Anda di halaman 1dari 21

ILMU PENGETAHUAN,

TEKNOLOGI DAN SENI

Kelompok 5

Arief Muhammad 5143121003


Asri Pradana 5143121003
Zulfan Khairil 514210
KONSEP ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI
DAN SENI

 Ilmu pengetahuan (sains) adalah cabang ilmu


pengetahuan yang mempelajari gejala alam yang
diperoleh melalui proses yang disebut metode
ilmiah.
 Sedangkan teknologi adalah pengetahuan dan
keterampilan yang merupakan penerapan sains
dalam kehidupan manusia. Tidak dapat
dipungkiri lagi teknologi mampu membuat
segala kebutuhan manusia menjadi lebih mudah.
Peran Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah bahwa syariat Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai tolak ukur. Artinya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sesuai dengan syariat boleh
dimanfaatkan, akan tetapi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang bertentangan dengan syariat harus
dijauhi
A. KEWAJIBAN MENCARI ILMU
 Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah
untuk beribadah kepada Allah. Tentunya beribadah dan
beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an
dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang
berpegang teguh dan sungguh-sungguh perpedoman
pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
 Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib
dicari seorang muslim ada 3, yaitu ayatun muhkamatun
(ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun
qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan)
dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu
faroidh yang adil)
 Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, “ mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain
yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata dan emas pada
babi hutan.”(HR. Ibnu Majah dan lainya)
 Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke
negeri cina”. Dalam hadist ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke
cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita mencari ilmu
dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.
 Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib
dituntut trlebih dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang dseketika
itu pasti digunakan dal diamalkan bagi setiap orang yang sudah
baligh. Seperti ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu
itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu
kedokteran, fisika, matematika, dan lainya.
 Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling
utama adalah orang islam yang belajar suatu ilmu kemudian
diajarkan ilmu itu kepada orang lain.”(HR. Ibnu Majah)
B. INTERAKSI IMAN, ILMU DAN AMAL
 Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan
yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam
suatu sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya
terkandung tiga unsur pokok yaitu akidah, syariah, dan
akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.
 Di dalam al-Qur’an dinyatakan yang artinya “Tidaklah
kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (dinul Islam) seperti
sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh (menghujam
kebumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu
mengeluarkan buahnya setiap muslim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
itu untuk manusia agar mereka ingat”.
 Ini merupakan gambaran bahwa antara iman,
ilmu dan amal merupakan suatu kesatuan yang
utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah
pohon yang menupang tegaknya ajaran Islam,
ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan
dahan. Dahan dan cabang-cabang ilmu
pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari
pohon itu ibarat dengan teknologi dan seni.
IPTEKS yang dikembangkan di atas nilai-nilai
iman dan ilmu akan menghasilkan amal shaleh
bukan kerusakan alam.
C. KEUTAMAAN ORANG YANG BERIMAN
 Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran
menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia
dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan
ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan
makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-Raasikhun fil
Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul
al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud
: 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43),“al-Ulama” (Fatir :
28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan
gelar mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT
berfirman:

"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia


(yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
orang- orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana".

Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka
amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para
malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT.
D. TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
TERHADAP ALAM
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki
ketergantungan terhadap alam. Namun, di sisi lain, manusia
justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup merusak, juga
menghancurkan hingga tak bersisa
Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam Al-
Qur’an:

Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat


kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya
kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al-
Baqarah:11)
 Pada masa sekarang pendidikan lingkungan
menjadi mutlak diperlukan. Tujuannya
mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga
jangan sampai berbagai unsur lingkungan
menjadi hancur, tercemar, atau rusak. Untuk itu
manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai
ilmuwan harus bisa melestarikan alam. Mungkin
bisa dengan cara mengembangkan teknlogi ramah
lingkungan, teknologi daur ulang, dan harus bisa
memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak.
E. PENYIKAPAN TERHADAP
PERKEMBANGAN IPTEK
penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah
memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat
manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT.
Kebenaran IPTEK IPTEK akan bermanfaat apabila:
Islam adalah sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri.
IPTEK akan bermanfaat apabila:
a.Mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya
b.Dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik),
c.Dapat memberikan pedoman bagi sesama,
d.Dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal
dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat
dalam arti luas.
SENI MENURUT ISLAM
 Pandangan Islam tentang seni yaitu sini merupakan ekspresi
keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat yang dilekatkan
Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-
Qur’an mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan
segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman:

“Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada
baginya sedikit pun retak-retak?”[QS Qaaf 50: 6].
ALAT MUSIK ISLAM
 Alat musik yang sering dipakai dalam seni musik
Islam rebab dan rebana. Sebelum menjadi biola,
alat musik berdawai dengan tabung resonansi
yang lebih kecil dari gitar ini dikenal dengan
nama rebab. Alat musik rebab menyebar dari
Spanyol ke Eropa dengan nama rebec. Sedangkan
rebana, Instrumen musik Arab yang satu ini
terbuat dari kayu dan perkamen. Rebana sering
digunakan pada acara kenegaraan di istana dan
gedung pertemuan sebagai hiburan.
HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN DALAM MENYANYI

 Menurut DR. Yusuf Qardhawi, hal-hal yang harus


diperhatikan dalam hal nyanyian antara lain :
 Tidak semua nyanyian hukumnya mubah, karena isinya
harus sesuai dengan etika islami dan ajaran-ajarannya.
 Penampilan dan gaya menyanyikannya juga perlu dilihat
 Nyanyian tersebut tidak disertai dengan sesuatu yang
haram, seperti minum khamar, menampakkan aurat, atau
pergaulan bebas laki-laki dan perempuan tanpa batas.
 Nyanyian –sebagaimana semua hal yang hukumnya
mubah (boleh)- harus dibatasi dengan sikap tidak
berlebih-lebihan.
PENDAPAT TENTANG SENI MENURUT PARA ULAMA
 1. Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya Nail-Ul-Authar menyatakan sebagai
berikut:
 a. Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik.
Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab Ahl-ul-Madīnah,
Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah memperbolehkannya.
 b. Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī) menyatakan: "‘Abdullah
Bin Ja‘Far berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak menjadi masalah.
Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan
(budak) wanita (jawārī) dengan alat musik seperti rebab. Ini terjadi pada masa
Amīr-ul-Mu’minīn ‘Alī bin Abī Thālib r.a.
 c. Ar-Ruyānī meriwayatkan dari Al-Qaffāl bahwa mazhab Maliki membolehkan
menyanyi dengan ma‘āzif (alat-alat musik yang berdawai).
 d. Abū Al-Fadl bin Thāhir mengatakan: "Tidak ada perselisihan pendapat antara
ahli Madīnah tentang, menggunakan alat gambus. Mereka berpendapat boleh
saja." Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya Al-‘Umdah mengatakan bahwa para
shahābat Rasūlullāh yang membolehkan menyanyi dan mendengarkannya
antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf,
Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain. Sedangkan dari tābi‘īn antara lain Sa‘īd bin
Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain.
 2. Abū Ishāk Asy-Syirāzī dalam kitābnya Al-Muhazzab
 a. Diharāmkan menggunakan alat-alat permainan yang membangkitkan hawa
nafsu seperti alat musik gambus, tambur (lute), mi‘zah (sejenis piano), drum
dan seruling.
 b. Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain dua
acara tersebut tidak boleh.
 c. Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang berjalan.

 3. Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ


 a. Al-Muhāsibi di dalam kitābnya AR-RISĀLAH berpendapat bahwa menyanyi
itu harām seperti harāmnya bangkai.
 b. Ath-Thursusi menukil dari kitāb Adab-Ul-Qadha bahwa Imām Syāf‘ī
berpendapat menyannyi itu adalah permainan makrūh yang menyerupai
pekerjaan bāthil (yang tidak benar). Orang yang banyak mengerjakannya
adalah orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi saksi.
 c. Al-Manawi mengatakan dalam kitābnya: Asy-Syarh-Ul-Kabir bahwa menurut
mazhab Syāfi‘ī menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni lebih baik ditinggalkan
daripada dikerjakan agar dirinya lebih terpelihara dan suci. Tetapi perbuatan
itu boleh dikerjakan dengan syarat ia tidak khawatir akan terlibat dalam fitnah.
 d. Dari murīd-murīd Al-Baghāwī ada yang berpendapat bahwa menyanyi itu
harām dikerjakan dan didengar.
 e. Ibnu Hajar menukil pendapat Imām Nawawī dan Imām Syāfi‘ī yang
mengatakan bahwa harāmnya (menyanyi dan main musik) hendaklah dapat
dimengerti kaaaaarena hāl demikian biasanya disertai dengan minum arak,
bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada
maksiat. Adapun nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang
berat, nyanyian orang ‘Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka,
nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut
Imām Awzā‘ī adalah sunat.
 f. Jamā‘ah Sūfiah berpendapat boleh menyanyi dengan atau tanpa iringan alat-
alat musik.
 g. Sebagian ‘ulamā’ berpendapat boleh menyanyi dan main alat musik tetapi
hanya pada perayaan-perayaan yang memang dibolehkan Islam, seperti pada
pesta pernikahan, khitanan, hari raya dan hari-hari lainnya.
 h. Al-‘Izzu bin ‘Abd-us-Salām berpendapat, tarian-tarian itu bid‘ah. Tidak ada
laki-laki yang mengerjakannya selain orang yang kurang waras dan tidak
pantas, kecuali bagi wanita. Adapun nyanyian yang baik dan dapat
mengingatkan orang kepada ākhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan.
 i. Imām Balqinī berpendapat tari-tarian yang dilakukan di hadapan orang
banyak tidak harām dan tidak pula makrūh karena tarian itu hanya merupakan
gerakan-gerakan dan belitan serta geliat anggota badan. Ini telah dibolehkan
Nabi s.a.w. kepada orang-orang Habsyah di dalam masjid pada hari raya.
 j. Imām Al-Mawardī berkata: "Kalau kami mengharamkan nyanyian dan bunyi-
bunyian alat-alat permainan itu maka maksud kami adalah dosa kecil bukan
dosa besar."
 4. ‘Abd-Ur-Rahman Al-Jazari di dalam kitabnya Al-Fiqh ‘Ala Al-
MadZzahib-Il Arba‘A, menyatakan:
 a. ‘Ulamā’-‘ulamā’ Syāfi‘iyah seperti yang diterangkan oleh Al-
Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumiddin. Beliau berkata: "Nash nash
syara' telah menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul
rebana sambil bermain dengan perisai dan senjata-senjata perang
pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab hari seperti itu adalah
hari untuk bergembira. Oleh karena itu hari bergembira dikiaskan
untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua hari
kegembiraan yang memang dibolehkan syara'.
 b. Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi'i yang mengatakan
bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada seorangpun dari para
ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat
musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak
baik. Maksud ucapan tersebut adalah bahwa macam-macam
nyanyian tersebut tidak lain nyanyian yang bercampur dengan
hal-hal yang telah dilarang oleh syara'.
 c. Para ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu
adalah nyanyian yang mengandung kata-kata yang tidak baik (tidak sopan),
seperti menyebutkan sifat-sifat jejaka (lelaki bujang dan perempuan dara),
atau sifat-sifat wanita yang masih hidup Adapun nyanyian yang memuji
keindahan bunga, air terjun, gunung, dan pemandangan alam lainya maka
tidak ada larangan sama sekali. Memang ada orang orang yang menukilkan
pendapat dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa ia benci
terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Baginya orang-orang
yang mendengarkan nyanyian dianggapnya telah melakukan perbuatan
dosa. Di sini harus dipahami bahwa nyanyian yang dimaksud Imam Hanafi
adalah nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara'.
 d. Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat permainan yang
digunakan untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh. Alat
musik khusus untuk momen seperti itu misalnya gendang, rebana yang
tidak memakai genta, seruling dan terompet.
 e. Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan
alat-alat musik, seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dan yang serupa
dengannya. Adapun tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh.
Bahkan sunat melagukannya ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran asal
tidak sampai mengubah aturan-aturan bacaannya
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai