Anda di halaman 1dari 10

第 3 章 学習者の母語は第二言語習得にどう影響するか(後半)

Terjemahan dari buku 日本語を教えるための第二言語習得論入門

untuk memenuhi tugas dari mata kuliah


Pengantar Pendidikan Bahasa Jepang (日本語教育概論)

oleh

Shabella Widyastuti

NIM 2105228

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
5. Ranah yang mudah mengalami Transfer Bahasa

● Arti Kosakata
Selain itu, Transfer Bahasa juga mudah ditemukan pada tanggapan
diantara bahasa ibu dan bahasa sasaran, serta dengan
adanya kosakata merupakan salah satu dari perubahan
besar agar hubungan tanggapan satu arah lebih mudah
dibuat. Misalnya, di dalam kelas Bahasa Jepang, ada guru
bertanya “昨日どうしたんですか (kemarin ada apa?)” kepada
peserta didik yang tidak masuk, kemudian peserta didik
selalu menjawab dengan “ 昨 日 病 気 で し た (kemarin sakit)”.
Dalam Bahasa Jepang maksud kosakata “ 病 気 ” adalah sakit
yang cukup parah sehingga harus dibawa ke rumah sakit,
tapi dengan tanggapan yang dapat dipahami “sick” dalam
Bahasa Inggris dan “病 気 ” dalam Bahasa Jepang, terjadilah
Transfer Bahasa Negatif. Berbeda dengan ruang lingkup
arti pada “ 病 気 ” dalam Bahasa Jepang dan “sick” dalam Bahasa
Inggris, untuk “sick” digunakan dalam arti “tidak enak badan”
atau “merasa tidak sehat”. Kemudian, ketika ada
mahasiswa asing berbicara “ 昨 日 は 研 究 室 で 働 き ま し た
(kemarin saya bekerja di laboratorium)”, maka akan
terpikir mungkin dia bekerja paruh waktu sebagai asisten
dosen, jika bukan berarti melakukan penelitian dia
sendiri. Pada hal ini juga, “work” dalam Bahasa Inggris agar
bisa digunakan saat “belajar” seperti ini, dengan
beranggapan “ 働く” = work akan menjadi Transfer Bahasa Negatif. Untuk
kosakata, Transfer Bahasa mudah terjadi agar memudahkan membuat hubungan
tanggapan seperti ini. Ketika ruang lingkup arti melekat dengan baik itu menjadi
Transfer Bahasa Positif, tapi agar banyak ruang lingkup arti seperti contoh tadi
yang bergeser, pada saat itu terjadilah Transfer Bahasa Negatif.
Jika berbicara tentang hubungan tanggapan yang mudah dibuat, tentu
saja pembelajaran kosakata Kanji peserta didik yang berhubungan dengan
persamaan Kanji. Misalnya, pada Bahasa China berbeda dengan
Bahasa Jepang. Kata “ 愛 人 ” mempunyai arti ” 愛 す る 人 ” ,
walaupun pada umumnya pada Bahasa Jepang banyak
diartikan suami dan istri sendiri, ada juga ruang lingkup
arti yang bergeser, bahasa seperti itu menunjukan
Transfer Bahasa Negatif yang sering terjadi. Sering dari
pembelajar Kanji khususnya penutur asli Bahasa China atau peserta didik
yang belajar Bahasa China terlebih dulu berpendapat bahwa “Karena kosakata
Kanji yang sama jadi tidak susah”, seperti yang disebutkan tadi, peserta didik
dengan merasakan kedekatan jarak antara bahasa sasaran dan bahasa ibu,
Transfer Bahasa mudah terjadi, sehingga bisa disebutkan pembelajaran Kanji
peserta didik pada Kanji mudah terjadi Transfer Bahasa. Dari tahap yang cepat
penting untuk membimbing arti yang menunjukan Kanji itu bukan hal yang
sama banyak diketahui oleh peserta didik, ada bagian yang berbeda agar bisa
menggunakan pengetahuan bahasa ibu secara efektif sambil menyadari hal yang
cukup ada.
Terlebih lagi, ketika kosakata pada umumnya seperti
“病 気 ” dan “ 働 く” , penting untuk benar-benar mengajarkan
yang menunjukan ruang lingkup arti, tapi dalam waktu
yang terbatas sulit untuk mengajarkan secara detail
lingkup arti yang menunjukan kata satu persatu. Selain
itu, jika melihat kamus pun tidak bisa menyebutkan bahwa
arti ini termasuk pada “ 病 気 ” dan “ 働 く ” dalam Bahasa
Jepang. Tetapi, peserta didik harus memperbaiki sendiri
arti yang berhubungan dengan setiap bahasa seperti “病 気”
dan “ 働 く ” . Walaupun pada bab selanjutnya akan lebih
detail dibahas, untuk perbaikan tersebut hal yang berguna
adalah feedback. Untuk kalimat “病気です (saya sakit)” banyak
guru yang sudah terbiasa, karena hal yang ingin diucapkan
dapat dipahami, walaupun mungkin ada juga yang
dibiarkan mengalir seperti itu, ketika Transfer Bahasa
seperti ini yang benar-benar sering terjadi, jangan
dibiarkan mengalir seperti itu, ada saatnya penting untuk
memberikan feedback. Walaupun paham, namun pada saat ini
akan efektif jika melakukan dengan terkejut sambil
mengucapkan “ え っ ? ど う し た ん で す か ? (lho? memang ada
apa?)” pada lawan bicara yang berbicara “ 病 気 だ (saya
sakit)” akan berpengalaman bagaimana merasakannya
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman arti.

● Percakapan
Pada lingkup percakapan juga banyak terjadi Transfer Bahasa. Di saat
berbicara maupun menulis, biasanya tidak selesai dengan satu kalimat,
mengumpulkan banyak kalimat dengan kesimpulan arti, ucapan dan kesimpulan
kalimat seperti itu disebut “Percakapan”.
Urutan pembentukan percakapan adalah dalam Bahasa Jepang setelah
menyatakan seperti penjelasan latar belakang dan alasan kemudian menyatakan
kesimpulan/inti kalimat, sedangkan dalam Bahasa Inggris banyak yang
menyebutkan setelah menyatakan kesimpulan/inti kalimat kemudian
menyatakan alasan, sehingga disebut cara menyatakan dalam bahasa sendiri
seperti ini mudah mengalami Transfer Bahasa.
Selain itu, bagaimana melakukan tindak tutur
seperti meminta, meminta maaf, mengajak atau memuji
orang lain berbeda bergantung bahasa. Misalnya, ketika
menolak ajakan dalam Bahasa Jepang sering digunakan
hanya menyatakan alasan seperti “先約があるんです、すみませ
ん (Maaf, saya sudah ada janji)” atau bentuk yang tidak
diucapkan sampai selesai seperti “その日は、先約があって…
(Kalau di hari itu aku sudah ada janji…)” atau “その日はちょ
っ と … (Hari itu sepertinya tidak bisa…)”. Tetapi, ketika
peserta didik datang dari budaya yang baik berbicara
alasan dengan jelas kemudian menolak, peserta didik yang
benar-benar menyatakan menolak sampai kalimat selesai
banyak ditemukan seperti “すみません、その日は約束があるので、
い け ま せ ん (Maaf, di hari itu saya ada janji, jadi tidak
bisa)”. Kosakata terlepas dari tata bahasa yang benar dan
dalam konteks sosial banyak yang dipikirkan, penting juga
untuk menggunakan secara tepat seperti pada keadaan
seperti apa dan pendengarnya siapa. Tapi dalam keadaan
seperti ini agar Transfer Bahasa yang terjadi
menggunakan bahasa asing berdasarkan kesesuaian dengan
bahasa ibu disebut Transfer Pragmatik.
Dalam bahasa ibu, terlepas dari Transfer Pragmatik
yang berkaitan dengan gaya berkomunikasi dan budaya,
dalam beberapa kasus perubahan kosakata dan tata bahasa
menghasilkan Transfer Pragmatik. Penulis yang mengajar
di kelas level atas, ada peserta didiknya yang mengatakan
“ 先 生 は 、 私 に 例 文 を 作 っ て ほ し い で す か (Apakah pak/bu guru
ingin membuatkan saya contoh kalimat?)”, tentu saja
sebagai seorang guru akan tersentak kaget. Walaupun
peserta didik ini bahasa ibunya Bahasa Inggris, tapi dia
merubah apa adanya agar digunakan ungkapan seperti
dalam Bahasa Inggris “Do you want me to~”. Selain itu, ungkapan
ajakan Bahasa Inggris “Do you want to~” apa adanya diterjemahkan,
sering terjadi juga digunakan seperti “私たちは今日 飲 み 会 に
行 き ま す 。 先 生 も 行 き た い で す か (Hari ini kami akan pergi
minum. Apakah pak/bu guru juga ingin pergi?)”. Dalam
situasi ini, penyebab sebenarnya adalah perubahan cara
menggunakan ungkapan karena berpikir sama pada
perubahan “ ~ て ほ し い ” “ ~ た い ” dalam Bahasa Jepang dan
“want someone to~” “want to~” dalam Bahasa Inggris,.

6. Pengaruh Tipikal/Khas

Sebelumnya sudah dibahas arti dari kosakata mudah terjadinya Transfer Bahasa,
tapi bukan berarti peserta didik akan merubahnya dalam makna apa pun (over
generalisasi). Penulis yang mengajar pada kelas level dasar, ada
peserta didik bertanya tentang kata kerja “あげる” seperti “[あげ
る]は influence(影響)にも使えますか (Apakah [あげる] bisa digunakan
juga untuk kosakata influence?)”. “give” dalam Bahasa Inggris bisa digunakan
dalam “give influence”, tapi dalam Bahasa Jepang dalam “影響をあげる”
tidak bisa digunakan. Walapun pada level dasar ada pertanyaan
yang sedikit melebihi levelnya, peserta didik ini bertanya
tentang “apakah bisa menggunakannya?” tersebut ragu untuk
bisa atau tidaknya digunakan. Peserta didik tidak merubah apa
pun yang diucapkannya dengan bahasa ibu, kadang-kadang
berpikir “bisa menggunakannya dengan cara yang sama”,
kadang-kadang tidak berpikir “bisa menggunakannya”. Jadi,
dalam situasi bagaimana mempertimbangkan “bisa digunakan”
dan “tidak bisa digunakan”? Peserta didik ini mengapa sampai
bertanya tentang bisa tidaknya “ 影 響 を あ げ る ” dalam Bahasa
Inggris digunakan pada Bahasa Jepang?

Penelitian sampai saat ini, “Pengaruh Tipikal / Khas” berpengaruh kepada


Transfer Bahasa. Maksudnya, jika peserta didik merasa bahwa penggunaannya adalah
khas yaitu penggunaan pada umumnya, mereka merubahnya, tetapi jika merasa bahwa
itu bukan sesuatu yang khas, maka tidak merubahnya. Ada penelitian menarik yang
dilakukan penutur asli Bahasa Belanda yang belajar Bahasa Inggris. Dalam Bahasa
Belanda ada kata kerja “breken” yang ternyata makna dan penggunaannya mirip dengan
kosakata “break” dalam Bahasa Inggris. Penutur asli Bahasa Belanda tersebut, jika
memprediksi bisa atau tidaknya menyebutkan “He broke his leg ( 足 を 折 っ た )
(Kakinya patah)”, sebagian besar orang menyebutkan “bisa”,
tapi jika memprediksi macam-macam penggunaan bisa atau
tidaknya menyebutkan seperti “The man broke his oath(誓いを破った)
(Pria itu melanggar sumpahnya)” atau “She broke the world record(世
界記録を破った)(Dia perempuan memecahkan rekor dunia)”, semua
bisa menyebutkan dalam Bahasa Belanda, tetapi semakin
rendahnya pengetahuan khasnya dari suatu kosakata semakin
banyak orang yang menjawab “tidak bisa” dalam Bahasa Inggris.
Dengan keadaan seperti ini, bagi peserta didik menyatakan
bahwa hal yang bukan khas sulit terjadi Transfer Bahasa,
sehingga dapat menjelaskan rasa pertanyaan tentang “影響をあげ
る” pada peserta didik yang disebutkan sebelumnya.

Tetapi, menyebutkan bahasa ibu yang sama, bukan berarti


sama terjadi atau tidak terjadi pada situasi peserta didik,
banyak ditemukan peserta didik yang menggunakan ungkapan “影
響 を あ げ ま し た ” . Mungkin juga cara merasakan kekhasan setiap
orang berbeda (pada kenyataannya, percobaan “breken” ditemukan
perbedaan pada setiap orang). Seperti yang akan dijelaskan
selanjutnya, dalam Transfer Bahasa perbedaan individu
dianggap terlibat besar. Selain itu, peserta didik bisa
mengandalkan bahasa ibu jika tidak bisa menemukan ungkapan
dalam bahasa sasaran. Jika tidak berpikir bisa menggunakan “ あ
げる” dalam bahasa Jepang karena bisa mengatakan dalam bahasa
Inggris dan tidak menemukan cara lain untuk mengatakannya,
ada kemungkinan mengatasi bagian itu menggunakan “ あ げ る ”
untuk melanjutkan berkomunikasi.

7. Perbedaan Tergantung dari Tingkat Kemampuan

Transfer Bahasa ibu lebih mudah terjadi pada peserta didik tingkat dasar. Pada
tahap awal, pengetahuan yang peserta didik punya hanya pengetahuan bahasa ibu
karena pengetahuan tentang bahasa sasaran masih sedikit. Dengan meningkatnya
pengetahuan tentang bahasa sasaran, peserta didik akan menggunakan pengetahuan
bahasa sasaran yang telah diperoleh sejauh ini, bukan dari bahasa ibu.

Selain itu, cara merasakan “jarak antara bahasa” juga berpengaruh. Jarak antara
bahasa kenyataannya bukan hanya pada situasi yang dekat. Jadi jika peserta didik
belajar bahasa yang lebih dekat satu sama lain, mereka akan melihat berbagai jarak saat
pembelajaran berlangsung. Meskipun peserta didik mengatakan bahwa mereka lebih
cenderung merubah ketika mereka benar-benar merasakan jarak antara bahasa ibu dan
bahasa target. Pada kenyataannya, setelah bertanya kepada penutur asli Bahasa Korea
yang sudah meningkatkan kemampuan Bahasa Jepangnya tentang kesannya terhadap
pembelajaran Bahasa Jepang, mengatakan bahwa “Walaupun banyak yang menyebut
Bahasa Korea dan Bahasa Jepang itu mirip jadi (pembelajarannya) mudah, kedua
bahasa tersebut sebenarnya tidak terlalu mirip, ada banyak perbedaan, karena itu
belajarnya juga sulit”. Karena hal tersebut, bersamaan dengan meningkatnya tingkat
peserta didik, bukan hanya meningkatnya pengetahuan terhadap bahasa sasaran, peserta
didik juga memisahkan jarak secara psikologis yang merasakan antara bahasa ibu dan
bahasa sasaran, bisa memikirkan salah satu alasan yang menjadikan sedikitnya Transfer
Bahasa.

8. Pengaruh Faktor dari Peserta Didik

Transfer Bahasa bukan berarti bahasa ibu dan levelnya sama, berpengaruh besar
juga dari faktor perbedaan individu seperti gaya pembelajaran peserta didik atau
karakteristik. Saat ini, ada penelitian yang menjelaskan bahwa Transfer Bahasa
disebabkan oleh pertimbangan subjektif dari masing-masing individu. Kemudian,
pertimbangan subjektif disebutkan berpengaruh terhadap faktor individu seperti tahun
kelahiran peserta didik, perbedaan motivasi terhadap pembelajaran atau level literasi
(baca dan tulis). Pada kenyataannya, walaupun mulai pembelajaran Bahasa Jepang
dengan cara yang sama, ada peserta didik yang menerjemahkannya apa adanya dari
bahasa ibu atau Bahasa Inggris ke Bahasa Jepang, ada juga peserta didik yang dari awal
tidak terjadi Transfer Bahasa Negatif.

Sayangnya sampai sekarang jarang ada penelitian tentang


menyelidiki bagaimana Transfer Bahasa yang berhubungan
dengan perbedaan individu peserta didik, tapi mengingat bahwa
penggunaan pengetahuan bahasa ibu menyebabkan Transfer
Bahasa dan pengaruhnya cenderung meningkat bagi peserta
didik yang mengandalkan terjemahan secara langsung. Selain
itu, dalam peserta didik ketika belajar bentuk “~ は ~ で す ” ,
terkadang ada peserta didik yang beranggapan bahasa ibu
sendiri dengan Bahasa Inggris per kata seperti “は itu apa? です
itu apa?” atau “Apakah は itu is?”. Ketika beranggapan bahasa ibu per kata
diperkirakan mudah terjadinya Transfer Bahasa. Secara khusus, jika mengambil metode
pembelajaran yang bergantung pada terjemahan langsung dengan jarak antara bahasa
yang jauh, akan ada banyak Transfer Bahasa Negatif.

Mengenai hal tersebut, peserta didik dari Italia yang menunjukan peningkatan
bagus karena mulai belajar Bahasa Jepang dari nol mengatakan hal yang menarik.
Peserta didik ini setelah melakukan pembelajaran mengatakan “Sampai saat ini, ketika
belajar bahasa lain memikirkan secara analisis kemudian cukup belajar dengan
menerjemahkan. Tapi untuk Bahasa Jepang dari pembelajaran pertama, saya menjadi
paham bahwa bahasa ini adalah bahasa yang tidak bisa seperti diterjemahkan secara
langsung. Karena itu, jangan belajar dengan cara menganalisis dengan teliti atau
menerjemahkan”. Selain itu mungkin juga beliau mempunyai bakat yang tinggi, tapi
menyadari hari pertama pembelajaran tentang jarak antara bahasa yang jauh, walaupun
mengurangi Transfer Bahasa Negatif, mungkin menjadi kunci keberhasilan dari peserta
didik ini.

Ketika terjadi Transfer Bahasa Positif dan mempercepat pembelajaran, ataupun


ketika Transfer Bahasa Negatif menghambat pembelajaran, hal yang dilakukan peserta
didik pada umumnya sama. Bukan menggunakan pengetahuan bahasa ibu apa adanya
tersebut menghalangi pembelajaran, jika menggunakannya dan gagal kemudian menjadi
menggunakannya, bisa disebut gangguan pembelajaran. Artinya pentingnya bagi peserta
didik adalah bukan tidak menggunakan bahasa ibu, tetapi memahami pengetahuan
bahasa ibu tersebut sampai mana bisa dan tidak bisa digunakan. Jadi pada hal yang bisa
digunakan tersebut manfaatkan pengetahuan bahasa ibu dengan baik. Selanjutnya bagi
pengajar, pemerolehan bahasa kedua melanjutkan dasar dari bahasa ibu serta pentingnya
memahami penggunaan pengetahuan bahasa ibu apa adanya bukanlah hal yang buruk.

Kesimpulan

1. Peserta didik belajar bahasa asing sambil menggunakan pengetahuan bahasa ibu
2. Kemampuan apa yang melekat dalam diri tersebut jika digunakan untuk hal lain
dan mempengaruhi disebut sebagai “Transfer Bahasa”, transfer tersebut ada yang
positif dan negatif
3. Transfer Bahasa ibu adalah pada pengucapan, arti bahasa dan khususnya pada
percakapan sangat terlihat.

Anda mungkin juga menyukai