Anda di halaman 1dari 9

KODE ETIK PSIKOLOGI

BAB III KOMPETENSI

KELOMPOK 3
1. SAHRU RAMADHAN (14900038)
2. TESA FATANAH (14900037)
 Contoh Kasus
6 Fakta Baru Kepribadian Jessica Wongso
16 Agu 2016, 19:19 WIB

Ahli psikologi klinis Antonia Ratih Handayani saat memberi kesaksian di


sidang lanjutan pembunuhan Mirna Salihin di PN Jakarta Pusat, Senin (15/8).
(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin


dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso yang digelar pada Senin 15 Agustus 2016
mengagendakan pemeriksaan dua saksi. Mereka adalah Ahli Psikologis Klinis Universitas
Indonesia (UI) Antonia Ratih Andjayani dan Asisten Rumah Tangga Jessica berinisial NS.
Namun saat sidang dimulai, hanya Antonia yang memenuhi panggilan. Sementara NS
berhalangan hadir. Akhirnya sidang selama hampir 8 jam itu hanya diisi keterangan
Ratih.
Ratih adalah salah satu psikolog yang memeriksa kondisi kejiwaan Jessica pasca
perempuan tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Saat
memberikan kesaksian kemarin, Ratih mengungkapkan enam fakta baru tentang
Jessica.
1. Bukan Psikopat atau Kepribadian Ganda
Ayahanda Mirna, Darmawan Salihin pernah mencurigai Jessica menderita kelainan
jiwa seperti psikopat dan berkepribadian ganda. Namun dari hasil penelitian Ratih
terhadap Jessica, kondisi kejiwaan terdakwa pembunuh Mirna itu sehat dan normal.
Tak ada indikasi seperti yang disebutkan Darmawan. "Yang bersangkutan tidak
menampilkan adanya indikasi berkepribadian ganda dan tidak ditemukan adanya
kemungkinan yang bersangkutan bisa dirujukan menjadi psikopat," kata Ratih saat
memberikan kesaksian untuk Jessica di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Senin 15 Agustus 2016.
Ratih menjelaskan, pengertian psikopat adalah seseorang yang daya empatinya tidak
berkembang secara sehat atau jika diukur dengan angka hasilnya nol. Dalam
hubungan dengan orang-orang sekitar, seorang psikopat tidak dapat merasakan
emosi orang lain. "Bisa juga bersikap dingin atau nuraninya tidak berkembang," ujar
Ratih.
2. Tidak Memiliki Kelainan Seksual
Pada awal kasus kematian Mirna mencuat di media massa, terselenting isu motif
Jessica membunuh Mirna karena cemburu mengetahui Mirna sudah menikah dengan
Arief Soemarko. Disebut-sebut kedekatan Mirna dan Jessica lebih dari sekedar relasi
pertemanan.
Namun Jessica sedari awal membantah penyuka sesama jenis. Alibi terkuatnya adalah
dia memiliki pacar laki-laki selama tinggal di Sydney Australia.
Ratih berpendapat, secara kasat mata tak nampak indikasi Jessica seorang lesbian.
Hemat Ratih, orientasi seksual Jessica masih kepada laki-laki. Namun Ratih
menyarankan hakim untuk menanyakan hal tersebut kepada ahli psikologi seksual, jika
ingin mengetahui keakuratan analisa orientasi seksual Jessica.
"Secara kasat mata tidak terlihat adanya kelainan seksual. Tapi harus digali lebih dalam
lagi dengan melibatkan psikolog seksual," ucap Ratih

Sumber:
http://news.liputan6.com/read/2578599/6-fakta-baru-kepribadian-jessica-wongso
JPU Pertanyakan Psikolog Pihak Jessica soal Keahliannya
ursita Sari. Kompas.com - 19/09/2016, 13:23 WIB

Psikolog dari Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida Haroen, memberikan

keterangan dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan

terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Senin (19/9/2016).(Nursita Sari).

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna
Salihin mempertanyakan keahlian psikolog dari Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida Haroen.
Kepada Dewi, JPU menanyakan obyek pemeriksaan psikolog.
Mulanya, JPU menanyakan apakah Dewi pernah bertemu dan memeriksa Jessica pada
kesempatan sebelumnya. Dewi kemudian menjawab, dia baru pertama kali bertemu Jessica
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
"Psikolog yang diperiksa dokumen atau orang?" tanya JPU.
Dewi menjawab bahwa psikolog memeriksa orang.
JPU kemudian kembali mempertanyakan keetisan Dewi sebagai seorang psikolog yang tidak
memeriksa Jessica, namun hanya memeriksa dokumen hasil pemeriksaan Jessica yang dilakukan
psikolog klinis Antonia Ratih Andjayani.
"Saya memeriksa dokumen ini antarpsikolog, hasil ini. Kita boleh periksa. Ini memeriksan
hasil pemeriksaan. Kita membandingkan. Boleh, Pak," jawab Dewi.
Mendengar pertanyaan-pertanyaan JPU, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan,
menyampaikan keberatannya.
Ketua Majelis Hakim Kisworo kemudian menengahi kuasa hukum dan JPU.
"Ahli ini kan sudah disumpah. Artinya, tahu batasannya. Kalau tidak tahu batasannya,
dia (ahli) tidak akan menjawab," kata Kisworo.
JPU menyatakan alasannya mempertanyakan keahlian Dewi karena keberatan
dengan pernyataan-pernyataannya yang bertentangan dengan pernyataan Ratih,
psikolog yang memeriksa Jessica.
Kisworo menyatakan akan mencatat keberatan JPU.
Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica di Kafe
Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa kasus tersebut. JPU
mendakwa Jessica dengan dakwaan tunggal, yakni Pasal 340 KUHP tentang
Pembunuhan Berencana.
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/19/13235231/jpu.pertanyakan.psikolog.
pihak.jessica.soal.keahliannya
 Analisis:
Kasus di atas menunjukkan kaitannya dengan kode etik yang dilakukan oleh psikolog
ARH pada:
 BAB III Kompetensi pasal 7 ayat (1) dan (2) tentang Ruang Lingkup Kompetensi
yang berbunyi “Ilmuan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar,
melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas
kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan (1). Psikologi
dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuan psikologi
serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan
dengan asessment dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik
sebatas kopetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman
terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan (2).
 BAB III Kompetensi pasal 9 tentang Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap
Profesional yang berbunyi “Psikolog dan/atau Ilmuan Psikologi dalam pengambilan
keputusan harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang
sudah teruji dan diterima secara luas atau universal dalam disiplin ilmu psikologi.
Dalam kasus persidangan pembunuhan MS di atas sangat jelas bahwa ahli psikologi
klinis ARH memberikan kesaksian ataupun keterangannya dalam mengungkapkan
fakta-fakta baru tentang JKW sesuai dengan batas kompetensinya, seperti yang
dijelaskan pada pasal satu (1), dan ARH memberikan pelayanan sebagai saksi ahli
kaitan dengan ahli psikologi klinis, seperti yang dijelaskan pasal dua (2).
Dilihat dari berita diatas ARH dalam memberikan keterangan, ia tidak langsung
menyimpulkan begitu saja namun melakukan pemeriksaan terlebih dahulu tentang
kondisi kejiwaan JKW. Artinya ARH profesional dalam menjalankan tugas sesuai
dengan pasal 9 tentang Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap Profesional.
Sekian
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai