Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era modernisasi ini, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi


berkembang sangat pesat dan telah memberikan inovasi-inovasi terbaru dalam
dunia pendidikan. Kemajuan teknologi membuat dunia pendidikan semakin
tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan media-media pembelajaran yang
inovatif dan kreatif yang berbasis teknologi. Selain itu, di era modernisasi ini
juga sangat mempengaruhi minat belajar siswa, karena semakin banyak media-
media elektronik yang semakin banyak bermunculan di kalangan masyarakat,
seperti komputer, video games, play station, Handphone, dan lain sebagainya.
Fitur-fitur yang ditawarkan pun juga semakin variatif. Oleh karena itu, guru
harus lebih kreatif dan mengikuti perkembangan jaman dalam memberikan
materi dan media sebagai pendukungnya, misalnya dengan menggunakan media
permainan berbasis komputer, comic voice, dan lain-lain, sehingga mampu
menarik minat belajar siswa di era modernisasi ini.

Pembelajaran daring sangat diperlukan pada pembelajaran pada era revolusi


industri 4.0 (Pangondian, Santosa dan Nugroho, 2019). Pembelajaran daring
mampu mempertemukan peserta didik dengan guru untuk melaksanakan
pembelajaran melalui bantuan internet (Ivanova, et al, 2020). Selain kesediaan
perangkat lunak, pembelajaran daring juga membutuhkan perangkat keras
seperti smartphone, laptop, komputer atau tablet yang bisa digunakan secara
portable (Gikas dan Grant, 2013).

Sehubungan dengan itu, di dalam Panduan Penyusunan Kurikulum


Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 yang dkeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan (2018) dirumuskan keterampilan pada era
industry 4.0 sebagai berikut ini.
2

a. Literasi data; pemahaman membaca, menganalisis, menggunakan data


dan informasi di dunia digital
b. Literasi teknologi; pemahaman cara kerja mesin, aplikasi teknologi
c. Literasi manusia; pemahaman tentang humanities, komunikasi dan disain.
d. Pemahaman akan tanda-tanda revolusi industri 4.0
e. Pemahaman ilmu untuk diamalkan bagi kemaslahatan bersama secara
local, nasional, dan global.

Senada dengan itu, dalam pembelajaran bahasa asing era industry 4.0,
Mitsumoto (2014) juga mengatakan bahwa siswa harus disiapkan untuk
memperoleh keterampilan hidup yang dibutuhkan pada abad 21 ini.
Keterampilan

「21 世紀を生きるためのスキルとは、「批判的思考力、問題解決能力、コ ミュニ

ケーション能力、コラボレーション能力、情報リテラシー」といったこ とが挙げ

られている。」

Untuk mewujudkan pembelajaran yang mampu membekali siswa untuk


memiliki keterampilan berpikir kritis, memecahkan masalah, komunikatif,
kolaboratif, dan melek literasi informasi, hal pertama yang harus dilakukan
adalah memunculkan kesadaran global. Kesadaran global merupakan kesadaran
bahwa belajar bahasa berarti belajar menjalin koneksi dengan dunia yang lebih
luas. Kesadaran global ini bisa membantu siswa untuk menguasai keterampilan
hidup abad 21.

Untuk memperoleh keterampilan-keterampilan di atas, Pemerintah Indonesia


melalui Kemenristekdikti dan Kemendikbud merancang program pendidikan
yang mampu mengintegrasikan keterampilan-keterampilan itu melalui program
pembelajaran yang dikemas dan didokumentasikan di dalam kurikulum 2013,
baik kurikulum 2013 tingkat PT maupun kurikulum 2013 tingka SMA/MA.

Banyak media/sarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran


jarak jauh, antara lain Google Clasroom, Zoom, Google Meet, Telegram,
3

Microsoft Teams, Schoology, Whatsapp, Facebook dan Instagram (Enriquez,


2014; Sicat, 2015; Iftakhar, 2016; Kumar dan Nanda, 2018; Pratama dan
Mulyanti, 2020). Pemilihan media untuk pelaksanaan pembelajaran daring
maupun luring , guru harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain tujuan
pembelajaran, keefektifan, peserta didik, ketersediaan, kualitas teknis, biaya,
fleksibilitas, dan kemampuan orang yang menggunakannya serta ketersediaan
waktu (Sungkono, 2008).

Guru sebaiknya tidak memaksakan menggunakan aplikasi tertentu dalam


pembelajaran jarak jauh jika memang faktor-faktor pendukung tidak memadai.
Penggunaan teknologi juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain guru
dan peserta didik belum menguasai teknologi, sarana dan prasarana yang masih
terbatas, jaringan internet yang kurang baik dan biaya (Wahyono et al, 2020;
Harjanto & Sumunar, 2020; Fitriyani et al, 2020; Wulandari et al, 2020).

Harmer (2003) mengartikan teknologi dan informasi komunikasi sebagai


teknologi telekomunikasi yang terintegrasi dengan berbagai perangkat/piranti
komputer, network, dan sistem multimedia . Pengertian ini yang kemudian
dimanifestasikan dalam dunia Pendidikan modern menjadi bagaimana
komputer/gawai dan internet dapat terintegrasi dengan maksimal untuk
meningkatkan proses pengajaran dan belajar secara efektif efisien.

Pemanfaatan teknologi dan informasi ini tidak lain bertujuan untuk


meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pengajar/dosen dalam
mengembangkan media atau bahan ajar demi mendapatkan hasil yang lebih
maksimal dalam proses belajar mengajar. Hasil ini tentunya berorientasi pada
maksimalnya proses belajar dan mengajar yang berjalan dengan meningkatnya
motivasi belajar, semangat, disiplin, serta tanggungJepangb mahasiswa sebagai
subjek belajar.

Teknologi dan sistem informasi dapat memberikan benyak kesempatan bagi


dosen dan mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai materi/bahan ajar untuk
dapat meningkatkan kemampuan Bahasa pada target language yang dipelajari.
4

Selain itu, pengalaman belajar dari dunia luar dapat langsung dibawa dan
dirasakan oleh mahasiswa dengan berbagai bantuan media pembelajaran seperti
teks digital, gambar, audio, video, grafis, serta banyak bentuk interaktif lainnya.

Terkait TIK, Haryono (dalam Yusri, dkk, 2017) merangkum pendapat ahli
terkait definisi TIK, yang terdiri dari tiga terminologi penting, yaitu Teknologi
yang diartikan sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu
pengetahuan terapan; atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-
barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia,
Informasi diartikan sebagai data yang diproses dalam bentuk yang bermakna dan
Komunikasi diartikan sebagai proses interaksi antara komunikator dan
komunikan. Ketiga terminologi tersebut kemudian disimpulkan sebagai
teknologi yang berfungsi atau yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
proses komunikasi atau penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima.

Pengajar juga dapat berinteraksi secara langsung dengan banyak native


speaker melalui bantuan teknologi untuk dapat mengkoreksi diri atas berbagai
kelemahan-kelemahan yang dimiliki sehingga dapat segera meningkatkannya
dan menjadi bahan pembelajaran yang memiliki kualitas yang jauh lebih baik
dari sebelumnya. Tidak hanya itu, kolaborasi pendidik dengan banyak peneliti
di seluruh dunia melalui bantuan teknologi juga secara langsung maupun tidak
langsung dapat memberikan cara pandang, peningkatan berbagai pendekatan,
metode, media, strategi, maupun teknik pengajaran dengan gaya terbaru untuk
dapat menghasilkan proses dan hasil pembelajaran yang jauh lebih baik,
terstruktur, efektif, dan efisien bagi para pembelajar dalam hal ini mahasiswa.

Pada tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia dalam rumusan kurikulum menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran
di sekolah yang diatur oleh kurikulum 2013 diperkaya dengan konteks daerah
atau sekolah, serta konteks global (Kemendikbud, 2017). Konteks global
menuntut pembelajaran sejalan dengan karakteristik pendidikan abad 21, yaitu:
5

a. communication,

b. collaboration,

c. critical thinking/problem solving,

d. creativity and innovation.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar


dan Struktur Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah,
kurikulum 2013 mengembangkan 4 (empat) macam rumusan kompetensi inti.
Kompetensi inti itu adalah: kompetensi inti sikap spiritual (KI 1), kompetensi
inti sosial (KI 2), kompetensi inti pengetahuan (KI 3), dan kompetensi inti
keterampilan (KI 4). Artinya, di dalam kurikulum 2013, keterampilan abad 21
di atas, masuk ke dalam kelompok kompetensi sikap sosial (KI 2). Dalam
pelaksanaannya, keempat keterampilan di atas diintegrasikan di dalam setiap
mata pelajaran, termasuk mata pelajaran bahasa Jepang. Artinya, proses
pembelajaran harus mampu membuat siswa memiliki keterampilan-
keterampilan tersebut. Guru bisa memasukkan keterampilan-keterampilan di
atas ke dalam materi, ke dalam media, ke dalam metode pembelajaran, dan lain
sebagainya.

Berkat integrasi teknologi dan informasi juga dapat memberikan ruang


kemandirian yang lebih besar bagi siswa. Mereka diajarkan untuk dapat lebih
mengeksplorasi dirinya sendiri dengan bantuan teknologi. Diharapkan, mereka
juga dapat memiliki pengalaman belajar yang lebih jauh dan berkembang
dengan menggunakan beragam vasilitas baik berbasis web maupun aplikasi yang
tersedia dengan banyak pelajar dan kampus di seluruh belahan dunia.
Pembelajaran untuk orang dewasa atau andragogi juga dapat teraplikasi secara
maksimal dengan kolaborasi dan meanfaatan teknlogi secara maksimal dan
terarah.

E-learning menjadi pilihan solusi dalam menunjang kebijakan pembelajaran


jarak jauh. E-learning adalah gabungan antara pembelajaran elektronik dan
teknologi informasi seperti yang dikatakan oleh Tigowati, Efendi & Budiyanto
6

bahwa e-learning is electronic learning that uses technology and information


(Tigowati, Efendi, & Budiyanto, 2017). Pada dasarnya, e-learning menuntut
warga belajar memiliki kemandirian belajar yang cukup tinggi. E-learning juga
telah mengubah paradigma pembelajaran teacher centered menjadi student
center (Brahma, 2020).

Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sejak dekade lalu optimalisasi ICT
(Information Communication and Technology) atau dalam bahasa Indonesia
lebih dikenal dengan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang terjadi
di berbagai bidang, juga mempengaruhi dunia pendidikan. Perbedaan persepsi
dan perbedaan kecakapan dalam memanfaatkan teknologi demi kemajuan
pendidikan memang menjadi permasalahan yang besar. Akan tetapi satu konsep
yang patut dipahami terkait optimalisasi TIK ini adalah, tugas pengajar bukanlah
menjadi semakin ringan, malahan sebaliknya. Peran pengajar memang bukan
lagi menjadi pusat atau sumber informasi, tetapi sekaligus pengawas dari
informasi yang tidak terbatas, dan ini tentu tidak mudah untuk dilakukan
(Wedayanti dan Titasari, 2018). penelitian ini berusaha untuk membahas
mengenai penerapan metode voice over, dengan mengoptimalkan sumber-
sumber pembelajaran yang tersedia dalam jaringan.

Komitmen pemerintah dalam memperbaiki kurikulum yang ada kini mulai


terlihat perubahan yang signifikan. Hal tersebut ditandai adanya perubahan-
perubahan mutu pendidikan pada setiap sekolah yang menerapkan berbagai jenis
model pembelajaran baru untuk setiap mata pelajaran sesuai dengan era
modernisasi saat ini, yaitu dengan memberikan media pembelajaran sebagai
pendukung dalam proses pembelajaran. Meskipun pergantian kurikulum masih
pada tahap peralihan pada setiap tingkat yang baru, namun hal itu justru
menunjukkan perubahan yang cukup baik jika dibandingkan dengan pergantian
kurikulum pada semua tingkat secara tiba-tiba di tengah-tengah kurikulum yang
sudah berjalan sebelumnya. Peralihan kurikulum tersebut dianggap sebagai
tantangan bagi guru dan siswa, karena pada kurikulum 2013 guru harus mampu
membuat siswa mampu berpikir kreatif dalam setiap mata pelajaran dan setiap
7

kompetensi dasar yang diajarkan. Jika guru dan siswa belum siap dalam
peralihan kurikulum tersebut, maka mutu pendidikan tidak akan memperlihatkan
perubahan yang membaik.

Kolaborasi pemanfaatan teknologi dengan pendidikan dianggap sangat perlu


dilakukan pada era globalisasi ini agar selalu tercipta inovasi pembelajaran yang
menarik sehingga menumbuhkan kemandirian belajar yang tinggi bagi siswa dan
dapat segera mewujudkan cita-cita bersama sebagai Kampus Merdeka dalam
waktu dekat ini . Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan juga
merupakan upaya peningkatan kemampuan dosen atau guru untuk senantiasa
menemukan media maupun metode pengajaran terintegrasi yang efektif
diterapkan dalam proses pembelajaran baik di dalam maupaun di luar kelas
untuk dapat membawa keberhasilan proses belajar yang signifikan. Sehingga
melalui Voice Over (vo) ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar
siswa pada pembelajaran berbicara,membaca dan menulis baik secara offline
maupun online, sehingga siswa dapat dengan leluasa mengeksplorasi seluruh
kemampuan mereka dalam menguasai beberapa bidang ilmu.

Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan juga merupakan upaya


peningkatan kemampuan guru untuk senantiasa menemukan media maupun
metode pengajaran terintegrasi yang efektif diterapkan dalam proses
pembelajaran baik di dalam maupaun di luar kelas untuk dapat membawa
keberhasilan proses belajar yang signifikan. Sehingga melalui metode Voice
Over ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa baik secara
daring maupun luring , sehingga siswa dapat dengan leluasa mengeksplorasi
seluruh kemampuan mereka dalam menguasai satu bidang ilmu.

Kemampuan berbahasa Jepang masih dianggap sebagai salah satu


keterampilan yang sulit dilakukan bagi siswa. Banyak siswa menghadapi
beberapa kesulitan ketika mereka hendak berkomunikasi dengan bahasa Jepang.
Beberapa kesulitan yang sering dihadapi dan dikeluhkan siswa salah satunya
adalah, mereka tidak percaya diri berkomunikasi dengan bahasa Jepang, karena
mereka takut di tertawakan teman dan malu kalau ketahuan kemampuan bahasa
8

Jepangnya lemah meskipun ia menyukai budaya Jepang seperti Anime dan


Manga. kemudian, Berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan selaku
guru SMA Bahasa Jepang , ditemukan beberapa masalah yang selama ini
dihadapi guru dalam proses pembelajaran . Masalah-masalah tersebut yaitu, (1)
siswa kurang berani berdialog di depan umum; (2) siswa merasa takut, malu-
malu, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk berdialog di depan kelas; (3)
kata-kata yang digunakan siswa saat berdialog kurang menarik (4), belum
adanya media dan metode pembelajaran yang menarik untuk melibatkan siswa
berkomunikasi dengan bahasa Jepang. (5) siswa tidak menguasai bahan cerita;
(6) guru sering membatasi topik pembicaraan; (7) teknik-teknik yang dipakai
dalam pembelajaran keterampilan berbicara kurang efektif.

Pembelajaran bahasa asing pada umumnya, kesuksesan penguasaannya kerap


dinilai dari kefasihan pembelajar dalam berujar menggunakan bahasa asing
tersebut. Bahkan kerap ketepatan penggunaan tata bahasa maupun kosakata
yang sesuai konteks, masih belum cukup jika tidak ditimpali dengan pelafalan
intonasi yang mendekati penutur asli. Hal tersebut tentu menjadi permasalahan
yang cukup serius bagi pembelajar bahasa asing, utamanya di Indonesia yang
sebagian besar masyarakatnya memiliki bahasa daerah dengan dialek yang
sangat beragam dan kuat, terkadang sangat mempengaruhi pelafalan bahasa
asing yang dipelajari. Pada kasus pembelajar bahasa Jepang, kerap mereka
melakukan kesalahan intonasi yang membuat makna ujaran yang diucapkan
berbeda. Misalnya, ungkapan sou desu ka, yang dilafalkan turun, malah
dilafalkan naik. Kesalahan yang nampaknya remeh tetapi mungkin
meninggalkan kesan negatif yang merugikan.

Sementara itu, sadar akan peran guru sebagai fasilitator dan orchestrator
pembelajaran kreativitas dan keberanian mencoba sesuatu yang baru
(adventurous strategies) perlu diasah. Sistem voice over, yang berkembang
dalam dunia entertainment, terpikirkan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran
pelafalan bahasa Jepang secara kreatif dan aktif. Kelebihan sistem Voice Over
ini berkaitan dengan pelafalan bahasa adalah sistem Voice Over menimbulkan
9

rasa senang atau keasyikan tersendiri bagi orang yang menggunakannya.


Sebagai contoh, dapat kita amati orang yang sedang mengisikan suaranya pada
video dokumenter. Bahkan aspek-aspek penting dalam pembelajaran bahasa
seperti kerjasama, keikutsertaan, pengulangan, serta pengingatan (Tellefson,
2002) ada semua pada metode Voice Over.

Upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terutama dalam materi


membaca, menghafal huruf Jepang serta bebicara dalam bahasa Jepang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menggunakan metode dan
teknik pembelajaran lain , seperti metode Voice Over yang dapat dilaksanakan
secara daring maupun luring serta dapat diterapkan secara sederhana
menggunakan whatsapp siswa diminta mengetik dialog percakapan dengan
huruf Jepang di whatsapp dengan memanfaatkan keyboard bahasa Jepang
kemudian menggunakan fitur voice note dan secara kompleks menggunakan
aplikasi media sosial seperti Instagram ataupun tiktok. Metode Voice Over siswa
tidak perlu menampilkan wajah saat pembuatan video dan tidak perlu
memperhatikan intonasi suara sehingga siswa dapat dengan bebas berbicara.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat didalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Bagaimana kemampuan berbicara para pembelajar setelah diterapkan


metode Voice Over Project Based Learning ?
b. Adakah perbedaan peningkatan keterampilan berbicara yang signifikan
antara siswa yang diterapkan Voice Over Project Based Learning dan yang
tidak diterapkan Voice Over Project Based Learning ?
c. Bagaimana tanggapan pembelajar terhadap penggunaan Voice Over Project
Based Learning?
10

Agar pembahasan pada penelitian ini terarah dan dapat menghindari


pembahasan yang meluas, penulis membatasi masalah penelitian sebagai berikut:

a. Penelitian ini meneliti mengenai kemampuan berbicara bahasa Jepang


pembelajar yang diterapkan metode Voice Over Project Based Learning.
b. Penelitian ini meneliti mengenai perbedaan peningkatan keterampilan
berbicara yang diterapkan metode Voice Over Project Based Learning
dan yang tidak menggunakan metode Voice Over Project Based Learning.
c. Penelitian ini meneliti mengenai tanggapan pembelajar mengenai
metode Voice Over Project Based Learning untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Jepang.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berikut merupakan beberapa tujuan yang ada untuk menjawab beberapa


rumusan masalah yang ada pada penelitian ini, yaitu diantaranya adalah:

a. Untuk mengetahui kemampuan berbicara pembelajar yang diterapkan dan


yang tidak diterapkan metode Voice Over Project Based Learning.
b. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan berbicara bahasa Jepang dalam menggunakan
metode Voice Over Project Based Learning.
c. Untuk mengetahui tanggapan pembelajar terhadap penggunaan metode
Voice Over Project Based Learning dalam meningkatkan kemampuan
berbicara.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Dalam melakukan suatu kegiatan penelitian akan menghasilkan manfaat


secara teoritis dan manfaat secara praktis. Berikut merupakan manfaat yang ada
pada penelitian ini, yaitu diantaranya adalah:
11

1) Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode Voice Over Project Based
Learning ini diharapkan dapat memberikan informasi dan penjelasan mengenai
penggunaan Voice Over Project Based Learning dalam meningkatkan
kemampuan berbicara bahasa Jepang secara online, sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif pengembangan metode pembelajaran.
2) Manfaat Praktis
Manfaat lain yang dapat diperoleh selain manfaat secara teoritis ialah dapat
dilihat seperti pemaparan berikut:
a. Bagi peneliti, hasil dari penelitian metode Voice Over Project Based
Learning ini dapat digunakan sebagai sebuah pengetahuan baru untuk
meningkatkan keterampilan pembelajar dalam bidang keterampilan
berbicara bahasa Jepang secara online atau e-learning, serta dapat
digunakan sebagai pengembangan metode pembelajaran selanjutnya.
b. Bagi pembelajar, menjadikan proses pembelajaran dalam bidang
keterampilan berbicara bahasa Jepang menjadi lebih menarik dalam
pembelajaran berbasis online atau e-learning dan tidak membosankan,
sehingga dapat lebih meningkatkan keterampilan, meningkatkan skill
komunikasi, dan kreatifitas pada diri pembelajar ketika berbicara
dalam bahasa Jepang.
c. Bagi pengajar, dengan menggunakan metode Voice Over Project
Based Learning diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu alternatif
terhadap bidang pengajaran untuk meningkatkan keterampilan
pembelajar, khususnya terhadap keterampilan berbicara bahasa
Jepang.

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini disajikan ke dalam lima bab, yaitu pendahuluan, kajian
pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan simpulan dan
saran. Adapun sistematika penulisan yang digunakan ialah sebagai berikut:
12

BAB I Pendahuluan

Sistematika penulisan pada bab ini akan menguraikan mengenai


latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Sistematika penulisan pada bab ini akan menguraikan


mengenai beberapa kajian teoritis yang berisi mengenai
penjelasan teori terkait dari berbagai sumber kutipan yang
digunakan oleh penulis.
BAB III Metode Penelitian
Sistematika penulisan pada bab ini akan membahas mengenai
metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel,
instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data yang
digunaikan pada penelitian ini.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasaan.
Sistematika penulisan pada bab ini akan menguraikan dan
menjelaskan mengenai pengolahan data dan hasil analisis
yang diperoleh pada penelitian menggunakan metode voice
over project based learning dalam meningkatkan kemampuan
berbicara bahasa Jepang.
BAB V Simpulan dan Saran
Sistematika penulisan pada bab ini akan menguraikan
simpulan akan hasil dari penelitian, rekomendasi kepada
pengguna metode voice over project based learning, dan saran
kepada peneliti selanjutnya.
13

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan
dengan tema penelitian sebagai berikut :

2.1 Voice Over (VO)

Voice Over atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut dengan sulih suara atau
suara latar merupakan sebuah kegiatan teknik produksi dengan memasukkan narasi
baik berupa narasi cerita, skrip, teks, maupun pesan-pesan yang direkam dan dapat
ditayangkan dengan atau tanpa mengguanakan grafis pada media radio, televisi,
anime, maupun video klip yang dilakukan oleh seorang pengisi suara.

Dunia hiburan yang pertama kali menerapkan penggunaan Voice Over adalah
bidang broadcasting dalam hal ini lebih khusus radio yang digunakan sebagai media
siaran dan iklan suara tanpa grafis atau video/gambar. Kemudian disusul oleh
televisi guna menampilkan iklan dengan penerapan Voice Over konvensional.

Awal mula penggunaan metode ini, iklan diproduksi dengan hanya mengambil
efek gambar, kemudian para Voice Over talent atau para pengisi suara secara
bersamaan mengisi suara iklan dengan diiringi musik atau orchestra secara
langsung atau live. Selain diterapkan dalam dunia hiburan, dalam dia broadcasting,
anime, maupun advertisement, Voice Over juga saat ini dapat diterapkan di
berbagai bidang ilmu seperti perkantoran, terjemahan, visualbook, audiobook, dan
bahkan dapat digunakan sebagai alternatif media dalam dunia pendidikan modern.
Sayangnya, di Indonesia sendiri, pemanfaatan media maupun metode Voice Over
dalam dunia pendidikan masih sangat minim. Pengetahuan masyarakat luas akan
Voice Over pun masih sangat terbatas, Voice Over masih hanya terkotak-kotak atau
identik dengan dubbing anime tanpa ada pengembangan lain. Padahal sedianya,
media ini cukup efektif dan efisien bisa diterapkan sebagai media pembelajaran
modern karena memiliki banyak kelebihan baik secara aplikatif penerapan bahasa,
14

motivasi, maupun berbagai pesan moral yang dapat diselipkan sebagai feedback
proses pembelajaran untuk siswa maupun dosen pengampu materi bahan ajar yang
diajarkan.

Salah satu teknik dalam kemampuan berbicara yang dapat dilakukan oleh setiap
orang adalah teknik Voice Over (VO). Voice Over termasuk teknik naratif, di mana
suara narator tanpa wajah terdengar melalui gambar yang berbeda dan ini untuk
tujuan yang berbeda (Franco et al., 2010). Teknik ini menyatukan antara
kemampuan berbicara dan pemasaran. Biasanya penggunaan VO dilakukan pada
proses pembuatan iklan produk ataupun pembacaan naskah resmi dalam berbagai
kesempatan. Dalam info komersial, iklan, dan video promosi, kegunaan Voice Over
adalah untuk memberikan informasi tambahan tentang suatu produk atau layanan.
Acara-acara televisi dan video-video sering mempekerjakan pekerja di bidang itu
untuk menceritakan elemen-elemen plot penting. Selain itu, Voice Over juga sering
digunakan untuk mengisi suara dialog pada video atau serial animasi. Pengisian
suara ini digunakan untuk memperkuat karakter tokoh di dalam animasi. Selain
digunakan di dunia hiburan, Voice Over juga digunakan untuk jurnalistik. Biasanya,
pengisian suara ini digunakan untuk memberi penjelasan dari berita yang
ditayangkan.

Voice over, atau yang sering disalahartikan oleh orang indonesia sebagai
dubbing, sebenarnya memiliki pengertian sebagai "Teknik produksi suara dengan
membacakan naskah oleh Voice Talent untuk menyampaikan pesan. Banyak
digunakan di media Radio, Produksi Televisi, Film, Games, Audio Book dan
banyak lainnya". Sedangkan dubbing, yang telah disinggung sebelumnya,
merupakan salah satu jenis voice over.

Voice over terbagi menjadi 3 jenis, yaitu ADR, Dubbing, dan Voice Character.

a. Automated Dialogue Replacement (ADR)

Automated Dialogue Replacement adalah Proses merekam ulang dialog yang


rusak atau tidak dapat direkam pada saat proses perekaman suara di lapangan.
Hal ini sering terjadi dalam proses syuting film, yang mana proses perekaman
15

suara di lapangan terganggu oleh noise seperti suara kendaraan bermotor, angin,
pemasangan clip-on yang tidak tepat, dan lain sebagainya. ADR diperlukan
untuk menghasilkan suara yang crystal clear, contoh ini sering kita temui pada
produksi film Hollywood dimana 90% dialog yang kita dengar adalah hasil
proses ADR.

b. Dubbing

Dubbing adalah proses sulih suara, dimana istilah ini lekat dengan proses
mengubah bahasa dari sebuah film, ke bahasa yang lainnya. Dubbing banyak
dilihat pada film atau serial yang tayang di media nasional seperti TV. Tantangan
dalam melakukan dubbing yang sering ditemui adalah Jumlah episode yang
banyak sehingga memerlukan waktu produksi yang lebih panjang serta hasil
terjemahan naskah yang sering tidak pas dengan pergerakan bibir artis dalam
video/lipsync.

c. Voice Character

Voice character atau voice acting adalah seni melakukan voice over, yang
ditujukan untuk memainkan peran atau untuk menyediakan informasi dan
menggambarkan emosi sebuah cerita. Voice Character memerlukan latihan dan
keahlian tersendiri, biasanya seorang Voice Talent diharapkan mampu
memainkan 3-5 peran karakter yang berbeda.

Voice over di media berperan sebagai pembawa pesan, bisa berfungsi


Informatif atau menghibur. Naskah yang baik akan sangat membantu proses
penyampaian pesan, Voice over Talent juga perlu mempunyai kemampuan
membaca atau menerjemahkan naskah yang baik sesuai media yang akan
digunakan. Karena masing masing media mempunyai karakter sendiri yang
berbeda-beda. Sesuai dengan perkembangannya, voice over kini berkembang
dan larut dalam era media baru. Teknologi terbarukan juga turut membantu
perkembangan dunia Voice over. Perkembangan dunia Voice over, dapat terlihat
dari evolusi profesi Voice over Talent, dan jenis-jenis voice over dalam media
yang baru.
16

2.1.2 Voice over di Media Baru

Internet merupakan sebuah dunia yang tak terlihat, namun memiliki dampak
yang cukup signifikan, baik untuk dunia marketing, afeksi terhadap perilaku
sosial, dan banyak lainnya pengaruh internet terhadap kehidupan. Tak terkecuali
dengan voice over, kini, muncul banyak media baru, Sebut saja Audio Book, E-
Learning, Social Media Content dan Youtube, Mobile Games, Mobile
Applications, Online Course, Video Presentation dll yang mana masing-masing
dari media di atas terdapat Voice over sebagai salah satu unsur keturunannya.

2.1.3. Voice over dalam Pendidikan sebagai media Audio Books

a) Naskah Untuk Audio Books dan Cara Membacanya

Audio book atau buku bersuara adalah salah satu media baru yang
berkembang pada tahun 1990an. Pada awal pengembangannya, Audio book
diciptakan bagi tuna netra, yang memiliki keterbatasan, namun ingin menikmati
sebuah bacaan buku. Namun seiring perkembangannya, Audio book kini dapat
dinikmati oleh siapa saja sebagai alternatif menikmati sebuah buku bacaan.
Dengan menggunakan Audio book, anda tentunya akan disajikan sebuah tatanan
efek suara, dan background musik yang dipergunakan untuk tujuan membangun
suasana cerita.

Pada Awalnya audio book diciptakan dengan format bundle dengan


pembelian buku. Biasanya audiobook dibentuk dalam format kaset atau cd dan
disertakan dalam pembelian bukunya. Selain penjualan audiobook melalui hal
tersebut masih dilakukan hingga saat ini, penjualan audiobook kini telah
merambah jenis ebook atau electronic book, yang mana, ketika anda membeli
sebuah buku electronic yang biasanya berformat pdf, anda akan mendapatkan
17

satu file tambahan berupa mp3 atau wav yang merupakan audiobook dari buku
yang telah anda beli.

Jenis audiobook terbagi menjadi dua, yaitu unabridged audiobook dan


abridged audiobook. Unabridged audiobook adalah audiobook dengan
pembacaan kata per kata yang bersumber dari sebuah buku cetak, dengan kata
lain, kata yang dibacakan sama persis dengan buku yang tercetak. Sedangkan
abridged audiobook adalah pembacaan audiobook yang tidak sesuai dengan
cetakan bukunya, namun tidak mengurangi makna kalimat yang ada. Sebenarnya,
proses kreatif yang dilakukan dalam pembuatan abridged audiobook lebih baik
dibandingkan unabridged audiobook. Selain pembuat audiobook dapat
menginterpretasikan buku sesuai dengan bayangan desainsuaranya, pembuat
audiobook ditantang untuk mampu bercerita secara auditif dan terlepas dari buku
cetakannya. Hal ini terjadi karena biasanya ketika kita membaca unabridged
audiobook, kita tetap membaca buku cetakannya dan tidak dapat terlepas dari
chapter per chapter buku cetakannya. Maka dari itu, biasanya produsen memilih
abridged audiobook sebagai langkah untuk menghemat biaya produksi.

Buku-buku yang biasa menyertakan audiobook adalah buku-buku seperti


buku meditasi buku terapy kesehatan dengan hypnosis, buku cerita anak-anak,
buku cerita fantasi Harry Potter, Lord of The Ring, dll.

Dari awal pengembangannya, audiobook menggunakan jasa voice over talent


yang akan membacakan teks yang tercetak dalam buku. Seiring dengan
perkembangan jaman, kini audiobook dapat dibuat menggunakan software to
speech. Software ini adalah perangkat lunak yang bisa mengucapkan kata-kata
yang tertulis Namun ada kekurangan dalam software ini, yaitu software ini tidak
dapat menyampaikan pesan sesuai dengan kebutuhan buku karena biasanya
intonasinya statis seperti robot. Juga dengan software ini, kita tidak dapat
mendengarkan desain suara yang memang dirancang untuk kebutuhan
membangun suasana seperti dalam buku. Sehingga, sebuah audiobook yang baik,
akan menggunakan jasa voice over talent dan sound designer sebelum
18

produknya didistribusikan, baik dalam bentuk Kaset, ataupun format digital


seperti mp3, Wav, DII.

Voice over dituntut untuk dapat menuturkan sebuah cerita dengan baik,
menjiwai karakter yang ada dalam sebuah buku, dan menghantarkan pesan yang
ada dalam buku sesuai atau bahkan melebihi fantasi dari seseorang yang
membaca buku tersebut.

b). Intonasi yang biasa dipergunakan dalam perekaman audiobook

Seperti yang telah disampaikan bahwa audiobook adalah buku bersuara,


maka anda perlu menggunakan intonasi storytelling untuk mengisi project ini.
Namun tidak hanya itu saja, biasanya audiobook dibagi menjadi beberapa
karakter tergantung sudut pandang penceritaan bukunya. Beberapa karakter
yang ada dalam sebuah audiobook antara lain adalah

1. Narator

Narator biasanya bertugas sebagai penghubung jalan cerita, dari satu chapter
ke chapter lain. Intonasi yang digunakan adalah intonasi storytelling yang mana
biasanya berintonasi formal, dengan naik turunnya nada yang disesuaikan
dengan jeda per kalimat dari naskah buku yang ada. Seorang narator juga
dituntut untuk dapat mengekspresikan beberapa hal seperti, rasa senang, bahagia,
sedih, ketakutan, kebingungan, dll. sesuai dengan penggalan cerita yang sedang
ia karakterkan.

2. Karakter

Karakter adalah tokoh yang memerankan cerita dalam sebuah buku, misalnya
dalam sebuah buku fantasi Sherlock Holmes, terdapat beberapa karakter seperti
Sherlock, Watson, irene Adler, James Moriarty, dll. Karakter terlepas dari
narator, yang mana karakter akan memerankan suara dari karakter yang ada
19

dalam buku dengan voice character. Seorang voice over talent harus mampu
menerjemahkan bagaimana suara yang pas untuk karakter yang ada, sesuai
dengan penggambaran karakternya.

3. Budgeting Audiobook

Karena audiobook adalah sebuah project yang panjang, anda harus


memperhatikan proses budgeting untuk project audiobook ini. Selain effort yang
dikeluarkan cukup besar, timeline produksi yang cukup panjang terkadang
menyebabkan kebosanan dalam proses produksi voice over jenis ini. Sehingga
budgeting yang pas akan sangat cocok untuk mengurangi rasa bosan, dan
membayar effort yang cukup besar.

Penghitungan budget audiobook tidak didasarkan dari jumlah words yang ada
dalam buku, sehingga penghitungan menggunakan WPM tidak dilakukan pada
project ini. Biasanya untuk menghitung budget project ini, didasarkan kepada
jumlah halaman yang ada dalam sebuah buku, dan disediakan dalam bentuk
paket production service bersama dengan sesi perekaman studio, dan sound
designing project ini.

2.1.4 Voice over dalam Pendidikan dalam Pembelajaran E-Learning

a). Naskah Untuk E-Learning, dan Cara Membacanya

E-learning atau Electronic learning adalah proses pembelajaran yang


dilakukan melalui media elektronic, seperti software komputer, ataupun melalui
internet. Definisi E-Learning sendiri adalah sistem pendidikan yang
menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan
media Internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone. Berdasarkan
teknologi yang digunakan, elearning dibagi atas basis teknologi.
20

• Computer Based Training (CBT)

Computer based training e-learning adalah e-learning yang berjalan pada


program-program dalam komputer, dan harus terlebih dahulu diinstal agar dapat
berjalan dengan baik. Selain berbentuk program, biasanya elearning ini juga
berbentuk video pembelajaran dalam cd yang dapat didistribusikan. Pada e-
learning dengan konsep ini, komunikasi yang terjadi hanya biasanya satu arah,
tanpa adanya bentuk interaktif dari pencipta program.

• Aplikasi e-learning berbasis web

Aplikasi e-learning berbasis Web adalah E-learning yang disediakan oleh


website-website penyedia jasa e-learning yang memungkinkan para pelajarnya
menggunakan portal-portal website di internet untuk melakukan proses belajar
mengajar. Contoh website e-learning seperti sekolahpintar.com, webinar, dan
odemi.com.

Baik computer based training, ataupun aplikasi e-learning berbasis web tetap
membutuhkan jasa voice over talent dalam pengembangan e-learning tersebut.
Biasanya penyampaian materi pembelajaran dalam e-learning melalui media
audio visual, yaitu melalui cuplikan video, slide show materi, dll. Yang
ditambahkan dengan suara voice over talent untuk menuntun proses belajar
mengajar yang berlangsung.

Voice over talent dalam e-learning biasanya berperan sebagai guru atau
partner, sehingga suara yang biasa digunakan dalam project-project e-learning
biasanya suara orang dewasa dengan karakter formal, speed medium, dan
intonasi seperti sedang mengajar.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika anda akan mengisi project
voice over untuk e-learning,

1. Naskah e-learning biasanya berbentuk prompt


21

Naskah dalam project e-learning yang biasa dikerjakan biasanya berbentuk


prompt, atau terbagi-bagi menjadi bab dan sub-bab pembelajaran. Anda perlu
memperhatikan naskah dalam bentuk ini karena biasanya naskah dengan bentuk
seperti ini sedikit tricky dan memiliki tantangan tersendiri untuk
menyambungkan intonasi dari satu prompt ke prompt lainnya.

2. Durasi yang cukup panjang

Untuk menyelesaikan sebuah pembelajaran yang baik, biasanya sebuah


product e-learning dituntut akan kelengkapan informasi yang diberikan.
Kelengkapan informasi yang dibutuhkan berimplikasi dengan durasi e-learning
yang cukup panjang. Untuk sebuah pembelajaran e-learning, biasanya terdapat
beberapa hal yang membutuhkan voice over di dalamnya adalah

• Video explainer
• Pembacaan chart yang berbentuk pie chart dan bar chart
• Materi yang dijelaskan
• Pemberian contoh pada penjelasan yang sedang dijelaskan

Dari isi e-learning yang ada, durasi yang biasa didapati ketika menyelesaikan
sebuah project e-learning adalah mulai dari 15.000 words.

3. Intonasi dalam pembacaan project e-learning

Untuk mengerjakan project e-learning, biasanya intonasi yang digunakan


adalah nada yang formal, speed medium, dan intonasi seperti sedang mengajar.
Namun penting untuk diingat bahwa suara eLearning yang anda ciptakan
seharusnya tidak menjadi pusat perhatian peserta didik anda. Sebagai gantinya,
seharusnya hanya menjadi alat bantu pembelajaran yang memungkinkan mereka
menyerap konten dengan lebih efektif. Sebaiknya, hindari intonasi-intonasi yang
terlalu dramatis, seperti aksen suara yang berat, atau voice characting, karena hal
ini justru akan mendistraksi mereka dalam upayanya menyerap informasi yang
ada.
22

2.2 Pemberian Subtitling pada video voice over

Subtitling adalah mentranskripsikan kalimat video yang ditampilkan pada


layar bagian bawah. Ada 3 subtitiling yang digunakan dalam kegiatan ini.
Pertama, subtitling dengan transkripsi berbahasa Indonesia subtitling ini
digunakan untuk membantu siswa memahami video karena subtitling ini
disajikan dalam bentuk transkripsi berbahasa Indonesia, sehingga membantu
siswa mengetahui arti dari kosakata dalam kalimat video serta memudahkan
memahami arti dari kosakata percakapan bahasa Jepang dalam dialog video.
Kedua, subtitling dengan transkripsi berbahasa Jepang yang ditampilkan dengan
huruf kana. subtitling berbahasa Jepang ini digunakan untuk membantu siswa
menghafal huruf kana dan melatih penulisan ejaan kosakata yang tepat. Ketiga
subtitling dengan huruf romaji hal ini digunakan untuk membantu siswa
menghafal kosakata dan huruf kana bahasa jepang serta mempermudah siswa
melafalkan kalimat atau kosakata. Dengan kata lain, melalui metode subtitling
ini siswa dengan mudah mengetahui dan memahami arti serta penggunaaan
kosakata bahasa Jepang sekaligus memahami transkripsi percakapan bahasa
Jepang kalimat atau kata yang ditampilkan pada bagian layar bawah video yang
nantinya akan dilatih dan dipraktekkan dalam dunia nyata ataupun kegiatan
sehari-hari.

Bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang khususnya dalam melatih


percakapan bahasa Jepang, metode Voice Over & subtitiling dapat
dikombinasikan dengan cara memanfaatkan media gambar atau video. Gambar
atau video sebagai alat bantu visual dapat membuat pengajaran dan
pemebelajaran percakapan bahasa Jepang lebih menarik, imajinatif, dan tidak
membosankan. Selain itu, gambar atau video juga dapat dijadikan sebagai wadah
yang efektif bagi siswa dalam mengutarakan kreatifitas untuk menentukan
kosakata yang tepat yang digunakan ketika mereka memerankan
23

2.3 Keterampilan Berbicara

Salah satu kemampuan yang dapat diasah dalam lingkup akademik dan dapat
pula menjadikan manfaat di luar adalah kemampuan berbicara. Berbicara dipercaya
sebagai kemampuan berbahasa yang paling penting (Ur, 2012). Hal tersebut dapat
kita ketahui juga bersama dari penilaian berbicara dalam berkomunikasi baik dalam
penilaian akademik ataupun pada perlombaan, kemampuan berbicara menjadi tolak
ukur seseorang dapat berkomunikasi dengan baik. Keberhasilan seorang dikala
berhubungan dalam meresap bermacam pesan serta data yang di informasikan oleh
lawan bicara, sehingga lewat keahlian ini lawan bicara bisa memperhitungkan
sepanjang mana keahlian berbicara seorang bisa disimpulkan (Hsu et al., 2013).

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistik. Semakin


banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara. Tidak
ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui proses latihan (Saddhono
dan Slamet, 2012: 36). Menurut Iskandarwassid & Sunendar (2011: 241),
keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan
kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan
persyaratan alamiah yang memungkinkan untuk memproduksi suatu ragam yang
luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

a. Pengertian Berbicara

Pengertian berbicara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:148)


berbicara adalah

1) berkata, bercakap, berbahasa,

2) melahirkan pendapat (dengan perkataan lisan),

3) berunding:

merundingkan. Tarigan dan Tarigan (2008:3-4) menyatakan bahwa berbicara


merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir
secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan
24

pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta


dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengomunikasikan gagasan
gagasannya; dan apakan dia waspada serta antusias atau tidak.

Menurut Tarigan dan Tarigan (2008:16) berbicara merupakan kemampuan


mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, atau perasaan. Berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan dapat diamati.

Yuniawan (2002:6) menyatakan bahwa berbicaralah yang paling


menggambarkan kemampuan berbahasa. Tarigan menambahkan bahwa
berbicara itu lebih dari sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Keterampilan berbicara erat hubungannya dengan proses berfikir yang
mendasari bahasa. Semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan
jelas pikirannya. Artinya, kenyataan pikiran ditampakan dalam berbahasa.

b. Faktor Efektivitas Berbicara

Kegiatan berbicara dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menunjang


keefektifan berbicara itu sendiri. Faktor-faktor ini terdiri atas dua macam, yaitu
faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Berikut merupakan perincian
masing-masing aspek tersebut.

1. Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara,

seperti berikut.

• Ketepatan ucapan.
• Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
• Pilihan kata (diksi).
• Ketepatan sasaran pembicaraan.

2. Faktor-faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara, seperti


berikut.
25

• Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.


• Pandangan harus diarahkan kepada lawan berbicara.
• Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
• Gerak-gerik dan mimik yang tepat.
• Kenyaringan suara juga sangat menentukan.
• Kelancaran.
• Relevansi atau penalaran (Arsjad & Mukti, 2005: 17-22).

Menurut Mudini dan Purba (2009: 12-16) faktor kebahasaan dalam berbicara
meliputi ketepatan pengucapan, penempatan tekanan/nada/intonasi, pilihan kata
(diksi), dan ketepatan susunan penuturan. Sedangkan, faktor nonkebahasaan
meliputi sikap berbicara, pandangan mata, kesediaan menghargai pendapat, gerak-
gerik dan mimik, kenyaringan suara, kelancaran, dan penguasaan topik.

2.5 Penelitian Terdahulu

Arief Zul Fauzi, Dani Fitria Brilianti, Bahri Kamal Peningkatan Kemampuan
Berbicara Mahasiswa Menggunakan Teknik Voice over Pelaksanaan
Pengabdian Kepada Masyarakat ini dilakukan secara daring menggunakan Zoom
Meeting dengan menggunakan metode ceramah, tutorial dan diskusi. Tim
pengabdi sebagai pemateri memberikan bekal berupa pemahaman dan tutorial
seputar teknik voice over. Pemilihan Zoom Meeting sebagai media pelatihan
tidak terlepas dari segala bentuk dan fitur kemudahan yang ditawarkan. Zoom
Meeting ini dinilai praktis dan efisien bagi siswa, karena dengan menggunakan
Zoom Meeting ini, komunikasi antara siswa dan guru lebih mudah daripada
menulis atau sekedar mengirimkan pesan (Haqien & Rahman, 2020).
Penyampaian materi disampaikan secara bergantian oleh para pengabdi sebagai
pemateri dimulai dari penjelasan awal seputar serba-serbi seputar tekink
berbicara, cara meningkatkan percaya diri. Materi pelatihan berkonsentrasi pada
pemaparan jenis-jenis suara, pembagian klasifikasi suara, dan teknik
menciptakan suara yang enak didengar oleh pendengar . Di akhir pelatihan,
26

peserta pelatihan memberikan produk berupa perangkat audio-visual sebagai


hasil pengaplikasian materi yang diberikan selama pelatihan.

Dani Fitria Brilianti Arief Zul Fauzi Penerapan Metode Voice Over (Vo) Pada
Pembelajaran Listening Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa
Saat Pembelajaran Daring Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa DIII
Teknik Komputer di Lingkungan Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal
dengan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metode
Classroom Action Research (CAR) sebanyak dua siklus yang masing-masing
siklus terdiri dari empat tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan tes, kuisioner, wawancara, observasi, dan refleksi sesuai dengan
panduan Action Research. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa rata-rata pre
test sebesar 50, setelah mendaptkan treatment pada siklus 1, menghasilkan
kenaikan pada rerata siklus 1 yaitu 76.5. Kemudian ditingkatkan lagi pada siklus
2 sehingga mendapatkan hasil rerata sebesar 88.5. Adapun total kenaikan rerata
pre-test dan siklus 2 adalah sebesar 56%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Voice Over (vo) method terbukti dapat meningkatkan kemampuan listening skill
mahasiswa dalam pembelajaran listening secara daring. Voice Over (vo) method
terbukti efektif dalam meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa dalam
pengajaran listening skill secara daring.

Yesika Maya Ocktarani Students’ Voice over Technology-Based Speaking


Class Penelitian ini menggunakan metode campuran karena pendekatan
kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengungkap jawaban dari pertanyaan
penelitian ini . Namun, sebagian besar kualitatif akan diterapkan pada penelitian
ini karena penelitian ini menjelaskan secara rinci mengenai pendapat siswa.
Penelitian ini melibatkan 37 responden dari kelas Basic Speaking. Mereka
berada di semester pertama program Sastra Inggris berusia 19-21 tahun yang
terdiri dari 18,9% laki-laki dan 1,1% perempuan. Pengumpulan data
menggunakan Google form yang mencakup 16 pertanyaan yang berkaitan
dengan tujuan penelitian. Kemudian, data dikategorikan dan dianalisis
27

berdasarkan kerangka teori. Pada akhirnya, semua data disajikan sebagai bukti
jawaban penelitian. Questioner dibagikan setelah nilai mata kuliah mereka
dipublikasikan. Anonimitas dan informasi tujuan questioner dinyatakan di awal
questioner. Setelah data terkumpul, kemudian dikategorikan dan
diinterpretasikan berdasarkan teori.

Pada makalah penelitian M. C. Dias, C. F. Gabi , E. P. Rodrigues , V. R.


Souza1 and A. Perkusich. tahun 2014 yang berjudul A Problem-based Learning
Case Study for Teaching Voice over Internet Protocol – VoIP Using Asterisk as
a Tool for Teaching VoIP for Information Technology Classes menunjukkan
penggunaan teknik PBL (Problem-Based Learning) sebagai kunci pembelajaran
VoIP dalam mata kuliah seperti Teknik Elektro dan Jaringan Komputer dalam
hubungannya dengan open source dan perangkat lunak open source dan domain
publik yang disebut Asterisk yang digunakan untuk membuat skenario
percobaan dan disajikan kepada para siswa. Untuk melakukan validasi,
eksperimen ini diterapkan pada mahasiswa Sarjana Teknik Elektro dan Sistem
Teknologi Komunikasi, program sarjana di Institut Pendidikan Federal, Sains
dan Teknologi Institut Federal Pendidikan, Sains dan Teknologi Paraíba - IFPB,
dalam mata kuliah Telephony, dengan hasil yang menjanjikan. hasil yang
menjanjikan. Perangkat lunak Asterisk disajikan sebagai alat yang berguna dan
fleksibel untuk membangun skenario dan masalah untuk pengajaran teknologi
VoIP dan pendekatan yang digunakan efektif untuk untuk meningkatkan
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pada penelitian Noa Talaván Zanón & Antonio Jesús Tinedo Rodríguez tahun
2021 yang berjudul Voice-Over To Improve Integrated Skills In Foreign
Language Education: The Vocal Project merupakan Proyek inovasi pengajaran
VOCAL (voice-over and language learning) bertujuan untuk menilai manfaat
didaktik potensial dari penggunaan mode terjemahan audiovisual (AVT) dari
voice-over sebagai sumber daya dalam pendidikan bahasa asing (L2). Selama
dua dekade terakhir, bidang AVT didaktik, yaitu penggunaan AVT dalam
pembelajaran L2, telah menarik perhatian yang semakin meningkat (Lertola,
28

2019; Talaván, 2020; Incalcaterra et al., 2020) dan sejumlah peneliti dan guru
L2 telah menggunakan beragam mode AVT didaktik, terutama subtitling dan
dubbing (Beltramello, 2019; Soler-Pardo, 2019; Talaván, 2019; Fernández-
Costales, 2021), untuk meningkatkan berbagai keterampilan dan kompetensi L2.
Sulih suara adalah mode AVT tradisional tetapi belum menerima perhatian
ilmiah yang sama seperti sulih suara atau subtitling yang paling terkenal, dan hal
yang sama berlaku untuk aplikasi didaktiknya pada konteks L2 (Talaván, 2021;
Talaván & Rodríguez-Arancón, 2018). Namun, dapat dikatakan bahwa
kemungkinan didaktik dari mode AVT ini melampaui mode sulih suara didaktik,
asalkan kerangka kerja yang kurang menantang bagi pelajar yang disajikannya
(tidak perlu sinkronisasi bibir atau dramatisasi yang berlebihan dalam sulih
suara) dan praktik mediasi konstan yang terlibat (ada kebutuhan untuk reduksi
dan reformulasi asli dari pihak pelajar untuk menghormati asinkronisasi, salah
satu ciri khas utama sulih suara). Menjadi salah satu studi pertama di bidang
sulih suara didaktik, VOCAL menyajikan pendekatan keterampilan L2 yang
terintegrasi, dengan tugas-tugas sulih suara yang dibingkai dalam rencana
pelajaran lengkap di mana keterampilan produksi (menulis dan berbicara) dan
penerimaan (mendengarkan dan membaca) serta mediasi dipraktikkan oleh
siswa setiap saat. Hasil dari pengalaman selama dua bulan cukup
menggembirakan dan cukup signifikan, terutama dalam hal keterampilan
produksi, tetapi juga dalam hal keterampilan penerimaan dan kompetensi
penerjemahan.

Penelitian Nathan H. Lents dan Oscar E Cifuentes tahun 2009 yang berjudul
Web-Based Learning Enhancements: Video Lectures Through Voice-Over
PowerPoint in a Majors-Level Biology Course menggunakan voice over power
point sebagai media pengajaran biologi melalui software perekam layar laptop
Camtasia. Studi ini merupakan pengenalan eksperimental penyampaian kuliah
berbasis web ke dalam mata kuliah pengantar biologi tingkat jurusan.
Penyampaian berbasis web, yang dicapai melalui penggunaan video kuliah
Power Point Voice-Over yang direkam sebelumnya, diperkenalkan secara
terbatas pada bagian eksperimen sementara kelompok kontrol, dengan instruktur
29

yang sama, menerima penyampaian kuliah standar di dalam kelas. Kuliah-kuliah


tertentu disampaikan kepada bagian eksperimen melalui video, menggantikan
kuliah langsung di dalam kelas. Selama semester berlangsung, analisis terperinci
mengungkapkan bahwa kuliah video yang disampaikan melalui internet
mempersiapkan siswa untuk ujian seefektif kuliah langsung di kelas. Hal ini
menunjukkan bahwa mahasiswa dapat mempelajari materi kuliah biologi yang
rumit melalui kuliah yang direkam sebelumnya dan disampaikan melalui web
seperti halnya mereka mengikuti kuliah di dalam kelas. Meskipun diperlukan
studi lebih lanjut yang cermat, hasil ini menjamin eksperimen lebih lanjut dalam
metode pengajaran berbasis web dalam ilmu pengetahuan. (Berisi 1 tabel dan 7
gambar).

Dalam penelitian Herdis Hikmatusadis yang berjudul Workshop


Pemanfaatan Audio Book Berisikan Dialog Bahasa Jepang “Botchan” Karya
Natsume Souseki Sebagai Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Bahasa Jepang.
Dalam pembelajaran bahasa asing, salah satu metode yang telah terbukti dapat
digunakan secara efektif yaitu e-learning, maupun shadowing. Sehubungan
dengan hal tersebut, sebagai salah satu program pengabdian kepada masyarakat,
kami bersama mahasaiswa melakukan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM)
dengan mengadakan workshop membuat audio book. Naskah yang digunakan
sebagai bahan dalam workshop ini yaitu novel “Botchan” yang merupakan karya
dari pengarang Natsume Souseki yang telah banyak dikenal masyarakat,
khususnya penggemar kesusastraan Jepang. Kami mengadakan workshop di
sekolah lokal untuk membuat audio book dialog bahasa Jepang dengan
mengumpulkan audio hasil rekaman siswa-siswi yang bersangkutan dalam suatu
audio file, sehingga dapat disimpan dan digunakan berulang kali sesuai
kebutuhan pengajaran bahasa Jepang di sekolah bersangkutan. Dialog yang
digunakan merupakan dialog-dialog yang terdapat pada karya sastra Natsume
Souseki “Botchan”, yang merupakan hasil karya terkenal di Jepang. Kemudian
audio book ini dapat menjadi bahan ajar tunjangan dalam pembelajaran bahasa
asing (dalam hal ini bahasa Jepang), terutama dalam spelling (pengucapan) dan
30

listening (pendengaran). Metode yang akan kami gunakan adalah metode


shadowing dan self monitoring.

Indrianty (2016) meneliti kecemasan siswa dalam berbicara bahasa Jepang


yang dinilai di Kolase Hotel dan Pariwisata Bandung. Penelitian ini
mengidentifikasi jenis kecemasan dan sumber kecemasan siswa dalam berbicara.
Studi ini mengungkapkan dua temuan terkait dengan pertanyaan penelitian.
Pertama, ada dua jenis kecemasan yang dibuktikan yaitu kecemasan sifat dan
kecemasan situasional. Kedua, kecemasan siswa dalam berbahasa Jepang
disebabkan oleh tiga faktor yaitu ketakutan komunikasi, ujian, dan ketakutan.
Selain itu, data wawancara mengungkapkan, kurangnya kosakata dan persiapan
siswa juga berkontribusi pada kecemasan siswa dalam berbicara. Sebuah temuan
menyarankan bahwa sebagai guru harus memberikan motivasi yang tinggi
kepada siswa dan memikirkan media yang efektif untuk memecahkan masalah.
Penggunaan metode pelatihan dan pembelajaran secara online juga memiliki
dampak meningkatnya kemampuan belajar mahasiswa (Fauzi & Brilianti, 2021).
Secara umum, mahasiswa tertarik dengan penggunaan metode-metode maupun
media yang selama ini belum pernah diaplikasikan selama perkuliahan oleh
pengajar di perkuliahan sebelumnya.

Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan ditingkatkan melalui


pelatihan (Rijanto & Rahayuningsih, 2021). Dengan dilaksanakannya kegiatan
pengabdian berupa pelatihan berbicara menggunakan Teknik voice over ini,
diharapkan para mahasiswa dapat mengetahui dan meningkatkan kemampuan
berbicaranya. Keahlian dalam berbicara tidak lepas dari kecermatan dalam
kemampuan berbahasa. Keahlian mencermati ialah salah satu keahlian yang
sangat kerap digunakan, tidak hanya keahlian berdialog ataupun speaking skill,
oleh pembelajar dalam berbicara serta berhubungan satu sama lain, baik sesama
pembelajar ataupun dengan pengajar (Brilianti & Fithriyani, 2020). Tidak hanya
sekedar mengetahui teknik membaca dari apa yang selama ini dipelajari dalam
perkuliahan secara umum. Kedepannya, juga dapat dimanfaatkan sebagai salah
31

satu soft skill yang dapat menghasilkan pendapatan sebagai voice over talent
atau dubber jika ada kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa.

Menurut Dörnyei (2005) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi


proses pembelajaran bahasa asing diantaranya adalah: bakat, minat, motivasi,
gaya belajar, kepribadian, strategi belajar, kepercayaan si pembelajar, dan
sebagainya. Dari semua faktor ini, motivasi merupakan faktor yang paling
penting dan sangat mempengaruhi proses pembelajaran bahasa asing terutama
pada individu yang telah dewasa (Gardner & Lambert, 1959).

Lebih lanjut Lakawa (2007) menambahkan bahwa ada dua komponen utama
untuk mempertahankan motivasi dalam pembelajaran bahasa asing. Kedua
komponen utama ini berasal dari dalam dan luar diri pembelajar sendiri.
Komponen dari dalam diri berupa kebutuhan tentang pentingnya belajar bahasa
yang jelas (clear needs analysis) dan komponen dari luar diri berupa fasilitas
pembelajaran bahasa (language teaching facilities) yang memadai. Apabila
kedua komponen ini terpenuhi, maka proses pembelajaran dan pengajaran
bahasa Jepang dapat berjalan dengan baik.

Salah satu usaha untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran bahasa
adalah dengan menggunakan media pengajaran yang menarik. Menurut Sanjaya
(2010) ada 3 jenis media berdasarkan sifatnya yaitu media auditif, visual, dan
audio visual. Dari ketiga jenis media ini, media audiovisual merupakan media
yang paling solutif untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran bahasa Jepang,
karena mengkombinasikan kedua unsur media yaitu media auditif dan visual.
Hal ini senada dengan pernyataan bahwa media audiovisual adalah media yang
lebih baik dan lebih menarik karena mengandung kedua unsur dari media auditif
dan media visual yaitu unsur suara dan juga unsur gambar seperti rekaman video,
slide suara, dan video. (Sanjaya, 2010).

Di dalam tugas pembuatan video voice over, siswa dapat melatih kemampuan
berbicara dan menulis dalam bahasa Jepang. Tugas ini memudahkan siswa
menghafal huruf dan kosakata bahasa Jepang melalui pemberian subtitle pada
32

video serta meningkatkan percaya diri siswa dalam berbicara menggunakan


bahasa Jepang karena video voice over tidak memperlihatkan wajah penuturnya.
metode pembelajaran yang efektif dan inovatif, dapat meningkatkan motivasi
siswa terhadap pembelajaran bahasa Jepang khususnya materi pembelajaran
berbicara bahasa Jepang.

Selain itu, metode pembelajaran juga memegang peranan penting bagi siswa
untuk memahami informasi yang diberikan. Metode pembelajaran yang efektif
dan efisien dapat membantu siswa terlibat dalam pembelajaran bahasa Jepang
dan sekaligus termotivasi untuk berkomunikasi dengan bahasa Jepang. Ada tiga
media voice over yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran bahasa
Jepang khususnya berbicara dalam bahasa Jepang yaitu whatsapp, power point
dan video.

Terkait dengan pembelajaran bahasa asing, metode Voice Over sekarang ini
merupakan metode yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Jepang. Hal ini senada dengan
pernyataan dari José Javier Ávila & Noa Talaván dalam konferensi Internasional
‘Congreco Internacional AESLA 2013’ di Universidad Nacional de Educación
a Distancia (UNED) bahwa “Until now AVT in language learning has mainly
focused on the benefits of subtitling to enhance various communicative skills and
activities and innovative use of dubbing also to enhance oral skills. The
pedagogical use of Voice Over and dubbing (revoicing) offers multiple
possibilities, almost all skills can be involved.

Selain itu, Jose juga menambahkan bahwa dalam audiovisual translation


metode Voice Over merupakan metode yang solutif dan saling mendukung
dalam pembelajaran bahasa khususnya kegiatan berkomunikasi dengan bahasa
Jepang. metode ini dapat membantu siswa memahami dengan baik apa yang
harus mereka lakukan, karena dalam metode ini mereka terlibat secara langsung
dan mempraktekkan kegiatan komunikasi berbahasa Jepang seolah-olah mereka
berada dalam kondisi nyata melakonkan kegiatan percakapan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Jose bahwa in Audiovisual Translation (AVT) in
33

foreign language learning, subtitles as a support (Ghia, 2012) and also as an


active task (Talaván, 2013) and in an audiovisual world, students know what
needs to be done, and they don’t consider it learning: it is about performing real
tasks that you can use and share in the real world (learning and living on the
move). Dengan kata lain, metode voice over, ini merupakan metode yang efektif
dan efisien untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jepang serta
dapat diterapkan khususnya pada percakapan bahasa Jepang dalam kegiatan
sehari-hari.

2.7 Metode Voice Over Dalam Melatih Keterampilan Berbahasa Jepang

Salah satu solusi alternative untuk memotivasi siswa belajar dan


berkomunikasi dengan bahasa Jepang adalah melalui media video
menggunakan metode voice over, merupakan metode sulih suara . metode
voice over adalah teknik sulih suara naratif deskriptif yang tidak
menirukan suara karakter siapapun serta tidak menampilkan wajah
penuturnya sehingga siswa menjadi lebih percaya diri untuk berbahasa
Jepang ketika presentasi atau bercerita. sedangkan metode dubbing
digunakan oleh siswa untuk melatih percakapan bahasa Jepang dengan
cara meniru suara karakter dalam anime kedua metode ini menambah
pengetahuan siswa tentang pengucapan kosakata bahasa Jepang
(pronunciation) dan meningkatkan kemampuan siswa tentang cara
pengucapan (how to pronoun the word) kosakata bahasa Jepang dengan
tepat. Dengan kata lain, melalui metode Voice Over dan dubbing dapat
membuat siswa tertarik dan mampu mengucapkan kosakata bahasa Jepang
dengan tepat sekaligus berkomunikasi dengan bahasa Jepang karena
mereka seolah-olah terlibat meniru dan melakonkan percakapan dialog
video atau adegan yang diperankan oleh karakter dalam anime tanpa
memperlihatkan wajah mereka.
34

Subtitling adalah metode mentranskripsikan dialog video yang


ditampilkan pada layar bagian bawah. Ada 2 metode subtitiling yang
digunakan dalam kegiatan ini. Pertama, subtitling dengan transkripsi
berbahasa Indonesia (Indonesian subtitling version). Metode subtitling ini
digunakan untuk membantu siswa memahami video karena metode
subtitling ini disajikan dalam bentuk transkripsi berbahasa Indonesia,
sehingga membantu siswa mengetahui arti dari kosakata dalam video serta
memudahkan memahami arti dari kosakata percakapan bahasa Jepang
dalam dialog video. Kedua, subtitling dengan transkripsi berbahasa
Jepang (English subtitling version). Metode subtitling berbahasa Jepang
dibagi menjadi dua bagian yaitu teks romaji dan teks hiragana katakana.
digunakan untuk membantu siswa menghafal huruf hiragana katakana dan
melatih penulisan kosakata bahasa Jepang yang tepat serta menghafal
kosakata dan huruf tersebut sehingga dapat meningkatkan kemampuan
membaca dan menulis siswa. Dengan kata lain, melalui metode subtitling
ini siswa dengan mudah mengetahui dan memahami arti serta
penggunaaan kosakata bahasa Jepang sekaligus memahami transkripsi
teks video bahasa Jepang yang ditampilkan pada bagian layar bawah video
yang nantinya akan dilatih dan dipraktekkan dalam dunia nyata ataupun
kegiatan sehari-hari.
Bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang khususnya dalam
melatih percakapan bahasa Jepang, metode voice over, dubbing dan
subtitiling dapat dikombinasikan dengan cara memanfaatkan media
whatsapp, video dan powerpoint. Video dan powerpoint sebagai alat bantu
visual dapat membuat pengajaran dan pemebelajaran percakapan bahasa
Jepang lebih menarik, imajinatif, dan tidak membosankan. Selain itu,
video dan powerpoint juga dapat dijadikan sebagai wadah yang efektif
bagi siswa dalam mengutarakan kreatifitas teknologi.
Beberapa tips ataupun strategi sebagai panduan untuk melatih
kemampuan percakapan bahasa Jepang siswa adalah sebagai berikut:
35

Strategi Pertama: Memilih anime, music video atau game favorit yang
paling banyak disukai siswa. Ada banyak judul anime, music video, drama,
film, dan game yang sudah diproduksi hingga saat ini. Namun, pilihlah
gambar dari anime, music video, drama, film, dan game yang paling
diminati oleh siswa dan mudah mereka dapatkan seperti film dari youtube,
sehingga mereka mudah memperoleh materi tersebut dengan cara
mendownloadnya dari internet. Pemilihan gambar dari anime, music video,
drama, film dan games yang paling disukai dapat memotivasi siswa
terlibat dalam pembelajaran bahasa Jepang karena mereka memahami
anime dan music video yang mereka sukai. Misalnya anime, music video,
drama, dan film . Beberapa video ini dapat dijadikan sebagai solusi
alternative untuk memudahkan siswa memahami bahasa Jepang karena
menggunakan kosakata yang mudah dimengerti.
Selain itu, pilihlah tokoh karakter yang disukai siswa dan scene yang
terkait dengan materi pembelajaran. Hal ini juga membantu siswa fokus
terhadap materi pembelajaran dikelas
Strategi Kedua : Menyediakan Materi video dengan durasi pendek
Strategi kedua ini terkait dengan pemilihan video dengan durasi yang
pendek. Sebagai solusi untuk memudahkan siswa menguasai kosakata
bahasa Jepang adalah dengan menggunakan video yang berdurasi tidak
terlalu panjang .
36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode eksperimen merupakan metode untuk menguji efektivitas serta


efensiensi dari suatu pendekatan, metode, teknik, atau media pengajaran dan
pembelajaran, sehingga hasil dari penelitian benar-benar dapat diterapkan jika
memang baik atau dapat tidak digunakan jika memang kurang baik dalam
pengajaran yang sebenarnya (Sutedi, 2009).

Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan selama melakukan proses


penelitian. Dengan metode, penulis dapat mengetahui baik tidaknya hasil
penelitian. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
eksperimen.

Pada penelitian pendidikan, ekseprimen banyak memberikan manfaat


terutama untuk menguji pengaruh suatu perlakuan terhadap suatu bentuk
perilaku tertentu pada subyek penelitian. Penelitian seperti ini merupakan
kegiatan percobaan untuk meneliti suatu peristiwa yang muncul pada kondisi
tertentu, dan setiap peristiwa yang muncul akan diamati serta di kontrol secermat
mungkin sehingga dapat diketahui hubungan sebab-akibat kemunculannya.
Terdapat beberapa bentuk yang ada pada desain eksperimen atau yang dikenal
dengan experimental design. Terdapat beberapa jenis experimental design yang
dapat digunakan di dalam suatu penelitian, yaitu diantaranya adalah pre-
experimental design, true experimental design, factorial design, dan quasi
experimental design (Ali, 2010; Sugiyono, 2011).

Penelitian eksperimental sering digunakan untuk menguji perlakuan yang


digunakan sebagai uji coba penelitian agar mengetahu hasil dari perlakukan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan metode voice
over project based learning dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa
37

Jepang. Pada penelitian ini penulis menggunakan true experimental design atau
eksperimen murni. Hal ini dikarenakan pada proses penelitian, penulis
memerlukan sebuah kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang berfungsi
sebagai pembanding sampel. Kelas pembanding digunakan pada penelitian agar
penulis mengetahui apakah hasil yang diperoleh benar-benar bagus ketika
diterapkan.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang menjelaskan bahwa sesuatu yang
dikatakan bagus sebagai hasil dari suatu eksperimen baru akan terlihat jika
terdapat suatu pembanding di dalamnya (Sutedi, 2011).

Selain itu true experimental design memiliki tujuan pada proses


pelaksanaannya, adapun tujuan dari true experimental design yaitu untuk
menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara
mengenakan perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan grup kontrol yang
tidak diberi sebuah perlakuan atau treatment (Suryabata, 2011).

Oleh karena itu penulis menggunakan metode eksperimen dengan jenis


penelitian true experimental design untuk mengetahui apakah metode voice over
project based learning benar-benar dapat diterapkan sebagai metode
pembelajaran. Selain itu karena jenis true experimental design terdapat kelas
pembanding pada kegiatan penelitian akan menunjukkan hasil apakah metode
tersebut benar-benar baik atau tidak.

Berikut merupakan gambaran dari True Experimental Design dengan desain


penelitian berupa yang digunakan pada penelitian ini:

True Experimental Design

R O1 X O2

R O3 O4
38

Keterangan :

R : Kelompok yang dipilih secara random ( acak )

X : Treatment ( perlakuan )

O1 : pre-test kelompok eksperimen

O2 : post-test kelompok eksperimen

O3 : pre-test kelompok kontrol

O4 : post-test kelompok kontrol

3.2. Desain Penelitian

Model penelitian dari true experimental design ini dibagi menjadi dua bentuk,
yaitu diantaranya adalah Post-Test Only Control Design dan Pre-test and Post-
test Control Group Design (Sugiyono, 2011).

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-test and Post-test
Control Group Design. Model tersebut ditentukan karena penulis menggunakan
dua buah kelompok yaitu kelas eksperimen yang berperan sebagai kelas yang
diberikan perlakuan (treatment) dan kelas kontrol merupakan kelas yang
berperan sebagai pembanding dari kelas eksperimen. Kedua kelas ini memiliki
latar belakang yang bersifat homogen dan di ambil secara acak, sehingga dari
kedua kelas tersebut peneliti dapat membandingkan kemampuan berbicara
melalui hasil belajar dari kedua kelas dan juga untuk mengetahui apakah
treatment yang diberikan memunculkan perubahan hasil yang baik atau tidak.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penulis memerlukan sebuah tempat dan waktu dalam kegiatan penelitian


eksperimental. Tempat penelitian berperan sebagai populasi dan sampel untuk
39

memperoleh hasil data, sedangkan tempat penelitian berperan dalam proses


berlangsungnya sebuah kegiatan penelitian.

Penelitian ini dilakukan di SMA Regina Pacis yang bertempat di Jalan Pal
Merah Barat , Kota Jakarta Barat, Provinsis DKI Jakarta. Semester ganjil Tahun
ajaran 2022/2023. Penelitian ini berlangsung sebanyak tujuh kali pertemuan
yang dimulai sejak bulan Oktober 2022 hingga bulan dengan Desember 2022.

3.4. Instrument Penelitian

Sebuah intrumen penelitian berfungsi sebagai pengukuran agar menghasilkan


sebuah data yang akurat, hal ini juga serupa dalam penelitian pada bidang
pendidikan yang pada umumnya menggunakan instrumen untuk teknik
pengumpulan data. Intrumen penelitian dibagi menjadi dua, yaitu diantaranya
adalah tes dan non tes. Instrumen non tes memiliki sifat mengumpulkan
sedangkan instrumen tes merupakan sebuah instrumen yang memiliki sifat
berupa mengukur, pada instrumen non tes diantaranya terdiri dari sebuah
pedoman observasi, pedoman tanya jawab, pedoman angket, pedoman
dokumentasi, maupun daftar check. Sedangkan pada instrumen tes, beberapa
jenis tersebut terdiri dari sebuah tes tertulis, lisan, maupun berupa tindakan
(Gulo, 2000; Hermawan, 2019).

Sehingga dapat diektahui bahwa terdapat dua jenis instrumen yang dapat
dipilih oleh peneliti ketika melakukan sebuah penelitian. Instrumen sendiri
dijadikan sebagai alat ukur yang pengumpul data agar seluruh data yang diterima
dapat dikatakan akurat dan benar secara keseluruhan. Adapun instrumen yang
digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut:

a. Tes

Tes adalah sekumpulan ujian untuk mengukur suatu keterampilan, ilmu


pengetahuan maupun bakat seseorang. Tes dapat dilakukan secara tertulis
ataupun secara lisan. (Hermawan, 2019; Simarmata et al., 2020).
40

Pada penelitian ini tes yang digunakan adalah melalui tes secara lisan yaitu
berupa tes interview jarak jauh. Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan
berbicara pembelajar sebelum dan sesudah pembelajaran. Agar data penelitian
yang diperoleh melalui tes tersebut layak digunakan sebagai alat pengumpul dari
data penelitian, penulis melakukan uji validitas dan uji reabilitas agar data yang
dihasilkan cukup terandalkan.

Penilaian yang dipakai pada penelitian ini ketika melakukan wawancara


ialah dengan cara melalui scoring guide atau dengan cara memberikan nilai pada
setiap jawaban. Adapun tabel penilaian kemampuan berbicara (interview jarak
jauh) ini digunakan berdasarkan penilaian kurikulum tahun 2013 yaitu sebagai
berikut (Pendidikan dan Kebudayaan, 2017):

Tabel III.1 Tabel penilaian kemampuan berbicara berdasarkan kurikulum 2013


No Nama Siswa Pelafalan Intonasi Kelancaran Performance Total Skor

Tabel III.2 Poin Aspek Penilaian Keterampilan Berbicara


ASPEK YANG POIN
DINILAI 5 4 3 2 1
Lafal salah
Lafal sangat Lafal dengan Lafal tidak
Pelafalan Lafal tepat tapi dapat tepat beberapa salah tepat
dipahami
Intonasi Intonasi tepat Intonasi terdapat Intonasi Intonasi tidak
Intonasi sangat tepat salah banyak salah tepat

Sangat Cukup Terlalu


Kelancaran Lancar Banyak jeda
lancar lancar/normal lambat
Suara Suara cukup
lantang, Suara Suara cukup terdengar, Suara kecil,
Performance terdengar, terdengar, sikap sikap kurang
sikap sangat sikap perlu
sikap baik cukup baik baik
baik diperbaiki
41

𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑷𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉𝒂𝒏

Nilai Perolehan : 𝐗 𝟏𝟎𝟎


𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑴𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍

b. Angket

Angket merupakan salah satu alat yang ada pada instrumen penelitian sebagai
pengumpul data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan secara tertulis
kepada para responden untuk mendapatkan sebuah informasi. Jika dilihat secara
mendetail, terdapat dua buah jenis yang ada pada angket. Adapun jenis angket
tersebut adalah angket terstruktur dan angket tidak terstruktur. Angket
terstruktur merupakan sebuah angket yang menyediakan beberapa kemungkinan
jawaban kepada responden. Bentuk dari angket terstruktur diantaranya adalah
bentuk jawaban tertutup dimana setiap pertanyaannya telah memiliki berbagai
alternatif jawaban. Yang kedua adalah bentuk jawaban tertutup tetapi pada
bagian akhir diberikan sebuah alternatif jawaban secara terbuka (jawaban bebas
diisi sesuai kehendak responden), hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan
sebuah kesempatan kepada responden untuk menjawab secara terbuka.
Sedangkan untuk angket tak terstruktur merupakan sebuah angket yang
memberikan sebuah jawaban secara terbuka yaitu, responden akan diberikan
kebebasan dalam menjawab pertanyaan yang akan diberikan (Hermawan, 2019;
Sugiyono, 2014).

Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah sebuah angket terstruktur
dengan bentuk jawaban tertutup dan angket tak terstruktur dengan bentuk
terbuka. Pada angket terstruktur, setiap pertanyaan yang tertera telah diberikan
sebuah alternatif jawaban sehingga para responden dapat memilih jawaban yang
mendekati dengan pendapat responden. Bentuk ini dipilih agar jawaban para
responden mudah di analisis secara statistik dan dapat memperoleh sebuah
kesimpulan. Sedangkan untuk jenis angket tak terstruktur dengan bentuk terbuka
digunakan untuk mendapatkan informasi terkait dengan pertanyaan yang
diberikan sesuai dengan pendapat dari masing-masing responden.
42

3.5 . Teknik Pengumpulan Data

a. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini berfungsi untuk menguraikan berbagai kerangka teoritis


yang relavan bersamaan dengan masalah penelitian yang dibahas, hal ini
berfungsi sebagai sebuah landasan dalam mengkaji serta menjawab
permasalahan yang di bahas, sumber dari krangka teoritis ini dapat diambil
melalui berbagai jurnal ilmiah, buku mengenai kepakaran maupun berbagai
artikel serta makalah yang ditulis oleh pakar yang relavan dengan bidang yang
dikaji (Sutedi, 2011).

Dengan mengumpulkan berbagai macam teori yang berkaitan dan juga sesuai
dengan masalah dari penelitian ini, berbagai macam teori yang tercantum pada
penelitian ini diantaranya adalah metode yang digunakan oleh penulis, yaitu
metode STEAM Project Based Learning, keterampilan dan kemampuan
berbicara yang telah dibahas pada bab sebelumnya.

b. Instrumen Test

Tes merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
pembelajar setelah selesai satuan program pengajaran tertentu (Sutedi, 2011).
Pada penelitian ini, tes yang digunakan dan diberikan kepada para sampel ialah
dengan menggunakan pretest dan posttest.

c. Melakukan Penyebaran Instrumen

1) Pretest (Test Awal)

Pretest merupakan tes yang diberikan sebelum diberikan treatment (Morris,


2008). Tes awal atau pretest ini dilakukan untuk mendapatkan sebuah data dari hasil
pengujian soal tes awal terhadap siswa untuk mengetahui kemampuan awal para
siswa.
43

2) Posttest (Test Akhir)

Posttest merupakan tes yang hanya dapat diberikan kepada siswa yang telah
diberikan sebuah perlakuan atau treatment sebelumnya (Morris, 2008). Tes akhir
pada penelitian murni dikenal dengan postest. Posttest diberikan agar peneliti dapat
memperoleh data berdasarkan hasil dari pengujian soal tes akhir untuk mengetahui
kemampuan berbicara peserta didik setelah diterapkan metode STEAM Project
Based Learning. Posttest ini sendiri dilakukan setelah seluruh rangkaian perlakuan
atau treatment dilakukan oleh penulis. Soal posttest yang dibuat oleh penulis sejenis
dengan kisi-kisi soal namun sedikit berbeda dengan soal pretest yang diberikan.
Hal ini dilakukan agar penulis dapat mengetahui kemampuan para siswa yang telah
diperoleh selama diberlakukannya treatment.

d. Observasi

Observasi atau kegiatan mengamati dilakukan untuk memperoleh sebuah


gambaran nyata dari suatu peristiwa maupun kejadian untuk menjawab
pertanyaan dari penelitian. Terdapat beberapa bentuk observasi dalam hal ini,
yaitu diantaranya adalah observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan
observasi kelompok. Observasi partisipasi atau participant observation adalah
sebuah metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data
penelitian melalui sebuah pengamatan dan juga penginderaan dimana peneliti
akan terlibat dalam keseharian informan (Hermawan, 2019).

Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah secara observasi partisipan,


hal ini karena peneliti terlibat secara langsung dengan subjek yang sedang
diamati. Fungsi dari kegiatan ini adalah untuk mendeskripsikan berbagai macam
permasalahan serta berbagai macam gejala yang ada ketika penelitian ini
berlangsung.
44

e. Angket/Kuesioner

Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk megetahui


pendapat atau respon siswa kelas eksperimen mengenai penerapan Metode Voice
over Bahasa Jepang Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf
Hiragana. Dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup, yaitu angket yang
sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilihnya.

Pada penelitian ini sudah disediakan 10 pertanyaan pilihan ganda untuk mengetahui
kesan terhadap Metode Voice over Bahasa Jepang Untuk Meningkatkan
Kemampuan Membaca Huruf Hiragana. Kisi-kisi bahan angket adalah sebagai
berikut.

No Indikator Nomor Jumlah

Soal Soal

1 Pendapat siswa terhadap pentingnya keterampilam berbicara 1 1


bahasa Jepang

2 Pendapat siswa terhadap perlunya metode pembelajaran 2 1


yang dapat meningkatkan motivasi belajar

3 Pendapat siswa terhadap kelebihan dan kekurangan voice over 3,7,8,10 4


project based learning dalam pembelajaran bahasa Jepang
khususnya berbicara

4 Pendapat siswa terhadap voice over project based learning 4,5,6 3


dalam pembelajaran berbicara bahasa Jepang

5 Pendapat siswa terhadap voice over project based learning dan 9 1


hubungannya dengan kemampuan berbicara bahasa Jepang

Jumlah 1 0
45

DAFTAR PUSTAKA

Beltramello, A. (2019). Exploring the Combination of Subtitling and Revoicing


Tasks: A Proposal for Maximising Learning Opportunities in the Italian Language
Classroom. International Journal of Language, Translation and Intercultural
Communication, 8, 93–109. https://doi.org/10.12681/ijltic.20279

Boonkit K. Enhancing the development of speaking skills for non-native speakers


of English. Procedia - Soc Behav Sci [Internet]. 2010;2(2):1305–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.03.191

Brilianti, D., & Fithriyani, H. (2020). The Implementation of Video Blog (Vlog) as
a Teaching Media in Speaking Skill. Journal of Education, Teaching and Learning,
5(2), 340–345.

Bygate M. Speaking. Oxford University Press; 1987.

Fauzi, A. Z., & Brilianti, D. F. (2021). EKULIAH WEBSITE FOR TEACHING


WRITING DESCRIPTIVE TEXT DURING THE COVID-19 PANDEMIC
SITUATION. Academic Journal PERSPECTIVE: Language, Education and
Literature, 9(1), 58–67. https://doi.org/10.33603/perspective.v9i1.5286.

Fernández-Costales, A. (2021). Subtitling and Dubbing as Teaching Resources in


CLIL in Primary Education: The Teachers’ Perspective. Porta Linguarum, 36,
175–192. https://doi.org/10.30827/portalin.v0i36.16228

Franco, E., Matamala, A., & Orero, P. (2010). Voice-over translation: An overview.

Haqien, D., & Rahman, A. A. (2020). PEMANFAATAN ZOOM MEETING


UNTUK PROSES PEMBELAJARAN PADA MASA PANDEMI COVID-19. SAP
(Susunan Artikel Pendidikan, 5(1).

Hsu, C.-K., Hwang, G.-J., Chang, Y.-T., & Chang, C.-K. (2013). Effects of Video
Caption Modes on English Listening Comprehension and Vocabulary Acquisition
Using Handheld Devices. In Educational Technology & Society (Vol. 16, Issue 1).
46

Incalcaterra McLoughlin, L., Lertola, J., & Talaván, N. (2020). Audiovisual


translation in applied linguistics. Amsterdam/ Philadelphia: John Benjamin.

Incorporating Whiteboard Voice-Over Video Technology into the Accounting


Curriculum

Indrianty, S. (2016). STUDENTS’ANXIETY IN SPEAKING ENGLISH (A CASE


STUDY IN ONE HOTEL AND TOURISM COLLEGE IN BANDUNG). ELTIN
Journal, Journal of English Language Teaching in Indonesia, 4(1).

Kurniawan I. Student’s Perception on the Use of Youtube as a Learning Media to


improve their speaking skill T. Int Semin Annu Meet BKS-PTN Wil Barat.
2019;324–9.

Lents.H.N. and Cifuentes.E.O (2009) Web-Based Learning Enhancements: Video


Lectures Through Voice-Over PowerPoint in a Majors-Level Biology Course
Journal of College Science Teaching 38-46

Lertola, J. (2019). Audiovisual translation in the foreign language classroom:


applications in the teaching of English and other foreign languages. Viollans:
Research-publishing.net. https://doi.org/10.14705/rpnet.2019.27.9782490057252

Litosseliti L. Research Method in Linguistics. Litosseliti L, editor. London:


Bloomsburry Publishing Plc.; 2018.

M. C. Dias, C. F. Gabi , E. P. Rodrigues , V. R. Souza1 and A. Perkusich. (2014)


A Problem-based Learning Case Study for Teaching Voice Over Internet Protocol
- VoIP Using Asterisk as a Tool for Teaching VoIP for Information Technology
Classes CSEDU 6th International Conference on Computer Supported Education

Mango Oraib. Students’ Perceptions and Attitudes toward the use of Flipgrid in the
Language Classroom. In Las Vegas: Association for the Advancement of
Computing in Education (AACE); 2019. Available from:
https://www.learntechlib.org/p/207916/
47

Pawicara, R., & Conilie, M. (2020). Analisis Pembelajaran Daring Terhadap


Kejenuhan Belajar Mahasiswa Tadris Biologi Iain Jember di Tengah Pandemi
Covid-19. ALVEOLI: Jurnal Pendidikan Biologi, 1(1), 29–38.

Rijanto, A., & Rahayuningsih, S. (2021). Pelatihan dan Pendampingan Perawatan


Alat Produksi Pada Usaha Mikro Kerupuk Samiler. JAMU: Jurnal Abdi
Masyarakat UMUS, 1(02).

Safitri N., Khoiriyah I. Students’ Perceptions on the Use of English Vlog (Video
Blog) to Enhance Speaking Skill 1 Nailis Sa’adah Safitri, 2 Ianatul Khoiriyah. 5th
AASIC [Internet]. 2017;240–7. Available from:
http://103.216.87.80/index.php/selt/article/view/7980/6083%0Ahttp://e-
journal.usd.ac.id/index.php/LLT

Safitri, N. ., & Khoiriyah, I. (2017). Students’ Perceptions on the Use of English


Vlog (Video Blog) to Enhance Speaking Skill 1 Nailis Sa’adah Safitri, 2 Ianatul
Khoiriyah. The 5th AASIC, 240–247.
http://103.216.87.80/index.php/selt/article/view/7980/6083%0Ahttp://e-
journal.usd.ac.id/index.php/LLT

Sari E. THE EFFECTIVENESS OF TEACHING SPEAKING BY USING


WHATSAPPS OF TENTH GRADE STUDENTS AT MAN 4 KEDIRI. 2008;

Schönwetter.J.D, Wilson.G.N, CunhaR.S., Mello.I. (2016) Assessing the Impact of


Voice-Over Screen-Captured Presentations Delivered Online on Dental Students’
Learning Journal of Dental Education 80(2):141-148 DOI:10.1002/j.0022-
0337.2016.80.2.tb06069.

Soler Pardo, B. (2019). Subtitling and Dubbing as Teaching Resources for Learning
English as a Foreign Language Using ClipFlair Software. Realia (Research in
Education and Learning Innovation Archives, (22), 48–59. https://doi.org/DOI:
10.7203/realia.22.15379

Sun Z, Lin C-H, You J, Shen H jiao, Qi S, Luo L. Improving the English-speaking
skills of young learners through mobile social networking. Comput Assist Lang
48

Learn [Internet]. 2017 May 19;30(3–4):304–24. Available from:


https://doi.org/10.1080/09588221.2017.1308384

Talaván, N. (2019). Creative audiovisual translation applied to foreign language


education: a preliminary approach. Journal of Audiovisual Translation, 2(1).
https://doi.org/https://orcid.org/0000-0001-5881-5323

Talaván, N. (2020). The Didactic Value of AVT in Foreign Language Education.


In Ł. Bogucki & M. Deckert (Eds.), The Palgrave Handbook of Audiovisual
Translation and Media Accessibility (pp. 567–591). Cham, Switzerland: Palgrave
Macmillan.

Talaván, N. (2021). Las voces superpuestas: Fundamentos y aplicaciones didácticas.


In C. Botella & B. Agulló (Eds.), Mujeres en la traducción audiovisual (pp. 66–
87). Sinderesis.

Talaván, N., & Rodríguez-Arancón, P. (2018). Voice-over to improve oral


production skills. In J. D. Sanderson & C. Botella-Tejera (Eds.), Focusing on
Audiovisual Translation Research (pp. 211–229). Valencia: PUV, Publicacions
Universitat de Valencia.

Talaván, N., & Rodríguez-Arancón, P. (2021). Voice-Over To Improve Integrated


Skills In Foreign Language Education: The Vocal Project Audiovisual Translation
And Computer-Mediated Communication: Fostering Access To Digital
Mediascapes. Palermo Translation Symposium 5th Ed. University of Palermo
Complesso Monumentale di Sant'Antonino.

Thornbury, S. (2006). AZ of ELT. Macmillan Educ.

Ubaedillah, U., Pratiwi, D. I., Mukson, M., Masrikhiyah, R., & Nurpratiwiningsih,
L. . (2020). Pelatihan Wawancara Kerja Dalam Bahasa Inggris Bagi Siswa SMK
Menggunakan Metode Demonstrasi. JAMU : Jurnal Abdi Masyarakat UMUS,
1(01). Dapatdiunduhpada http://jurnal.umus.ac.id/index.php/jamu/article/view/317

Ur, P. (2012). A course in English language teaching. Cambridge University Press.


49

Vitasari, I. (2016). Kejenuhan (Burnout) Belajar ditinjau dari tingkat kesepian dan
Kontrol diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Yogyakarta.

Voice over distance: a case of podcasting for learning in online teacher education

Voice over instant messaging as a tool for enhancing the oral proficiency and
motivation of English-as-a-foreign-language learners
50
51
52
53

Anda mungkin juga menyukai