Anda di halaman 1dari 132

BLOK GANGGUAN PERTUMBUHAN TA 2016/2017

dr. Ukhti Jamil Rustiasari, SpPA


Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Rudolph Virchow (1821–1902)
Injury to cells and to extracellular matrix
ultimately leads to tissue and organ injury,
which determines
the morphologic and clinical patterns of disease.
• Jejas dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel.
• Normal sel dalam keadaan homeostasis. Reaksi terhadap jejas :
1. Adaptasi
2. Mempertahankan jejas tidak menetap
3. Mengalami jejas menetap dan mati
• Jejas sel timbul :
• Ketika kondisi melebihi batas respon adaptif sel
• Sel terpapar agen atau stres yang merusak
• Kekurangan nutrien esensial
• Menderita kelainan intrinsik
• Jejas sel dapat berjalan reversibel  ireversibel.
Respon Seluler
terhadap Jejas
Penyebab Jejas
PENYEBAB JEJAS SEL

• Iskemia
Deprivasi • Oksigenasi inadekuat pada kegagalan kardiorespirasi
Oksigen • Penurunan kemampuan membawa oksigen dlm darah
• Kehilangan darah berat

• Trauma mekanik
Agen • Suhu ekstrim
• Perubahan tekanan atmosfer tiba-tiba
fisik • Radiasi
• Syok elektrik
PENYEBAB JEJAS SEL
• Konsentrasi hipertonis bahan kimiawi sederhana

Bahan • Oksigen konsentrasi tinggi


• Trace amounts of poisons
kimia • Bahan polutan lingkungan & udara
• Insektisida, herbisida
dan obat • Bahaya industri
• Penggunaan terapi obat yang meningkat

• Virus
Agen • Cacing
• Bakteri
infeksius • Parasit
PENYEBAB JEJAS SEL
• Sistem imun bekerja pada saat terjadi infeksi
yang patogen, tetapi sistem imun tersebut
Reaksi imunologi dapat menyebabkan jejas sel jika reaksi
berlebihan.

• Down syndrome
Defek genetik • Sikle cell anemia
• Defisiensi fungsional protein

Ketidakseimbangan • Malnutrisi
nutrisi • Kelebihan nutrisi
Mekanisme Jejas Sel
MEKANISME JEJAS SEL
 Respon selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada
tipe cedera, durasi dan tingkat keparahan
 Akibat stimulus yang berbahaya terhadap sel yang mengalami jejas
bergantung pada tipe, status dan kemampuan adaptasi sel
 Jejas sel terjadi sebagai hasil aksi mekanisme biokimiawi yang berbeda
pada beberapa komponen seluler yang penting
 Banyak stimulus berbahaya dapat mencetuskan mekanisme multipel
yang saling berhubungan secara simultan yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan sel
MEKANISME JEJAS SEL
A. DEPLESI ATP
• Fosfat berenergi tinggi ATP diperlukan dalam :
setiap proses yang terjadi di dalam sel (sintesis dan degradasi), meliputi
transport membran, sintesis protein, lipogenesis, proses pergantian fosfolipid
• Dua jalur pembentukan ATP :
fosforilasi oksidatif mitokondria, glikolisis anaerob
• Penyebab utama hilangnya sintesis ATP :
• Menurunnya suplai oksigen dan nutrisi
• Kerusakan mitokondria
• Aksi dari beberapa racun, seperti sianida
Hilangnya ATP 5-10% dari normal menyebabkan :
• Penurunan aktivitas dari membran plasma memompa Na+
 pembengkakan RE, pembengkakan sel
• Perubahan energi metabolisme selular
 peningkatan AMP mengaktivasi fosfofruktokinase dan fosforilase  glikolisis
anaerob meningkat  akumulasi as.laktat + fosfat anorganik  pH menurun
aktivitas enzim menurun
• Kegagalan pompa Ca2+
• Pemisahan ribosom dari RE kasar dan penguraian polisom  gangguan sintesis
protein
• Pada sel yang kehabisan oksigen dan glukosa terjadi misfolded protein  unfolded
protein response  jejas sel atau kematian sel
• Berakhir dengan kerusakan mitokondria dan membran lisosom irreversibel
B. KERUSAKAN MITOKONDRIA
• Mitokondria merupakan organella penghasil ATP  keutuhan
mitokondria penting untuk pertahanan hidup sel
• Mitokondria berakhir sebagai target sebagian besar tipe cedera
• Kerusakan dapat terjadi karena :
• Peningkatan kalsium sitosol
• Spesies oksigen reaktif (stres oksidatif)
• Kehilangan oksigen
• Mutasi gen mitokondria
Akibat terjadinya kerusakan mitokondria :
1. Pembentukan saluran membran mitokondria dengan kemampuan
konduksi tinggi (transisi permeabilitas mitokondria)  hilangnya
potensial membran kegagalan fosforilasi oksidatif nekrosis

2. Peningkatan permeabilitas membran luar mitokondria  kebocoran


sitokrom c dan caspase ke dalam sitosol  apoptosis
C. INFLUKS KALSIUM DAN HILANGNYA HOMEOSTASIS
KALSIUM

Kalsium bebas dalam sitosol dipertahankan oleh transpor


kalsium yang bergantung ATP pada konsentrasi yang sangat
rendah jika dibandingkan dengan jumlahnya di ekstrasel
maupun di dalam organella mitokondria dan RE.

Iskemia dan toksin menyebabkan peningkatan konsentrasi


kalsium sitosol akibat pelepasan kalsium dari deposit
intraselular, lalu diikuti dengan peningkatan influks kalsium
melewati membran plasma.
Mekanisme terjadinya jejas sel akibat peningkatan kalsium intraselular :
1. Terbukanya saluran transisi permeabilitas mitokondria  kegagalan
fosforilasi oksidatif
2. Aktivasi sejumlah enzim meliputi:
• Fosfolipase : kerusakan membran dengan mendegradasi fosfolipid membran
• Protease : merusak protein membran dan sitoskeleton
• Endonuklease : fragmentasi DNA dan kromatin
• ATPase : mempercepat deplesi ATP
3. Menginduksi terjadinya apoptosis melalui aktivasi langsung enzim
kaspase dan peningkatan permeabilitas mitokondria
D. AKUMULASI RADIKAL BEBAS (STRES OKSIDATIF)

Jejas sel yang disebabkan oleh radikal bebas, terutama spesies oksigen reaktif
merupakan mekanisme penting penyebab kerusakan sel pada berbagai kondisi
patologis seperti kimia dan radiasi, jejas iskemia-reperfusi, penuaan sel, proses
fagositosis mikroba.

Radikal bebas adalah bahan kimia yang memiliki 1 elektron tidak berpasangan yang
terletak pada sisi luar orbit. Energi yang tercipta dari konfigurasi tidak stabil ini
dilepaskan melalui reaksi dengan molekul yang berdekatan, seperi bahan kimiawi
organik maupun non-organik ( protein, lipid, KH, as.amino)

Radikal bebas memulai reaksi autokatalisis, yang dengan proses ini molekul yang
bereaksi dengannya berubah menjadi radikal bebas  memperbanyak kerusakan.
Spesies Oksigen Reaktif (ROS) adalah tipe oksigen dapatan
radikal bebas yang berperan dalam jejas sel.

ROS diproduksi secara normal selama respirasi mitokondria


dan pembentukan energi baru, namun ROS terdegradasi dan
dipindahkan melalui sistem denfensif selular. Sel mampu
mempertahankan homeostasis meskipun terdapat radikal
bebas jika pada konsentrasi yang rendah dan bersifat
sementara.

Ketika ROS meningkat atau sistem pemungut tidak efektif,


radikal bebas bertambah  stres oksidatif
Pembentukan Radikal Bebas
• Reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi selama proses metabolik normal.
Membentuk anion superoksida, hidrogen peroksida, ion hidroksil.
• Absorpsi energi radian ( sinar UV, X-ray)
• Pembentukan ROS yang besar diproduksi selama keadaan inflamasi sebagai
akibat dari aktivasi leukosit.
• Metabolisme enzimatis dari agen eksogen kimia atau obat. Membentuk radikal
bebas yang bukan ROS namun memiliki kemiripan.
• Transisi metal
• Nitrit oksid (NO)
Pembuangan Radikal Bebas
• Antioksidan ( vitamin A, C, E, -karoten)  blokade formasi radikal
bebas atau inaktivasi radikal bebas
• Pengikatan besi dan tembaga oleh protein transport dan protein
simpanan (transferin, ferritin, laktoferin, seruloplasmin)
• Adanya enzim yang berperan menonaktifkan radikal bebas :
• Katalase : langsung mendegradasi hidrogen peroksida
• Superoksida dismutase : mengkatalisis reaksi perubahan anion superoksida
menjadi hidrogen peroksida
• Glutathion peroksidase : mengkatalisis perubahan ion hidroksil menjadi
hidrogen peroksida  air
Efek Patologik Radikal Bebas
• Peroksidasi lipid membran
• Interaksi lemak tak jenuh dengan radikal bebas  radikal lemak
• Modifikasi protein
• Radikal bebas mencetuskan terjadinya ikatan silang  hilangnya aktivitas
enzimatik, merusak formasi dan struktur protein
• Lesi pada DNA
• Radikal bebas menyebabkan putusnya rantai DNA, ikatan silang rantai DNA
Radikal Hidroksil terbentuk :
1. Hidroksilasi air karena radiasi pengion :
H202  H. + 0H. (very reactive)
2. Interaksi dengan metal transisi (reaksi Fenton)
FE++ + H202  FE +++ + 0H. + 0H-
3. Reaksi Haber-Weiss
H202 + 02-  0H. + 0H- + 02
Enzim :
1. SOD (dismutase superoksid)
02- + 02- + 2H+  H202 + 02
2. Katalase
2 H202  02 + 2H20
3. Glutation peroksidase (GSH)
2 0H. + 2 GSH  2 H20 + GSSG
H202 + 2 GSH  2 H20 + GSSG
E. KERUSAKAN PERMEABILITAS MEMBRAN

• Hilangnya permeabilitas membran  kerusakan membran  jejas sel

Mekanisme Kerusakan Membran

- Pada sel iskemik : deplesi ATP dan aktivasi fosfolipase


yang dimediasi oleh kalsium
- Pada keadaan lain : secara langsung dapat dirusak toksin
bakteri, protein virus, komponen komplemen limfositik
sitolitik, agen fisik dan kimiawi, serta mekanisme biokimiawi
Mekanisme Kerusakan Membran
• ROS
• Menyebabkan jejas pada membran sel dengan membentuk lipid
peroksidase  merusak membran

• Menurunnya sintesis fosfolipid


• Disebabkan dari ketidaksempurnaan fungsi mitokondria atau karena
hipoksia  produksi ATP menurun  mempengaruhi aktivitas enzim
energy-dependent  sintesis fosfolipid menurun
• Meningkatnya degradasi fosfolipid
• Disebabkan oleh peningkatan kalsium sitosol dan kalsium mitokondria yang
mengaktivasi enzim fosfolipase
• Degradasi fosfolipid berakumulasi (as. lemak bebas, asil karnitin, lisofosfolipid)
yang memiliki efek pembersih pada membran. Dapat juga menyusup ke lapisan
lipid bilayer membran ataupun menggantikan kedudukan fosfolipid dalam
membran  perubahan permeabilitas dan elektrofisiologi membran
• Abnormalitas sitoskeleton
• Disebabkan oleh peningkatan kalsium sitosol yang mengaktivasi enzim protease
• Saat pembengkakan sel, kerusakan ini menyebabkan lepasnya sitoskeleton dan
membran sel
Akibat Kerusakan Membran
1. Rusaknya membran mitokondria
Menyebabkan terbukanya saluran transisi permeabilitas
mitokondria  kegagalan fosforilasi oksidatif dan
melepaskan protein pro-apoptosis
2. Rusaknya membran plasma
• Menyebabkan hilangnya keseimbangan osmosis dan
terjadi influks cairan serta ion  Sel kekurangan metabolit
penting untuk rekonstruksi ATP  deplesi ATP
2. Jejas pada membran lisosom
• Menyebabkan bocornya enzim ke dalam sitoplasma 
mengaktivasi asam hidrolase, Rnase, Dnase, protease,
fosfatase, glukosidase, katepsin  digesti enzimatik
protein, RNA, DNA, glikogen, nekrosis sel
F. KERUSAKAN DNA DAN PROTEIN
• Sel memiliki kemampuan memperbaiki kerusakan DNA.
• Namun jika kerusakan terlalu parah ( misal setelah terpapar obat
perusak DNA, radiasi, stres oksidatif), sel akan memrogram kematian
sel dengan cara apoptosis sel.
• Reaksi yang serupa timbul jika terjadi ketidaksesuaian pelipatan
protein yang dapat disebabkan oleh mutasi yang diturunkan maupun
karena pemicu yang berasal dari luar seperi radikal bebas.
Perubahan morfologik
PERUBAHAN MORFOLOGI PADA JEJAS SEL

• Semua jenis stress dan pengaruh yang merugikan, pertama kali menimbulkan efek
pada tingkat molekular atau tingkat biokimiawi.
• Terdapat keterlambatan waktu antara terjadinya stress dengan timbulnya
perubahan morfologik sel atau kematian sel.
• Durasi keterlambatan ini dapat bervariasi tergantung tingkat sensitivitas
pemeriksaan.
• Dengan pemeriksaan histokimia dan teknik ultrastruktur, perubahan dapat terlihat
dalam hitungan menit dan jam. Perubahan dapat lebih lama lagi terlihat dengan
pemeriksaan mikroskop cahaya dan makroskopik. Contoh : iskemik miokardial.
Cedera dan Kematian Sel
 Jejas sel reversibel
• Pada jejas sel tahap awal atau ringan.
• Terjadi perubahan fungsi maupun morfologi yang reversibel.
• Terjadi perubahan pada organel intraseluler seperti mitokondria dan
sitoskeleton.
 Jejas sel ireversibel
• Nekrosis dan apoptosis
• Jika jejas sel yang berat mengenai membran, enzim lisosom masuk ke
sitoplasma, dan sel mengalami kebocoran  nekrosis
• Jika sel DNA atau protein yang terkena jejas dan melewati ambang perbaikan
maka sel tersebut akan bunuh diri  apoptosis
A. Perubahan Morfologi Jejas Sel Reversibel
• Dua perubahan morfologi yang dapat dikenali dengan mikroskop
cahaya :
• Pembengkakan sel : gangguan membran sel
• Perlemakan : hipoksia dan toxic atau jejas metabolik  vakuola lemak di
sitoplasma. Tersering di sel hati dan miokardial.
A. Perubahan Morfologi Jejas Sel Reversibel
• Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel :
• Perubahan plasma membran
• Perubahan mitokondria
• Dilatasi retikulum endoplasma
• Perubahan pada inti sel
Degenerasi hidropik/ cloudy swelling
• Adalah akumulasi cairan di dalam sitoplasma sel.
• Umum terjadi sebagai bentuk awal perubahan sel karena jejas.
• Sinonim : cloudy swelling (makroskopik organ)
ETIOLOGI : jejas sel akut dan sub akut karena agen seperti toksin bakteri,
kimiawi, racun, dll.
PATOGENESIS : kegagalan regulasi Na dan K pada membran sel 
akumulasi Na dan keluarnya K  masuknya air ke dalam sel untuk
menjaga iso-osmosis  sel membengkak.
• MORPHOLOGIC FEATURES.
• Makroskopik : organ yang terkena seperti ginjal, liver, pankreas, otot jantung
membesar karena pembengkakan. Pada pembelahan tampak permukaan
menonjol keluar dan berwarna opak.
• Mikroskopik :
i) The cells are swollen and the microvasculature compressed.
ii) Small cytoplasmic blebs may be seen.
iii) The nucleus may appear pale.
B. Perubahan Morfologi Jejas Sel Ireversibel
1. NEKROSIS
• Peristiwa perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada
jaringan hidup.
• Perubahan morfologi terjadi akibat denaturasi protein intraselular dan
digesti enzimatik.
• Sel yang nekrosis : sel yang tidak dapat mempertahankan keutuhan
membran dan seringkali isi sel keluar reaksi inflamasi.
• Digesti enzimatik :
• Lisosom lekosit pada reaksi inflamasi (heterolisis)
• Lisosom sel yang mati (autolisis)
• Proses terjadinya digesti enzimatik dan reaksi inflamasi yang timbul
membutuhkan waktu. Contoh : pada sudden death
Perubahan morfologi sel nekrosis
• Peningkatan warna eosinofilik (merah muda) pada pewarnaan HE (karena
denaturasi protein dan kehilangan RNA sitoplasmik)
• Gambaran homogen seperti kaca (kehilangan glikogen)
• Sitoplasma bervakuola-moth-eaten (digesti enzim terhadap organel
sitoplasma)
• Sel yang mati digantikan dengan massa fosfolipid berulir besar:
gambaran mielin yang berasal dari membran sel yang rusak.
• Fosfolipid ini selanjutnya difagositosis sel lain atau didegradasi menjadi
asam lemak . Kalsifikasi residu asam lemak : sabun kalsium
Perubahan morfologi sel nekrosis
Perubahan inti
o Kariolisis :
- kromatin yang basofilik memudar
- Karena loss DNA oleh degradasi enzimatik (endonuklease)
o Piknosis :
- menyusutnya inti sel dan peningkatan kromatin basofilik
- Karena kondensasi kromatin menjadi massa basofilik yang solid
o Karioreksis :
- nukleus piknosis mengalami fragmentasi  menghilang
• Gambaran mikroskop elektron : Diskontinuitas membran plasma dan
membran organella
• Gambaran densitas amorf yang luas  dilatasi mitokondria
• Gambaran mielin intrasitoplasma
• Debris amorf
• Agregat fluffy material  denaturasi protein
Ultrastructural changes during cell injury due to hypoxia-ischaemia
Pola Nekrosis Jaringan
• Nekrosis koagulatif
• Nekrosis liquefaktif
• Nekrosis gangrenous
• Nekrosis kaseosa
• Nekrosis Lemak
• Nekrosis fibrinoid

54
NEKROSIS KOAGULATIF
• Pola primer : denaturasi protein
• Jejas mendenaturasi protein struktural dan enzim-enzim lisosomal
• proteolisis sel-sel mati terhambat
• sel-sel eosinofilik & anucleated bertahan beberapa hari atau minggu
• akhirnya terdigesti secara enzimatik
• Morfologi : kerangka sel dipertahankan, hambatan proteolisis selular ;
eosinofilik, sel tak berinti
• Contoh: iskemia karena obstruksi pembuluh darah  nekrosis
koagulatif pada semua organ, kecuali otak
• Localized area of coagulative necrosis is called infarct

55
Nekrosis Koagulatif

56
NEKROSIS LIKUEFAKTIF
• Pola : digesti enzimatik
 Injuri mendenaturasi protein struktural TANPA denaturasi enzim-enzim
lisosomal
 digesti sel-sel mati terjadi cepat
 transformasi jaringan menjadi liquid viscous mass
• Contoh:
 Fokal bacteria  mikroba menstimulasi akumulasi leukosit dan digesti
enzimatik
 kematian sel hipoksik di CNS
• Material nekrotik tampak creamy yellow karena adanya leukosit-
leukosit mati  PUS

57
Nekrosis Liquefaktif

58
NEKROSIS GANGRENOSA
 Bukan pola khusus kematian sel.
 Istilah “klinis”
 Biasanya pada tungkai bawah yang kehilangan suplai darah 
nekrosis koagulatif
 Jika ada superinfeksi bakteri  nekrosis likuefaktif (wet gangrene)

59
NEKROSIS KASEOSA
 Paling sering pada fokus infeksi tuberkulosis.
 Caseosa = cheese like = gambaran friable white
 Mikroskopis: granuloma
Area nekrosis:
kumpulan sel-sel yang terfragmentasi atau lisis
debris granular amorf
 dikelilingi area inflammatorik

60
Nekrosis Kaseosa

61
NEKROSIS LEMAK
Focal area of fat destruction
Contoh: pada pankreatitis akut
pelepasan lipase pankreatik aktif ke substansi pankreas dan kavitas
peritoneal
Lipase pankreas :
 mencairkan sel-sel lemak di membran peritoneum
 ester trigliserida dipecah jadi fatty acids
 fatty acids + kalsium  grossly visible chalky white areas (fat saponification)
Mikroskopik: focus shadowy outlines of necrotic fat cells with basophilic
calcium deposits surrounded by an inflammatory reaction

62
Nekrosis Lemak

63
NEKROSIS FIBRINOID
 Khas pada reaksi imun yang melibatkan pembuluh darah
 Terbentuk : deposit kompleks antigen-antibodi di dinding arteri.
 Deposit + fibrin  bright pink and amorphous appearance in HE stain
called “fibrinoid”. Contoh: immune-mediated vasculitis syndromes.
 Bila sel nekrotik dan debris selular tidak dihancurkan dan direabsorpsi
sempurna  penarikan garam kalsium dan mineral lain  become
calcified  kalsifikasi distrofik

64
Nekrosis Fibrinoid

65
Apoptosis
Apoptosis
• Kematian sel yang terprogram (programmed cell death).
• Sel mati melalui pengaktifan program bunuh diri internal  diatur
dengan kontrol genetik yang ketat.
• Normal terjadi selama proses perkembangan dan penuaan sebagai
mekanisme homeostasis u/ memelihara populasi sel.
• Mekanisme pertahanan akibat penyakit atau agen perusak.
Fungsi : menghilangkan secara selektif sel yang tidak dikehendaki
 Tanpa mengganggu sel sekitar
 Sel apoptotik menjadi sasaran fagositosis
Penyebab :
1. Fisiologik
2. Patologik
Apoptosis Fisiologik
 Proses embriogenesis
 Involusi hormon-dependent tissue saat hormon withdrawal
 peluruhan sel endometrium selama siklus menstruasi
 Penghapusan sel dalam populasi sel yang berproliferasi
 limfosit imatur di sumsum tulang
 Kematian sel yang sudah melaksanakan tugasnya
 netrofil setelah inflamasi akut
 Penghapusan limfosit yang berpotensi self-reactive
Apoptosis Patologik
 Kerusakan DNA  radiasi, antikanker sitotoksik, hipoksia
 Akumulasi misfolded protein
 Kematian sel pd bbrp infeksi: Infeksi virus (sitotoksik T limfosit-cell-
mediated)
 adenovirus, HIV
 virus hepatitis
 Atrofi patologik organ pasca obstruksi saluran
 pankreas, kelenjar parotis, ginjal
Perubahan Morfologi
 Ukuran sel mengecil
 Membran sel utuh
 Sitoplasma eosinofilik gelap
 Fragmentasi nukleus & kondensasi kromatin
 Pembentukan cytoplasmic blebs dan apoptotic bodies
 Fagositosis apoptotic bodies oleh makrofag
Gambaran Morfologik Apoptosis
Perubahan Biokimiawi
 Aktivasi caspase
 Pemecahan DNA dan protein
 Perubahan pd membran sel
pembalikan posisi fosfatidilserin
 Pengenalan oleh fagosit
Mekanisme Apoptosis
1. Fase inisiasi
a. Jalur intrinsik atau jalur mitokondria
b. Jalur ekstrinsik atau jalur reseptor kematian (death receptor-
initiated)
2. Fase eksekusi
1. Fase Inisiasi
• Sel menerima stimulus yang menginduksi kematian tergantung pada
seberapa letal stimulus yang diterima.
• Kehilangan faktor yang menunjang ketahanan hidup.
• Kekurangan suplai untuk metabolisme.
• Terjadi pengikatan reseptor yang meneruskan sinyal kematian misal
Fas/FasL, TNF/TNFR.
Jalur Ekstrinsik (reseptor kematian)
• Pengikatan ligan (FasL dengan FasR)  rekrutmen protein-protein
adapter sitoplasmik yg merupakan death domain yang berikatan dg
reseptor tsb.
• Jalur FasL/FasR, death domainnya FADD (Fas associated death domain)
• Jalur TNF/TNFR  TRADD (TNF receptor associated death domain)
• FADD dan TRADD berikatan dengan pro-caspase-8  terbentuk death
inducing signaling complex (DISC)  tjd aktivasi autokatalitik pro-
caspase-8  stimulasi fase eksekusi.
• Jalur ini dapat dihambat oleh protein c-FLIP (mengikat FADD dan caspase-8 shg
menjadi tdk aktif)
• Pengetahuan ini  obat antikanker dgn sasaran reseptor Fas
9.
Jalur Intrinsik (mitokondria)
• Tidak dimediasi reseptor (non-receptor-mediated).
• Menghasilkan sinyal intraseluler yang langsung bereaksi dengan sasaran
intrasel dan berkaitan erat dengan mitokondria :
• Sinyal negatif : pd kondisi ketiadaan faktor pertumbuhan, sitokin atau hormon
tertentu. Sinyal positif : dari radiasi, toksin, hipoksia, hipertermia, infeksi virus,
radikal bebas.
• Menyebabkan kegagalan supresi program kematian (Bcl-2 dan Bcl-x diganti oleh
Bak, Bax, Bim)  permeabilitas pori membran mitokondria >  lepasnya
protein yg dpt mengaktifkan kaspase-9 (sitokrom c).
• Diatur dan dikontrol oleh keluarga protein Bcl-2.
2. Fase Eksekusi/Degradasi
• Peranan :
• Kaspase inisiator : kaspase-8 dan -9
• Kaspase eksekutor : kaspase-3 dan -6
• Terjadi pemecahan protein sitoskeleton dan matriks nukleus.
• Perubahan morfologi dan biokimiawi sel (fragmentasi DNA, degradasi
protein) menjadi lebih jelas.
Ketiadaan inflamasi
1. Sel apoptotik tidak melepaskan isi sel ke jaringan sekitarnya.
2. Sel yang menelan apoptotic body tidak menghasilkan sitokin pro-
inflamasi.
3. Sel yang mengalami apoptosis dengan cepat difagositosis oleh
makrofag untuk menghindari nekrosis sekunder.
 Pembalikan posisi fosfatidilserin shg terekspresi pada luar membran
plasma  dikenali oleh reseptor makrofag.
Adaptasi Sel
ADAPTASI SEL
• Adaptasi sel terjadi : bila stres fisiologik berlebihan atau suatu
rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang
berubah untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel.
• Respon utama adaptasi :
• Atrofi
• Hipertrofi
• Hiperplasia
• Metaplasia
1. Atrofi
• Definisi : berkurangnya ukuran jaringan atau organ disebabkan
pengurangan ukuran masing-masing sel atau pengurangan jumlah sel
yang menyusun jaringan tersebut.
• Sel atrofik :
• Mengalami penurunan fungsi, tidak mati.
• Terjadi penurunan sintesis protein dan peningkatan degradasi protein dalam
sel.
• Terjadi proses autofagi  pengurangan jumlah organela sel (mitokondria,
miofilamen dan retikulum endoplasma kasar) vakuol autofagik bertambah.
• Brown atrophy : komponen sel yg tidak tercerna, dikonversi menjadi granula
lipofusin  menyebabkan organ berwarna coklat.
Penyebab atrofi :
Proses fisiologi:
 Merupakan proses normal beberapa jaringan pada penuaan.
 Contoh : atrofi duktus tiroglosus selama perkembangan fetal, atrofi uterus pasca
melahirkan
Proses patologi:
 Penurunan beban kerja
 Hilangnya persarafan
 Berkurangnya suplai darah
 Nutrisi yang tidak adekuat
 Hilangnya stimulasi endokrin
 Adanya pressure (tekanan) yang lama
Mekanisme Atrofi
 Disebabkan oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya
degradasi protein sel
 Sintesis protein berkurang karena penurunan aktivitas metabolik
 Degradasi protein seluler terutama oleh jalur Ubiquitin –
proteasome:
defisiensi nutrien & disuse  ubiquitin ligase  ubiquitin menempel
pada protein sel  target degradasi oleh proteasome
Atrofi Cerebri

Atrophy. A, Normal brain of a young adult. B, Atrophy of the brain in an 82-year-old man
with atherosclerotic cerebrovascular disease, resulting in reduced blood supply. Note that
loss of brain substance narrows the gyri and widens the sulci. The meninges have been
stripped from the right half of each specimen to reveal the surface of the brain.
2. Hipertrofi
Peningkatan ukuran sel parenkim yang mengakibatkan peningkatan
ukuran organ.
Dapat bersifat fisiologik atau patologik, sebab :
Peningkatan kebutuhan fungsional : hipertrofi otot lurik pada binaragawan
(fisiologik), hipertrofi otot jantung pada peny. Jantung (patologik)
Rangsangan hormonal spesifik : hipertrofi uterus saat kehamilan
Diinduksi oleh : sensor mekanik ,growth factors, vasoactive agents
Mekanisme : meningkatnya produksi protein selular.
Pseudohipertrofi : proliferasi unsur stroma (substansi antar sel), sel
parenkim terdesak, shg fungsi organ menurun.
Biochemical mechanisms of myocardial hypertrophy. The major known signaling pathways and their functional effects are
shown. Mechanical sensors appear to be the major triggers for physiologic hypertrophy, and agonists and growth factors may be
more important in pathologic states. ANF, Atrial natriuretic factor; GATA4, transcription factor that binds to DNA sequence GATA;
IGF1, insulin-like growth factor; NFAT, nuclear factor activated T cells; MEF2, myocardial enhancing factor 2.
3. Hiperplasia
Merupakan penambahan jumlah sel pada suatu jaringan atau organ 
peningkatan massa/ukuran.
Terjadi pada sel labil dan stabil, tidak pada sel permanen.
Hyperplasia is the result of growth factor-driven proliferation of
mature cells and, in some cases, by increased output of new cells from
tissue stem cells.
Sering terjadi bersama dengan hipertrofi.
Hiperplasi tidak terkontrol  dapat berubah menjadi neoplasma.
Proses hiperplasia :
Fisiologis :
1. Hiperplasia hormonal : hiperplasia kelenjar payudara saat pubertas dan
kehamilan.
2. Hiperplasia kompensatoris : hiperplasia eritroid sumsum tulang pada hipoksia
kronik.
Patologis:
1. Rangsang berlebihan dari hormon atau growth factors : hiperplasia
endometrium, hiperplasia prostat (BPH)
2. Infeksi virus : papiloma virus pada kutil (wart)
4. Metaplasia
• Adalah perubahan dari sel yg telah berdiferensiasi/sel yang matur jenis
tertentu (epitelial /mesenkimal) menjadi sel tipe lain.
• Merupakan substitusi adaptif sel yang sensitif/kurang tahan terhadap
stres dengan sel yg lebih tahan.
• Paling umum: kolumnar  skuamosa.
• Jika proses terus berkepanjang  gangguan polarisasi pertumbuhan
sel reserve  displasia.
Mekanisme Metaplasia
• Bukan perubahan fenotip sel yang sudah berdiferensiasi.
• Merupakan reprogramming stem cell di jaringan normal atau sel
mesenkimal tidak berdiferensiasi di jaringan ikat.
• Diferensiasi stem cell ke tipe lain disebabkan sinyal yang ditimbulkan
sitokin, GF, & komponen matriks ekstra seluler  perubahan ekspresi
gen.
Contoh metaplasia
• Perubahan kolumnar  skuamosa pada saluran napas, menjadi lebih
tahan terhadap jejas namun tidak menguntungkan karena kehilangan
kemampuan protektif terhadap infeksi (sekresi mukus, pergerakan silia)
• Perubahan skuamosa  kolumnar pada esofagus (Barret esophagus)
karena pengaruh refluks asam lambung. Pada daerah ini dapat timbul
adenokarsinoma.
DISPLASIA
• Merupakan suatu abnormalitas pertumbuhan sel yang menyebabkan
terjadinya perubahan ukuran, bentuk serta organisasi sel dalam suatu
jaringan.
• Karakteristik : menurunnya jumlah sel matur dan bertambahnya jumlah
sel imatur serta ketidakteraturan organisasi sel. Terjadi gangguan dalam
maturasi dan diferensiasi sel.
• Tahapan : ringan-sedang-berat.
• Displasia dapat kembali dalam bentuk sel normal bila jejas atau iritan
teratasi. Bila displasia berat tidak dapat tertanggulangi  karsinoma
intra-epitelial (in-situ).
Akumulasi
Intraseluler
Intracellular Accumulations
• Salah satu manifestasi dari gangguan metabolik adalah akumulasi
berbagai substansi abnormal intrasel
• Substansi tersebut dibagi menjadi 2 kategori :
• (1) unsur sel normal, seperti air, lipid, protein, karbohidrat, dan akumulasi dalam
jumlah banyak;
• (2) unsur abnormal, baik eksogen (seperti mineral atau produk dari agen infeksi)
maupun endogen (seperti produk sintesis atau metabolism abnormal)
• Bersifat : sementara atau menetap
• Lokasi : sitoplasma atau nukleus

102
Proses akumulasi abnormal intrasel  4 tipe abnormalitas :
1. Unsur endogen normal diproduksi pada kecepatan yg normal atau meningkat tapi
kecepatan metabolisme tidak mampu untuk membuangnya. Contoh : perubahan lemak di
hati dan reabsorpsi droplet protein di ginjal.
2. Akumulasi unsur endogen abnormal yang diperoleh dari produk gen mutasi. Akumulasi
terjadi karena defek pada pelipatan protein & transport, dan ketidakmampuan untuk
mendegradasi protein abnormal secara efisien. Contoh : akumulasi dr mutasi α1-
antitrypsin di sel hati dan berbagai protein mutasi di kelainan degenerasi CNS.
3. Akumulasi unsur endogen abnormal karena defek pada enzim-enzim yg dibutuhkan untuk
metabolisme dan biasanya bersifat diturunkan. Contoh: sphingolipidosis (tay-sach disease).
4. Unsur eksogen abnormal disimpan dan diakumulasikan karena sel tidak mempunyai
enzimatik untuk mendegradasi unsur ataupun kemampuan untuk memindahkan ke situs
lain. Contoh : Akumulasi dari partikel karbon dan bahan kimia yg tidak termetabolisme
seperti silika.
• Jika akumulasi bisa diatur  reversibel
• Pd peny diturunkan  akumulasi cepat dan merusak sel

103
Mechanisms of intracellular accumulations

104
High-power detail of fatty change of the liver. In most cells the well –preserved nucleus is
squeezed into the displaced rim of cytoplasm about the fat vacuole.

105
Cholesterolosis . cholesterol-laden macrophages (foam cells, arrow) in a focus of
gallbladder choletrolosis.

106
Protein reabsorption droplets in the Renal tubular epithelium.

107
Lipofuscin granules in cardiac myosites shown by light microscopy.

108
Hemosiderin granules in liver cells. HE stain showing golden-brown, finely granular pigment.

109
Cellular Aging
Cellular Aging
• Proses penuaan dipengaruhi oleh :
• Faktor genetik
• Pola makan
• Keadaan sosial
• Penyakit yg berhubungan dengan usia
Proses penuaan adl hasil penurunan progresif dr fungsi sel dan
ketidakmampuan yg disebabkan kelainan genetik, akumulasi kerusakan
sel dan molekul karena efek paparan dari luar.

112
Mekanisme pada Penuaan Sel
1. Akumulasi kerusakan DNA
• Faktor-faktor endogen seperti ROS dan eksogen (agen fisik, kimia, biologik)
dapat merusak integritas DNA mitokondria dan inti.
• Meskipun kerusakan DNA diperbaiki oleh enzim DNA repair, sebagian kerusakan
menetap dan berakumulasi.
2. Senesensi sel
3. Defek protein homeostasis
Senesensi sel
• Pemendekan telomer
• Telomer : rangkaian DNA yg
sangat penting u/ memastikan
replikasi ujung kromosom yg
lengkap & u/ melindungi ujung
terminal kromosom thd fusi &
degradasi).
• Setelah tjd pembelahan
berkali2, telomer memendek
scr progresif dan akhirnya
mengeluarkan sinyal
checkpoint pertumbuhan.
• Aktivasi tumor supresor gen
The role of telomeres and telomerase in replicative senescence of cells. Telomere length is plotted against the number of
cell divisions. In most somatic cells there is no telomerase activity and telomeres progressively shorten with increasing
cell divisions until growth arrest or until senescence occurs. Germ cells and stem cells both contain telomerase, but only
germ cells have sufficient levels of the enzyme to stabilize telomere length completely. In cancer cells, telomerase is often
reactivated.
Defek Protein homeostasis
• Protein homeostasis berfungsi : membetulkan folded conformations
(mediated by chaperones) dan degradasi misfolded proteins dengan
autofagi-lisosome dan ubiquitin-proteasome.
• Normal folding dan degradasi misfolded proteins  impaired with
aging.
Mechanisms that cause and counteract cellular aging. DNA damage, replicative senescence, and decreased and misfolded proteins
are among the best described mechanisms of cellular aging. Nutrient sensing exemplified by calorie restriction, counteracts aging
by activating various signaling pathways and transcription factors. IG, Insulin-like growth factor; TOR, target of rapamycin.
Pemeriksaan
Patologi Anatomi
Pemeriksaan Patologi
1. Pemeriksaan morfologi histopatologik
2. Pemeriksaan sitologik
3. Pemeriksaan histokimia (pewarnaan khusus)
4. Pemeriksaan imunohistokimia
5. Pemeriksan imunofluoresensi
6. Pemeriksaan molekuler : in situ hibridisasi (ISH), fluoresen in situ
hibridisasi (FISH), polymerase chain reaction (PCR)
Spesimen dpt berupa :
1. Jaringan :
• Biopsi dan eksisi
• Hasil operasi
• Hasil kerokan
• Autopsi
2. Apusan sitologik :
• Cairan tubuh : cairan ascites, CSF, Cairan kista, urin
• Sputum
• Vaginal smear
• FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)/ AJH (Aspirasi Jarum Halus)
Metode Histopatologik
 Merupakan metode penegakan diagnosis paling penting
 Diagnosis histopatologik yg benar tgt pada :
Keberadaan semua data klinis yg relevan
Spesimen yg adekuat, representatif, & difiksasi dengan benar
Pemeriksaan Histopatologi
Fiksasi
• Tujuan : mempertahankan struktur jaringan baik secara morfologik
maupun biokemis.
• Keuntungan :
1. Jaringan mudah dipotong.
2. Diferensiasi optik meningkat.
3. Risiko penularan menurun.
• Metode fiksasi :
1. Cairan fiksator kimiawi
2. Dengan panas : didiamkan pada suhu ruang (pengecatan Giemsa)
3. Dengan pendinginan
• Syarat cairan fiksasi yang ideal :
1. Bereaksi cepat
2. Isotonis dengan jaringan
3. Tidak bereaksi dengan jaringan
4. Stabil
5. Aman
6. Murah
Fiksator yang sering digunakan :
Jaringan : formalin buffer 10%
Cairan : alkohol 50 % (untuk cairan), 70% (sputum), alhokol absolut (smear)
Frozen Section (Vries Coupe/VC)
• Merupakan pemeriksaan histopatologik ketika operasi pasien msih
berjalan.
• Fiksasi menggunakan cryostat (freezing fixation) : tidak mendenaturasi
protein dan meminimalisir timbulnya distorsi.
Pemeriksaan Sitologi
• Sitologi Aspirasi • Sitologi Eksfoliatif
• FNAB
• organ dalam • Pap smear
• superfisial • Sputum
• Transbronchial needle aspiration (TBNA) • Cairan Pleura
• Percutaneous transthoracic needle • Urine
aspiration (PTNA)
• Sikatan Bronchial
• Endoscopic/ultrasound guided needle
aspiration (abdomen) • Bilasan Bronchoalveolar

Baku Emas Diagnosis Pasti :


127
Pemeriksaan Histopatologik (PA)

Anda mungkin juga menyukai