Anda di halaman 1dari 27

KELOMPOK 7

1. DIAN FITRIANA
2. NADILA INTAN SAPUTRI
3. SALMA BUSTANUL PUTRI
4. VICO HERDI SETIAWAN
5. WINIE OETAMI AUFA H
OPEC & OKI
OPEC
(Organization Petrolium Exporting
Countries)

OPEC adalah organisasi negara-negara


pengekspor minyak.
A. Latar belakang Berdirinya OPEC
OPEC dibentuk karena jatuhnya harga minyak
pada perusahaan-perusahaan besar seperti
perusahaan British Petroleum,Shell,Texaco,dan
Exxon Mobil. Perusahaan besar ini
menurunkan harga minyak secara drastis.
Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara
Timur Tengah berusaha merebut pasaran
harga minyak internasional dengan cara
mengadakan perundingan.
Pada tanggal 10-14 September 1960, atas
gagasan Menteri Pertambangan dan Energi
Venezuela,Juan Pablo Perez Alfonzo dan
Menteri Pertambangan dan Energi Arab Saudi
Arabia Abdullah Al Tariki.
Akhirnya pemerintah Irak,Persia,Kuwait,Saudi
Arabia,dan Venezuela bertemu di Baghdad
untuk mendiskusikan cara-cara untuk
meningkatkan harga minyak mentah yang
dihasilkan oleh masing-masing negara.
Akhirnya pada tanggal 14 November 1960
OPEC resmi didirikan.
Anggota OPEC :
• Afrika :
Aljazair (1969)
Angola (2007)
Libya (1962)
Nigeria (1971)
• Asia :
Arab Saudi (pendiri OPEC th 1960)
Iran (pendiri th 1969)
Irak (pendiri th 1960)
Kuwait (pendiri th 1960)
Uni Emirat Arab (1967)
• Amerika Serikat :
Ekuador (1973-1993)
Venezuela (pendiri th 1960)

Anggota yang keluar :


Gabon (1975-1995)
Indonesia (1962-2008)
Syarat Utama anggota dalam OPEC :
• Negara yang berkaitan secara substansial yang
merupakan pengekspor minyak mentah.
• Memiliki kepentingan yang sama dengan
negara-negara yang sudah menjadi anggota
OPEC disetujui oleh mayoritas anggota OPEC.
B. Tujuan Berdirinya OPEC

• Secara umum : agar masing-masing negara


anggota dapat mengambil kebijakan yang
tepat dalam bidang perminyakan dan harga
minyak sehingga dapat menguntungkan
negara anggota atau produsen.
• Secara khusus :
1) Menjaga kestabilan harga minyak di pasar
internasional.
2) Menghindari persaingan perdagangan
minyak antara negara-negara anggota OPEC.
3) Memenuhi kebutuhan minyak dunia
terutama negara-negara pusat industri.
4) Mengoordinasi dan menyatukan kebijakan
tentang minyak bagi setiap negara-negara
anggota.
5) Untuk mengatur produksi dan harga minyak
mentah.
Pada perkembangannya, OPEC menetapkan tujuan yang
hendak dicapai yaitu : “preserving and enhancing the role
of oil as a prime energy source in achieving sustainable
economic development.” atau melestarikan dan
meningkatkan peran minyak sebagai sumber energi utama
dalam mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan,
melalui hal-hal berikut:
1. koordinasi dan unifikasi kebijakan perminyakan
antarnegara anggota.
2. Penetapan strategi untuk melindungi kepentingan negara
anggota
3. Penerapan cara-cara untuk menstabilkan harga minyak
dipasar internasional
4. Menjamin pemasukan tetap bagi negara-negara produsen
minyak,suplai minyak bagi konsumen,dan kembalinya
modal investor di bidang minyak secara adil.
C. KTT OPEC (Konferensi Tingkat Tinggi OPEC)
Dilaksanakan jika diperlukan dalam keadaan
mendesak.
Dilaksanakan setiap tahun di negara-negara
anggota.
Konferensi OPEC dipimpin oleh Presiden dan
Wakil Presiden OPEC yang dipilih oleh anggota
pada saat berlangsungnya konferensi.
Dalam konferensi ini, dirumuskan kebijakan
umum organisasi dan upaya
pengimplementasian kebijakan tersebut.
OKI
Latar belakang berdirinya OKI
Organization of Islam Conference (OIC) atau
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dibentuk
dengan latar belakang rasa khawatir umat
Islam atas jatuhnya kota Jerusalem ke tangan
bangsa Yahudi-Israel dalam Perang Enam Hari
tahun 1967. Di dalam kota Jerusalem
(Darussalam) berdiri dengan megahnya Mesjid
Al-Aqsha yang dibangun oleh Nabi Daud a.s.
(1000 SM). Mesjid Al-Aqsha pernah menjadi
lambang pemersatu umat Islam.
Sebab Langsung
Sebab langsung lahirnya organisasi ini adalah pembakaran Mesjid Al-Aqsha
pada tanggal 21 Agustus 1969 oleh Israel yang sejak tahun 1967 menduduki
Jerusalem. Pembakaran Mesjid Al-Aqsha tersebut membangkitkan amarah
umat Islam dari dunia Arab dan dari seluruh dunia.
Dengan terjadinya peristiwa itu, Raja Hassan II dari Maroko menyerukan
kepada para pemimpin dunia Arab khususnya dan dunia Islam umumnya
untuk bersama-sama menuntut pertanggungjawaban Israel atas kejadian itu.
Raja Hassan II menyatakan agar para pemimpin dunia Islam mengadakan
pertemuan untuk menggalang kerja sama yang efektif agar tercapai
pembebasan Jerusalem dan Mesjid Al-Aqsha dari cengkeraman kejahatan
Israel.
Abdul Haliq Hasunah (Sekretaris Jenderal Liga Arab) mengemukakan
pernyataan resmi dan mengajak umat Islam dan Nasrani di seluruh dunia
untuk merapatkan barisan menghadapi musuh bersama, yaitu keangkuhan
dan kesombongan bangsa Yahudi-Israel. Di samping itu, ia menyerukan kepada
PBB agar keputusan-keputusan yang telah diambil untuk melindungi tempat-
tempat suci di Jerusalem dari kedengkian Zionis Yahudi, segera di laksanakan.
Tujuan Berdirinya OKI
• Memajukan solidaritas Islam di antara negara-negara anggota,
• Mengkonsolidasikan kerja sama di antara negara-negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan bidang kegiatan
lainnya,
• Berupaya menghapus pemisahan rasial dan diskriminasi serta
menghilangkan kolonialisme dalam segala bentuk.
• Mendukung setiap upaya menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
• Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci
dan mendukung setiap perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan
kembali hak-hak mereka atas tanah Palestina.
• Memperkuat perjuangan umat Islam untuk melindungi martabat umat
independensi hak masing-masing negara Islam, serta
• Menciptakan suasana yang harmonis untuk meningkatkan kerja sama dan
pengertian antara negara anggota OKI dan negara-negara lain.
Penyelenggaraan Konferensi
Pada tanggal 22 Agustus 1969 berlangsung pertemuan kilat antara
para duta besar dan negara-negara anggota Liga Arab. Dalam
pertemuan ini dibahas persiapan-persiapan Konferensi darurat para
menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab.
Konferensi menteri luar negeri itu berlangsung tanggal 25-26 Agustus
1969. Hasil yang dicapai dalam konferensi menteri luar negeri itu
sebagai berikut.
•Tindakan Israel yang dengan sengaja ingin memusnahkan Mesjid Al-
Aqsha merupakan suatu kejahatan yang tidak dapat diterima.
•Melalui tindakan itu Israel ingin merongrong kesucian umat Islam dan
Nasrani serta mengancam keamanan Arab,dengan kekuatan senjata.
Oleh karena itu, pendudukan kembali Jerusalem dan Mesjid Al-Aqsha
hanya dapat dicapai dengan ketepatan rencana dan kekuatan senjata.
Dalam konferensi darurat ini berhasil diputuskan beberapa
resolusi yang mendesak, agar sebuah Konferensi Tingkat
Tinggi negara-negara Islam diselenggarakan. Dalam
konferensi darurat itu, Kerajaan Saudi Arabia dan Maroko ,
ditunjuk untuk memikirkannya dan mengadakan persiapan-
persiapan seperlunya agar terwujud Konferensi Tingkat
Tinggi dari negara-negara Islam di seluruh dunia.

Kedua kerajaan, yaitu Saudi Arabia dan Maroko,


membentuk panitia penyelenggaraan KTT yang
beranggotakan enam negara, yaitu Malaysia, Palestina,
Saudi Arabia, Maroko, Somali, dan Nigeria. Panitia
penyelenggara sepakat untuk menyelenggarakan KTT pada
tanggal 22-25 September 1969.
Masalah yang dipandang perlu untuk
dibahas dalam KTT
• Tragedi Mesjid Al-Aqsha dalam kaitannya dengan persoalan
Palestina tidak memberikan arti dan bobot tersendiri dalam
keseluruhan persoalan itu. Kejadian itu harus dihadapi dengan
tindakan nyata sehingga tidak perlu menjalar ke tempat-tempat suci
lainnya, baik tempat suci umat Islam maupun Nasrani.
• Peristiwa Mesjid Al-Aqsha telah melahirkan suatu perasaan baik di
kalangan umat Islam maupun Nasrani untuk mengambil segala
tindakan-tindakan agar dapat mengatasi masalah Palestina.
• Penyelenggaraan Sidang Umum PBB merupakan kesempatan yang
baik untuk memperjuangkan umat Islam melawan Zionis Israel.
Oleh karena itu, umat Islam perlu memiliki sikap yang satu dan jelas
mengenai masalah tersebut.
Keputusan KTT yang dihadiri oleh 28
negara Islam
• Mengutuk pembakaran Mesjid Al-Aqsha Israel.
• Menuntut dikembalikannya kota Jerusalem sebagaimana sebelum
perang tahun 1967.
• Menuntut penarikan tentara Israel dari seluruh wilayah Arab yang
diduduki.
• Menetapkan pertemuan tingkat Menlu di Jeddah pada bulan Maret
1970.

Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya OKI mengalami


perkembangan dalam berbagai bidang. Sesuai dengan hasil
konferensi tingkat menteri luar negeri OKI di Jeddah tahun 1970,
dibentuklah sekretariat tetap OKI di Jeddah dan perlunya diadakan
pertemuan tahunan tingkat menteri Iuar negeri. Pada pertemuan di
Jeddah inilah disahkan Piagam Pendirian OKI.
Penyelenggaraan KTT OKI
Sampai sekarang penyelenggaraan KTT OKI sudah
berlangsung 8 kali, yaitu sebagai berikut.

KTT ke-1 diselenggarakan di Rabat, Maroko (1969).


KTT ke-2 diselenggarakan di Lahore, Pakistan (1974).
KTT ke-3 diselenggarakan di Thaif, Arab Saudi (1981).
KTT ke-4 diselenggarakan di Casablanca, Maroko (1984).
KTT ke-5 diselenggarakan di Kuwait City,.Kuwait (1987).
KTT ke-6 diselenggarakan di Dakkar, Senegal (1991).
KTT ke-7 diselenggarakan di Casablanca, Maroko (1994).
KTT ke-8 diselenggarakan di Teheran (Iran) (1997).
Dalam perkembangannya, OKI selalu berupaya untuk
memperjuangkan segala sesuau yang menjadi
kepentingan-kepentingan umat Islam, agar
perdamaian, ketenteraman, kesejahteraan dapat
tercapai dengan mudah. Oleh karena itu, kita perlu
mengamati prospek OKI dari sudut yang lebih
mendasar lagi, yaitu dari kondisi kepentingan politik
masing-masing negara anggota dalam kaitannya
dengan konstelasi politik internasional yang ada.
Namun hasil penelaahan memperlihatkan kepada kita
tentang berbagai masalah yang amat sulit. Masalah ini
merupakan tantangan intern OKI yang akan
memutuskan masa depan organisasi.
Negara Anggota OKI
Ketika pertama kali dibentuk, jumlah anggota OKI hanya 28 negara, yaitu
negara-negara yang hadir pada KTT 1 di Rabat. Sekarang anggota OKI
berjumlah 46 negara dari tiga kawasan yaitu Arab, Asia dan Afrika. Negara-
negara anggota OKI tersebut antara lain sebagai berikut.

Dari kawasan Arab: Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Djibouti, Irak, Kuwait,
Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Oman, Qatar, Somalia, Sudan, Suriah,
Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman, Yordania, dan PLO.

Dari kawasan Asia: Afghanistan, Bangladesh, Brunei Darussalam,


Indonesia, Iran, Malaysia, Pakistan, Turki, dan Azerbaijan.

Dari kawasan Afrika: Benin, Burkina Faso, Camerun, Chad, Comoros,


Gabon, Gambia, Guinea, Guinea Bissau, Mali, Niger, Nigeria, Senegal,
Uganda, dan Siera Leone.
Keanggotaan Indonesia Dalam OKI
Dalam kaitannya dengan Indonesia, ada beberapa hal yang
perlu untuk dibicarakan, yaitu:
• Kedudukan Indonesia dalam keanggotaan OKI sangat unik
karena Indonesia bukan negara Islam atau negara agama
apa pun, tetapi sebagai negara berdasarkan Pancasila. Dari
jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara dengan
penganut agama Islam terbesar di Dunia.
• Dari sudut politik luar negeri, Indonesia adalah negara
anggota OKI yang secara eksplisit menyatakan prinsip-
prinsip kebebasan dan independensi sebagai pegangan
politik luar negerinya. Indonesia memanfaatkan OKI sebagai
forum kerja sama yang bertujuan untuk menciptakan
perdamaian dunia.
Dengan berlandaskan Pancasila, Indonesia berupaya menjadi
pemersatu umat Islam di seluruh dunia mencarikan jalan keluar dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam
keterlibatan Indonesia dalam OKI telah dapat melahirkan
kesempatan yang baik bagi terciptanya lembaga dan kerja sama
antar negara lainnya, sehingga keterlibatan Indonesia dalam OKI
adalah sebagai suatu usaha untuk ikut menciptakan kehidupan
dunia yang aman dan damai.
Sejak semula, Indonesia cukup aktif dalam OKI. Indonesia adalah
salah satu pendiri OKI pada tahun 1969 di Maroko. Indonesia
pernah menduduki kursi kepemimpinan, misalnya pernah menjadi
wakil Sekretaris Jenderal, anggota Komite Al-Quds yang diketuai
oleh Raja Hasan II dari Maroko dan lain-lain. Di bidang politik peran
Indonesia dalam OKI cukup diperhitungkan. Dalam KTT OKI 1981 di
Thaif, Arab Saudi , Indonesia mengajukan resolusi Solidaritas Islam
yang diterima oleh peserta KTT secara spontan. Resolusi ini
kemudian menjadi dasar bagi pembentukan komite perdamaian
Islam.
Selain itu, peranan Indonesia dalam mendamaikan sengketa
antara Pakistan dan Bangladesh juga diakui negara Islam.
Masalah minoritas Muslim Moro di Filipina Selatan juga turut
diperjuangkan Indonesia dalam forum OKI. Dalam konferensi
menteri-menteri penerangan OKI tahun 1988, Indonesia
memprakarsai gagasan perlunya membentuk “Tata Informasi
Baru Dunia Islam”. Hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi
dominasi Barat atas informasi dunia.
Peran Indonesia lain dalam OKI adalah ketika Indonesia menjadi
tuan rumah pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI
yang berlangsung dari tanggal 9 – 13 Desember 1996. Dalam
KTM ini, fokus pembicaraan menyangkut citra Islam dunia
Internasional. Selama ini terkesan pihak Barat salah menafsirkan
terhadap Islam yang dilihat secara negatif, seperti mengkaitkan
islam dengan kegiatan terorisme, fundamentalisme, dan
tindakan kekerasan lainnya. Kenyataannya, semua itu tidak
diajarkan dalam Islam.
Masalah Internasional dan Regional
• Masalah Palestina adalah persoalan utama bagi dunia Islam.
• Mengecam keras kebijakan Israel yang menghambat proses perdamaian.
• Mengakui integritas dan kedaulatan Bosnia Herzegovina sesuai batas-
batas wilayahnya secara internasional.
• Mengimbau agar diadakan perundingan damai di wilayah Jammu dan
Kashmir serta menegaskan perlunya dihormati hak rakyat Kashmir untuk
menentukan nasib sendiri dan mengecam tegas pelanggaran hak-hak asasi
manusia di kawasan itu.
• Menghimbau agar pihak-pihak yang bertikai d Afghanistan segera
mengadakan gencatan senjata.
• Menyerukan kepada Irak untuk sungguh-sungguh bekerja sama dengan
Komite Palang Merah Internasional dalam upaya mengimplementasikan
resolusi-resolusi PBB (terutama menyangkut pembebasan para tawanan
perang Kuwait).
• Mengecam tindakan agresi AS terhadap Libya.
• Mendukung dengan tegas posisi Indonesia di Timor Timur.

Anda mungkin juga menyukai