Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH

MANAJEMEN PEMBIAYAAN SYARIAH

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 6:

Aulia Maharani 2220203862201009


Nur Aisyiah 2220203862201005
Risna 2220203862201017
Lisma 2220203862201010

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari


mata kuliah ”Manajemen Perbankan Syariah”

POGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAAN

SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang senantiasa
memberikan kita nikmat berupa kesehatan sehingga kita bisa
melaksanakan aktivitas kita setiap harinya. Sholawat serta salam tak
lupa kita kirimkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw semoga kita
semua mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak.
Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kami
dari dosen yakni Bapak “Arwin, M.SI” pada mata kuliah “Manajemen
Perbankan Syariah”. Selain itu, dengan makalah ini kita juga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan tentang Manajemen
Pembiayaan Syariah, bagi para pembaca dan juga bagi penulis agar
kita dapat mengerti apa yang dimaksud dengan “Manajemen
Pembiayaan Syariah”. Sehingga dengan ilmu yang kita dapat bisa
diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan beragama kita.
Untuk itu kami dari tim penulis makalah ini mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini
terutama pada rekan-rekan kelompok enam yakni saudari Aulia
Maharani, Nur Aisyiah, Risna, dan Lisma. Akan tetapi kami juga
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami harap kepada pihak pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun agar kami dapat menyempurnakan
makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Pembiayaan Syariah.............................................................3
B. Prinsip dan Kebijakan Pembiayaan Syariah......................................4
C. Jenis Pembiayaan Syariah.................................................................7
D. Prosedur Pembiayaan Syariah...........................................................10
E. Akad Pembiayaan Syariah.................................................................14
F. Permasalahan Pembiayaan Syariah...................................................15
G. Penanganan Pembiayaan Bersamasalah............................................17
H. Kasus Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia..................................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................24
B. Saran..................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank syariah memiliki tujuan utama yang berbeda dari bank konvensional.
Tujuan utama bank syariah bukan hanya mencari keuntungan, tetapi juga
menerapkan prinsip bagi hasil. Produk pembiayaan yang dimiliki oleh bank syariah
memungkinkan bank untuk memperoleh keuntungan melalui mekanisme bagi
hasil.
Dalam pembiayaan syariah, bank dan nasabah melakukan akad murabahah
yang bebas riba. Akad ini memastikan bahwa barang yang diperjualbelikan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Selain pembiayaan konsumsi dan investasi,
bank syariah juga menyediakan pembiayaan modal kerja bagi pengusaha yang
membutuhkan tambahan modal kerja. Ini termasuk untuk membeli bahan baku,
membayar biaya produksi, pengadaan barang dan jasa, serta kebutuhan modal kerja
lainnya.
Pengelolaan dana di bank syariah sangat penting karena mempengaruhi
kinerja bank dan kepercayaan masyarakat. Masyarakat menginginkan lembaga
keuangan yang dapat dipercaya dalam mengelola dana mereka. Oleh karena itu,
manajemen dana bank syariah harus efisien dan mematuhi prinsip-prinsip syariah.
Pembiayaan berdasarkan prinsip ekonomi syariah merupakan
penyediaan dana atau tagihan transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa,
transaksi jual beli dalam bentuk piutang, transaksi pinjam meminjam dalam
bentuk piutang, dan transaksi sewa-menyewa jasa.1 Adapun dalam
prakteknya pembiayaan terdiri dari dua jenis, yaitu pembiayaan produktif
dan pembiayaan konsumtif. Pembiayaan produktif antara lain terdiri dari;
pembiayaan likuiditas, piutang, persediaan modal, pembiayaan modal kerja
untuk perdagangan terdiri dari; perdagangan umum dan perdagangan
berdasarkan pesanan dan pembiayaan investasi. Sedangkan pembiayaan
konsumtif lebih kepada pemenuhan kebutuhan sekunder maupun primer.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep pembiayaan syariah?

1
Muhammad Shafi’i Antonio, “Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik.”

1
2. Apa prinsip dan kebijakan pembiayaaan syariah?
3. Apa saja jenis pembiayaan Syariah?
4. Bagaimana Prosedur pembiayaan Syariah?
5. Apa saja akad pembiayaan syariah?
6. Apa permasalahan pembiayaan syariah?
7. Bagaiman penanganan pembiayaan syariah?
8. Apa saja kasus-kasus pembiayaan syariah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa konsep pembiayaan syariah
2. Untuk mengetahui apa prinsip dam kebijakan pembiayaan syariah
3. Untuk mengetahui apa saja jenis pembiayaan syariah
4. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembiayaan syariah
5. Untuk mengetahui apa saja akad pembiayaan syariah
6. Untuk mengetahui apa permasalahan pembiayaan syariah
7. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pembiayaan syariah
8. Untuk mengetahui apa saja kasus pembiayaan bank syariah di indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pembiayaan Syariah


1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan.2
Menurut Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998,
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak
lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Didalam perbankan
syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana
berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai
dengan hukum Islam.
Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I Trust, saya
percaya, saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang berarti
(Trust) berarti Lembaga pembiayaan selaku shahibul maal menaruh
kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang dberikan.
Dana tersebut harus digunak an dengan benar, adil, dan harus disertai
dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas dan saling menguntungkan bagi
kedua belah pihak.
Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam,
istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Aktiva produktif adalah
penanaman dana bank Islam, baik dalam rupiah maupun valuta asing, dalam
bentuk pembiayaan, piutang, qard’ , surat berharga Islam, penempatan,
penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi

2
Ulpah, “Konsep Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2 Agustus 2020.”

3
pada rekening administrasi, serta sertifikat wadiah.
2. Konsep Pembiyaan
Konsep pembiayaan syariah adalah kegiatan bank atau lembaga
keuangan yang menyalurkan dana kepada pihak lain dalam bentuk amanah,
dengan syarat dan ketentuan yang berperanan untuk mengatur penggunaan
dana tersebut. Pembiayaan syariah harus memenuhi dua aspek yang sangat
penting, yaitu aspek syar'i dan aspek ekonomi. Aspek syar'i melibatkan tetap
perpedoman pada syari'at Islam, sementara aspek ekonomi
mempertimbangkan perolehan keuntungan bagi bank syariah maupun
nasabah bank syariah. Setiap kegiatan usaha harus berlandaskan akad
syariah, baik tunggal dan/atau gabungan.
B. Prinsip dan Kebijakan Pembiayaan Syariah
1. Prinsip Pembiayaan syariah
Secara fundamental, sebagai landasan filosofis, pembiayaan syariah
dibanguna atas prinsip dasar dalam ajaran Islam. Dalam konteks ini,
beberapa prinsip dasar yang melandasi pembiayaan dalam sistem keuangan
Islam adalah sebagai berikut:3
a. Penghindaran Riba
Karakteristik yang paling melekat dalam kajian keuangan Islami
adalah menghindarkan bunga dan tingkat imbalan yang berasal dari
pinjaman atau utang. pemberi pinjaman, menurut ajaran Islam, harus
memberikan barang atau uang yang dipinjamkan kepada penerima
pinjaman untuk periode tertentu tanpa meminta imbalan apapun. Adanya
unsur “tambahan” dalam pemberian pinjaman, dalam Islam dikenal
dengan istilah riba. Secara verbal, dalam konteks Islam, praktek ribawi
ini dilarang secara tegas dalam al-Qur’an.Artinya, secara hukum dan
etika, praktek riba ini dilarang.
Karena itu, sebagai lembaga yang menyediakan pembiayaan,
lembaga keuangan Islam tidak akan mengambil tambahan dari pokok
pinjaman yang diberikan kepada penerima pinjaman. Sebagai ganti dari

3
Dr. Ahmadiono, M.E.I. Prinsip Pembiayaan.

4
praktek ini, bank Islam akan mengembangkan system jual beli yang
diperkenan dalam Islam. pembelian atau penjualan barang dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan diperbolehkan. Penentuan harga dengan
mengingat waktu yang diberikan untuk pembayaran harga tersebut dalam
transaksi kredit juga dibenarkan, asalkan tidak ada ketentuan adanya
tambahan.
b. Jauh dari Gharar
Penghindaran gharar juga merupakan prinsip utama dalam
keuangan Islam. praktek gharar mengacu pada akad yang mengandung
risiko atau ketidakpastian mutlak atas hasil akhir kontrak. Unsur gharar
ini juga bisa muncul bilamana terdapat kekurangan informasi mengenai
nilai yang relevan dan mengakibatkan pada ketidakpastian atau
eksploitasi salah sau pihak. Kedustaan, penipuan, dan pemberian
informasi yang tidak tepat mengenai nilai yang relevan, merupakan
bentuk lain dari praktek gharar.
Dalam konteks keuangan Islam, termasuk perbankan syariah,
pelarangan atas gharar ini, menuntut bank Islam tidak terlibat dalam
perdagangan spekulatif, short selling, pendiskontoan surat utang dan
surat berharga, atau perdagangan atas barang yang belum teridentifikasi.
Perdagangan dalam transaksi derivative juga melibatkan gharar, dan
dalam konteks keuangan Islam, berada dalam wilayah yang tidak jelas.
c. Non Perjudian dan Permainan
Jenis aktivitas lain yang dilarang dalam Islam adalah perjudian
dan permainan. Segala bentuk tindakan yang mengarah pada lotre,
tindakan spekulatif yang tidak terukur, merupakan aktivitas yang tidak
diperkenankan dalam ajaran Islam. Dalam konteks lembaga keuangan,
tindakan yang mengarah pada perjudian dan permaina ini terlihat pada
kegiatan perdagangan berjangka berbasis yang banyak ditemui dan
dipraktekkan dalam system perbankan konvensi.
2. Kebijakan Pembiayaan Syariah4

4
Yulita, “Manajemen Pembiayaan Perbankan Syariah.”

5
Sebelum lembaga perbankan baik syariah maupun konvensional
menyalurkan pembiayaan kepada nasabah, terlebih dahulu perbankan yang
bersangkutan menyusun ketentuan - ketentuan dalam pembiayaan.
Ketentuan-ketentuan itu dituangkan dalam bentuk buku kebijakan
pembiayaan atau buku kebijakan kredit. Buku kebijakan pembiayaan berisi
tentang petunjuk teknis pembiayaan, mulai dari proses awal inisiasi
pembiayaan sampai pengikatan kontrak dan pengawasan terhadap nasabah
yang sudah terikat kontrak perjanjian kredit.
Buku kebijakan pembiayaan merupakan “kitab suci” bagi pelaku
perbankan. Setiap akan menyalurkan pembiayaan harus disesuaikan dengan
peraturan yang tertera dalam buku kebijkan tersebut. Tidak diperbolehkan
menyalurkan pembiayaan yang keluar dari petunjuk teknis. Jika ada yang
luput dari ketentuan yang ada dalam buku kebijakan pembiayaan yang
disebabkan oleh kondisional daerah calon nasabah atau karena ada
perubahan peraturan pemerintah, atau karena ada kasus-kasus khusus, maka
manajemen yang berwenang akan mengeluarkan memo berupa peraturan
terkait hal yang belum diatur dalam buku kebajikan pembiayaan.
Karena buku kebijakan pembiayaan adalah petunjuk dalam
menyalurkan pembiayaan, maka dituntut kebijakan-kebijakan yang
mengatur pembiayaan diupayakan disusun sesempurna mungkin. Hal-hal
yang luput dari ketentuan kemudian dimasukan kedalam ketentuan ketika
melakukan revisi berkala terhadap buku kebijakan pembiayaan. Revisi
secara berkala diperlukan untuk mengakomodir setiap perubahan-perubahan
keadaan ekonomi yang sedang berjalan atau terjadi perubahan manajemen
yang membuat terjadi pula perubahan focus dalam penyaluran pembiayaan.
Kebijakan pembiayaan yang jelas dan baik, minimal mengandung
beberapa pembahasan, diantaranya:
 Prinsip kehatian-hatian pembiayaan.
 Organisasi dan manajemen pembiayaan
 Kebijakan persetujuan pembiayaan
 Dokumentasi dan administrasi

6
 Pengawasan pembiayaan
 Penyelesaian pembiayaan bermasalah.
C. Jenis pembiayaan syariah
Berdasarkan pada jenis pembiayaan dapat digolongkan pada
beberapa jenis, diantaranya :
1) Jenis pembiayaan menurut tujuan penggunaan, pembiayaan dapat
dibedakan pada beberapa jenis, yakni;
a. Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk
keperluan atau konsumsi, baik konsumsi pribadi, perusahaan, umum,
maupun konsumsi pemerintah. Contoh pembiayaan konsumtif misalnya
pembelian rumah tinggal, pembelian mobil pribadi/dinas, pembelian
peralatan rumah tangga dan lain-lain.
b. Pembiayaan Komersial, yakni pembiayaan yang diberikan dengan
tujuan penggunaannya untuk pengembangan usaha tertentu. Jenis
pembiayaan komersial ini dapat digolongkan atas;
 Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan yang kegunaanya
sebagai modal kerja usaha tertentu, misalnya pembiayaan digunakan
untuk pembelian bahan baku, barang dagangan, biaya eksploitasi
barang modal, biaya-biaya produksi dan lain-lain.
 Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang kegunaannya sebagai
bentuk investasi (jangka menengah dan panjang), misalnya
merehabilitasi, modernisasi, perluasan usaha, atau pendirian pabrik
baru. Merehabilitasi dan modernisasi contohnya pembelian peralatan
produksi dengan model baru yang lebih canggih atau kapasitas yang
lebih besar. Perluasan usaha contohnya membuka cabang atau pabrik
baru di tempat lain.
2) Jenis pembiayaan menurut jangka waktu, pembiayaan dapat
dikelompokan atas:
a. Pembiayaan jangka pendek (short term), yaitu pembiayaan berdurasi
waktu tidak lebih dari 1 tahun. Pembiayaan jenis ini misalnya
pembiayaan untuk pertanian yang bersifat musiman, perdagangan

7
musiman, industry, pembiayaan proyek dan lainnya.
b. Pembiayaan jangka menengah (intermediateterm), yaitu pembiayaan
yang jangka waktunya lebih dari 1 tahun dan kurang dari 3 tahun.
c. Pembiayaan jangka panjang (long term), yaitu pembiayaan yang jangka
waktunya lebih dari 3 tahun, misalnya pembiayaan pengadaan rumah
KPR, pembangunan ruko, pabrik dan lain-lain.
3) Jenis pembiayaan menurut cara dan sifat penarikannya, pembiayaan
dapat dikelompokan atas;
Pembiayaan berdasarkan cara penarikannya dapat dibedakan atas;
a. Penarikan sekaligus, yaitu penarikan pembiayaanya dilakukan satu
kali sebesar plafon pembiayaan. Penarikannya bisa dilakukan dengan
cara tunai atau dipindahkan lewat buku tabungan nasabah yang
bersangkutan.
b. Penarikan bertahap sesuai jadwal yang ditentukan, yaitu penarikan
pembiayaan dilakukan secara bertahap sesuai waktu yang disepakati
atau sesuai pada tingkat penyelesaian proyek.
c. Rekening koran (revolving), yaitu penarikan sesuai kebutuhan
nasabah. Penarikannya bisa secara tunai atau pemindah bukuan ke
rekening nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan berdasarkan sifat penarikannya dapat dibedakan atas;
a. Pembiayaan langsung, yaitu pembiayaan yang ketika disetujui oleh
perbankan dapat langsung digunakan oleh nasabah.
b. Pembiayaan tidak langsung, yaitu pembiayaan yang belum dapat
digunakan langsung oleh nasabah, walaupun sudah disetujui oleh
bank, misalnya bank garansi dan L/C.
4) Jenis pembiayaan menurut metode pembiayaan, dapat dikelompok atas;
a. Pembiayaan bilateral, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada satu
orang atau satu perusahaan oleh satu bank saja.
b. Pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh 2 atau
lebih perbankan untuk membiayai suatu proyek. Perusahaan yang
ingin dibiayai lewat sindikasi harus mengikuti ketentuan-ketentuan

8
yang berlaku, misalnya proyek yang dikerjakan tergolong besar, ada
hubungan yang saling menguntungkan antar bank yang membiayai
proyek tersebut, dan salah satu bank sindikasi ditunjuk sebagai agen
yang mengadministrasikan pembiayaan sindikasi.
5) Jenis pembiayaan menurut akad, pembiayaan dapat digolongkan atas:
a. Pembiayaan dengan akad jual beli, yaitu kesepakatan pembiayaan
antara bank dengan nasabah berdasarkan pada prinsip jual beli. Jual
beli yang pembayarannya dilakukan secara non tunai atau secara
cicilan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Akad jual beli
yang digunakan bisa murobahah, salamdan istishna’.
b. Pembiayaan dengan akad bagi hasil (partnership), yaitu pembiayaan
bersifat penanaman modal berdasarkan kesepakatan antara bank
dengan nasabah. Kesepakatan itu misalnya bank menjadi shohibul
mal yang membiayai seluruh pendanaan dalam usaha tertentu
dengan akad mudharobah, atau bank dengan nasabah sama-sama
menyertakan modalnya dalam usaha tersebut dengan akad
musyarokah.
c. Pembiayaan dengan akad sewa menyewa atau sewa beli, yaitu
pembiayaan yang disalurkan berdasarkan perjanjian sewa menyewa
atau sewa beli antara bank dengan nasabah. Sewa menyewa
memakai akad ijaroh dan sewa beli menggunakan akad ijaroh
mumtahiabitthamlig(IMBT).
d. Pembiayaan dengan akad pinjam meminjam berdasarkan akad qordh.
Pembiayaan jenis ini berlaku prinsip qardh dimana bank tidak
mengharapkan keuntungan atau pengembalian lebih dari pembiayaan
yang diberikan. Namun pembiayaan ini bisa digunakan untuk
menunjang atau penghantar akad yang lainnya, misalnya dalam
produk takeover nasabah dari bank konvensional ke bank syariah,
bank syariah terlebih dahulu melunasi hutang nasabah ke bank
konvensional lewat akad qordh, setelah itu baru kemudian disepakati
akad ke dua dan berikutnya antara nasabah dengan bank syariah.

9
6) Jenis pembiayaan menurut cara pembayarannya, pembiayaan dapat
digolongkan atas:
a. Pembiayaan dengan pembayaran angsuran
b. Pembiayaan dengan pembayaran sekaligus pada saat jatuh tempo.
D. Prosedur Pembiayaan Syariah
Salah satu aspek penting dalam perbankan syari‟ah adalah proses
pembiayaan yang sehat. Proses pembiayaan yang sehat adalah proses
pembiayaan yang berimplikasi pada investasi halal dan baik serta
menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan atau bahkan lebih.
Dalam proses pembiayaan tersebut ada beberapa tahapan yang harus dilalui
yaitu : permohonan, analisa rasio, persetujuan pembiayaan, pencairan, dan
monitoring.5
1. Permohonan Pembiayaan Merupakan tahap awal dari proses pembiayaan,
permohonan pembiayaan dilakukan secara tertulis oleh nasabah kepada
officer bank. Inisiatif pengajuan pembiayaan biasanya datang dari nasabah
yang kekurangan modal. Tidak mesti dari nasabah, tetapi juga dapat muncul
dari officer bank.
Hal-hal yang dijadikan acuan untuk menindak lanjuti sebuah
permohonan pembiayaan antara lain :
1) Trend Usaha
2) Peluang bisnis
3) Reputasi bisnis perusahaan atau perorangan
4) Reputasi manajemen
Apabila sebuah permohonan pembiayaan dapat ditindak lanjuti, maka
dapat diteruskan dengan pengumpulan data dan investigasi. Namun apabila
permohonan pembiayaan ditolak, maka harus segera dilakukan tanpa
menunda-nunda waktu. Penolakan dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan untuk efisiensi waktu.
a. Pengumpulan Data dan Investigasi.
Data yang diperlukan dalam pembiayaan konsumtif antara lain :

5
Ii and Pembiayaan, “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan.”

10
1. Kartu identitas calon nasabah
2. Kartu identitas suami/istri
3. Kartu keluarga dan surat nikah
4. Slip gaji terakhir
5. Surat-surat referensi dari kantor tempat bekerja atau SK pengangkatan
untuk PNS
6. Salinan rekening bank tiga bulan terakhir
7. Salinan tagihan rekening listrik dan telepon
8. Data obyek pembiayaan
9. Data jaminan
Sedangkan dalam pembiayaan produktif data-data yang dibutuhkan
adalah data-data yang dapat menggambarkan kemampuan usaha calon
nasabah untuk membayar pembiayaan yang telah diterima. Data-data yang
diperlukan dalam pembiayaan produktif antara lain :
1) Untuk calon nasabah perorangan :
a)Legalitas usaha
b)Kartu identitas calon nasabah
c)Kartu identitas suami/istri
d)Kartu keluarga dan surat nikah
e)Laporan keuangan dua tahun terakhir
f) Past performance satu tahun terkhir
g)Bisnis plan
h)Data obyek pembiayaan
i) Data jaminan
2) Untuk calon nasabah berbadan hukum :
a)Akte pendirian usaha
b)Legalitas usaha
c)Identitas pengurus
d)Laporan keuangan dua tahun terakhir
e)Past performance satu tahun terakhir
f) Bisnis plan

11
g)Data obyek pembiayaan
h)Data jaminan
3) Wawancara
Merupakan penyidikan kepada calon peminjam dengan langsung
berhadapan dengan calon peminjam untuk meyakinkan apakah berkas-
berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang bank
inginkan.wawancara ini jugauntuk mengetahui keinginan dan
kebutuhan debitur sebenarnya.
4) On The Spot
Merupakan kegiatan pemeriksaan kelapangan dengan meninjau
berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan.
5) Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan bertujuan untuk mengamankan pemberian
modal yang akan diberikan melalui klasifikasi dan penilaian terhadap
fakta-fakta yang ada. Prinsip dasar dalam analisis pembiayaan dapat
dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan kebijakan bank.
Metode yang sering digunakan adalah metode analisis 5 C yaitu
menyangkut : character, capacity, capital, collateral, dan condition.
6) Persetujuan
Persetujuan merupakan proses penentuan apakah permohonan
pembiayaan disetujui atau tidak disetujui. Proses persetujuan ini juga
tergantung pada kebijakan bank, yang disebut komite pembiayaan.
Komite pembiayaan merupakan tingkat paling akhir dari persetujuan
pembiayaan. Karena itu hasil akhir dari komite pembiayaan adalah
penolakan, penundaan atau persetujuan pembiayaan.
7) Pengumpulan
data tambahan Pengumpulan data tambahan sebagai pemenuhan
persyaraatan merupakan hal terpenting sekaligus merupakan indikasi
utama tindak lanjut pencairan biaya.
8) Pengikatan
Setelah semua persyaratan dipenuhi selanjutnya adalah proses

12
pengikatan jaminan. Secara garis besar pengikatan terdiri dari dua
macam, yaitu pengikatan bahwa tangan dan pengikatan notariel.
Pengikatan bahwa tangan adalah penandatanganan akad yang
dilakukan antara bank dengan nasabah. Sedangkan pengikatan notariel
adalah proses penandatanganan akad antara bank dan nasabah yang
dilaksanakan oleh notaris. Dalam Al-Qur‟an ditegaskan bahwa apabila
bermuamalah tidak secara tunai hendaklah ditulis, agar lebih terjaga
jumlah dan waktunya dan lebih menguatkan saksinya, hal tersebut
diterangkan dalam surat Al- Baqarah : 282 sebagai berikut :

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَدْيٍن ِآٰلى َاَج ٍل ُّم َس ًّمى َفاْك ُتُبْو ُۗه‬

‫َو ْلَيْك ُتْب َّبْيَنُك ْم َك اِتٌۢب ِباْلَعْدِۖل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar.”(QS. Al-Baqarah: 282).
9) Pencairan
Sebelum melakukan pencairan pembiayaan harus dilakukan
pemeriksaan kembali semua kelegkapan yang harus dipenuhi sesuai
diposisi komite pembiayaan pada permohonan pembiayaan. Setelah
semua persyaratan terpenuhi, maka proses pencairan fasilitas
pembiayaan dapat diberikan.
10) Monitoring
Monitoring adalah proses akhir dari sebuah pembiayaan. Monitoring
dapat dilakukan dengan memantau realisasi pencapaian target usaha
dengan bisnis plan yang telah dibuat sebelumnya. Adapun
langkahlangkah yang harus dilakukan dalam monitoring antara lain :
memantau mutasi rekening koran nasabah, memantau pelunasan
angsuran, kunjungan rutin kelokasi usaha nasabah, pemantauan

13
terhadap perkembangan usaha sejenis.
E. Akad Pembiayaan Syariah
Akad pembiayaan syariah adalah perjanjian atau kontrak antara dua
pihak atau lebih dalam dunia bisnis atau transaksi yang diatur oleh prinsip-
prinsip Syariah Islam. Dalam konteks perbankan syariah, akad
pembiayaan syariah memastikan bahwa transaksi dilakukan dengan jujur,
adil, dan tidak melanggar nilai-nilai agama. Prinsip utama dalam akad
syariah adalah menghindari riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta
memastikan bahwa segala bentuk aktivitas ekonomi berjalan sesuai
dengan norma Islam. Akad syariah mencakup berbagai aspek seperti jual
beli, sewa menyewa, investasi, kerja sama bisnis, dan lain sebagainya.6
Dalam bank syariah, ada beberapa jenis akad pembiayaan syariah yang
digunakan, antara lain:
1. Murabahah
Akad jual beli dengan keuntungan yang dijelaskan. Penjual
menginformasikan keuntungan yang akan diterima oleh pembeli sebelum
transaksi dilakukan
2. Musyarakah
Akad kerja sama bisnis dengan pembagian keuntungan dan kerugian.
Pihak-pihak bekerja sama dalam suatu usaha dengan porsi yang sama
dalam kontribusi dana, dan hasil keuntungan akan dibagi rata untuk
setiap pihak.
3. Ijarah
Akad sewa menyewa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa
(ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang tersebut
4. Mudharabah
Akad kerjasama antara pihak yang membantu dan pihak yang memiliki
modal untuk memulai usaha dan membagi keuntungan dari usaha
tersebut.
5. Musharakah Mutanaqishah
6
“Https://Www.Megasyariah.Co.Id/Id/Artikel/Edukasi-Tips/Pembiayaan/Pinjaman-Syariah
Diakses 15 April 2024, 13.15.”

14
Akad pinjaman syariah yang sering ditemukan pada produk KPR Syariah
dan pembiayaan Pembiayaan Pendirian Usaha. Pihak pemberi dan
penerima pinjaman saling bekerja sama dalam suatu usaha dengan porsi
yang sama dalam kontribusi dana, dan hasil keuntungan akan dibagi rata
untuk setiap pihak
6. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik:
Akad sewa menyewa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa
(ujrah) dengan pemindahan kepemilikan barang tersebut.
Setiap jenis akad pembiayaan syariah memiliki karakteristik dan
prinsip-prinsip yang berbeda, tetapi semuanya didasarkan pada prinsip-
prinsip Syariah yang melarang riba, gharar, dan aktivitas yang bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.
F. Permasalahan Pembiayaan Syariah
Dalam pembiayaan seharusnya lembaga keuangan syariah
memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam studi kelayakan agar dalam
pemberian pembiayaan tidak terjadi permasalahan di kemudian hari karena
permasalahan yang ada dalam pemberian pembiayaan adalah pada saat
pemberian sebelumnya tidak diadakan kelayakan usaha bagi anggota yang
mengajukan pembiayaan.7
1. Aspek manajemen
Aspek manajemen mencakup kemampuan menetapkan visi dan
misi perusahaan, kemampuan menterjemahkan visi dan misi perusahaan
dalam sasaran-sasaran lebih spesifik, kemampuan merumuskan strategi
yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran spesifik tersebut,
kemampuan menerapkan strategi secara efektif dan efisien serta kemampuan
melakukan evaluasi dan pengendalian atas seluruh kegiatan perusahaan.
Analisa aspek manajemen tersebut, sebagai berikut: (Suhardjono, 2004;
199)
1) Dijelaskan struktur organisasi yang ada saat ini dan agar gambar struktur
organisasi dilampirkan, untuk mengetahui garis komando dan orang-

7
Gunawan, “Permasalahan Pembiayaan Pada Lembaga Keuangan Syariah.”

15
orang penting dalam perusahaan.
2) Siapa pemegang posisi kunci/yang terpenting dalam organisasi
perusahaan tersebut.
3) Jelaskan pucuk pimpinan dalam bidang usaha kunci serta latar belakang
pendidikan. Demikian pula dengan para staf yang ada dalam perusahaan
tersebut.
4) Dari hasil pengamatan agar dijelaskan gaya kepemimpinan yang
dijalankan dalam usaha tersebut.
5) Adakah diantara para pengurus/pemilik perusahaan tersebut telah
memberikan jaminan perseorangan untuk kepentingan pihak lain.
6) Apabila perusahaan tersebut merupakan grup usaha apakah perusahaan
tersebut telah memberikan “corporate guarantee”.
7) Dan sebagainya.
2. Aspek produksi
Aspek produksi mencakup kemampuan pemohon
memproduksi atau mengadakan produk/barang yang mempunyai
kemampuan daya saing di pasar, kemampuan pemohon untuk berproduksi
secara berkesinambungan, dan sebagainya. Hasil analisa tersebut sebagai
berikut: (Suhardjono, 2004; 200-202)
1) Realisasi dan rencana pengembangan usaha
2) Produk
3) Lokasi usaha
4) Sarana produksi
5) Bahan baku/bahan pembantu/barang dagangan
6) Metode produksi
3. Aspek pemasaran
Aspek pemasaran meliputi angka keragaan masa lalu yang dilihat
dari data/statistik penjualan, tingkat persaingan dan angka proyeksi
pemasaran pada masa yang akan datang, meliputi perencanaan dan strategi
pemasaran yang akan dilakukan. (Suhardjono, 2004; 203)
4. Aspek personalia

16
Aspek personalia meliputi jumlah tenaga kerja, organisasi kerja,
tingkat keahlian manajer dan tenaga pelaksana serta gaya manajemen.
5. Aspek finansial
Aspek finansial mencakup pengkajian ulang laporan keuangan
pemohon (recasting) atas kondisi aktiva, kondisi hutang, kondisi modal,
kondisi penjualan/pendapatan, kondisi biaya dan sebagainya, sehingga dapat
disusun kembali dalam laporan keuangan yang lebih riil, analisa aliran kas
(cash flow), analisa kebutuhan modal kerja, analisa konsolidasi (untuk grup)
dan analisis ratio-ratio perusahaan. (Suhardjono, 2004; 204).
G. Penanganan Pembiayaan bermasalah
Penanganan dalam KBBI memiliki arti sebagai dasar tangan.
Penanganan mempunyai arti sebagai suatu tindakan dalam melaksanakan
sesuatu. Penanganan juga memiliki arti lain sebagai suatu proses, cara,
perbuatan dalam menangani sesuatu yang sedang dialami.4 Penanggulangan
pembiayaan bermasalah atau macet secara garis besar dapat diantisipasi
melalui berbagai upaya yang bersifat mencegah preventif) yang dilakukan
oleh pihak bank pada saat nasabah mengajukan pembiayaan melalui analisa
terkait pembiayaan yang diajukan nasabah, membuat surat perjanjian yang
benar, mengikat bangunan demi kepentingan pihak bank, pihak bank harus
memantau dan mengawasi terkait pembiayaan yang telah diberikan.8
Analisis harus perlu dilakukan oleh pihak sebelum memutuskan
untuk menyetujui maupun menolak permohonan kredit yang diajukan oleh
calon debitur. Analisis tersebut harus dilakukan agar dalam pembiayaan
tidak terdapat permasalahan atas kredit yang disalurkan oleh pihak bank.
Risiko tersebut masih bisa dihadapi oleh pihak bank meskipun telah
dilakukan analisis yang cermat dan teliti. Bank diseluruh dunia tidak
menutup kemungkinan mengalami kredit yang bermasalah, karena tidak
semua kredit yang telah diberikan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan oleh pihak bank untuk
menyelamatkan pembiayaan bermasalah, diantaranya ialah sebagai berikut:

8
Alapján-, “Penanganan Pembiayaan Bermasalah.”

17
1. Rescheduling
Upaya yang pertama kali dilakukan oleh pihak bank untuk
menyelamatkan pembiayaan bermasalah ialah melalui rescheduling
(penjadwalan kembali). Penjadwalan kembali ini dilakukan sebagai
alternatif apabila pihak debitur tidak mampu membayar kewajiban pokok
maupun bunga dalam angsurannya. Rescheduling merupakan langkah
penjadwalan kembali sebagian maupun seluruh kewajiban dari pihak
debitur. Seperti contoh ada nasabah yang memiliki pinjaman yang
dijadwalkan akan selesai dalam jangka waktu 4 tahun kemudian diubah
dengan sedemikian rupa sehingga pembiayaan dapat diselesaikan dalam
waktu 5 tahun. Penjadwalan kembali tersebut didasarkan dari gambaran arus
khas yang dimiliki oleh pihak debitur yang sedang mengalami penurunan.
Perpanjangan angsuran ini hampir sama dengan perpanjangan
waktu pembiayaan. Angsuran pembiayaan dalam hal ini jangka waktunya
yang semula 36 kali diubah menjadi 48 kali. Melalui hal tersebut jumlah
angsuran menjadi lebih kecil seiring dengan penambahan jangka waktu
dalam pelunasan angsuran kredit. Ada beberapa alternatif yang bisa
dilakukan dalam proses rescheduling yang dapat dilakukan oleh pihak bank,
diantaranya ialah sebagai berikut:
1) Jangka waktu pembiayaan yang diperpanjang. Semisal nasabah memiliki
jangka waktu pembiayaan 3 tahun kemudian diperpanjang menjadi 5
tahun, sehingga menjadikan jumlah angsuran yang dibayar semakn
sedikit.
2) Angsuran bulanan diubah menjadi angsuran triwulan. Dengan merubah
angsuran yang semula setiap sebulan sekali menjadi 3 bulan sekali
menjadikan nasabah mampu mengumpulkan dana guna membayar
angsuran.
3) Angsuran pokok diperkecil dengan cara menambah jangka waktu yang
lebih lama.
2. Reconditioning
Reconditioning dapat dimengerti bahwasanya pihak bank dapat

18
merubah berbagai persyaratan yang telah ada, seperti:
1) Kapitalisasi bunga, maksudnya bunga yang ada dihitung sebagai hutang
pokok.
2) Menunda membayar bunga dengan jangka waktu tertentu, yang
dimaksud disini hanya pembayaran bunga saja yang dapat ditunda,
namun angsuran pokoknya tetap wajib dibayar seperti biasanya.
3) Menurunkan suku bunga. Hal ini dilakukan agar dapat meringankan
beban yang dihadapi oleh nasabah. seperti contoh nasabah memiliki
pinjaman dengan jumlah bunga per tahun 20% kemudian diturunkan
menjadi 18% per tahun. Pihak bank yang bersangkutan yang
mempertimbangkan penurunan suku bunga tersebut. Dengan
menurunkan suku bunga menjadikan angsuran yang akan dibayar oleh
nasabah semakin mengecil sehingga diharapkan mampu meringankan
beban pihak nasabah.
4) Membebaskan bunga kepada nasabah, hal ini didasarkan pertimbangan
apabila nasabah dirasa tidak mampu lagi dalam membayar pembiayaan
tersebut. Namun dalam hal ini nasabah tetap wajib membayar pinjaman
pokok.
3. Restructuring
Menambah modal adalah salah satu langkah restructuring yang
dilakukan oleh pihak bank kepada nasabah dengan mempertimbangkan
usaha yang dikelola oleh pihak nasabah memang layak untuk diberikan
tambahan modal. Langkah ini bisa dilakukan melalui:
1) Menambah jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.
2) Menambah equity yaitu melalui cara menyetorkan uang tunai tambahan
dari pemilik.
H. Kasus Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia
Contoh kasus pembiayaan Bank Syariah di Indonesia, pembiayaan
murabahah pada perbankan syariah di indonesia.9
Saat ini, perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat
9
“Kasus Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia, Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah Di Indonesia.”

19
terutama di Indonesia, seiring dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat
bahwa bunga dan modal yang ditentukan di awal (predetermined return)
merupakan riba yang dilarang oleh syariat Islam. Berdasarkan pemahaman
tersebut, maka sejak tahun 1950 banyak cendikiawan Muslim dan teoritis
ekonomi Islam menghendaki perbankan yang terbebas dari bunga atau riba.
Bank syariah merupakan bank yang menggunakan prinsip syariah
dalam menjalankan kegiatan usahanya, dimana landasan hukumnya
mengacu kepada al-qur’an dan hadits.4 Bank syariah sebagai lembaga
keuangan syariah memiliki fungsi intermediasi, yaitu bank syariah
melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya melalui skema pembiayaan. Salah satu bentuk
penyaluran dana pada bank syariah ialah melalui produk pembiayaan
murabahah.
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang sudah disepakati. Karakteristik murabahah yaitu bahwa
penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk
dengan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut.6 Murabahah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembelian
dengan pesanan dan tanpa pesanan.
Beberapa hasil survey menunjukkan bahwa bank-bank syariah baik
yang terdapat di Indonesia ataupun di luar negeri banyak yang menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama.7 Perbankan
syariah lebih tertarik dengan sistem murabahah karena keuntungan bersifat
pasti dan tidak rumit dalam praktiknya, sehingga murabahah mendominasi
60%-90% dalam skema pembiayaan perbankan syariah.
Hal inilah yang memicu sejumlah kritikan karena praktik murabahah
tak ubahnya dengan bunga dalam perbankan konvensional yang
keuntungannya bersifat pasti, yang berbeda hanya basis akadnya saja, yaitu
murabahah berdasarkan jual beli, sementara bunga berbasis hutang. Namun,
yang menjadi masalah adalah bukan besarnya saluran pembiayaan pada
akad murabahah di perbankan syariah karena murabahah diakui secara syah

20
oleh syariah, tetapi masalah timbul karena adanya penyimpangan dalam
praktik akad murabahah, sehingga apakah penyimpangan-penyimpangan
tersebut legal secara syariah atau tidak.
Dari permasalahan diatas, penulis akan mencoba membahas terkait
mengenai pembiayaan murabahah pada perbankan syariah khususnya di
Indonesia, dimana tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
pembiayaan murabahah pada perbankan syariah di Indonesia.
Dalam teknis yang terdapat di perbankan syariah, murabahah
merupakan akad jual beli yang terjadi antara pihak bank syariah dengan
nasabah. Dalam hal ini, bank syariah merupakan pihak penyedia barang
yang menjual kepada nasabah yang memesan dalam rangka pembelian
barang tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pihak bank syariah dalam
transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati secara
bersama, dimana dalam hal ini bank selaku penjual harus memberitahu
terlebih dahulu kepada pembeli (nasabah) tentang harga pokok pembelian
barang dan menyertakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut. Jual beli dengan bentuk murabahah ini terdapat dalam bentuk
pesanan yang diistilahkan oleh Imam Syafi’i sebagai al-amir bi al-shira atau
dapat disamakan juga dengan bay’ bi tsaman ajil atau bay’ muajjal (jual beli
yang barangnya diserahkan segera dengan pembayaran ditangguhkan atau
dilakukan secara berangsur). Oleh sebab itu, murabahah merupakan salah
satu bentuk jual beli yang dihalalkan.
Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan
barang, modal kerja, pembangunan rumah, dan lain-lain. Berikut ini
beberapa contoh aplikasi pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah.
Berikut beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam
perbankan syariah.
Pertama, pengadaan barang transaksi ini dilakukan oleh bank syariah
dengan prinsip jual beli murabahah, seperti pengadaan sepeda motor,
kulkas, kebutuhan barang untuk investasi, pabrik, dan sejenisnya. Apabila
seorang nasabah menginginkan untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat

21
datang ke bank syariah dan mengajukan permohonan agat bank syariah
membelikannya. Setelah bank syariah meneliti keadaan nasabah dan
menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk
pengadaan kulkas, maka bank kemudian membeli kulkas dan
menyerahkannya kepada pemohon (nasabah). Dalam hal ini, misalnya harga
kulkas tersebut sebesar Rp 4.000.000 dan pihak bank ingin mendapatkan
keuntungan sebesar Rp 800.000. Jika pembayaran angsuran selama dua
tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp
200.000/bulan.
Kedua, modal kerja (modal kerja barang). Penyediaan barang
persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli
murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus, bukan
untuk satu akad dengan pembelian barang berulang-ulang. Sebenarnya,
penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat menggunakan
prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan midal kerja dalam
bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip mudharabah atau
musyarakah karena jika pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang
menggunakan mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan
consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvensional yang
mengandung unsur riba. Transaksi dalam consumer finance (pembiayaan
konsumen) menggunakan pinjam meminjam uang, sedangkan dalam
murabahah menggunakan transaksi jual beli.
Ketiga, renovasi rumah (pengadaan material renovasi rumah).
Pengadaan material renovasi dapat menggunakan mekanisme jual beli
murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk
barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti batu bata, genteng,
cat, kayu, dan lain-lain. Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku
sekali putus, tidak untuk satu akad dilakukan berulang-ulang.
Pengembangan dari aplikasi pembiayaan murabahah dalam bank
syariah, yaitu dalam hal pengadaan barang. Dalam hal ini, bank syariah
menggunakan media akad wakalah untuk memberikan kuasa kepada

22
nasabah untuk membeli barang atas nama bank kepada supplier. Dengan
kata lain, nasabah menjadi wakil bank untuk membeli barang. Kepemilikan
barang hanya sebatas sebagai agen dari pihak bank. Selanjutnya, nasabah
memberikan informasi kepada pihak bank bahwa ia telah membeli barang
tersebut, kemudian pihak bank menawarkan barang tersebut kepada nasabah
dan terbentuklah kontrak jual beli, sehingga barang pun beralih kepemilikan
menjadi milik nasabah dengan segala resikonya.
Dalam teknis yang terdapat di perbankan syariah, murabahah
merupakan akad jual beli yang terjadi antara pihak bank syariah dengan
nasabah. Dalam hal ini, bank syariah merupakan pihak penyedia barang
yang menjual kepada nasabah yang memesan dalam rangka pembelian
barang tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pihak bank syariah dalam
transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati secara
bersama, dimana dalam hal ini bank selaku penjual harus memberitahu
terlebih dahulu kepada pembeli (nasabah) tentang harga pokok pembelian
barang dan menyertakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik
murabahah pada perbankan syariah, antara lain: pelanggaran syarat
milkiyah, pelanggaran syarat ra’sul mal ma’lum, dan penempatan akad yang
tidak tepat.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep pembiayaan syariah didasarkan pada akad-akad yang sesuai
dengan prinsip syariah, seperti akad jual beli (murabahah), bagi hasil
(mudharabah dan musyarakah), sewa-menyewa (ijarah), dan lain-lain.
pembiayaan syariah menekankan pada aspek keadilan, transparansi, dan
kemitraan yang seimbang antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.
Prinsip utama dalam pembiayaan syariah adalah kepatuhan terhadap
syariat Islam dengan menghindari praktik riba, gharar (ketidakpastian), dan
maysir (perjudian). Pembiayaan syariah didasarkan pada akad-akad yang
sesuai dengan prinsip syariah, seperti akad jual beli (murabahah), bagi hasil
(mudharabah dan musyarakah), sewa-menyewa (ijarah), dan lain-lain.
Setiap jenis pembiayaan syariah memiliki karakteristik, risiko, dan
penerapan yang berbeda-beda, sehingga lembaga keuangan syariah perlu
memahami dan menerapkannya dengan baik sesuai kebutuhan nasabah dan
prinsip syariah. Pemilihan jenis pembiayaan yang tepat membantu dalam
mengelola risiko serta memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
syariah dalam pembiayaan.
Prosedur pembiayaan syariah dimulai dengan pengajuan permohonan
pembiayaan oleh nasabah kepada lembaga keuangan syariah.
Selanjutnya bank akan melakukan analisis kelayakan usaha dan
kemampuan membayar kembali dari nasabah dengan menggunakan prinsip-
prinsip analisis seperti 5C (character, capacity, capital, collateral, dan
condition).
Setelah analisis dilakukan dan dinyatakan layak, bank dan nasabah
akan melakukan akad sesuai dengan jenis pembiayaan yang dipilih, seperti
murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan lainnya.
Akad pembiayaan syariah harus terbebas dari unsur-unsur yang
dilarang dalam syariat Islam, seperti riba, gharar (ketidakpastian), dan

24
maysir (perjudian). Jenis-jenis akad yang digunakan dalam pembiayaan
syariah antara lain akad jual beli (murabahah), bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah), sewa-menyewa (ijarah), dan lainnya.
Salah satu permasalahan utama dalam pembiayaan syariah adalah
risiko pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) yang dapat
terjadi karena berbagai faktor, seperti kegagalan usaha nasabah,
ketidakmampuan membayar, atau itikad tidak baik. Kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap konsep dan produk pembiayaan syariah dapat
menyebabkan keraguan dan menjadi hambatan dalam pengembangan
industri pembiayaan syariah.
Penanganan pembiayaan masalah menjadi penting untuk menjaga
kualitas pembiayaan dan meminimalkan risiko kerugian bagi lembaga
keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah perlu memiliki kebijakan dan
prosedur yang jelas dalam menangani permasalahan pembiayaan, yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pendekatan musyawarah dan mufakat
menjadi prinsip utama dalam penanganan masalah pembiayaan, dengan
tujuan untuk mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
Tingginya porsi pembiayaan murabahah disebabkan karena akad ini
memiliki risiko yang lebih rendah bagi bank syariah dibandingkan
pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah. Namun
dominasi pembiayaan murabahah juga mengindikasikan bahwa perbankan
syariah di Indonesia masih berfokus pada pembiayaan jangka pendek dan
belum optimal dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif jangka
panjang.
B. Saran
Lembaga keuangan syariah perlu meningkatkan literasi keuangan
syariah di kalangan masyarakat melalui program edukasi dan sosialisasi
yang lebih masif. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang prinsip-prinsip syariah dalam pembiayaan.

25
DAFTAR PUSTAKA
Alapján-, Vizsgálatok. “Penanganan Pembiayaan Bermasalah,” 2016, 1–23.
Dr. Ahmadiono, M.E.I. Prinsip Pembiayaan, n.d.
Gunawan, Karebet. “Permasalahan Pembiayaan Pada Lembaga Keuangan
Syariah.” MALIA: Journal of Islamic Banking and Finance 1, no. 1 (2018):
91–104. https://doi.org/10.21043/malia.v1i1.3985.
“Https://Www.Megasyariah.Co.Id/Id/Artikel/Edukasi-Tips/Pembiayaan/
Pinjaman-Syariah Diakses 15 April 2024, 13.15,” n.d.
Ii, B A B, and A Pembiayaan. “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan,”
no. September (2016): 11–60.
“Kasus Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia, Pembiayaan Murabahah Pada
Perbankan Syariah Di Indonesia.” VI, no. 1 (2021): 132–52.
Muhammad Shafi’i Antonio. “Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik,” no. 7
(2004): 255 halaman.
https://repository.iainsasbabel.ac.id/id/eprint/320/1/Buku Bank Syariah_Dr.
Rahmat Ilyas.pdf.
Ulpah, Mariya. “Konsep Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah, Vol. 3 No.2
Agustus 2020.” JURNAL Madani Syari’ah 3, no. 2 (2021): 147–60.
file:///C:/Users/Acer/Downloads/208-Article Text-297-1-10-20200831.pdf.
Yulita. “Manajemen Pembiayaan Perbankan Syariah.” EJESH : Jurnal Of Islamic
Economics and Social 1, no. 2 (2023): 82.
https://doi.org/10.32923/ejesh.v1i2.3762.

26

Anda mungkin juga menyukai