Anda di halaman 1dari 107

Taenia solium

 = pork tape worm


 Penyakit: taeniasis solium
 Distribusi kosmopolitan
 Infeksi pada manusia karena makan
daging babi mentah atau dimasak
tidak matang benar
Morfologi
 Scolex globular, d= 1-2 mm
 Sucker 4 buah
 Rostellum berupa tonjolan dengan
kait-kait 2 baris, 30 kait
 Alat kelamin jantan betina pada
segmen imatur tidak dapat
dibedakan
 Pada segmen matur terdapat testis
yang memiliki 150-200/ segmen,
terdapat 2 buah ovarium
 Uterus di anterior, dengan jumlah
cabng lateral uterus gravid khas 7-13
(rata-rata 9) buah dari masing-
masing sisi saluran utama uterus
 Segmen gravid lepas dari strobila
dan keluar bersama tinja host
 Telur bulat atau subspheris, d= 31-
43 mikron, dinding tebal, terdiri dari
truncated prisms membentuk garis-
garis radiair
 Telur berisi oncosphere atau
hexacanth embryo yang memiliki 4
pasang hooklets
 Telur keluar dari uterus melalui celah
ventrolongitudinal
Siklus hidup
 Telur yang terlepas dari proglottid
gravid dapat viable di tanah
beberapa minggu
 Bila kemudian tertelan oleh
manusia/babi, maka dalam usus
halus akan menetas setelah 24-72
jam, keluar larva berkait
 Larva penetrasi dinding usus menuju
venae mesenterica
 Ikut aliran darah ke seluruh tubuh
dan otot-otot yang merupakan
tempat predileksi
 Dalam waktu 60-70 hari akan
metamorfosis menjadi cysticercus
cellulosae atau blaadder worm
 Bila cysticercus cellulosae ini
terdapat dalam tubuh babi yang
kemudian tanpa dimasak dengan
 Benar langsung dimakan manusia,
dalam lambung larva keluar dari
daging babi tersebut dan menuju
usus halus manusia
 Pada usus halus bagian atas scolex
evaginated dan melekat pada
dinding usus halus
 Dalam waktu 5-12 minggu tumbuh
menjadi cacing dewasa
 Keadaan tersebut yang disebut
taeniasis solium atau human
cysticercosis
 Cacing dapat bertahan hidup dalam
tubuh host hingga lebih dari 25
tahun
 Seorang penderita dapat
mengandung lebih dari satu cacing,
dapat bersama Taenia saginata
Epidemiologi
 Manusia merupakan satu-satunya
host definitif
 Daging babi yang mengandung
cysticercus cellulosae merupakan
sumber utama infeksi
Patogensis dan Gejala klinis
 Iritasi dan kadang-kadang obstruksi
usus oleh cacing dewasa
 Intoksikasi host akibat menyerap
sisa metabolisme cacing pada usus
 Rasa tidak enak pada abdomen
hingga hunger pain, gangguan
pencernaan, diare persisten atau
bergantian dengan konstipasi
 Mungkin perforasi atau peritonitis
Diagnosis
 Penemuan telur dalam tinja, tidak
dapat dibedakan dari telur Taenia
saginata
 Penemuan proglottid gravid yang
khas
 Cabang lateral uterus dihitung
dengan menekan segmen diantara
dua buah kaca preparat, lihat pada
cahaya terang, atau suntik indian ink
Terapi
 Quinacrine (Atabrine)
 Sodium bicarbonat untuk
mengurangi rasa ingin muntah
 Urus-urus
 Prognosis: pada umumnya baik,
tetapi bila timbul cysticercosis dapat
fatal
 Pencegahan: = penyakit cacing
lainnya
Taenia saginata
 = beef tape worm
 Penyakit: taeniasis saginata
 Distribusi: kosmopolitan
 Insidens pada umumnya lebih tinggi
daripada Taenia solium
 Sapi adalah intermediate host cacing
ini
Morfologi
 Mirip Taenia solium
 Cacing dewasa hidup dalam usus
halus, dengan membenamkan kepala
dalam mukosa usus
 Panjangnya lebih daripada Taenia
solium
 Pada keadaan yang menguntungkan
dapat mencapai lebih 25 meter
 Dapat hidup hingga 5-7 tahun
 Scolex segi empat (pada potongan
melintang), d= 1,5-2 mm
 Tidak mempunyai rostellum maupun
hooklets
 Mempunyai 4 buah hemispherical
suckers, masing-masing berdiameter
0,7-0,8 mm, terletak pada tiap sudut
scolex, ujung scolex cekung
 Leher setengah lebar scolex,
panjangnya beberapa kali panjang
scolex
 Proglottid matur lebarnya lebih besar
dari panjangnya
 Proglottid gravid lebih sempit tetapi
lebih panjang (l= 5-7 mm, p= 20
mm), pada 1/5 bagian distal tubuh
 Jumlah seluruh proglottid 1000-2000
buah
 Alat reproduksi mirip Taenia solium,
tetapi jumlah testes 2 kali lebih
banyak dan tidak mempunyai lobus
asesorius
 Jumlah cabang uterus khas 15-20
buah (biasanya 18 buah)
Siklus hidup
 Telur matang tertelan sapi, menetas
dalam duodenum sebagai oncosphere
 Mengadakan penetrasi dinding usus,
mencapai venae mesenterica atau
saluran limfe
 Ikut aliran darah sampai ke otot
bergaris, terutama musculus
pterygoideus dan myocardium
 Dalam waktu 60-70 hari mengalami
metamorfosis menjadi cysticercus
bovis (bladder worm)
 Epidemiologi: sapi, kerbau, jerapah,
lama merupakan natural host
 Manusia merupakan satu-satunya
host definitif
 Daging sapi yang mengandung
cysticercus bovis yang viable
 Merupakan sumber infeksi bagi
manusia untuk taeniasis saginata
 Sapi terinfeksi karena makan rumput
yang terkontaminer tinja manusia
yang mengandung telur Taenia
saginata
 Telur viable di tanah selama 8
minggu atau lebih, dalam air 33 hari,
 Pada rumput dalam udara terbuka
159 hari
Patogenesis dan Gejala klinis
 Tidak khas oleh cacing dewasa,
kadang-kadang appendicitis, rasa
tidak enak pada perut, lemah badan,
hunger pain, berat badan menurun
umumnya asimptomatis
 Dari sisa metabolismenya mungkin
dapat timbul reaksi sistemik
 Eosinofil sedang dan leukositosis
Diagnosis
 Khas dengan penemuan proglottid
gravid dalam tinja
 Menghitung jumlah cabang lateral
uterus 15-20 buah
 Telur = telur Taenia solium
Terapi
 Drug of choice Quinacrine
 Niclosamide
 Praziquantel, mempengaruhi
penyerapan kalsium, cacing tetanik,
scolex dan proglottid mati
 Prognosis cukup baik dengan
pengobatan spesifik
 Pencegahan = Taenia solium
Diphyllobothrium latum
 Kelas Cestoidea, sub kelas Cestoda,
famili Diphyllobothridae
 Penyakit : diphyllobothriasis,
bothriocephaliasis, fish tape-worm
disease
 Nama lain : Taenia lata, brood tape-
worm
 Distribusi : iklim dingin,
mengkonsumsi ikan air tawar
 P = 3-10 meter, segar berwarna
Morfologi
 Scolex khas seperti spatel dengan
sulcus yang dalam
 Leher panjang
 Proglottid lebarnya > panjangnya,
yang gravid uterusnya melingkar-
lingkar menyerupai rossette
 Telur oval, operculum konvex pada
satu ujung, pd ujung lain terdapat
knob, kuning keemasan
Siklus hidup
 Definitif host : manusia, anjing,
kucing, mamalia2 lain (a.l. babi)
 Intermediate host pertama adalah
Copepoda kelas Crustacea (a.l.
Diaptamus, Cyclops)
 Intermediate host kedua adalah ikan
air tawar (di Eropa), a.l. salmon,
burbot, pike, forrel
 Telur keluar bersama tinja
penderita/definitif host lain, bila
jatuh dalam air yang sesuai untuk
hidup (10-15°C) menetas
 Coracidium larva (bulat, dinding
tipis, bersilia, berisi embrio, renang
bebas) tertelan intermediate host
pertama, lepas silia pd lumen usus,
penetrasi dinding usus
 Procercoid (memanjang)larva
tertelan intermediate host kedua,
 Migrasi ke otot dan rongga tubuh,
tumbuh menjadi Plerocercoid larva
(bentuk infektif bagi manusia)
 Manusia memakan intermediate host
kedua mentah, larva menempelkan
diri pada dinding usus definitif host
dan tumbuh dewasa
 Epidemiologi: prevalensi tertinggi pd
iklim dingin, dg kebiasaan makan
ikan air tawar mentah yg terdapat
Plerocercoid hidup
 Infeksi terjadi karena makan ikan air
tawar mentah (direct) ataupun polusi
air oleh telur melalui intermediate
host
 Gejala klinis oleh cacing dewasa =
infeksi Taenia yang lain, gangguan
pencernaan, rasa tak enak di
lambung, nyeri perut, anemia
(perniciosa)
 Diagnosis pasti menemukan telur
atau proglottid khas dalam
 Prevensi: makan ikan air tawar yang
telah benar-benar dimasak matang,
freezing pada suhu -10°C, 24-48
jam, larva mati ; pembuangan air di
daerah endemis harus diklorinasi
sebelum dialirkan ke danau
 Terapi: Quinacrine (Atabrine), asam
folat bila anemia, obat lama adalah
Oleorescin of aspidium
Sparganosis
 Dari order Pseudophyllidea
 Keadaan infeksi dari cacing order
tersebut di atas, tetapi larva tidak
dapat tumbuh menjadi cacing
dewasa dan mengadakan migrasi
dalam tubuh manusia
 Distribusi sebenarnya kosmopolitan
tetapi terbanyak di Asia
Dua tipe spargana
 Non proliferating: memanjang
beberapa cm X beberapa mm,
kuning pucat, ujung anterior
terdapat satu buah pseudo-sucker,
multiplikasi secara transverse
fragmentation
 Proliferum: memanjang, ujung
anterior/apical menonjol atau masuk
ke dalam tubuhnya, dan pada sisi
lateral tubuh terdapat cabang-
Human sparganosis
 Dapat terjadi karena tertelan
intermediate host pertama yang
mengandung procercoid larva yang
penetrasi dinding usus dan migrasi
ke jaringan sub kutan dan atau otot
manusia
 Memakan daging reptil, amfibi atau
burung dalam keadaan tidak
dimasak dengan matang
 Aplikasi lokal daging hewan yg
Gejala klinis
 Tergantung jumlah larva yang
menginvasi dan lokasi jaringan yang
diinvasi
 Invasi primer pada jaringan sub
kutan menimbulkan keradangan,
pembengkakan dan dapat terjadi
fibrosis
 Bila dilakukan incisi tampak matrix/
bahan yang mengkilat dengan
konsistensi kenyal, dengan larva
 Di mata terjadi ocular sparganosis,
rasa nyeri sekali di sekitar mata,
iritasi, edema pada kelopak mata,
lakrimasi meningkat, lag-
ophthalmos, ulcerasi kornea
 Diagnosis pasti adalah ditemukannya
larva pada biopsi jaringan yang
terinvasi
 Terapi adalah dg eksisi atau injeksi
etil-alkohol ke dalam lesi
Pencegahan
 Dianjurkan minum air yang telah
dimasak sampai dengan mendidih
 Memakan daging reptil, amfibi arau
burung yang telah dimasak hingga
matang benar
 Larangan pengobatan tradisional
luka pada kulit atau mukosa yang
menggunakan bobok cacahan
hewan2 tersebut di atas
Dipylidium caninum
• Order: Cyclophyllidea
• = Taenia canina = dog tape worm
• Penyakit: dipylidiasis, dog tape worm
infection
• Distribusi kosmopolitan
• Host definitif kadang2 manusia (occasional
host), anjing, kucing, karnivora lain
• Internediate host adalah dari Flea (pinjal):
Pulex irritans, Ctenocephalides canis,
Tricodeptes canis
• Epidemiologi: pada umumnya pada anak2,
secara hand to mouth transmission atau
melaui kontaminasi makanan oleh flea
yang mengandung larva tadi
Morfologi

• Lebih kecil daripada D.latum


• P= 15-70 cm
• Scolex rhomboidal (jajaran genjang, 4
buah sucker, rostellum dapat menonjol-
masuk ke dalam scolex dan dikelilingi 1-7
baris hooklets
• Leher kecil dan langsing
• Proglottid lebarnya > panjang, yang matur
seperti vas bunga (labu), mengandung 2
pasang alat reproduksi jantan dan betina,
genital-pore kiri dan kanan proglottid
(double), yang gravid khas uterus berisi
telur2 yang dibungkus oleh kapsul = egg-
ball atau cluster, dalam satu kapsul 8-15
telur
Siklus hidup
• Tinja penderita yang buang air di tanah
dan mengandung telur termakan
intermediate host
• Telur menetas dalam usus
• Procercoid larva tumbuh menjadi
cysticercoid larva dan tertelan definitive
host/occasional host
• Tumbuh dewasa dalam usus halus
Gejala klinis

• Pada umumnya ringan-ringan saja


• Gangguan pencernaan
• Rasa tidak enak di lambung
• Nyeri epigstrium
• Diare
• Pruritus, gatal-gatal
Diagnosis

• Pasti : ditemukan telur/egg-ball atau


proglottid khas dalam tinja penderita
• Prevensi adalah dengan melarang anak2
dan dewasa bermain2/cium anjing/kucing,
obati sumber infeksi dengan anthelmintik
Quinacrine, bulu2 anjing/kucing diberi
insektisida DDT atau Asanthol
Dipylidium caninum

 Order: Cyclophyllidea
 = Taenia canina = dog tape worm
 Penyakit: dipylidiasis, dog tape worm
infection
 Distribusi kosmopolitan
 Host definitif kadang2 manusia
(occasional host), anjing, kucing,
karnivora lain
 Internediate host adalah dari Flea
(pinjal): Pulex irritans, Ctenocephalides
canis, Tricodeptes canis
 Epidemiologi: pada umumnya pada
anak2, secara hand to mouth
transmission atau melaui kontaminasi
makanan oleh flea yang mengandung
larva tadi
Morfologi

 Lebih kecil daripada D.latum


 P= 15-70 cm
 Scolex rhomboidal (jajaran genjang, 4
buah sucker, rostellum dapat menonjol-
masuk ke dalam scolex dan dikelilingi 1-7
baris hooklets
 Leher kecil dan langsing
 Proglottid lebarnya > panjang, yang
matur seperti vas bunga (labu),
mengandung 2 pasang alat reproduksi
jantan dan betina, genital-pore kiri dan
kanan proglottid (double), yang gravid
khas uterus berisi telur2 yang dibungkus
oleh kapsul = egg-ball atau cluster, dalam
satu kapsul 8-15 telur
Siklus hidup

 Tinja penderita yang buang air di tanah


dan mengandung telur termakan
intermediate host
 Telur menetas dalam usus
 Procercoid larva tumbuh menjadi
cysticercoid larva dan tertelan definitive
host/occasional host
 Tumbuh dewasa dalam usus halus
Gejala klinis

 Pada umumnya ringan-ringan saja


 Gangguan pencernaan
 Rasa tidak enak di lambung
 Nyeri epigstrium
 Diare
 Pruritus, gatal-gatal
Diagnosis

 Pasti : ditemukan telur/egg-ball atau


proglottid khas dalam tinja penderita
 Prevensi adalah dengan melarang anak2
dan dewasa bermain2/cium
anjing/kucing, obati sumber infeksi
dengan anthelmintik Quinacrine, bulu2
anjing/kucing diberi insektisida DDT atau
Asanthol
Hymenolepis nana
 Pertama kali ditemukan pada tikus (1845),
kemudian pada manusia (1851)
 Bilhara (1850), kosmopolitan
 Terutama pada anak-anak di daerah iklim
panas: Mesir, Sudan, Thailand, Amerika
Latin
 Cestoda terkecil pada manusia, panjang
total 2,5-4,5 mm X 0,5-0,9 mm
Morfologi
 Jumlah proglottid sekitar 100-200
 Scolex rhomboidal/globular, bulat kecil,
rostellum pendek dan refraktil dengan
satu baris kait (20-30 buah), 4 batil isap
 Leher panjang, lebih panjang daripada
scolex, langsing
 Strobila dimulai dengan proglottid matur,
ujung distal membulat, ukuran max
proglottid 0,15-0,3 mm X 0,8-1 mm
 Proglottid matur trapezium, lebar 4 X
panjangnya, mempunyai 1 genital pore
pada 1 tepi lateral saja (left side), memiliki
3 testis, ovarium bilobatus
 Segmen gravid berisi 80-180 butir telur
pada kantung uterus
 Telur keluar dari segmen paling distal yang
terlepas dan hancur
 Pada saat itu telur telah mengandung
embrio, bentuk telur lonjong, 30 X 47μ,
dindingnya terdiri 2 lapis: terluar adalah
vitteline jernih dan lapisan dalam
membungkus oncosphere dengan
penebalan pada kedua kutub yang
membentuk 4-8 filamen
 Dalam oncosphere terdapat 3 pasang kait
berbentuk lancet
Siklus hidup
 Telur mengandung embrio tetap di dalam
usus halus (auto infeksi) atu keluar
bersama tinja dan termkan manusia,
oncosphere terbebas dan menembus villi
usus halus, membenamkan diri di sana,
menjadi cysticercoid (cerocyst muda),
kembali ke lumen usus halus, scolex
evaginated, melekatkan scolex pada
mukosa, menjadi cacing dewasa, bertelur
Patogenesis dan gejala klinis
 Infeksi ringan, keluhan juga ringan
 Infeksi berat, terjadi iritasi mukosa
intestinal
 Infeksi sistemik menimbulkan toxaemia,
karena absorbsi sisa metabolisme parasit
 Gejala: sakit kepala, pusing, anorexia,
gatal pada anus, diare periodik, sakit pada
abdomen, konvulsi/gejala epileptik,
laboratoris eosinofil meningkat
Diagnosis
 Direct smear ataupun konsentrasi feses,
ditemukan telur parasit, namun sering
tidak terdiagnosis
 Pencegahan: penyuluhn higiene sanitasi
pada anak-anak, terapi penderita, sanitasi
lingkungan, rodent control
Terapi
 Pemberian anti taenial drugs hasilnya tidak
sebaik pada tapeworm yang lain
 Atabrine merupakan drug of choice
 Preparat lain adalah Yomesan ataupun
Mebendazole
 Praziquantel dosis tunggal 25mg/kg BB
 Niclodazole 60-80mg/kg BB, dosis max
2g/hari, 5-7 hari
Hymenolepis diminuta
 Penyakit: hymenolepiasis diminuta, rat
tapeworm infection
 Hospes: tikus (Rattus novergicus), mice
(Mus musculus), manusia
 Distribusi: kosmopolitan, terutama pada
anak-anak di bawah 3 tahun, di derah
tropis dan sub tropis, secara epidemiologi
jarang pada manusia
Morfologi
 Lebih besar daripada Hymenolepis nana
 Cacing dewasa panjang 20-60mm, lebar
0,5mm, jumlah segmen 800-1000
 Scolex kecil, kuboid (club shaped) atau
bulat, mempunyai 4 batil isap, tidak ada
rostellum dan kait
 Proglottid lebar melebihi panjangnya
 Proglottid gravid mempunyai 3 buah
testes, uterus seperti kantung berisi telur-
telur
 Telur bulat, 69-79 X 72-86μ, tidak ada
filamennya, tahan kering, bahan kimia dan
pembusukan, tahan suhu > 60°C selama 7
jam
Siklus hidup
 Hospes definif adalah tikus, mencit,
kadang manusia
 Hospes perantara pinjal, kumbang tepung
dan lipas (famili Blattidae)
 Dalam tubuh serangga, telur menjadi larva
cysticercoid, bila tertelan hospes definitif,
maka dalam 20 hari menjadi cacing
dewasa di lumen usus halus
Patogenesis dan gejala klinis
 Infeksi pada umumnya secara kebetulan
 Tidak memberikan gejala
 Pencegahan: hindarkan makanan dari
insekta, tikus, mencit, dan perlu kontrol
tikus dan sejenisnya ke rumah-rumah
 Diagnosis: penemuan telur yang khas
dalam tinja
 Prognosis: cukup baik atau favourable
Terapi
 Atabrine
Heterophyes heterophyes

• Penykit: heterophyasis
• Distribusi: Mesir, Cina utara dan selatan,
Jepang, Taiwan, Korea dan Filipina
Morfologi

• Tubuh cacing dewasa kecil, pyriformis, 1,3


X 0,5mm, keabu-abuan, tertutup lapisa
kutikula dan berduri
• Ventral sucker besar, pada 1/3 anterior
tubuh, 3X oral sucker
• Punya genital sucker atau gonotyl pada
posterior ventral sucker
• Testis ovoid, 2 buah berdampingan pada
1/5 bagian posterior tubuh
• Ovarium bulat, di anterior testis
• Glandula vittelaria berup folikel besar-
besar, terdapat di sisi lateral bagian
posterior tubuh saja
• Uterus panjang dan melingkar-lingkar
• Telur 28-29 X 15-17μ, coklat, dinding tebal
beroperkulum, berisi miracidium
Siklus hidup
• Habitat cacing dewasa pada usus halus,
pada umumnya pada rongga usus, tetapi
juga sering padamukosa atau villi usus
• Merupakan parasit pada manusia dan
mammalia yang memakan ikan air tawar
• Telur berisi miracidium masuk ke air dan
tertelan host perantara I dari golongan
snail famili Potamidae, jadi sporocyst,
• Jadi rdia dan akhirnya cercaria,
meninggalkan tubuh host intermediate I
dan berenag dalam air mencari host
perantara II yaitu ikan air tawar,
menembus masuk lewat kulit sampai ke
jaringan otot, tumbuh menjadi
metacercaria
• Ikan air tawar yang mengandung
metacercaria dimakan oleh host definitif,
antara lain manusia, maka akan menjadi
dewasa dalam lumen usus dalam wakti
sekitar stu minggu. Metacercaria adalah
bentuk infektifnya
Patologi dan gejala klinis
• Cacing dewasa pada mukosa usus akan
menimbulkan iritasi, kadang membuat
lorong pada mukosa
• Gejala adalah diare kronis disertai mukus,
nyeri kolik atau hanya rasa tidak enak
pada lambung
• Nekrosis mukosa superfisial + lendir
• Eosinofilia
• Karena cacing kecil maka mengadakan
penetrasi melalui dinding usus dan dapat
masuk ke dalam jaringan limfe dan vena,
menimbulkan lesi granulomatus pada
organ lin, jntung atau otak
• Prognosis cukup baik
• Diagnosis dengan penemuan telur dalm
tinja host
Terapi

• Praziquantel
• Tetrachlor ethilene
• Hexyl resorcinol
Metagonimus yokogawai

• Ditemukan pertama kali dalam tubuh ikan


di Taiwan tahun 1911 oleh Yokogawai
• Bentuk dewsa ditemukan pada mammalia
pada tahun 1912 oleh Katsurada
• Distribusi terutama di timur juh, Jepang,
Korea, Cina, Taiwan, juga di Siberia,
Balkan dan Spanyol
• Morfologi mirip H.heterophyes
• Sebagai host intermediate I adalah snail
dari genus Thiara dan Semisulcospira
• Intermediate host II adalah ikan salmon
• Host definitif adalah manusia, anjing,
kucing dan binatang pemakan ikan
Fasciplopsis buski

Trematoda usus terbesar pada


manusia, giant intestinal fluke
Juga pada babi
Habitat pada usus halus, duodenum
dan jejunum
Morfologi

Dewasa 2-7,5 X 0,8-2 cm X 0,5-3


mm, agak lonjong, oval memanjang,
acetabulum lebih besar daripada oral
sucker, tidak ada cephalic cone,
sepasang caecum tidak bercabang,
testes dendritik dalam tandom
formation, umur cacing kurang dari 6
bulan
Telur mirip bentuk telur F.hepatica,
menetas dalam 3-7 minggu, ovoid,
besar, punya operkulum, 140 X 80μ,
cuklat kekuningan, mengandung
ovum tidak bersegmen
Siklus hidup

Host perantara adalah siput genus


Segmentina
Cercariae keluar dari siput dan
mencari tumbuhan air, menjadi
metaccercariae, membentuk kista,
tertelan host definitif, larva keluar di
duodenum, melekat pada mukosa
usus, jadi dewasa dalam 30 hari
Patogenesis

Infeksi terjadi karena makan makanan


air yang infektif, portal of entry adalah
alat pencernaan, infeksinya adalah
fasciolopsiasis
Gejala klinis

Mukus meningkat karena gangguan


sekresi usus
Intoksikasi
Infeksi berat terjadi ileus akut, diare
toksisk, nyeri perut, ulkus gaster, gejla
toksik alergi, udema muk, anemia,
ascites, eosinfilia sampai 35%
Diagnosis

Daerah endemis dengan gejala klinis


Pasti: menemukan telur pada
pemeriksan tinja
Cacing dewasa kadang ditemukan
dalam tinja atau muntahan penderita
Terapi

Tetrakloretilen
Hexilresorsinol
Oleoresin
Prognosis umumnya baik
Pencegahan
Terapi penderita
Memberantas siput dengan sulfat
tembaga larutan 1:50.000
Memasak makanan dengan baik
Menjauhkan babi dari tanaman air
Membunuh telur, miracidium dan
cercariae dengan sulfat tembaga 20
ppm atau air kapur 100 ppm
Schistosoma
 Famili Schistosomatidae
 Penykit: schistosomiasis, birharsiasis
 Perbedaan dengan sub kelas
Trematoda yang lain adalah bentuk
silinder bukan daun, dan jenis
kelamin telah terpisah
 Duri adalh spina, bukan operculum
seperti pada Trematoda yang lain
 Pada manusia spesiesnya adalah
Schistosoma haematobium, S.
mansoni dan S. japonicum
 Insidensi masih tinggi karena faktor
ekologi, gagalnya pemberantasan
siput/snail, parasit mmpu survive
dalam tubuh hospes
 Termasuk rural disease
Faktor yang berpengaruh
 Temperatur air 20-25°C, tropis dan
sub tropis
 Kecepatan air 35 cm/detik
 Alkalis, hingga keasaman 0,2%
 Terarik sinar matahari yang
moderate
 Tak suka air yang tercemar bahan
organik
 Tak suka air bergelombang, suka tepi
danau/sungai/dam
 Daerah endemis di Indonesia adalah
danau Lindu, Poso, snail spesifik
sebagai intermediate hostnya adalah
Onchomelania linduensis
 Bulinus dan Planorbarius
(S.haematobium), Biomphalaria
(S.mansoni), dan Onchomelania
(S.japonicum)
Morfologi
 Silinder memanjang
 Jantan p= 8-16 mm, khas pada
bagian anterior dada ke bawah
terdapat canalis gynecophorus
(untuk menggendong cacing betina)
 Betina panjang, langsing, sekitar 25
mm
 Pembeda ketiga spesies adalah
dengan melihat pada cacing jantan,
pada kutikulanya.
 S.haematobium kutikula jantannya
tonjolan2 halus, S.mansoni kasar,
S.japonicum tidak punya tonjolan
 Letak ovarium S.haematobium
posterior, ke arah ekor
 S.mansoni anterior, ke arah kepala
 S.japonicum sentral
 Bentuk telur S.haematobium
terdapat terminal spine
 S.mansoni telurnya mempunyi lateral
spine
 S.japonicum telurnya mempunyai
knob (duri rudimenter)
 Jumlaj telur S.hematobium puluhan,
20-30 butir
 S.mansoni < 10 butir
 S.japonicum telurnya ratusan butir
Siklus hidup
 Telurnya dapat menembus pembuluh
darah karena mempunyai spina,
mensekresi enzim2 proteolisis,
gerakan peristatik usus
 Pada umumnya dari telur yang
dikeluarkan host definitif sebagai
penderita yang defekasi di daerah
berair pada suhu sesuai, 2-4 jam
menetas,
 Miracidium berenang, mencari snail
yang sesuai, dalam tubuh snail
menjadi kista, sporocyst I lalu
menjadi sporocyst II, tumbuh calon
cercaria, ke kelenjar pencernaan
snail,
 Kelenjar pencernaan penuh dan
pecah, cercaria yang bercabang
berenang, menunggu host definitif,
 Menempel pada kulit host definitif,
host naik ke atas, air kering,
 Cercaria menanggalkan ekornya,
masuk epidermis,
 Disebut cystosomula, ikut alirn
pembuluh darah dan limfe, ke hepar
dan jadi dewasa
 Setelah dewasa, hidup sesuai habitat
masing2 spesies,
 Schistosoma haematobium pada ven
plexus vesic urinaria
 S.mansoni pada vena plexus
mesenterica inferior
 S.japonicum pada vena plexus
mesenterica superior
 Mulai bertelur dalam 3-4 minggu
Gejala klinis
 Ketiga spesies pada waktu
menembus kulit menimbulkan
gatal2, kemerahan, bintil2,
dermatitis
 Pada waktu migrasi, cystosomula
dapat mati karen terjebak jaringan
yang dituju, timbul reaksi radang
dan timbul bentukan granuloma
 Pada stadium perletakan telu,
ketiganya berbeda
 Pada stadium tersebut di atas
S.mansoni menimbulkan intestinal
birharsiasis,
 Sedangkan S.japonicum
menimbulkan Katayam’s disease
atau oriental schistosomiasis,
 Gejalanya adalah demam, penurunan
BB, malaise, kerusakan terutama
pada hepar dan limpa, hepatomegali
dan splenomegali, dalam 6-8 bulan
post infeksi dan bersifat tetap
 Sakit perut, diselingi diare, bisa tanp
atau terdapat darah, terlihat dilatasi
pembuluh darah daerah perut,
ikterus,
 Edema terjadi karena pembuntuan
saat perletakan telur, ascites,
hematemesis (peningkatan tekanan
vena porta), melena, dan anemia
Diagnosis
 Gejala klinis +, S.haematobium
tanpa disertai rasa nyeri, bisa
dijumpai telur pada pemeriksaan
urine, S.mansoni dan japonicum
telur hanya pada tinja
 Pemeriksaan parasitologis:
penemuan telur masing2 spesies
dalam tinja secra langsung atupun
konsentrasi
 Pemeriksaan imunologi
Terapi
 Antimony compound: Tartar emetic,
Athiomaline, Stimocaptate
 Non antimony compound:
Lucanthon, Niridazole, Metriponate
 D.O.C: Praziquantel (mahal)
Pencegahan
 Terapi adekuat penderit
 Moluscisida untuk snail
 Pada pembuatan dam/irigasi perlu
konsultasi ke ahli ekologi
Referensi
 Neva and Brown. 1994. Basic Clinical
Parasitology.
 Markell and John. 2006. Medical
Parasitology.
 Human Parasitology
 Atlas Parasitologi Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai