko macetnya sangat tinggi.
Oleh sebab itu sumber pendapatan merupakan bagian yang harus diidentifikasi, diukur, dan
dikelola risikonya.

4) Mitigasi Risiko Pembiayaan Melalui Jaminan

Jaminan atau collateral, menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan dalam analisis
pembiayaan saat ini. Walaupun sifat dasar jaminan sebenarnya bukanlah ketentuan
pembiayaan seperti disebutkan dalam beberapa fatwa DSN MUI sebagai berikut:

Fatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai murabahah disebutkan


bahwa jaminan sifatnya diperbolehkan:

Jaminan dalam murabahah:

1. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan , agar nasabah serius dengan pesanannya.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Meskipun jaminan tidak dipersyaratkan, jaminan menjadikan ikatan pembiayaan antara


nasabah dengan perbankan syariah lebih kuat. Jaminan bisa berupa tangible ataupun intangible.
Jaminan tangible biasanya berupa fix asset seperti rumah dan bangunan. Hal ini bisa
dimungkinkan selama memiliki nilai ekonomis.30

30
Prastyo Rinie Budi Utami, Mitigasi Risiko Pembiayaan pada Perbankan Syariah, Vol. 10 No. 01, At-Tujjar,2022,
hal 124-127.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Konsep dan Perkembangan Pembiayaan Syariah
Kebijakan pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam, yang
melarang riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan dharar (kemudharatan), serta
menekankan pada keadilan, transparansi, dan kemanfaatan. Serta perkembangan
pembiayaan syariah menunjukkan tren pertumbuhan yang mengesankan dalam
beberapa tahun terakhir. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2023,
aset perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp231,7 triliun, atau tumbuh 11,92%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Pembiayaan syariah juga
mengalami pertumbuhan yang positif, yaitu sebesar 10,43% menjadi Rp192,6 triliun.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri keuangan syariah di Indonesia memiliki
potensi yang besar untuk terus berkembang.

2) Akad Pembiayaan dan Model Bisnis Pembiayaan Syariah


Dalam bisnis syariah lazimnya ada tiga skema dalam melakukan akad pada bank
syariah, yaitu: prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, dan prinsip sew menyewa. Serta
model bisnis pembiayaan syariah berupa pembiayaan modal kerja, pembiayaan
investasi, pembiayaan konsumtif, pembiayaan sindikasi, dan pembiayaan pengalihan
utang (take over).

3) Operasional Pembiayaan Syariah


Operasional pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam yang
melarang riba. Pembiayaan syariah menawarkan alternatif pembiayaan yang adil,
transparan, dan berpotensi memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.

4) Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah


Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu: pembiayaan dengan prinsip jual-beli, pembiayaan dengan
prinsip sewa, dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

17
5) Mitigasi Risiko Pembiayaan Syariah
Kegiatan usaha perbankan syariah tidak akan terlepas dari risiko yang akan
mengganggu kelangsungan bank, oleh karena itu, tingkat risiko bisnis dan pengelolan
risiko menjadi faktor yang menentukan berjalan baik buruknya perkembangan
perbankan.

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. S. (2001). Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.


Asiyah, B. N. (2015). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: Kalimedia.
Danupranata, G. (2013). Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
Fatimah Tuzzuhro, N. R. (2023). Perkembangan Perbankan di Syariah di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Ekonomi Akuntansi, 84.
Karim, A. (2010). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Maybank Finance. (2022, Februari 06). From 5 Pembiayaan yang Bisa Dimanfaatkan:
https://www.maybankfinance.co.id/artikel/jenis-pembiayaan-syariah
Muhammad. (2000). Sistem dan Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Muhammad. (2005). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mulyaningrum, M. D. (2016). Manajemen Risiko Perbankan dalam Meminimalisir Kredit
Bermasalah di Bidang Kredit Modal Kerja. Jurnal Administrasi Bisnis, 121.
Otoritas Jasa Keuangan. (2024, April 29). From Konsep Operasional Perbankan Syariah:
https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-operasional-PBS.aspx
Sudirman, I. W. (2000). Manajemen Perbankan: (Suatu Aplikasi Dasar). Denpasar: PT BP
Denpasar.
Sukarelawan, A. G. (2020). Sistem Operasional Internal Bank Syariah. Al-Mujaddid, 63.
Ulpah, M. (2020). Konsep Pembiayaan dalam Perbankan Syariah. Madani Syari'ah, 154.
Utami, P. R. (2022). Mitigasi Risiko Pembiayaan pada Perbankan Syariah. At-Tujjar, 124-127.
Veithzal, V. R. (2008). Islamic Finance Management. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yulianti, R. T. (2009). Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah. Jurnal Ekonomi Syariah, 154.
Zulkifli, S. (2003). Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.

19

Anda mungkin juga menyukai