Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

TUBERKULOSIS

Kelompok 4
Anggota :
1. Astri Pangastuti (1404015043)
2. Tya Palpera Utami (1704019025)
3. Vina Addityana (1404015375)
STUDI KASUS
Ny. SN 34 tahun dengan BB 42 kg, TB 158 cm datang
ke poli paru dengan keluhan batuk berdahak, demam,
sputum berwarna kuning, kadang dada sesak, dan
penurunan berat badan beberapa bulan terakhir. Dari
pemeriksaan diketahui Ny. SN mengalami infeksi TB dengan
BTA (+). Doktermeresepkan obat sebagai berikut:

R/ Rifampisin 450 mg XXX


S 1 dd 1
R/ Ethambutol 500 mg XC
S 2 dd 1
R/ Pyrazinamid 500 mg XC
S 2 dd 1
R/ Pehadoxin Forte XXX
S 1 dd 1
1. APA KOMPOSISI DAN INDIKASI
PEHADOXIN FORTE?

 Komposisi Pehadoxin Forte adalah isoniazid dan


vitamin B6 (Pyridoxine)

 Indikasi Pehadoxine Forte adalah mengatasi


neuropati perifer. Wanita hamil, pecandu alkohol, dan
pasien dengan diet buruk yang diobati dengan isoniazid
harus menerima pyridoxine, 10 sampai 50 mg
setiap hari, untuk mengurangi kejadian di Sistem
Syaraf Pusat (SSP) atau neuropati perifer

Dapus: dipiro hal 478


2. SAMPAI DIMANA FASE PENGOBATAN PASIEN?
BERAPALAMA PASIEN MENJALANI TERAPI PADA
FASE TERSEBUT?

Pada pasien TB pasien menjalani 2 fase yaitu :


1. Fase intensif untuk membunuh bakteri penyebab TB
dengan pemberian isoniazid, rifampisin, pirazinamida,
dan etambutol selama 2 bulan diikuti dengan

2. Fase penyembuhan selama 4 bulan untuk memastikan


bahwa bakteri penyebab TB benar-benar mati, dengan
diberikan isoniazid dan rifampisin , Etambutol dapat
dihentikan jika rentan terhadap isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid.

Dapus : dipiro edisi 9 ( hal. 478)


3. APAKAH DOSIS YANG DIBERIKAN SUDAH
TEPAT?
Nama Obat Resep AHFs DIH Dipiro Tepat

Rifampisin 450mg 10 mg / kg 10mg/kg 10mg/kg √


S1dd1 (sampai 600 mg) /day (maximum: (600mg)
setiap hari 600mg/day) 420mg

Ethambutol 500mg 40-55 kg: 800 40-55 kg: 800 800 mg (40–55 √
S2dd1 mg sekali sehari mg kg)

Pyrazinamid 500mg 15 mg / kg 15-30 mg/kg/day 1000 mg (40–55 √


S2dd1 sekali sehari 40-55 kg: 1000 kg)
Dewasa dengan mg
BB 40-55 1gr
sehari
Pehadoxin forte S1dd1
a. Isoniazid 400mg 5mg/kg (max 5mg/kg (max 5mg/kg (max X
300mg) 300mg) 300mg)
a. Vit. b6 10mg 2,5 – 10mg/hari 2,5 – 10mg/hari 2,5 – 10mg/hari √
4. EFEK SAMPING POTENSIAL APA YANG PERLU
DIWASPADAI PASIEN PADA PENGGUNAAN OBAT
TERSEBUT!

Obat Efek samping

Rifampisin Reaksi kutaneous, reaksi GI (mual,anoreksia,


sakit perut), sindrom seperti flu,
hepatotoksisitas, reaksi imunologis berat,
perubahan warna orange pada cairan tubuh
(dahak,urin , keringat, air mata), interaksi
obat karena induksi enzim mikrosom hati
Ethambutol Retrobulbar neuritis, neuritis perifer, reaksi
kutaneous, penurunan ketajaman
penglihatan, kehilangan kemampuan
membedakan warna
Pyrazinamid Hepatotoksisitas, gejala GI (mual, muntah),
polijralgia nongouty, hiperurisemia
asimtomatik, artritis gout akut, ruam
morbilliform sementara, dermatitis
Pehadoxin forte Psikosis beracun, Kelemahan, Kadar gula
darah tinggi, Kekurangan niasin, Anemia,
Mual (sumber: dailymed.nlm.nih.gov diakses
minggu 8 oktober 2017 12:07)
5. APAKAH TERDAPAT INTERAKSI OBAT? JIKA
ADA JELASKAN PENATALAKSANAANNYA!
Terdapat interaksi obat :

a. Mayor → Rifampisin <> Isoniazid


MK : Pemberian bersamaan menyebabkan resiko
hepatotoksisitas lebih besar dari pada penggunaan tunggal.
Rifampisin mengubah metabolisme isoniazid dan meningkatkan
jumlah metabolit toksik. Pasien yang memiliki resiko
hepatotoksisitas lebih tinggi adalah pasien usia lanjut, memiliki
gangguan hati, pengonsumsi alkohol.

Manajemen :
 Monitoring tanda dan gejala awal hepatitis seperti kelelahan,
lemah, malaise, anoreksia, mual atau muntah.
 Jika terjadi tanda dan gejala awal hepatitis, maka cek
laboratorium dari fungsi hati.
 Jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
perubahan fungsi hati, maka dilakukan penghentian salah
satu obat.
b. Mayor → Rifampisin <> Pirazinamida
MK: Menyebabkan kerusakan hati. Mekanisme
interaksi yang tidak diketahui pasti. Kedua obat
memiliki efek hepatotoksisitas.

Manajemen:
 Monitoring tanda dan gejala kerusakan hati
seperti demam, ruam, anoreksia, mual,
muntah, kelelahan, yrin berwarna gelap.
 Monitoring kadar transaminase serum dan
bilirubin pada awal dan pada 2,4,6, dan 8
minggu pengobatan pada pasien.
 Jika kadar transaminase melebihi lima kali
lipat batas atas normal atau berada diatas
kisaran normal disertai gejala hepatitis, atau
jika bilirubin serum lebih besar dari pada
kisaran normal, maka pengobatan dihentikan.
c. Moderat → Etambutal <> Isoniazid
MK: Penggunaan bersamaan dapat menyebabkan resiko
neuropati perifer meningkat. Pasien yang memiliki resiko
neuropati perifer adalah pasien diabetes dan pasien dengan
usia lebih dari 60 tahun. Dalam beberapa kasus, neuropati
dapat berkembang atau tidak dapat dipulihkan meskipun
penghentian pengobatan.

Manajemen:
 Monitoring tanda dan gejala neuropati seperti rasa terbakar,
kesemutan, nyeri atau mati rasa di tangan dan kaki.
 Jika tanda dan gejala neuropati terjadi, maka dilakukan
penurunan dosis etambutol.
 Jika setelah penurunan dosis etambutol masih terjadi
neuropati, maka dilakukan penghentian pengobatan.

Dapus: Drugs.com
6. JIKA PASIEN MEMINTA OBAT KONTRASEPSI ORAL
YANG BIASA DIGUNAKAN, APA INFORMASI YANG
PERLU FARMASIS SAMPAIKAN PADA PASIEN?

Informasi yang disampaikan yaitu:


bahwa penggunaan obat TB seperti rifampisin
dapat berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
seprti (pill KB,suntikan KB, susuk KB) sehingga
dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi
tersebut. Sehingga disarankan bahwa penderita
TB menggunakan kontrasepsi
nonhormonal.atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

Dapus : drugs.com
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai