Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 1

Adiningtyas Prihandini Bagas Pandu Pramana


Ahmad Effendri Berliana Sukmawati
Ambar Nurhudayani Dedek May Elawati
Annisa’ Istiqomah Diah Ayu Tri Wartami
Arvian Putra Riyadi Dwi Krisma Dayanti
Asri Wulandari Eka Nur Rani
A. Definisi Multiple Sclerosis
Sklerosis Multipel adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan respon imun yang dimediasi sel dan respon imun
humoral dengan antibody dan sel T yang diaktivasi, yang keduanya
diproduksi melawan antigen sendiri yang menyebabkan kerusakan
neuron di system saraf pusat (Elizabeth J. Corwin : 2009).

Kesimpulan : Sklerosis multipel adalah penyakit


degenerative system syaraf pusat (ssp) kronis yang meliputi
kerusakan (material lemak dan protein ).
B. Etiologi
Multiple sclerosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti :
1. Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein yang
menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis dimana
Lapisan ini mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf.
2. Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek
terhadap lapisan saraf.
3. Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan karena factor predisposisis
yang berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan genetik atau proses
infeksi oleh virus
4. Virus : infeksi retrovirus akan menyebabkan kerusakan oligodendroglia.
5. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsang heat shock protein
sehingga menyebabkan pelepasan sitokin.
C. Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan
gliokis (bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori,
mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang
mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya
sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan
astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator
imun. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson
menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka, dengan
bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan
dengan adanya kehancuran pada saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai
hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada banyak luka kronik,
demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsi saraf secara progresif(Esther
Chang : 2010).
Faktor predisposisi :virus, respon autoimun, genetik
D. Pathway
Edema dan degenerasi myelin

Diemielinisasi yang mengkerut menjadi plak

Lesi sclerosis multiple terjadi pada substansia SPP

Demilenasi

Terhentinya alur impuls saraf

saraf optic dan khiasma serebelum serebrum medula spinalis


dan batang otak
gangguan pengelihatan
nistagmus disfungsi serebral
Resiko Tinggi
Trauma ataksia serebral hilangnya daya ingat

Kerusakan disartia gangguan sensorik


komunikasi verba kelemahan anggota gerak

hambatan mobilitas fisik

tirah baring lama

Resiko Tinggi Kerusakan


integritas Jaringan

(Esther Chang : 2010)


E. Manifestasi Klinis
1. Kelelahan
2. Lamah
3. Gangguan penglihatan
4. Kebas ( mati rasa )
5. Kehilangan fungsi pendengaran
6. Melemahnya kemampuan motoric dan sensorik di seluruh atau sebagian
tubuh,( tangan dan kaki )
7. Sesak napas
8. Kelumpuhan tiba-tiba
9. Kehilangan keseimbangan tubuh, timbul perasaan seperti melayang (vertigo)
10. Kesulitan berbicara
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah, 2002)
F. Pemeriksaan Diagnostic

1. Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam


SSP yang abnormal.

2. Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba


dari SSP.

3. Pemeriksaan MRI menunjukkan bahwa banyak plak tidak


menimbulkan gejala serius, dan pasien dengan plak ini tidak secara
serius mengalami gangguan tetapi mengalami periode remisi yang
panjang di antara episode remisi. Terdapat bukti bahwa remielinasi
secara actual terjadi pada beberapa pasien.
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanaan Serangan Akut ( Farmakoterapi )

- Kortikosteroid dan ACTH digunakan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat


meningkatkan konduksi saraf, menurunkan inflamasi

- Beta interferon (Betaseron), beta interferon (Betaseron ®) digunakan untuk


mempercepat penurunan gejala.

- Modalitas lain (misalnya radiasi, kopolimer 1, dan kladribin)

- Baklofen sebagai agen antispasmodik merupakan pengobatan yang dipilih


untuk spastisitas.

- Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit


b. Penatalaksanaan Gejala Kronik

- Pengobatan spastic dengan bacloferen (Lioresal®), dantrolene


(Dantrium®), diazepam (Valim®), terapi fisik, intervensi
pembedahan.
- Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel®).
- Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.

- Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan


pemasangan kateter tetap.

- Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria.

- Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi kerja.


- Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol®).
- Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (Tegratol®),
feniton (Dilantin®), perfenazin dengan amitriptilin (Triavili®)
2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan


otot).

b. Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam


waktu singkat.

c. Pasien dianjurkan untuk melakukan teknik latihan berjalan


karena pada umumnya keadaan tersebut kaki dan telapak kaki
kehilangan sensasi positif.

d. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan gerak aktif pada


ekstermitas yang tidak sakit.
H. Komplikasi
1. Infeksi Saluran Kemih
2. Konstipasi
3. Dekubitus
4. Edema pada kaki
5. Pneumonia
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai